Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PERILAKU REPRODUKSI
KELOMPOK 3
ANDI SARTIKA
DEWI SUSWATI KAMAL
SULFIANI JUHAMZAH
SRI SUNDARI SAMWATI
RIDHAYANI RAHMAT
AFIFATUNNISA BURHAN
KELAS C
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
APRIL 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Psikologi faal atau biopsikologi adalah ilmu yang mempelajarari mengani
perilaku manusia dalam kaitannya dengan fungsi dan kerja alat-alat dalam tubuh.
Dalam psikologi faal, perhatian yang diberikan terkait materi yang membahas
mengenai kondisi faal atau biologis yang memengaruhi fungsi kognisi, afeksi dan
konasi.
Salah satu materi yang menjadi pokok pembahasan dalam psikologi faal
perilaku reproduksi pada manusia. Reproduksi adalah suatu proses biologis dimana
individu sebagai organisme baru diproduksi. Reproduksi merupakan cara dasar dalam
mempertahankan diri yang dilakukan individu oleh semua bentuk kehidupan.
Perilaku reproduksi membahas mengenai pengaruh hormon seks yang
mengatur, pengaruh hormon seks yang mengaktivasi. Selain itu, perilaku reproduksi
juga membahas mengenai interpretasi evolusi perilaku pemilihan pasangan. Sejumlah
besar perilaku seksual pria dan wanita termasuk pemilihan pasangan, mungkin
merupakan hasil dari seleksi evolusi. Terkait dengan hal ini, perilaku yang berasal
dari diri sendiri maupun dari lingkungan masih belum bisa ditentukan. Perilaku
reproduksi juga terkait dengan identitas gender dan perilaku beda gender serta
kemungkinan dasar biologis orientasi seksual dan perilaku seksual.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengaruh hormon seks yang mengatur pada perilaku reproduksi ?
2. Apa pengaruh hormon seks yang mengaktivasi pada perilaku reproduksi ?
3. Bagaimana perilaku terkait identittas gender dan perilaku beda gender ?
4. Bagaimana kemungkinan dasar biologis orientasi seksual ?
5. Bagaimana bentuk perilaku seksual ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh hormon seks yang mengatur pada perilaku
reproduksi.
2. Untuk mengetahui pengaruh hormon seks yang mengaktivasi pada perilaku
reproduksi.
3. Untuk mengetahui perilaku terkait identittas gender dan perilaku beda gender.
4. Untuk mengetahui kemungkinan dasar biologis orientasi seksual.
5. Untuk mengetahui bentuk perilaku seksual.
BAB II
PEMBAHASAN
terjadi pada tahap yang perkembangannya sensitif, pada manusia jauh sebelum
dilahirkan, serta menghasilkan perubahan anatomi dan fisiologi yang relatif.
Pengaruh hormon yang mengatur memengaruhi pola nalar spasial. Pria kebanyakan
menggunakan istilah arah (seperti:uatara, selatan) sedangkan untuk menunjukkan
lokasi, sementara wanita lebih mengandalkan penanda lokasi. Pengaruh yang
mengaktivasi dapat terjadi kapan saja, ketika hormon secara sementara mengaktivasi
respons tertentu. Perbedaan dua jenis pengaruh tersebut tidak mutlak. Selama masa
puber, hormon dapat menimbulkan perubahan struktur yang bertahan lama dan juga
menimbulkan pengaruh yang bersifat mengatur.
Perbedaan seks pada Gonad
Kromosom Y adalah kromosom terkecil pada manusia yang diperlukan untuk
perkembangan seksual dan spermatogenesis. Regio heterokromatin sebuah kromosom
adalah regio yang tercat gelap (heteropiknosis positif) pada pemeriksaan sitogenetika
22. Heterokromatin terdiri atas dua tipe, yaitu heterokromatin fakultatif dan
konstitutif 22. Heterokromatin konstitutif kaya dengan DNA repetitif yang
mengandung sangat sedikit gen-gen struktural dan bersifat sangat polimorfik.
