Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ABSTRAK
Penetapan batas daerah meliputi pemilihan garis batas serta pendefinisian letak titik dan garis batas di atas peta.
Hasil penetapan dituangkan pada peta cakupan wilayah dan batas-batasnya yang dilampirkan dalam Undang-Undang
tentang Pembentukan Daerah. Selanjutnya, peta lampiran undang-undang tersebut digunakan sebagai dasar dan
pedoman untuk penegasan batas daerah di lapangan yang dilakukan dengan metode geodesi. Secara ilmu geodesi,
penentuan posisi selalu merujuk kepada sistem koordinat dan datum geodesi yang digunakan. Jadi pendefinisian posisi
garis batas, harus memiliki kejelasan datum geodetiknya. Penelitian eksploratif telah dilakukan untuk mengetahui
penggunaan informasi geospasial khususnya datum geodetik dan sistem koordinat dalam penetapan dan penegasan
batas daerah di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada periode tahun 1999 sampai dengan tahun 2007
yang mengacu kepada regulasi PP No. 129 tahun 2000, peta lampiran Undang-Undang pembentukan daerah otonom
seluruhnya tidak menggunakan informasi geospasial yang benar menurut kaidah-kaidah Geodesi. Akibatnya 115 peta
lampiran Undang-Undang pembentukan daerah pada periode 1999 sampai dengan 2007 tidak memiliki kejelasan datum
dan sistem koordinat geodesi, sehingga penegasan batas daerah tidak dapat dilakukan dengan mudah. Permendagri
No.1 tahun 2006 tentang pedoman penegasan batas daerah seharusnya tidak diawali dengan penelitian dokumen
karena dapat ditafsirkan terjadi penetapan ulang atau re-delimitasi batas wilayah. Pada periode setelah tahun 2007
setelah PP No. 129 tahun 2000 diganti dengan PP No. 78 tahun 2007 ditegaskan bahwa peta Rupa Bumi Indonesia harus
digunakan sebagai dasar pembuatan peta lampiran undang-undang pembentukan daerah. Digunakannya peta Rupa
Bumi Indonesia sebagai dasar pembuatan peta lampiran Undang-Undang, maka datum geodetik dan sistem koordinat
peta lampiran menjadi jelas.
Kata kunci: Informasi geospasial, datum geodetik, penetapan dan penegasan batas daerah, Indonesia.
ABSTRACT
Boundary demarcation is one of the main activites that have to be carried out after the establishment of a new
autonomous government founded pursuant to Article 5 of the Law concerning Regional Establishment. Regional
boundary demarcation activities include the definition of coordinates of regional boundary points that can be conducted
through cartometric method or terrestrial surveys. According to boundary making theory, boundary demarcation is part
of a boundary making process, in which each step requires map as part of the infrastructure. According to the geodesy
concept, demarcation activities requires a clear geodetic datum definition, so that maps can contribute as a source of
disputes solution. This research has been carried out in line of regional boundary fixing in Indonesia. The results show
that in the period of 1999 to 2007, which use Government Regulation PP Nr. 129/2000, there are 115 attachment maps
to the Acts of the establishment of new local government are not defined geodetic datum, and the coordinates of the
maps are also not defined using properly geospatial information supplied by competence map authority in Indonesia.
More over the Ministry of Home Affairs Regulation (Permendagri) Nr. 1/2006 concerning the Guidelines for administrative
boundary demarcations may be interpreted as making administrative boundary re-delimitation. In 2007, after the
revision of PP Nr. 129/2000 by the PP Nr.78/2007, there is a clear statement that the topographic maps produced by
Bakosurtanal be used as basic maps in making attachment maps of the Acts of new local government establishment.
Under this new regulation PP 78/2007 implied then that all the attachment maps to the Act of new local government
establishment have a specific geodetic datum clearly.
