Вы находитесь на странице: 1из 15

Trauma Okuli

I.

Definisi
Meskipun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga
orbita, kelopak, jaringan lemak retrobulbar, dan beberapa refleks mata seperti
memejam atau mengedip, trauma pada mata masih dapat terjadi. Pada mata trauma
dapat terjadi dalam bentuk trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia,
dan trauma radiasi. Trauma pada mata dapat terjadi mengenai kelopak, konjungtiva,
kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita. 1,2,3

II.

Epidemiologi
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa trauma okuli
banyak terjadi pada pasien laki-laki dibandingkan dengan pasien perempuan. Trauma
okuli pun lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa.
Trauma okuli banyak terjadi akibat kecelakaan baik kecelakaan kerja, kecelakaan
dalam olahraga, maupun kecelakaan lal lintas.1

III.

Struktur Bola Mata


Bola mata berbentuk hampir spheris dengan diameter anteroposterior 24,5
mm. Adneksa mata adalah struktur atau jaringan di sekitar bola mata yang berfungsi
melindungi dan menyokong bola mata, yaitu rongga orbital, otot ekstraokular,
palpebra, dan apparatus lakrimalis. Isi rongga orbita rongga mata adalah otot
ekstraokular, pembuluh darah, saraf, dan lemak.

Bola mata terdiri dari struktur

konjungtiva, kornea, sklera, traktus uvealis, lensa, retina. Mata berfungsi sebagai
organ penglihatan.1,2

Gambar 1. Anatomi Bola Mata1


IV. Pemeriksaan Pada Trauma Mata
Pemeriksaan terhadap pasien trauma mata dapat dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu anamnesa yang lengkap meliputi waktu dan lokasi kejadian, pemeriksaan
tajam penglihatan, pemeriksaan eksternal bola mata untuk melihat keadaan kelopak
mata, konjungtiva, kornea, bilik mata depan, iris, pupil dan lensa, pemeriksaan gerakan
mata, pemeriksaan fundus, pemeriksaan tekanan intraokular, pemeriksaan x-ray, dan
pemeriksaan menggunakan USG sebagai pemeriksaan penunjang.1,2,3
V. Klasifikasi :
Berdasarkan etiologi, trauma okuli dapat disebabkan oleh trauma mekanik,
trauma kimia, trauma radiasi, dan trauma termal. Trauma mekanik dapat dibedakan
menjadi trauma tumpul dan trauma tembus mata.2,3
5.1.
5.1.1

Trauma tumpul pada mata


Hematoma kelopak
Hematoma palpebra yang merupakan pembengkakan atau penimbunan
darah di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah di palpebra.
Hematoma kelopak dapat terjadi akibat pukulan tinju ataupun benda-benda

keras lainnya. Keadaan ini dapat tidak berbahaya atau sangat berbahaya
karena mungkin terdapat kelainan lain di belakangnya. Bila perdarahan
terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk kacamata
hitam yang sedang dipakai, keadaan ini disebut hematoma kacamata.
Hematoma kacamata merupakan keadaan yang gawat yang terjadi akibat
pecahnya arteri optalmika (tanda terjadinya fraktur basis kranii). Pada
pecahnya arteri oftalmika, darah masuk ke dalam rongga orbita melalui fisura
orbita. Akibatnya darah tidak dapat menjalar lebih lanjut karena dibatasi
septum orbita kelopak. Karena itu terbentuk gambaran hitam pada kelopak
seperti orang memakai kacamata1,2,3
Penatalaksanaan hematoma kelopak yang dini adalah kompres dingin
untuk menghentikan perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Bila telah
lama, untuk memudahkan absorpsi darah, kompres hangat dapat dilakukan
pada kelopak mata.1,2,3

Gambar 2. Hematoma palpebra3


5.1.2

Trauma tumpul konjungtiva


Edema konjungtiva
Trauma tumpul dapat menyebabkan kemotik. Kemotik konjungtiva
yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga bertambah
rangsangan terhadap konjungtiva. Pada edema konjungtiva dapat diberikan
dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di dalam selaput lender
konjungtiva. Pada kemotik konjungtiva berat dapat dilakukan insisi agar
cairan kemotik keluar.2