Kromosom Y dan Perkembangan Seksual Secara normal perkembangan prenatal
organ genital laki-laki dan perempuan merupakan proses yang sangat kompleks.27,28
Jenis kelamin ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu faktor kromosom, faktor gonad
dan faktor
hormonal. Pada individu dengan kromosom seks XY, gonad indeferen akan
berkembang menjadi testis dan akan menimbulkan maskulinisasi, sedangkan pada
individu XX akan terbentuk ovarium.
payudara
dan
rambut
kelamin,
dikenal
sebagai
karakteristik
seks
rata. Gairah seks cenderung dipengaruhi oleh perangsang dari luar (gambar, suara,
sentuhan) daripada oleh variasi hormon seks, kecuali dalam beberapa kasus langka.
Pada pria, terlalu sedikit testosteron dapat menyebabkan sulit mendapat atau menjaga
ereksi, namun tidak jelas apakah kekurangan testosteron mempengaruhi fungsi
seksual wanita selain menurunkan gairah.Hal ini mempengaruhi perilaku manusia
dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tidak ada bukti apapun yang menunjukkan
bahwa karena wanita memiliki lebih sedikit testosteron daripada pria, mereka
mempunyai nafsu seks lebih rendah. Malah, sepertinya wanita mendeteksi dan
bereaksi pada jumlah testosteron yang lebih rendah dalam sirkulasi mereka daripada
pria.
Produksi estrogen menurun pada saat ini dimana wanita meninggalkan tahuntahun dimana ia dapat mengandung anak. Pengaruh seksual paling utama dari
penurunan kadar estrogen adalah pengecilan vagina dan penipisan dinding vagina,
bersamaan dengan hilangnya elastisitas dan kurangnya pembasahan vagina saat
rangsangan seksual. Beberapa wanita mengalami hanya sedikit perubahan dalam
fungsi seksual, dimana yang lain dapat mengalami kekeringan dan nyeri saat
berhubungan, atau luka pada alat kelamin selama beberapa hari setelah berhubungan
bila mereka tidak menggunakan minyak pelumas vagina atau sejenis pengganti
hormon. Pria terkadang mengalami penurunan kadar testosteron, yang dapat
bertanggung
jawab
terhadap
gangguan
seksual.
Pengurangan
hormon
ini
mempengaruhi gairah seks pria dan ereksi masih tidak jelas. Tetapi para ahli penyakit
dalam pria terkadang merekomendasikan penggantian testosteron untuk mengatasi
7
masalah-masalah tersebut. Ada banyak hal yang masih harus dipelajari mengenai pria
dan wanita mana yang membutuhkan dan mendapatkan keuntungan dari terapi
penggantian hormon. Sangat menggoda untuk mencoba memahami perilaku seksual
hanya dalam istilah hormon. Pada banyak spesies binatang, hormon mengendalikan
kesediaan sang betina untuk berpasangan dan berhubungan, perilaku seksual sang
jantan, dan secara ketat mengatur perilaku seksual mereka. Namun pada manusia ada
hubungan yang lebih rumit antara hormon dan perilaku seksual.
Wanita yang mempunyai kadar estrogen rendah dalam tubuhnya tidak
kehilangan kemampuan mereka untuk dirangsang secara seksual atau untuk
mengalami orgasme. Secara singkat, hormon-hormon seks bukan satu-satunya faktor
yang
mempengaruhi
ketertarikan
atau
perilaku
sepasang testis daripada ovarium, dan sebuah uterus. Hal itu juga dipengaruhi oleh
androgen dalam tubuh individu.
Isu-isu terkait dengan penentuan gender dan pembesaran anak
Banyak anak perempuan penderita CAH dan kondisi lain yang terkait, terlahir
dengan penampilan yang sedikit termaskulinisasi, tetapi sebagian lagi memiliki
penampilan yang sulit dibedakan antara pria dan wanita. Sejumlah anak dengan gen
laki-laki terlahir dengan penis yang sangat kecil, yang penyebabnya tidak terbatas
pada ketidak sensitifan terhadap androgen.
.
D. Kemungkinan dasar biologis orientasi seksual.
Genetik
Beberapa hewan di dalam kandang memperlihatkan adanya orientasi
homoseksual, walaupun tidak seorang pun tahu seberapa sering orientasi tersebut
mucul di alam terbuka. Beberapa kasus homoseksualitas spesies selain manusia dapat
dilacak adanya pengaruh gen. Sebagai contoh, Droshopila jantan dengan gen
Fruitless akan mencumbu jantan lain. Beberapa studi mengenai genetik pada orientasi
seksual manusia telah beriklan pada majalah gay dan lesbi untuk mencari pria atau
wanita homoseks yang memiliki kembaran. Kemudian, para peneliti tersebut
menghubungi
kembarannya,
tanpa
menginformasikan
dari
mana
mereka
10
homoseks secara rata-rata memiliki anak lebih banyak daripada wanita lain. Perlu
dilakukan lebih banyak penelitian untuk menguji hipotesis dan membuktikan apakah
memang gen banyak memengaruhi orientasi seksual.
