Вы находитесь на странице: 1из 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Akibat kemajuan teknologi pangan dewasa ini, tingginya kebutuhan
masyarakat perkotaan terhadap berbagai jenis makanan yang praktis karena
semakin sibuk sehingga tidak sempat memasak, dan terjaminnya kebutuhan
berbagai jenis makanan dalam jumlah besar sepanjang tahun tanpa menjadi
busuk dan masih layak untuk dikonsumsi, semua hal tersebut mendorong
produksi dan penggunaan bahan tambahan makanan (BTM).
Rata rata setiap jajanan semua mengandung bahan tambahan
makanan. Baik dari perasa, pewarna, pengawet, pengempuk, dan lain
sebagainya. Hal ini dimaksudkan untuk menambah sifat tersendiri dari bahan
tambahan makanan yang akan digunakan, misalnya bahan tambahan
pengempuk yang bertujuan untuk mengempukkan bahan makanan yang
akan diolah.
Pemakaian Bahan Tambahan Pangan di Indonesia diatur oleh
Departemen Kesehatan. Sementara, sedangkan pengawasannya dilakukan
oleh Direktorat Jenderal Pengawasa Obat dan Makanan (Dirjen POM).
Menurut FAO di dalam Furia (1980), bahan tambahan pangan adalah
senyawa yang sengaja ditambahkan kedalam makanan dengan jumlah dan
ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan
atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk,
cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan
merupakan bahan (ingredient) utama.
B. TUJUAN
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan

adalah dapat

meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan,


membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah
preparasi bahan pangan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. BAHAN TAMBAHAN MAKANAN
Pada peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor :
722/MENKES/PER/IX/88 tentang bahan tambahan makanan pada bab 1
1

pasal 1 butir ke 1 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan bahan


tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan,
mempuyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknolog (termasuk
organoleptik)

pada

pembuatan,

pengolahan,

penyediaan

perlakuan,

pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau pengangkutan makanan


untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak
langsung) suatu komponan yang mempengaruhi sifat khas

makanan.

Sedangkan menurut Codex, bahan tambahan pangan adalah bahan yang


tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan secara sengaja
pada proses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi
dan ada yang tidak (Saparinto, 2006).
Didalam bahan tambahan makanan sendiri terdapat banyak jenis yang
tergolong dalam bahan tambahan makanan diantaranya adalah bahan
tambahan pengempuk.
B. BAHAN TAMBAHAN PENGEMPUK
Bahan tambahan pengempuk merupakan bahan tambahan yang
diberikan kepada bahan makanan untuk melunakkan tekstur dari bahan
makanan tersebut. Bahan tambahan makanan sendiri dapat digolongkan
menjadi dua yaitu bahan tambahan makanan alami dan bahan tambahan
makanan buatan (sintetis).
B.1. ALAMI
Bahan tambahan pengempuk alami bisa didapatkan di alam baik
dari tumbuhan atau bahan alami lainnya. Tujuan penggunaan bahan
pengempuk alami ini adalah selain mengempukkan bahan makanan
terdapat keuntungan lain yaitu :
1. Tidak terdapat residu kimia yang berbahaya pada pemakaiannya.
2. Lebih murah
3. Memberi cita rasa tersendiri
Bahan tambahan pengempuk alami biasanya lebih condong
pada pengempukan daging sebelum diolah. Bahan bahan yang
dimaksud adalah pepaya dan buah nanas.
B.1.1. Pepaya
Keempukan daging dapat distimulasi oleh zat pengempuk
daging

yang berupa

enzim

proteolitik,

yaitu

enzim

yang

dapat

menguraikan protein. Papain adalah enzim enzim yang berasal dari


getah daun pepaya. Papain ini merupakan salah satu enzim proteolitik
atau protease.
Enzim

papain

merupakan

enzim

proteolitik

golongan

protease yang memerlukan substrat protein dengan titik serangnya


pada bagian ikatan-ikatan peptida (Miller, 1958). Menurut Arief (1975),
semua bagian dari tanaman pepaya seperti buah, daun, dan batangnya
mengandung enzim papain dalam getahnya. Getah pepaya dengan
proses tertentu dapat dibuat dalam bentuk yang lebih stabil yaitu
dalam bentuk papain kasar (crude papain) dan papain murni (cristal
papain). Di dalam getah pepaya terdapat komposisi enzim-enzim yaitu
papain 10 %, kimopapain 45 %, dan lisozim 20 %, tapi biasanya lebih
dikenal sebagai enzim papain (Winarno, 1995).
Enzim Papain mempunyai pH dan