5.1.3

Hematoma subkonjungtiva
Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
yang terdapat pada atau di bawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan
arteri episklera. Pecahnya pembuluh darah ini dapat terjadi akibat batuk rejan,
trauma tumpul basis kranii, atau pada keadaan pembuluh darah mudah pecah
pada usia lanjut, hipertensi, arteriosklerosis, konjugntivitis, anemia, dan obatobat tertentu.1,2,3

5.1.4

Trauma tumpul pada kornea

a. Edema kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat
mengakibatkan edema kornea bahkan ruptur membran descement. Edema
kornea akan memberikan keluhan penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi
di sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat
keruh dengan uji plasido yang positif. Edema kornea yang berat dapat
mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan neovasklularisasi ke dalam
jaringan stroma kornea.

1,2,3

Pengobatan yang diberikan adalah larutan

hipertonik seperti NAcl 5% atau larutan garam hipertonik 2-8%, glucose 40%,
dan larutan albumin.

Bila terdapat peninggian tekanan bola mata maka

asetazolamida dapat diberikan. Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit


dan memperbaiki tajam penglihatan dengan lensa kontak.1,2,3
Penyulit trauma kornea yang berat dapat berupa terjadinya kerusakan
membran descement yang lama sehingga mengakibatkan keratopati bulosa
yang akan memberikan keluhan rasa sakit dan menurunkan tajam penglihatan
akibat astigmatisme ireguler.1,2,3
b. Erosi Kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang
dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi
tanpa cedera pada membran basal dalam waktu yang pendek.2

5.1.5

Trauma tumpul uvea


a. Iridoplegia
Trauma tumpul pada uvea dapat mengakibatkan kelumpuhan otot
sphincter pupil atau iridoplegia sehingga pupil menjadi lebar atau midriasis.
Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, silau, akibat
gangguan pengaturan masuknya sinar pada pupil. Pupil terlihat tidak sama
besar atau anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi ireguler . Pupil tidak
bereaksi terhadap sinar. Iridoplegia akibat trauma akan berlangsung beberapa
hari sampai beberapa minggu. Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi
istirahat untuk mencegah terjadinya kelelahan spingter dan pemberian
roboransia.1,2,3

b.

Iridodialisis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris
sehingga bentuk pupil menjadi berubah. Pasien akan melihat ganda dengan
satu matanya. Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Jika pasien datang
dengan keadaan hifema, perlu dilakukan tindakan pembedahan dengan
reposisi pangkal iris yang terlepas.1,2,3

c.

Iridosiklitis
Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga
menimbulkan iridosiklitis. Mata akan terlihat mata merah akibat adanya darah
di dalam bilik mata depan. Tajam penglihatan dapat menurun. Pada uveitis
anterior diberikan tetes mata midriatik dan steroid topical bila terdapat tanda
radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik.1,2,3

5.1.6

Hifema
Hifema adalah darah di dalam bilik mata depan yang dapat terjadi
akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.
Pasien mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan
akan menurun. Bila pasein duduk duduk hifema akan terlihat di bagian bawah
bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.
Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis. Penatalaksanaan pada
hifema adalah dengan merawat pasein dengan berbaring di tempat tidur yang

ditinggikan 30 derajat pada kepala, pemberian antikoagulani, dan mata


ditutup.1,2,3

Gambar 3. Hifema3
Tindakan lain dalam penatalaksanaan hifema adalah parasentesis.
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah
atau nanah dari bilik mata depan dengan teknik pembuatan insisi kornea 2mm
dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila
dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan
keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas
dengan garam fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak
perlu dijahit.1,2,3
5.1.7

Trauma tumpul pada lensa


a. Dislokasi lensa
Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa. Dislokasi
lensa terjadi pada putusnya zonula zinii yang akan mengakibatkan
kedudukan lensa terganggu.2
b. Subluksasi lensa
Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinii.
Sehingga lensa berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi
spontan akibat pasien menderita kelainan pada zonula zinii yang rapuh.
Pasien akan mengeluh penglihatan berkurang. Subluksasi lensa akan
memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis. Akibat pegangan
lensa pada zonula tidak ada maka lensa yang elastik akan menjadi
cembung dan mata akan lebih miopik. Lensa yang menjadi sangat

cembung mendorong iris ke depan sehingga sudut bilik mata tertutup. Hal
ini

dapat

menyebabkan

glaukoma

sekunder.