Hormon
Orientasi seksual tidak terkait dengan kadar hormon ketika dewasa. Sebagai
besar pria homoseks memiliki kadar testosteron dan estrogen yang mirip dengan
kadar yang dimiliki pria heteroseks. Sebagai besar wanita homoseks memiliki kadar
testosteron dan estrogen yang mirip dengan kadar yang dimiliki wanita heteroseks.
Sebuah hipotesis yang lebih masuk akal menyatakan bahwa orientasi seksual
bergantung pada kadar testosteron dalam periode sensitif perkembangan otak.
Penampilan individu homoseks dan heteroseks serupa satu sama lain, tetapi
terdapat perbedaan yang terpendam dalam beberapa hal. Rata-rata pria heteroseks
memiliki tulang lengan, kaki dan tangan yang lebih panjang dari pada pria homoseks
dan lebih panjang pada wanita homoseks dari pada wanita heteroseks artinya, dalam
hal tersebut, pria homoseks terfeminisasi sebagaian dan wanita homoseks
termaskulinisasi sebagaian. Perbedaan panjang tulang-tulang tersebut pada anak
perempuan dan laki-laki dimulai dari masa awal perkembangan-sebelum pubertassehingga perbedaan tersebut kemungkinan berhubungan dengan hormon-hormon
pranatal.
Peristiwa Pranatal
Probabilitas orientasi homoseksual lebih tinggi terjadi pada pria dengan kakak
laki-laki dari pada pria yang merupakan anak pertama. Semakin banyak jumlah kakak
12
laki-laki yang ada, semakin besar probabilitas tersebut jumlah adik laki-laki tidak
memengaruhi probabilitas, begitupula dengan jumlah dan umur saudara perempuan.
Tidak ada kaitan signifikan antara kejadian homoseksual pada wanita dengan kakak
atau adik laki-laki maupun saudara wanita. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa
sistem imunitas seorang ibu terkadang bereaksi terhadap protein yang terdapat pada
anak laki-lakinya serta menyerang protein pada anak laki-laki kedua dan seterusnya
sehingga sapat memegaruhi perkembangan. Hipotesis tersebut sesuai dengan
pengamatan bahwa tinggi badan pria homoseks yang bukan anak pertama cenderung
lebih pendek dari rata-rata. Akan tetapi, hipotesis tersebut seperti memperkirakan
bahwa jika satu anak laki-laki adalah homoskesual, maka anak laki-laki berikutnya
akan menjadi homoseksual juga dan perkiraan tersebut tidak benar.
Relevansi hasil penelitian terhadap kasus pada manusia masih dalam
perdebatan dan peneliti harus memeriksa pengaruh yang mungkin timbul akibat stress
pranatl pada manusia. Salah satu cara adalah dengan bertanya kepada ibu dari pria
homoseks, apakah dalam masa kehamilannya ibu tersebut mengalami stress lebih dari
normal. Tiga survei membandingkan ibu-ibu dari pria homoseks dengan ibu-ibu dari
pria heteroseks. Dua dari tiga hasil survei memperlihatkan bahwa ibu-ibu dari pria
homoseks ingat pernah mengalami stres diatas normal ketika mereka hamil.