suhu optimum masing-

masing 5 7 dan 100C sampai 700C (Arief, 1975). Sedangkan keaktifan


enzim papain hanya menurun 20 persen pada pemanasan 70 0C selama
30 menit pada pH 7 dan menjadi tidak aktif diatas suhu 70 850C.
Proses pengempukan daging dengan menggunakan enzim
papain akan terjadi perubahan-perubahan

yaitu

berupa

hancurnya

sarkolema, diikuti larutnya nucleus dan terjadi penurunan ikatan antar


serabut otot, sehingga serabut otot terputus-putus dan sifatnya mudah
dipisah-pisahkan, akibatnya daging menjadi lunak (Price, 1971).
Menurut Drabble (1960), papain dapat bekerja aktif pada
suhu 38 800C (1000F 1750F) dan konsentrasi enzim ideal yang dapat
digunakan sebagai larutan perendam berkisar 0,005 0,05 % (b/v).
Daging yang diberi enzim perlu didiamkan sebelum dimasak,
menurut Ashbrook (1955) potongan daging dengan tebal 1,27 cm perlu
didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar dan daging yang tebal
2,54 cm perlu didiamkan selama 60 menit, sedangkan untuk segumpal
daging diperlukan waktu 120 180 menit.
Penyebaran enzim tergantung

pada

waktu,

suhu,

dan

konsentrasi enzim. Lamanya pemberian enzim papain pada daging


sapi umumnya berkisar 30 80 menit (Schwimmer, 1981).
B.1.2. Nanas
Buah nanas mengandung enzim bromelin, (enzim

protease

yang dapat menghidrolisa protein, protease atau peptida), sehingga

mampu menguraikan serat-serat daging, sehingga daging menjadi


lebih empuk (Anonimus, 2009). Utami (2010) menjelaskan bahwa
perendaman daging dalam enzim dapat meningkatkan keempukan
daging dan akan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi daging.
Pembuatan ekstrak nanas melalui beberapa proses yaitu
pemilihan

bahan, pengupasan,

pemotongan,

penghalusan,

dan

penyaringan. Buah nanas dipilih yang muda, kemudian dikupas dan


dibelah menjadi dua, lalu dihaluskan menggunakan parut. Nanas yang
diparut mengeluarkan air, air dan ampasnya dipisahkan dengan cara
disaring menggunakan kain kassa, dilakukan penyaringan beberapa kali
sehingga air dan ampasnya benar-benar terpisah. Air nanas

tersebut

disebut dengan ekstrak buah nanas

bromelin

(Asryani, 2007).
Menurut

Radiati

yang

mengandung

(2010), bahwa enzim bromelin merupakan

enzim endo protease, aktivitas enzim bromelin optimum pada pH 6,5


dimana enzim ini mempunyai konformasi yang mantap dan juga
mempunyai aktivitas yang maksimum dan
enzim

bromelin

suhu optimum untuk

adalah 50oC, di atas atau di bawah suhu

tersebut

keaktifan enzim menjadi lebih rendah. Energi kinetik molekul substrat


dan enzim cukup rendah pada suhu yang berada di bawah optimal,
sehingga kemungkinan substrat dan enzim untuk bereaksi kecil

serta

kecepatan reaksi menjadi rendah.

B.1.3. Bahan Pengempuk Alami Lain


Garam laut
Taburkan garam laut (bukan garam dapur) ke seluruh permukaan
daging. Diamkan selama satu jam, baru kemudian diolah. Garam akan
membantu menghancurkan ikatan protein yang ada di dalam daging
sehingga daging akan terasa lebih empuk.

Jus jeruk, cuka, atau wine


Cairan yang memiliki

kandungan

asam

bisa

membantu

melembutkan otot dan serat daging sekaligus menambah rasa. Gunakan


saja jus yang punya kandungan asam tinggi seperti lemon, jeruk nipis,
atau nanas. Sedangkan untuk cuka, Anda bisa menggunakan aneka cuka
seperti cuka apel, balsamic, atau cuka yang ada di dapur. Jika ingin
daging lebih punya rasa yang unik, anggur merah bisa digunakan untuk
4

bahan perendam. Kandungan tanin dalam anggur merah bisa membantu


melembutkan daging.

Jahe
Enzim proteolitik alami yang terkandung dalam jahe berfungsi untuk
mengurai ikatan protein dalam daging sehingga jadi lebih empuk. Lumuri
daging dengan jahe yang sudah diparut selama beberapa menit sebelum
mengolahnya.