Subluksasi

dapat

mengakibatkan glaukoma sekunder dimana terjadi penutupan sudut bilik


mata oleh lensa yang mencembung. Bila tidak terjadi penyulit subluksasi
lensa seperti glaucoma atau uveitis maka tidak dilakukan pengeluaran
lensa dan diberi kacamata koreksi yang sesuai.1,2,3
c.

Luksasi lensa anterior


Terjadi bila seluruh zonula zinii di sekitar ekuator putus akibat trauma.
Lensa dapat masuk ke dalam bilik mata depan. Hal ini dapat mengganggu
aliran keluar cairan bilik mata sehingga akan timbul glaucoma kongestif
akut. Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak disertai rasa
sakit yang sangat, muntah,, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat
injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan.
Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. Tekanan bola mata
sangat tinggi. Untuk penangananan luksasi lensa anterior, sebaiknya pasien
cepat dikirim pada dokter mata untuk dikeluarkan lensanya dengan
terlebih dahulu diberikan asetazolamida untuk menurunkan tekanan bola
mata.2

d. Luksasi lensa posterior


Penyebab dari luksasi lensa posterior adalah trauma tumpul yang keras
pada mata yang menyebabkan putusnya zonula zinii di seluruh lingkaran
ekuator lensa sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di
dataran bawah polus posterior fundus okuli. Pada kondisi ini mata
menunjukkan gejala mata afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa
+ 12 dioptri untuk jauh, bilik mata depan dalam. Lensa yang terlalu lama
berada di polus posterior dapat mengalami degenerasi lensa, berupa
glaucoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik. Bila luksasi lensa telah
menimbulkan penyulit maka segera lakukan ekstraksi lensa.1,2,3

e.

Katarak Trauma
7

Katarak dapat terjadi akibat cedera pada mata berupa trauma perforasi
ataupun tumpul yang terlihat setelah beberapa hari ataupun tahun. Pada
trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior ataupun posterior.
Kontusio lensa dapat menyebabkan katarak seperti bintang. Trauma
tembus dapat menyebabkan katarak lebih cepat, perforasi kecil akan
menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan
terbatas kecil. Trauma tembus besar pada lensa dapat menyebabkan
katarak dengan cepat disertai terdapatnya massa lensa di bilik mata
depan.1,2,3
Pengobatan katarak traumatic tergantung saat terjadinya. Bila terjadi
pada anak sebaiknya pertimbangkan terjadinya ambliopia. Untuk
mencegah ambliopia pada anak, dapat dipasang lensa intraokuler primer
atau sekunder. Pada katarak trauma bila tidak terdapat penyulit maka dapat
ditunggu sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti
glaucoma, uveitis dan lainnya maka segera lakukan ekstraksi lensa.
Penyulit uveitis dan dan glaucoma sering terjadi pada pasein usia tua. Pada
beberapa pasien dapat terbentuk cincin soemmering (cincin terbentuk
akibat kapsul anterior lensa yang pecah dan menjerat korteks lensa) yang
mengurangi tajam penglihatan. Keadaan ini dapat disertai pendarahan,
ablasio retina, ataupun uveitis.1,2,3
f. Cincin Vossius
Cincin Vossius dapat ditemui pada trauma lensa yang merupakan
cincin berpigmen yang terletak tepat di belakang pupil. Cincin Vossius
merupakan deposit pigmen iris pada dataran depan lensa, segera terjadi
setelah suatu trauma tumpul.2
5.1.8

