Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Umumnya digunakan
dalam pesawat tempur sebagai wahana penyelamat bagi penerbang ketika pesawat terbang
atau pesawat tempur mengalami kerusakan baik teknis atau terkena tembakan
maupun rudal lawan.
Sampai saat ini, penggunaan kursi lontar masih didominasi pada pesawat tempur. Sedangkan
pesawat helikopter, penggunaan masih terbatas yakni pada pesawat Helikopter Kamov Ka-50
Hokum dengan kursi lontar Zvesda-K-37-800. Alasan terbatasnya penggunaan kursi lontar
dikarenakan bobot kursi lontar yang umumnya pada kisaran 90 kilogram masih dirasakan cukup
berat bagi helikopter. Selain itu karena baling-baling rotornya yang menyulitkan proses
pelepasan kursi lontar. Serta Autorotasi juga tidak bisa dilaksanakan jika terbang berada pada
ketinggian dibawah 300 meter, sedangkan helikopter umumnya terbang sangat rendah.
Sedangkan untuk pesawat sipil, masih belum dapat diterapkan selain karena teknologinya juga
keselamatan bagi penggunanya mengingat penggunaan kursi lontar bila dilakukan tidak tepat
dapat membahayakan penggunanya.
Daftar isi
[sembunyikan]
5Sumber
puluh detik. Meski berhasil, adakalanya penerbang mengalami naas terkena hantaman dari ekor
pesawat ketika berusaha keluar dari kursinya melawan arus angin. Langkah yang dilakukan
umumnya adlaah pilot menukikkan pesawat, membuka kokpit dan melepas sabuknya lalu,
melepaskan tongkat kemudi. Langkah ini mirip dalam sebuah mainan jack-in-the-box-escape.
Adakalanya penerbang langsung meloncat dari pesawat yang mengalami kerusakan atau
terkena tembakan. Tercatat pada bulan Januari 1942, Letnan Chisov dari Angkatan Udara Uni
Sovyet meloncat dari pesawat Ilyushin II-A yang rusak berat dengan ketinggian 6700 meter, dia
mengalami patah pada bagian pinggul dan cedera pada tulang punggung. Sedangkan Sersan
Alkemande dari Royal Air Force, mengalami keberuntungan ketika meloncat dari pesawat
Pembom Lanchaster yang terbakan pada ketinggian 5500 meter pada bulan Maret 1944. Karena
tertahan pohon pinus dan jatuh pada lapisan es setebal 40 centimeter, dia hanya mengalami
benjol dan tergores.
Kursi lontar pertama diterapkan pada pesawat Heinkel He-119, yang menggunakan kursi lontar
yang ditekan oleh udara. Pesawat ini memang populer pada penerbangan uji coba, namun
karena jumlahnya sedikit, prestasi kursi lontarnya tidak diketahui.
James Martin dari Inggris merancang sistem pengaman yang lain. Dalam konsepnya, pilot
dilontarkan keluar kokpit oleh lengan panjang yang digerakkan oleh pegas yang dipasangkan
pada harnas parasutnya. Mekanisme ini cocok untuk dipasang pada
pesawt Spitfire dan Hurricanes, tapi tidak cocok untuk pesawat modern. Pesawat Jet
mengharuskan daya lontar besar sehingga Martin memilih mekanisme dengan
menggunakan dinamit.
Peluncuran kursi lontar pertama, tercatat pada tanggal 24 Juli 1946, oleh Bernard Linch, salah
seorang karyawan Martin-Baker. Linch dilontarkan secara sukarela dengan kursi lontarnya pada
ketinggian 2600 meter dengan kecepatan 253 km/jam dari pesawat tempur Gloster Meteor.
Sejak itu, kursi lontar Martin-Baker menjadi populer di seluruh dunia.
menukik. Pada kecepatan Mach 1.05 (kurang lebih 1200 km/jam) dan ketinggian 3000 meter,
Smith meluncurkan dirinya dengan kursi lontar dan menderita cedera parah selama lima hari.
Hal ini menjadi kendala karena pada kecepatan Mach- 1, sudah terlalu cepat bagi penggunaan
kursi lontar, sedangkan pada perkembangannya, pesawat tempur beroperasi dengan kecepatan
yang lebih tinggi (Mach-2 dan Mach 3).
Menurut penuturan Letnan Victor Balenko, pilot pesawat tempur Rusia MiG-25 Foxbat, yang
membelot ke Jepang, pesawat MiG-25 Foxbat tersebut tidak dilengkapi dengan kursi lontar,
dikarenakan kecepatan yang sangat tinggi (mencapai Mach-3) dan ketinggian jelajahnya yang
cukup tinggi sehingga sangat membahayakan ketika pilot meluncurkan dirinya bersama kursi
lontar.
Pesawat MiG-21 Fishbed dilengkapi kursi lontar yang cukup rumit, yang memungkinkan kursi
lontarnya mengangkut atap cockpit. Dengan bantuan engsel, atap kokpit tersebut turun menutupi
kursi dan berakhir di depan kaki pilot. Model ini memiliki perlindungan prima namun prosesnya
cukup lama dan rumit sehingga pilot tidak dapat mengembangkan parasutnya. Kini sistem
tersebut diganti dengan kursi lontar biasa.