Kuning telur
Kuning telur mengandung lesitin. Sedangkan lesitin sendiri adalah
istilah yang biasanya digunakan sebagai sinonim untuk fosfatidil kolina,
suatu fosfolipid yang menjadi komponen utama fraksi fosfatida pada
ekstrak kuning telur atau kacang kedelai yang diisolasi secara mekanik,
maupun kimiawi dengan menggunakan heksana.
Lesitin pada telur didominasi oleh kandungan fosfatidil kolina yang
tinggi, gliserolfosfolipid, rantai panjang asam lemak tak jenuh, asam
arakidonat, dan kandungan DHA yang tidak terdapat pada sumber lesitin
lainya (seperti kacang-kacangan).
Lesitin secara komersil bisa diperoleh dengan kemurnian tinggi
untuk aditif pangan ataupun tujuan medis. Selain itu, lesitin juga diketahui
dapat membantu stabilitas dari mayones serta membuat mayones terlihat
lebih tebal. Lesitin juga mampu mengempukkan kue.
B.2. BUATAN (SINTETIS)
Bahan tambahan pengempuk makanan sintesis merupakan hasil
dari sintesa bahan bahan alam yang tujuan supaya mempermudah
dalam perlakuannya. Berikut merupakan contoh dari bahan pengempuk
bahan makanan :
B.2.1. Bread Improver
Bread improver adalah bahan tambahan yang berfungsi sebagai
peningkat mutu roti dan pengempuk.
Dengan mengunakan improver

roti

yang

dihasilkan

akan

bervolume lebih besar, bertekstur halus dan akan lebih empuk.


Banyak merk improver yang dijual dipasaran seperti BAKER BONUS,

COMPACT, LECITEM, S-500, dan SOFT ALPAGA. Yang membedakan


adalah komposisi bahan dan kegunaan lain.
B.2.1.1. Baker Bonus
Baker Bonus tergolong improver yang alami karena komposisi
campuran dari ragi instant dan tepung terigu. Baker bonus sangat cocok
digunakan untuk keperluan rumah tangga.
B.2.1.2. Compact
Selain berfungsi untuk meningkatkan mutu roti juga dapat
membuat roti lebih empuk, berserat halus dan lebih putih.
B.2.1.3. Lecitem
Merupakan kombinasi dari bread improver dan bread conditioner,
dengan menggunakan lecitem dapat mempercepat fermentasi dan
meningkatkan

mutu

roti

sehingga

roti

yang

di

hasilkan

akan lembut dan empuk.


B.2.1.4. S-500
S-500 adalah improver murni yang mengandung asam askorbit
yang dapat menghemat pemakaian karena berdaya kerja kuat. Hasil roti
yang dihasilkan akan lebih halus dan padat. S-500 cocok untuk roti tawar.
B.2.1.5. Soft Alpaga
Soft alpaga tergolong improver murni yang mempunyai komposisi
enzim dan zat pelunak gluten yang seimbang. Roti yang dihasilkan tidak
hanya mengembang maksimal dan berserat halus tapi keempukannya
yang dapat bertahan lama. Soft alpaga cocok digunakan untuk roti
manis.
B.2.1.6. Magimix Yellow
Magimix Yellow merupakan salah satu improver yang mempunyai
komposisi tepung terigu, enzim dan zat pelunak gluten sehingga
mempercepat proses fermentasi ragi dan memadatkan serat roti.
Magimix

Yellow

sangat

cocok

digunakan

oleh

konsumen

yang

menginginkan hasil akhir roti yang besar, padat dan berserat halus.
B.2.2. L-Sistein
L-sistein adalah salah satu jenis asam amino, yaitu unit terkecil
pembangun protein. Secara alami, L-sistein ada di hampir semua bahan

