Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
131511123029
131511123031
ELISA YULIANTI
131511123033
131511123035
HERI KARTONI
131511123037
131511123039
RUM SETYOWATI
131511123041
131511123083
131511123085
KONSEP HIPERTENSI
Mekanisme
terjadinya
hipertensi
adalah
melalui
terbentuknya angiotensin II
dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di
hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I
oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin
II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretic hormone (ADH) dan rasa
haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH,sangat sedikit urin yang diekskresikan
ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan
dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)
dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya
akan meningkatkan volume dan tekanan darah. (Cortas, 2008). Adapun Web of Causation yang
diambil dari Nanda (2015) sebagai berikut:
2. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari hipertensi menurut NANDA 2015 dijelaskan bahwa tanda dan
gejala hipertensi dibagi 2:
a. Tidak ada gejala: Tidak ada gejala spesifik
b. Gejala yang lazim: Nyeri kepala dan kelelahan.
Gejala lain: sesak nafas,gelisah,mual, muntah,epistaksis, kesadaran menurun
Sedangkan menurut (Sutowo,2011) manifestasi klinis dari hipertensi berupa gejala yang timbul
tergantung pada lokasi pembuluh darah yang rusak, pada otak berupa stroke, retina berupa
kebutaan, jantung mengalami peningkatan beban kerja sehingga hipertrofi ventrikular kiri dan
berimbas pada gagal jantung, MI, serta edema pulmonal. Pada ginjal ditemukan proteinuria,
edema, serta gagal ginjal.
Menurut Elizabeth J. Corwin sebagian besar gejala klinis hipertensi timbul setelah
mengalami hipertensi bertahun-tahun. Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa nyeri kepala
saat terjaga yang kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah
intrakranial, penglihatan kabur akibat kerusakan retina , ayunan langkah tidak mantap karena
kerusakan susunan syaraf, nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) karena peningkatan
aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus, edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.
Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau TIA yang bermanifestasi pada
paralisis sementara pada satu sisi atau hemiplegia serta gangguan tajam penglihatan. Gejala lain
yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdenging, rasa berat di
tengkuk, sukar tidur dan mata berkunang-kunang. (Corwin, 2001)
3.
Pendekatan Diagnosa
Diagnosis hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis meliputi : keluhan yang sering dialami, lama menderita hipertensi,ukuran
tekanan darah selama ini, riwayat pengobatan dan kepatuhan berobat, gaya hidup,
riwayat penyakit penyerta dan riwayat keluarga.
2. Pemeriksaan fisik terdiri dari : pengukuran tekanan darah, pemeriksaan umum,
pemeriksaan khusus organ serta funduskopi.
3. Pemeriksaan penunjang meliputi : laboratorium rutin, kimia darah,(ureum, kreatinin,
gula darah, kolesterol, elektrolit) dan elektrokardiografi, serta radiologi dada.
4. Pemeriksaan lanjut dapat dilakukan ekogardiografi dan ultrasonografi serta
pemeriksaan laboratorium canggih
(Zulkarnain dalam Desyana Endarti, 2008)
4.
Penatalaksanaan
Pada tahun 2013, Joint National Committee telah mengeluarkan guideline terbaru
mengenai tatalaksana hipertensi atau tekanan darah tinggi, yaitu JNC 8. Secara umum, JNC 8 ini
memberikan 9 rekomendasi terbaru terkait dengan target tekanan darah dan golongan obat
hipertensi yang direkomendasikan.
direkomendasikan tersebut tidak dapat diberikan, kita bisa menggunakan antihipertensi golongan
lain.
Sedangkan menurut Dr.Hasdianah dan dr. Sentot Imam (2014) Pasien Hipertensi
disarankan sebaiknya mempunyai tensimeter sendiri di rumah sehingga tahu secara dini bahwa
tekanan darah tidak normal atau barangkali sudah menderita hipertensi.Di samping itu, yang
lebih penting adalah, dari sejak awal sudah harus mengbah gaya hidup. Olah raga secara teratur,
30-40 menit minimal 5 kali dalam seminggu sebaiknya biasakan. Mengurangi asupan makanan
yang asin, sedikit garam dalam sayur.Menurunkan berat badan, bila overweight atau obes juga
sangat membantu, berhenti merokok, mengurangi makanan berlemak, mengonsumsi banyak
sayur, buah-buahan, dan banyak memakan makanan berserat .Pandai-pandai menghadapi,
mengelola stres juga berguna. Semua kebiasaan-kebiasaan sehat dapat mencegah kemungkinan
menderita hipertensi dengan segala risiko komplikasinya
Berdasarkan Smeltzer & Bare (2002) penatalaksanaan Hipertensi dapat ditempuh dengan
menerapkan gaya hidup sehat, yaitu seperti menjaga makan, mengurangi konsumsi garam, dan
menurunkan berat badan. menurunkan berat badan sebanyak 10 persen saja mampu menurunkan
tekanan darah tinggi ke kisaran normal, tanpa obat-obatan. Perbanyak makan buah dan sayuran
dan hindari penggunaan obat penghilang nyeri secara berlebihan. Penelitian telah menunjukkan
bahwa konsumsi rutin obat penghilang rasa nyeri tersebut juga dapat meningkatkan risiko
hipertensi. Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah terjadinya
morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah di
bawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi,
biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi. Beberapa penelitian menunjukan
bahwa pendekatan nonfarmakologis, termasuk penurunan berat badan, pembatasan alkohol,
,natrium dan tembakau, latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan
pada setiap terapi antihipertensi. Apabila penderita hipertenai ringan berada dalam resiko tinggi
(pria, perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya menetap, diatas 85 atau 95 mmHg dan
sistoliknya diatas 130 sampai 139 mmHg, maka perlu dimulai terapi obat-obatan.
Penatalaksanaan obat antihipertensi pada pasien dimulai dengan dosis rendah, kemudian
ditingkatkan secara titrasi sesuai dengan umur, kebutuhan, dan usia. Terapi yang optimal efektif
selama 24 jam dan lebih disukai dalam dosis tunggal karena dapat melindungi pasien terhadap
berbagai resiko kematian mendadak, serangan jantung atau stroke. Pasien dengan tekanan darah
>200 atau >120 mmHg harus diberikaan terapi dengan segera dan jika terdapat gejala kerusakan
organ harus dirawat di Rumah Sakit (MRS) (Arif M, 2001)
Menurut Ardiansyah (2012) penatalaksanaan farmakologi obat pada hipertensi dimulai
dengan salah satu obat berikut
a.
b.
c.
d.
e.
Sedangkan terapi non farmakologi dengan mengubah pola hidup penderita dengan cara:
a. Menurunkan BB sampai batas ideal
b. Mengubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan, kolesterol tinggi
c. Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram
natrium klorida setiap harinya
d. Mengurangi konsumsi alkohol
e. Berhenti merokok, olahraga aerobik secara teratur
DAFTAR PUSTAKA