Pilihan kapsul penyelamat dipertimbangkan untuk pesawat berkecepatan tinggi. Kapsul juga
dapat menjadi rakit penyelamat di udara maupun tempat bersembunyi dengan perlengkapan
yang dimilikinya. Satu-satunya pesawat yang dilengkapi kapsul penyelamat adalah F-111.
Namun harganya cukup mahal dan memiliki bobot yang cukup berat sehingga tidak dapat
diterapkan pada pesawat tempur yang ada sekarang.
Rencana pengembangan kapsul penyelamat juga tida berlanjut karena kecepatan pesawat
tempur tidak bertambah. Meski pesawat tempur banyak yang mencapai kecepatan Mach-2,
penggunaan kecepatan supersonik jarang dilakukan kena konsumsi bahan bakar yang cukup
tinggi.
Boeing pada tahun 1985 dikontrak oleh Angkatan Udara untuk mengembangkan kursi lontar
biasa pada pesawat tempur dan pemburu pada masa-masa berikutnya dengan ketentuan pilot
dapat terjun dari ketinggian 20 meter dengan sudut jatuh 30 derajat dan kecepatan mencapai
550 km/jam. Dalam kondisi tersebut pesawat akan membentur bumi selama 0,26 detik setelah
kursi dilontarkan. Sehingga kursi lontar harus dipakai selambat-lambatnya 1,5 hingga 2 detik
sebelum benturan terjadi.
Kini perancang kursi lontar harus dapat menerapkan teknologi kursi lontar untuk ketinggian
rendah dengan kecepatan yang cukup tinggi, bahkan pada saat pesawat masih dilandasan
dengan tingkat gravitasi zero atau nol, yang sebelumnya tidak dimungkinkan. Umumnya, kursi
lontar-kursi lontar pesawat-pesawat latih maupun tempur modern, dapat menerapkan ketentuan
tersebut.
ataupun MiG-29 Fullchrum, atau pesawat latih jenis Hawk 100, pilot duduk dibelakang kaca
depan tebal yang menahan angin (windshield) dan benturan burung di udara. Atapnya tipis
sehingga kursi lontar bisa langsung menembusnya.
Umumnya pesawat-pesawat ini, pada kokpitnya dilengkapi tali tembak seperti pada
pesawat Hawk Mk-53, Hawk 100 maupun Hawk 200 dan Alpha Jet. Jika kursi lontar diaktifkan,
timbul api yang memecahkan atap dalam pecahan-pecahan kecil yang ditiup keluar untuk
menjauhi pesawat sehingga kursi lontar dapat meluncur dengan aman. Kekurangan dari
penerapan teknologi ini adalah pada atap pesawat, khususnya pesawat tempur latih dimana
instruktur duduk di bagian belakang dimana atap menjadi kaca depannya, instruktur
melihat coretan-coretan pada kaca depannya.
Sedangkan pada model F-16, atap dan kaca depan kokpit menjadi satu kesatuan sehingga
cukup kuat menahan benturan tetapi pandangan pilot tidak dibatasi pembatas antara kaca
depan dan atapnya. Dalam penggunaan kursi lontar, ketika kursi lontar diaktifkan, atap terlontar
ke udara sebelum kursi lontar tersebut meluncur.
Adapun langkah-langkah peluncuran secara umum adalah sebagai berikut :
Pertama, penumpang menarik pemantik, alat peledak pertama menyala selama sabuk
pengaman dan sabuk kaki mengencang secara otomatis dalam 0,2 detik (dapat juga dengan
sabuk yang mengikat lengan), kursi mulai berakselerasi. Gaya gravitasi maksimum yang dialami
dapat mencapai 17 G sehingga dalam waktu singkat pilot harus dapat menopang 17 kali berat
badannya. Bersamaan dengan ledakan pertama, ada dua ledakan lain. Hubungan dengan
pesawat terlepas, botol atau tabung zat asam (oksigen) darurat membuka. Kabel penyulut
motor roket meluncur turun dan penghubung pada sabuk kaki putus. Atap kokpit yang
disesuaikan pada tipe pesawat dilepaskan, dipecah atau diledakkan dengan tali tembak.
Kedua, setelah mencapai ketinggian dua meter, kursi sampai pada ujung pipa tembak yang
dapat digeser yang merupakan tempat kekuatan ledak disatukan. Kabel peledak lepas dan
motor roket pada kursi lontar mulai berjalan dimana pada 0,25 detik setelah awal peluncuran,
motor roket akan habis terbakar.
Ketiga, setengah detik setelah pergerakan kursi, payung stabilisasi lepas. Payung kecil menarik
payung besar keluar. Kecepatan terbang kursi menurun.
Keempat, satu setengah detik setelah start, atau ketinggian aman telah tercapai, skakelar
waktu/baromatis melepaskan penumpang dari kursi. Pada saat yang sama, daya tarik payung
stabilisasi diteruskan ke payung besar.
Kelima selama parasui besar mengembang, kursi menahan muatannya dengan pelekat. Kalau
payung sudah membuka, kursi lepas dengan cepat. Waktu turun, kursi masih bisa menyetel
paket penyelamat sehingga rakit penyelamat automatik tertiup bila harus mendarat di atas air.
Perlapung renang bisa ditiup saat kursi lepas. Kursi juga dapat menghidupkan raduo pelampung
pribadi.