Trauma Tumpul Retina dan Koroid


a. Edema retina dan koroid
Trauma tumpul pada retina bisa mengakibatkan edema pada retina dan
penglihatan akan menjadi sangat menurun. Edema retina akan
memberikan warna retina yang lebih keabu-abuan karena kesulitan
melihat pada jaringan koroid melalui retina yang bengkak. Pada oklusi

arteri retina sentral, edema terjadi pada keseluruhan retina kecuali di


daerah makula sehingga terlihat cherry red spot.1,2,3
Edema makula atau edema Berlin merupakan keadaan edema yang
luas terjadi sehingga seluruh polus posterior fundus okuli berwarna abuabu. Kebiasaannya, penglihatan akan kembali normal setelah beberapa
waktu, tetapi dapat juga berkurang akibat tertimbunnya daerah makula
oleh sel pigmen epitel. 1,2,3
b. Ablasi retina
Trauma pada penderita ablasi retina diduga merupakan pencetus
terlepasnya retina dari koroid. Pasien akan mengeluh adanya selaput
seperti tabir yang mengganggu lapang pandangannya. Bila daerah makula
terkena atau tertutup, bisa mengakibatkan tajam penglihatan yang
menurun. Bila dilakukan pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang
keabu-abuan dengan pembuluh darah yang terlihat terangkat dan berkelokkelok seperti yang terputus-putus. Pasien ablasi retina harus dilakukan
perawatan pembedahan oleh dokter mata.1,2,3
5.1.9

Trauma Koroid
a. Ruptur koroid
Pendarahan subretina pada pasien trauma keras dapat diakibatkan oleh
ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior bola mata
dan melingkar kosentris di sekitar papil saraf optik. Bila ruptur koroid ini
terletak atau mengenai daerah makula, maka tajam penglihatan akan
berkurang dengan banyak. Ruptur ini bila tertutup oleh pendarahan
subretina agak sukar dilihat. Akan tetapi, bila darah sudah diabsorbsi,
bagian ruptur berwarna putih akan terlihat karena sklera dapat dilihat
langsung tanpa tertutup koroid.1,2,3

5.1.10 Trauma Tumpul Saraf Optik


a. Avulsi papil saraf optik
Avulsi papil saraf optik adalah suatu kejadian di mana saraf optik
terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata apabila terjadinya trauma
tumpul. Ini akan menyebabkan turunnya tajam penglihatan yang berat dan

sering berakhir dengan kebutaan. Penderita perlu dirujuk untuk dinilai


kelainan fungsi retina dan saraf optik.1,2,3
b. Optik neuropati traumatik
Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi saraf optik, demikian
pula perdarahan dan edema sekitar saraf optik.Terdapat reaksi defek aferen
pupil tanpa adanya kelainan nyata pada retina. Gangguan lain yang dapat
dilihat adalah gangguan penglihatan warna dan lapangan pandang.
Diagnosa banding penglihatan turun setelah sebuah cedera mata adalah
trauma retina, perdarahan badan kaca, dan trauma yang mengakibatkan
kerusakan pada kiasma optik. 1,2,3
Penatalaksaan pada pasien ini adalah dengan merawat pasien pada
waktu akut dengan pemberian steroid. Jika penglihatan memburuk setelah
itu, maka pembedahan dipertimbangkan.2
5.2 Trauma Tembus Bola Mata
Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva saja. Jika robekan
konjungtiva ini 1 cm atau tidak melebihi 1 cm, penjahitan tidak perlu dilakukan.
Jika robekan lebih dari 1 cm diperlukan penjahitan. Perhatikan pula kemungkinan
terjadinya robekan sklera.Tanda-tanda bola mata tembus adalah seperti berikut :
i. Tajam penglihatan yang menurun,
ii. Tekanan bola mata rendah,
iii. Bilik mata dangkal,
iv. Bentuk dan letak pupil yang berubah,
v. Terlihatnya ada ruptur pada kornea atau sklera
vi. Terdapat jaringan yang prolaps seperti cairan air mata, iris, lensa, badan
kaca atau retina,
vii. Konjungtiva kemotis
Pengobatan diberikan jika terdapat salah satu tanda di atas atau
dicurigai adanya perforasi bola mata. Antibiotika secepatnya diberikan sedara
topical, mata ditutup, dan segera dilakukan pembedahan. Pasien juga diberi
anti tetanus profilaktik, analgetika, dan kalau perlu penenang. Trauma tembus
dapat terjadi akibat masuknya benda asing ke dalam bola mata. Kehadiran
benda asing di dalam mata dipastikan dengan membuat foto. Benda asing di

