Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Akibat kemajuan teknologi pangan dewasa ini, tingginya kebutuhan
masyarakat perkotaan terhadap berbagai jenis makanan yang praktis karena
semakin sibuk sehingga tidak sempat memasak, dan terjaminnya kebutuhan
berbagai jenis makanan dalam jumlah besar sepanjang tahun tanpa menjadi
busuk dan masih layak untuk dikonsumsi, semua hal tersebut mendorong
produksi dan penggunaan bahan tambahan makanan (BTM).
Rata rata setiap jajanan semua mengandung bahan tambahan
makanan. Baik dari perasa, pewarna, pengawet, pengempuk, dan lain
sebagainya. Hal ini dimaksudkan untuk menambah sifat tersendiri dari bahan
tambahan makanan yang akan digunakan, misalnya bahan tambahan
pengempuk yang bertujuan untuk mengempukkan bahan makanan yang
akan diolah.
Pemakaian Bahan Tambahan Pangan di Indonesia diatur oleh
Departemen Kesehatan. Sementara, sedangkan pengawasannya dilakukan
oleh Direktorat Jenderal Pengawasa Obat dan Makanan (Dirjen POM).
Menurut FAO di dalam Furia (1980), bahan tambahan pangan adalah
senyawa yang sengaja ditambahkan kedalam makanan dengan jumlah dan
ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan
atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk,
cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan
merupakan bahan (ingredient) utama.
B. TUJUAN
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan
adalah dapat
pada
pembuatan,
pengolahan,
penyediaan
perlakuan,
makanan.
yang berupa
enzim
proteolitik,
yaitu
enzim
yang
dapat
papain
merupakan
enzim
proteolitik
golongan
yaitu
berupa
hancurnya
pada
waktu,
suhu,
dan
protease
bahan, pengupasan,
pemotongan,
penghalusan,
dan
tersebut
bromelin
(Asryani, 2007).
Menurut
Radiati
yang
mengandung
bromelin
tersebut
serta
kandungan
asam
bisa
membantu
Jahe
Enzim proteolitik alami yang terkandung dalam jahe berfungsi untuk
mengurai ikatan protein dalam daging sehingga jadi lebih empuk. Lumuri
daging dengan jahe yang sudah diparut selama beberapa menit sebelum
mengolahnya.
Kuning telur
Kuning telur mengandung lesitin. Sedangkan lesitin sendiri adalah
istilah yang biasanya digunakan sebagai sinonim untuk fosfatidil kolina,
suatu fosfolipid yang menjadi komponen utama fraksi fosfatida pada
ekstrak kuning telur atau kacang kedelai yang diisolasi secara mekanik,
maupun kimiawi dengan menggunakan heksana.
Lesitin pada telur didominasi oleh kandungan fosfatidil kolina yang
tinggi, gliserolfosfolipid, rantai panjang asam lemak tak jenuh, asam
arakidonat, dan kandungan DHA yang tidak terdapat pada sumber lesitin
lainya (seperti kacang-kacangan).
Lesitin secara komersil bisa diperoleh dengan kemurnian tinggi
untuk aditif pangan ataupun tujuan medis. Selain itu, lesitin juga diketahui
dapat membantu stabilitas dari mayones serta membuat mayones terlihat
lebih tebal. Lesitin juga mampu mengempukkan kue.
B.2. BUATAN (SINTETIS)
Bahan tambahan pengempuk makanan sintesis merupakan hasil
dari sintesa bahan bahan alam yang tujuan supaya mempermudah
dalam perlakuannya. Berikut merupakan contoh dari bahan pengempuk
bahan makanan :
B.2.1. Bread Improver
Bread improver adalah bahan tambahan yang berfungsi sebagai
peningkat mutu roti dan pengempuk.
Dengan mengunakan improver
roti
yang
dihasilkan
akan
mutu
roti
sehingga
roti
yang
di
hasilkan
Yellow
sangat
cocok
digunakan
oleh
konsumen
yang
menginginkan hasil akhir roti yang besar, padat dan berserat halus.
B.2.2. L-Sistein
L-sistein adalah salah satu jenis asam amino, yaitu unit terkecil
pembangun protein. Secara alami, L-sistein ada di hampir semua bahan
BAB III
KESIMPULAN
Akibat kemajuan teknologi pangan dewasa ini, tingginya kebutuhan
masyarakat perkotaan terhadap berbagai jenis makanan yang praktis karena
semakin sibuk sehingga tidak sempat memasak, dan terjaminnya kebutuhan
berbagai jenis makanan dalam jumlah besar sepanjang tahun tanpa menjadi
busuk dan masih layak untuk dikonsumsi, semua hal tersebut mendorong
produksi dan penggunaan bahan tambahan makanan (BTM).
Tujuan
penggunaan
bahan
tambahan
pangan
adalah
dapat
DAFTAR PUSTAKA
Anna Poedjiadi. 1988. Dasar-dasar Biokimia. Yayasan Cendrawasih. Bandung
Arief H.P. 1975. Papain. Bulletin Biokimia (1) Tahun I Mei 1975. Fakultas
Kedokteran Hewan IPB. Bogor
Fogle D.R., R.F. Plimton, H.W. Ockerman, L. Jarenback and T. Persson.
1982. Tenderization of Beef. Effect of Enzyme, Level Enzyme and
Cooking Method. Journal of Food Science 47 : 1113 1117.
Forrest J.C., E.D. Aberle, H.D. Hendrick, M.D. Judge and R.A. Merkel.
1975. Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Company. San
Francisco.
Lawrie R.A. 1979. Meat Science. Pergamon Press. Oxford. London.
Miller A.R. 1958. Meat Hygiene. Second Edition. Lea and Febiger. Philadelphia
Price J.F. 1971. The Science of Meat and Meat Products. Third Edition.
W.H. Freeman Company. San Francisco.
Prost E., Pelczynska E. And Kotula A.W. 1975. J. Anim Scin. 41 ; 534
Smith, J.E., (1993), Prinsip Bioteknologi, cetakan kedua, Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas Peternakan UGM.
Gajah Mada University Press.
Swatland H.J. 1984. Structure and Development of Meat Animals Prentice Hall
Inc. Englewood Cliffs. New Jersey.
Schwimmer S. 1981. Source Book of Enzymologi. The Avi Publishing
Company Inc. Westport Connecticut. USA.
Warisno, (2003), Budidaya Pepaya, Kanisius, Yogyakarta
Winarno F.G. 1995. Enzim Pangan. Cetakan ke 2. PT. Gramedia. Jakarta
TUGAS
BAHAN TAMBAHAN MAKANAN & FLAVOUR
BAHAN TAMBAHAN PENGEMPUK
10