Keywords: geospatial information, geodetic datum, boundary delimitation and demarcation, Indonesia
PENDAHULUAN
Kegiatan penetapan dan penegasan batas
adalah kegiatan yang penting di era otonomi
daerah di Indonesia dewasa ini. Kegiatan
penetapan batas yang dilakukan meliputi dua
80
Hukum
Teknis (survei
pemetaan)
Peran
Informasi
Geospasial
dalam
Penetapan dan Penegasan Batas Wilayah
Merujuk pada Adler (1995, 2001) tentang
peran informasi geospasial dalam boundary
making Jones (1945), bila diadopsi dan
diaplikasikan untuk boundary making batas
daerah di Indonesia, maka peran informasi
geospasial
dalam
tahap
penetapan
dan
penegasan batas daerah dapat diilustrasikan
seperti Gambar 1. Diagram pada Gambar 1 dapat
dijelaskan sebagai berikut. Pada tahap penetapan,
alokasi wilayah yang sudah disepakati sebelumnya
harus dibagi untuk masing-masing pihak dengan
memilih
letak
batas.
Setelah
mencapai
kesepakatan dalam letak batas, selanjutnya
didefinisikan posisi-posisi titik-titik batas dengan
koordinat. Posisi titik dan garis batas tersebut
nantinya juga disepakati untuk penegasan batas
di lapangan. Dalam berbagai kasus batas
internasional tahap delimitasi merupakan tahapan
yang paling kritis dan diperlukan kerja yang
sungguh-sungguh dan akurat (Blake,1995). Hasil
akhir dari kegiatan delimitasi adalah garis batas
yang telah disepakati di peta dan daftar koordinat
geografis titik-titik batas pada suatu datum
geodetik yang dipilih.
Dalam konteks penetapan batas daerah, peta
dan daftar koordinat geografis titik-titik batas
tersebut dicantumkan sebagai lampiran yang tidak
terpisahkan dalam dokumen UUPD. Sebagai
lampiran yang tidak terpisahkan mengandung
pengertian bahwa antara garis batas yang
tergambar di peta dengan teks dalam pasal-pasal
UUPD harus memiliki pengertian yang sama dan
tidak boleh saling bertentangan. Dengan demikian
peranan peta termasuk datum geodetiknya pada
tahap penetapan adalah sebagai infrastruktur
untuk memilih letak dan mendefinisikan titik-titik
dan garis batas.
Oleh sebab itu peta yang digunakan dan yang
dihasilkan seharusnya adalah peta yang memiliki
kualitas yang baik dari aspek geometris dan
kartografis. Aspek geometris peta disini meliputi:
skala peta, datum geodetik, sistem koordinat dan
sistem proyeksi peta (Adler, 2001). Untuk
pendefinisian koordinat titik-titik batas tanpa
menyertakan spesifikasi datum geodetik adalah
sesuatu yang tidak bisa dimaafkan (Pratt, 2006).
81
PENETAPAN BATAS
DAERAH
(dalam proses UU
Pembentukan DOB)
INFORMASI
GEOSPASIAL
(termasuk Datum
Geodetik)
PENEGASAN
BATAS DAERAH
Gambar 2. Peran peta dan datum geodetik dalam tahapan penetapan dan penegasan batas daerah
METODE
82
83
Teknik Penelitian
Jalannya pelaksanaan penelitian adalah:
1) Persiapan: studi literatur, pembuatan daftar
pertanyaan untuk wawancara dan pengurusan
izin penelitian.
2) Pengumpulan data
3) Penaksiran penggunaan informasi geospasial
khususnya datum geodetik pada tahap proses
penetapan dan penegasan batas daerah.
Penaksiran dilakukan dengan tolok ukur
tahapan penetapan dan penegasan sesuai
boundary making Jones (1945) serta syarat
kualitas peta dalam penetapan dan penegasan
batas menurut Adler (1995, 2001).
4) Hasil dan pembahasan
5) Kesimpulan
HASIL PEMBAHASAN
Pengaruh Tidak Adanya Datum Geodetik
Pada Peta Wilayah Administrasi Lampiran
Dari 115 peta batas wilayah administarsi
lampiran UUPD periode 1999 sampai dengan 2007
yang diteliti, ditemukan semuanya tidak
mencantumkan informasi datum geodetik yang
digunakan.