10

dalam bola mata perlu dikeluarkan. Benda asing yang bersifat magnetik dapat
dikeluarkan dengan alat magnit raksasa. Benda yang tidak magnetik
dikeluarkan secara virektomi.2
a. Benda Asing Intraokular
Benda asing intraokular yang magnetik ataupun tidak akan
memberikan gangguan pada tajam penglihatan. Pada kondisi ini, akan
terlihat kerusakan kornea, lensa, iris atau sklera yang merupakan tempat
jalan masuknya benda asing ke dalam bola mata. Untuk melihat
kedudukan benda asing di dalam bola mata, pasien diberi midriatika untuk
melebarkan pupil. Pemeriksaan funduskopi pun segera di lakukan karena
kekhawatiran apabila benda tersebut merusak lensa, maka lensa akan
menjadi keruh yang menyebabkan sulitnya melihat jaringan belakang
lensa. Pemeriksaan radiologi akan memperlihatkan bentuk dan besar
benda asing yang terletak intraokular. Pemeriksaan tambahan seperti metal
locator dan USG dapat menentukan letak benda asing.1,2,3
Pengobatan yang dilakukan adalah perencanan pembedahan untuk
mengeluarkan benda asing tersebut dari dalam mata. Mengeluarkan benda
asing dengan jalan melewati sklera merupakan cara untuk tidak merusak
jaringan lain.2
5.3 Trauma Kimia
Bahan kimia yang dapat mengakibatkan kelainan pada mata dapat
diklasifikasikan ke dalam trauma asam dan trauma basa atau alkali. Pengaruh
bahan kimia sangat bergantung kepada 3 keadaaan, yaitu pH kecepatan dan
jumlah bahan kimia yang masuk ke dalam mata.2
a. Trauma asam
Bahan asam yang sering merusakkan adalah bahan anorganik, organik
(asetat, forniat), dan organik anhidrat (asetat). Bila bahan asam mengenai
mata, maka akan segera terjadi pengendapan ataupun penggumpalan protein
permukaan. Biasanya kerusakan yang terjadi bersifat superfisial saja.
Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secepatnya dan
selama mungkin dengan tujuan untuk menghilangkan dan melarutkan bahan

11

yang mengakibatkan trauma. Biasanya, trauma akibat asam akan normal


kembali sehingga tajam penglihatan tidak banyak terganggu.1,2,3
b. Trauma basa / alkali
Bila dibandingkan dengan trauma bahan asam, trauma bahan basa
dapat cepat merusak dan menembus kornea, bilik mata depan, dan retina. Pada
trauma basa, akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia
basa bersifat menggumpalkan sel dan dapat mengakibatkan saponifikasi
disertai dengan dehidrasi. Bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik
mata depan dalam waktu 7 detik. Kolagenase akan terbentuk yang akan
menambah kerusakan kolagen kornea. Alkali akhirnya dapat merusak retina
yang mengakibatkan.1,2,3
Berdasarkan klasifikasi Thoft, trauma basa terdiri dari 4 derajat, yaitu :
Derajat 1

: hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata

Derajat 2

: hiperemi konjungtiva disertai dengan hilangnya epitel


kornea

Derajat 3

: hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan


lepasnya epitel kornea

Derajat 4

: konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%

Tindakan yang dilakukan saat terjadi trauma basa adalah secepatnya


melakukan irigasi dengan garam fisiologik yang dilakukan selama mungkin.
Paling sedikit, irigasi dilakukan dalam waktu 60 menit segera setelah trauma.
Penderita pun diberi sikloplegia, antibiotika, dan EDTA.2
5.4 Trauma Radiasi Elektromagnetik
a. Trauma sinar infra merah
Sinar infra merah dapat terjadi saat menatap gerhana matahari dan saat
bekerja di pemanggangan. Absorpsi sinar infra merah oleh lensa akan
mengakibatkan katarak dan eksfoliasi lensa. Sinar infra merah akan
mengakibatkan keratitis superfisial, katarak kortikal anterior-posterior dan
koagulasi pada koroid. 1,2,3 Tidak ada pengobatan khusus kecuali pencegahan
terkenanya mata oleh sinar infra merah ini. Steroid sistemik dan lokal
diberikan untuk mencegah terbentuknya jaringan parut makula atau untuk
mengurangi gejala radang yang timbul.2
12

b. Trauma sinar UV (Sinar las)