pangan, kebanyakan merupakan bagian dari peptida atau protein. Asam


amino secara kimiawi adalah senyawa yang mengandung gugus
karboksilat (COOH) dan gugus amino (NH2), itulah sebabnya dinamakan
asam (dari asam karboksilat) amino (dari gugus amino). Penamaan L
didepan kata sistein berhubungan dengan struktur tiga dimensi sistein
yaitu gugus aminonya berada di sebelah kiri apabila sistein diproyeksikan
seperti tiang yang berdiri diatas tanah dimana gugus karboksilatnya
berada diatas (kepala) dan gugus aminonya di sebelah kiri (L), jika gugus
aminonya ada di kanan maka menjadi D-sistein. Hanya sistein dalam
bentuk L yang dicerna oleh tubuh manusia.
Pada pembuatan tepung gandum seringkali ditambahkan bahanbahan aditif yang berfungsi untuk meningkatkan sifat-sifat tepung gandum
yang dihasilkan. Pada pembuatan tepung gandum, L-sistein (biasanya
dalam bentuk hidrokloridanya) berfungsi sebagai improving agent
(meningkatkan sifat-sifat tepung gandum yang diinginkan). Sistein dapat
melembutkan gluten (protein utama gandum yang berperan dalam
pengembangan adonan yang dibuat dari tepung gandum), dengan
demikian adonan tepung gandum menjadi lebih lembut. Disamping
melembutkan, adanya sistein dapat mengakibatkan pengembangan
adonan yang lebih besar. Selain berperan dalam pengolahan tepung
terigu, L-sistein juga digunakan untuk beragam keperluan kuliner.
Misalnya dalam perisa daging yang sering digunakan dalam produk mi
instan, mengharumkan aroma daging, dan mengembangkan adonan agar
lebih optimal.

BAB III
KESIMPULAN
Akibat kemajuan teknologi pangan dewasa ini, tingginya kebutuhan
masyarakat perkotaan terhadap berbagai jenis makanan yang praktis karena
semakin sibuk sehingga tidak sempat memasak, dan terjaminnya kebutuhan
berbagai jenis makanan dalam jumlah besar sepanjang tahun tanpa menjadi
busuk dan masih layak untuk dikonsumsi, semua hal tersebut mendorong
produksi dan penggunaan bahan tambahan makanan (BTM).
Tujuan

penggunaan

bahan

tambahan

pangan

adalah

dapat

meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan,


membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah
preparasi bahan pangan.
Bahan tambahan pengempuk merupakan bahan tambahan yang
diberikan kepada bahan makanan untuk melunakkan tekstur dari bahan
makanan tersebut. Bahan tambahan makanan sendiri dapat digolongkan menjadi
dua yaitu bahan tambahan makanan alami dan bahan tambahan makanan
buatan.
Contoh bahan tambahan pengempuk alami adalah pepaya dan nanas.
Pada pepaya terdapat enzim papain yang dapat mengempukkan tekstur pada
daging. Sedangkan pada nanas adalah enzim bromelin yang juga dapat
mengempukkan tekstur pada daging. Untuk bahan tambahan pengembuk buatan
contohnya adalah bread improver, baker bonus, compact, lecitem, S-500 dan lain
sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
Anna Poedjiadi. 1988. Dasar-dasar Biokimia. Yayasan Cendrawasih. Bandung
Arief H.P. 1975. Papain. Bulletin Biokimia (1) Tahun I Mei 1975. Fakultas
Kedokteran Hewan IPB. Bogor
Fogle D.R., R.F. Plimton, H.W. Ockerman, L. Jarenback and T. Persson.
1982. Tenderization of Beef. Effect of Enzyme, Level Enzyme and
Cooking Method. Journal of Food Science 47 : 1113 1117.
Forrest J.C., E.D. Aberle, H.D. Hendrick, M.D. Judge and R.A. Merkel.
1975. Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Company. San
Francisco.
Lawrie R.A. 1979. Meat Science. Pergamon Press. Oxford. London.
Miller A.R. 1958. Meat Hygiene. Second Edition. Lea and Febiger. Philadelphia
Price J.F. 1971. The Science of Meat and Meat Products. Third Edition.
W.H. Freeman Company. San Francisco.
Prost E., Pelczynska E. And Kotula A.W. 1975. J. Anim Scin. 41 ; 534
Smith, J.E., (1993), Prinsip Bioteknologi, cetakan kedua, Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas Peternakan UGM.
Gajah Mada University Press.
Swatland H.J. 1984. Structure and Development of Meat Animals Prentice Hall
Inc. Englewood Cliffs. New Jersey.
Schwimmer S. 1981. Source Book of Enzymologi. The Avi Publishing
Company Inc. Westport Connecticut. USA.
Warisno, (2003), Budidaya Pepaya, Kanisius, Yogyakarta
Winarno F.G. 1995. Enzim Pangan. Cetakan ke 2. PT. Gramedia. Jakarta

TUGAS
BAHAN TAMBAHAN MAKANAN & FLAVOUR
BAHAN TAMBAHAN PENGEMPUK

Oleh : Diaz Rizal (1133010024)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
JAWA TIMUR
2014

10

Вам также может понравиться