Memang ada sebagian yang
mencantumkan gratikul koordinat pada peta
lampiran, namun tidak disebutkan datum
geodetiknya, sehingga bila peta tersebut
digunakan untuk kegiatan penegasan batas di
lapangan pasti akan terjadi kesulitan.
Peta lampiran UUPD selayaknya harus
mendefinisikan penetapan garis batas yang
memiliki legalitas, sehingga fungsinya akan
menjadi infrastruktur untuk penegasan batas
dengan cara mentransformasi titik dan garis batas
ke lapangan. Kegiatan penegasan merupakan
kegiatan yang bersifat teknis survei pemetaan.
Secara teknis survei pemetaan, mentransformasi
titik-titik batas dan garis batas dari peta ke
lapangan adalah kegiatan yang disebut staking
out atau merekonstruksi titik batas di peta ke
lapangan. Syarat suatu titik atau garis dapat
direkonstruksi adalah titik tersebut harus
diketahui dengan jelas sistem koordinat dan
datum geodetiknya (Schofield, 2002). Apabila
suatu titik hanya diketahui koordinatnya namun
datum geodetiknya tidak diketahui maka sulit
untuk bisa ditegaskan di lapangan (Abidin, dkk.,
2005). Atau kalau tetap dilakukan staking out
dengan menggunakan datum geodetik perkiraan
maka akan terjadi pergeseran titik dari yang
seharusnya. Pergeseran tersebut bisa merugikan
atau menguntungkan terhadap daerah tetangga,
dan hal ini yang berpotensi menimbulkan
sengketa posisional dengan daerah tetangga.
Apalagi kalau di daerah tersebut terdapat
sumberdaya alam seperti sumur minyak atau gas,
84
Making,
Geopolitics,
13:4,
676-700,
http://dx.doi.org/10.1080/1465004080227550
3.
Endarto, S., 2013, Proses Pembentukan Daerah
Otonomi Baru, Wawancara, Tidak dipublikasi,
Jakarta.
Ikawati, Y., dan Setiawati, D.R., 2009, Survei dan
Cibinong.
Kemendagri, 2012, Sengketa Batas Daerah,
Laporan, tidak dipublikasi, Jakarta.
Pratt, M., 2006, The Role of the Technical Expert
in Maritime Delimitation Cases, Maritime
Delimitation, p.79-94, Publication on Ocean
Development, Vol. 53, Martinus Nijhoff
Publishers, Leiden.
Prescott, J.R.V., 1987, Political Frontiers and
Boundaries, London: Allen and Unwin, 93-135.
Santoso, H., 2013, Penegasan Batas Daerah di
Indonesia berdasar Permendagri No.1 tahun
2006 tentang Penegasan Batas Daerah,
Wawancara, tidak dipublikasi, Jakarta.
Schofield, W., 2002, Engineering Surveying,
Theory and Examination Problem for Students,
Butterworth-Heinemann
Sutisna, S., Lokita, S., dan Sumaryo, 2008,
Boundary Making Theory dan Pengelolaan
Perbatasan
Di
Indonesia,
Workshop
Pengelolaan Wilayah Perbatasan, Jurusan Ilmu
HI/UPN Veteran, Yogyakarta, 18 19
November, 2008.
Rimayanti, A., and Lokita, S., 2010, The Geodetic
Datum Problems of the Territorial Sea
Boundary between the Republic of Indonesia
and the Republic of Singapore, TS 1I
Administration of Marine Spaces, FIG Congress
2010 Facing the Challenges Building the
Capacity, Sydney, Australia, 11-16 April 2010.
Srebro, H dan Shoshany, M., 2013, The Process of
International Boundary Making, FIG Publication
No 59, International Boundary Making, p. 1738, International Federation of Surveyors
(FIG), ISBN 978-87-92853-08-0, Copenhagen,
Denmar.