Sinar UV banyak terdapat pada saat bekerja mengelas, dan menatap
sinar matahari atau pantulan sinar matahari di atas salju. Sinar UV akan segera
merusak epitel kornea. Sinar UV biasanya memberikan kerusakan terbatas
pada kornea sehingga kerusakan pada lensa dan retina tidak akan terlihat.
Pasien akan datang dengan keluhan seperti nyeri mata, mata seperti kelilipan
atau kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme dan konjungtiva kemotik.
Kornea akan menunjukkan adanya infiltrat pada permukaannya yang kadangkadang disertai dengan kornea yang keruh dan uji fluoresein positif. Keratitis
terdapat pada fisura palpebra. Pada pupil akan terlihat miosis dan tajam
penglihatan terganggu.1,2,3
Pengobatan yang diberikan adalah siklopegia, antibiotika lokal,
analgetik dan mata ditutup selama 2-3 hari. Pasien biasanya akan sembuh
setelah 48 jam.2
c. Sinar ionisasi dan sinar X
Sinar ionisasi diklasifikasikan menjadi :

Sinar alfa yang dapat diabaikan

Sinar beta yang dapat menembus 1 cm jaringan

Sinar gamma

Sinar X

Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan katarak dan rusaknya


retina. Akibat pemancaran sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan sel epitel
secara tidak normal. Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti dilatasi
kapiler, perdarahan, mikroaneuris mata, dan eksudat. Luka bakar akibat dari
sinar X dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada kornea yang biasanya
terlihat seperti keratitis dengan iridosiklitis ringan. Pada keadaan berat fungsi
air mata akan terganggu akibat parut konjungtiva atrofi sel goblet.
Pengobatannya adalah antibiotika topikal dengan steroid 3 kali sehari dan
siklopegik 1 kali sehari. Jika terjadi simblefaron pada konjungtiva dilakukan
tindakan pembedahan. 1,2,3
5.5

Trauma termal

13

Trauma termal diantaranya dapat disebabkan oleh iritasi UV dan


peralatan elektronik. Penatalaksanaan dari trauma termal adalah topikal
antibiotik dengan steril dressing. Pada kejadian

flush burn, jika pasein

dicuragai mengalami iritis, pemberian midriatika dapat diberikan.1


VI.

Glaukoma Sekunder Pasca Trauma


6.1

Glaukoma kontusi sudut


Terjadinya trauma pada mata dapat mengakibatkan tergesernya
pangkal iris ke belakang sehingga terjadi robekan trabekulum dan seterusnya
gangguan fungsi trabekulum. Ini dapat menghambat aliran keluarnya cairan
mata. 1,2,3 Pengobatan yang diberikan adalah obat lokal atau sistemik. Bila tidak
terkontrol dengan pengobatan, maka dilakukan pembedahan.2

6.2

Glaukoma dengan dislokasi lensa


Trauma tumpul dapat mengakibatkan terputusnya zonula Zinn. Ini
akan mengakibatkan kedudukan lensa menjadi tidak normal dan mendorong
iris ke depan sehingga terjadi penutupan sudut bilik mata yang akan
menghambat aliran keluar cairan mata. Kejadian ini disebut glaukoma
sekunder. 1,2,3 Pengobatannya adalah mengangkat penyebab atau lensa sehingga
sudut terbuka kembali.2

VII.

Pencegahan Trauma Mata2


i.

Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah, kecuali trauma


tumpul perkelahian.

ii.

Diperlukan perlindungan pekerjaan seperti perlindungan mata untuk


menghindarkan terjadinya trauma tajam.

iii.

Para pekerja las sebaiknya menghindarkan diri dari sinar dan percikan
bahan las dengan memakai kaca mata.

iv.

Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia sebaiknya


mengerti bahan apa yang ada di tempat kerjanya.

v.

Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya untuk


matanya.
DAFTAR PUSTAKA
14

1. Vaughan D et al. Ocular and Orbital Trauma dalam General Ophthalmology 17th ed.
McGraw-Hill. Chicago. 2007
2. Ilyas, S. 2009. Ilmu Penyakit Mata, hlm.259-276. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
3. Gerhard K. Lang, M. D,Ocular Trauma. In : Ophthalmology : a short textbook. New
York 2000.

15

Вам также может понравиться