Anatomi Otak
Secara rata-rata, otak pria berbeda dengan otak wanita dalam beberapa hal,
termasuk ukuran berbagai bagian hipotalamus. Secara rata-rata, ukuran komisura
anterior lebih besar di otak wanita heteroseks daripada pria heteroseksual. Ukuran
13
bagian tersebut pada otak pria homoseks paling tidak sama dengan wanita heteroseks,
bahkan mungkin sedikit lebih besar. Pengaruh adanya perbedaan tersebut masih
belum dipahami dengan jelas karena komisura anterior tidak berkaitan langsung
dengan perilaku seksual. Ukuran nukleus suprakiasma (SCN) pada pria homoseks
lebih besar daripada pria heteroseks. Studi yang paling berpengaruh membahas
nukleus interstitial ketiga pada hipotalamus anterior. Pria heteroseks memiliki ukuran
INAH- 3 dua ali lebih besar
mengungkapkan bahwa rerata volume INAH 3 untuk pria heteroseks adalah 0,12
mm3 untuk wanita heteroseksual adalah 0,056 mm3, dan untuk pria homoseks adalah
0,051 mm3. Selanjutnya, Levay (1993) mempelajari hipotalamus pria homoseks yang
meninggal karena kanker paru-paru. Pria tersebut memiliki INAH 3 yang kecil, sama
seperti pria homoseks yang meninggal karena AIDS.
Perbedaan otak menimbulkan predisposisi bagi pria untuk menjadi heteroseks
dan sebagaian homoseks. Kemungkinan simuplan lain adalah aktivitas seksual yang
berbeda menimbulkan perbedaan ukuran neuron hipotalamus individu dewasa. Pada
individu dewasa, sejumlah area otak tumbuh membesar atau menyusut akibat
pengaruh hormon atau perilaku. Pembatas yang perlu di ingat dar studi yang telah
dilakukan adalah ketidaktahuan mengenai peran INAH 3 pada perilaku seksual
manusia.
14
Perilaku seksual berkaitan dengan otak dan hormon. Khususnya pada otak,
yang berperan dalam control perilaku seksual adalah hipotalamus. Banyak ilmuwan
sekarang percaya nahwa regulasi pusat perilaku seksual dikaitkan area di hipotalamus
yang disebut nukleus preoptic medial (MPO). Percobaan pada hewan menunjukkan
bahwa control perilaku seksual sebagian besar diatur oleh interaksi antara hormon
steroid seks di MPO dan struktur hipotalamus lainnya. Administrasi sejumlah kecil
steroid ini ke MPO akan segera mengaktifkan perilaku sanggama perempuan. The
MPO juga terlibat dalam regulasi perilaku seksual maskulin. Misalnya pengibirian
mengrangi perilaku sanggama laki-laki, tetapi sejumlah kecil testosterone disuntikkan
ke MPO akan mengembalikan kemampuan yang hilang. Tampaknya, setidaknya pada
primata, bahwa testosteron langsung mengaktifkan perilaku seksual laki-laki dengan
mengikat reseptor androgen di MPO.
Hipotalamus, yang terletak di otak langsung di atas hipofisis tersebut,
diketahui untuk melakukan kontrol atas hal itu dengan cara koneksi saraf dan zat
seperti hormon yang disebut faktor melepaskan, sarana yang sistem saraf mengontrol
perilaku seksual melalui sistem endokrin. Perilaku seksual dipengaruhi oleh
hipotalamus. Ini merangsang kelenjar hipofisis untuk melepaskan hormon seks.
Ketika kadar hormon tersebut jatuh, begitu pula hasrat seksual.
Hipofisis, juga disebut hipofisis, adalah kelenjar endokrin utama. Ini
mengeluarkan sejumlah besar hormon penting yang terlibat dalam pengendalian
berbagai fungsi tubuh. Sasaran dari banyak hormon yang merupakan kelenjar
endokrin lainnya. Ini melepaskan sejumlah hormon untuk kelenjar tertentu, yang
15
sanggama dan ejakulasi, kita juga menyodorkan panggul diikuti dengan mengalirkan
peledak semen bahkan tanpa adanya pasangan (Hart, et al, 1985;. Maclean,
1973). Sebaliknya, lesi ke hipotalamus preoptic dan posterior menghilangkan perilaku
seksual laki-laki dan hasil dalam atrofi gonad.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam membahas mengenai perilaku reproduksi, individu akan berkaitan
dengan hormon, serta perilaku seksual. Reproduksi adalah suatu proses biologis
dimana individu sebagai organisme baru diproduksi. Reproduksi merupakan cara
17
dasar dalam mempertahankan diri yang dilakukan individu oleh semua bentuk
kehidupan. Hal ini juga berkaitan identitas gender pada individu dan individu
yang mengalami interseks. Hal ini juga berkaitan dengan perilaku seksual yang di
dalamnya memiliki kaitan erat dengan otak yakni hipotalamus dan hormone.
18