Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
23.50 | Asma , Asmak , Cerita Sepiritual , Kabar Gaib , Serba-Serbi Laduni , Wawasan Sepiritual
Mengamalkan doa-doa, hizib dan memakai azimat pada dasanya tidak lepas dari ikhtiar atau
usaha seorang hamba, yang dilakukan dalam bentuk doa kepada Allah SWT. Jadi sebenanya,
membaca hizib, dan memakai azimat, tidak lebih sebagai salah satu bentuk doa kepada Allah
SWT. Dan Allah SWT sangat menganjurkan seorang hamba untuk berdoa kepada-Nya. Allah
SWT berfirman:
Berdoalah kamu, niscaya Aku akan mengabulkannya untukmu. (QS al-Mumin: 60)
Ada beberapa dalil dari hadits Nabi yang menjelaskan kebolehan ini. Diantaranya adalah:
:
:
:
Dari Auf bin Malik al-Asjai, ia meriwayatkan bahwa pada zaman Jahiliyah, kita selalu membuat
azimat (dan semacamnya). Lalu kami bertanya kepada Rasulullah, bagaimana pendapatmu (ya
Rasul) tentang hal itu. Rasul menjawab, Coba tunjukkan azimatmu itu padaku. Membuat azimat
tidak apa-apa selama di dalamnya tidak terkandung kesyirikan. (HR Muslim [4079]).
yang belum baligh, ia menulisnya pada secarik kertas, kemudian digantungkan di lehernya. (AtThibb an-Nabawi, hal 167).
Dengan demikian, hizib atau azimat dapat dibenarkan dalam agama Islam. Memang ada hadits
yang secara tekstual mengindikasikan keharaman menggunakan azimat, misalnya:
Dari Abdullah, ia berkata, Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya hizib,
azimat dan pelet, adalah perbuatan syirik. (HR Ahmad [3385]).
Mengomentari hadits ini, Ibnu Hajar, salah seorang pakar ilmu hadits kenamaan, serta para
ulama yang lain mengatakan: Keharaman yang terdapat dalam hadits itu, atau hadits yang lain,
adalah apabila yang digantungkan itu tidak mengandung Al-Quran atau yang semisalnya.
Apabila yang digantungkan itu berupa dzikir kepada Allah SWT, maka larangan itu tidak
berlaku. Karena hal itu digunakan untuk mengambil barokah serta minta perlindungan dengan
Nama Allah SWT, atau dzikir kepado-Nya. (Faidhul Qadir, juz 6 hal 180-181).
lnilah dasar kebolehan membuat dan menggunakan amalan, hizib serta azimat. Karena itulah
para ulama salaf semisal Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Taimiyyah juga membuat azimat.
A-Marruzi berkata, Seorang perempuan mengadu kepada Abi Abdillah Ahmad bin Hanbal
bahwa ia selalu gelisah apabila seorang diri di rumahnya. Kemudian Imam Ahmad bin Hanbal
menulis dengan tangannya sendiri, basmalah, surat al-Fatihah dan muawwidzatain (surat alFalaq dan an-Nas). Al-Marrudzi juga menceritakan tentang Abu Abdillah yang menulis untuk
orang yang sakit panas, basmalah, bismillah wa billah wa Muthammad Rasulullah, QS. alAnbiya: 69-70, Allahumma rabbi jibrila dst. Abu Dawud menceritakan, Saya melihat azimat
yang dibungkus kulit di leher anak Abi Abdillah yang masih kecil. Syaikh Taqiyuddin Ibnu
Taimiyah menulis QS Hud: 44 di dahinya orang yang mimisan (keluar darah dati hidungnya),
dst. (Al-Adab asy-Syariyyah wal Minah al-Mariyyah, juz II hal 307-310).
Namun tidak semua doa-doa dan azimat dapat dibenarkan. Setidaknya, ada tiga ketentuan yang
harus diperhatikan.
Harus menggunakan Kalam Allah SWT, Sifat Allah, Asma Allah SWT ataupun sabda Rasulullah
SAW.
Menggunakan bahasa Arab ataupun bahasa lain yang dapat dipahami maknanya.
Tertanam keyakinan bahwa ruqyah itu tidak dapat memberi pengaruh apapun, tapi (apa yang
diinginkan dapat terwujud) hanya karena takdir Allah SWT. Sedangkan doa dan azimat itu hanya
sebagai salah satu sebab saja. (Al-Ilaj bir-Ruqa minal Kitab was Sunnah, hal 82-83).