Вы находитесь на странице: 1из 19

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Influenza atau biasa disebut flu, merupakan penyakit tertua dan paling
sering didapat pada manusia. Influenza juga merupakan salah satu penyakit yang
mematikan. Penyakit influenza pertama kali diperkenalkan oleh Hipocrates pada
412 sebelum Masehi. Pandemi pertama yang terdokumentasi dengan baik muncul
pada 1580, dimana muncul dari Asia dan meyebar ke Eropa melalui Africa.
Sampai saat ini telah terdokumentasi sebanyak 31 kemungkinan terjadinya
pandemi influenza dan empat di antaranya terjadi pada abad ini yakni pada 1918
(Spanish flu) yang menyebabkan 50-100 juta kematian oleh virus influenza A
subtipe H1N1, 1957 (Asia flu) yang meyebabkan 1-1,5 juta kematian oleh virus
influeza A subtipe H2N2, dan 1968 (Hongkong flu) yang menyebabkan 1 juta
kematian oleh virus ifluenza A subtipe H3N2. 1
Penyakit tersebut hingga saat ini masih mempengaruhi sebagian besar
populasi manusia setiap tahun. Virus influenza mudah bermutasi dengan cepat,
bahkan seringkali memproduksi strain baru di mana manusia tidak mempunyai
imunitas terhadapnya. Ketika keadaan ini terjadi, mortalitas influenza berkembang
sangat cepat.
Di Amerika Serikat epidemi influenza yang biasanya muncul setiap tahun
pada musim dingin atau salju menyebabkan rata-rata hampir 20.000 kematian.
Sedangkan di Indonesia atau di negara-negara tropis pada umumnya kejadian
wabah influenza dapat terjadi sepanjang tahun dan puncaknya akan terjadi pada
bulan Juli.2
Karena sifat-sifat materi genetiknya, virus influenza dapat mengalami
evolusi dan adaptasi yang cepat, dapat melewati barier spesies dan menyebabkan
pandemic pada manusia. Burung air liar dan itik menjadi sumber virus yang
potensial sebagai pemicu pandemi di Indonesia. Sedangkan ternak babi
berperan sebagai tempat reassortment virus avian influenza (VAI) dengan virus
human influenza. Burung puyuh dapat juga menjadi tempat reassortment dari

VAI

asal berbagai

burung

yang

dijual

di

pasar

burung.

Sementara

peternakan unggas menyediakan hewan peka dalam jumlah yang banyak yang
memungkinkan VAI mengalami evolusi yang cepat. Suatu Rencana Gawat
Influenza diusulkan untuk segera dikembangkan.3
WHO menyatakan bahwa awal tahun 2006 ini merupakan saat terdekat
terjadinya pandemi flu sejak pandemi terakhir tahun 1968. Data yang ada
menunjukkan bahwa wabah avian influenza hanya kurang satu syarat lagi untuk
menjadi calon pandemi, yaitu belum ditemukan bukti penularan antarmanusia di
masyarakat. Pengalaman masa lalu, pandemi tahun 1918, misalnya, menunjukkan
bahwa korban manusia dapat sampai puluhan juta orang. 4
Di seluruh dunia hingga April 2007 terdapat 172 kasus flu burung yang
terkonfirmasi. Seperti dapat terlihat dari laporan WHO kasus terbanyak di
Vietnam (93 kasus) dan Indonesia menduduki peringkat ke-2 dengan 81 kasus
namun jumlah kematian di Indonesia yang tertinggi, yaitu 63 dari 81 kasus.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi 5
Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran nafas tersering pada
manusia, gejalanya ditandai dengan demam, sakit kepala, batuk, hidung tersumbat
dan nyeri tenggorok. Morbiditas dan mortalitas penyakit ini pada anak masih
cukup tinggi dengan manifestasi klinis yang sangat luas. Infeksi ini disebabkan
oleh virus famili Orthomyxoviridae, virus pertama pada saluran nafas manusia
yang berhasil diisolasi dan dipelajari secara rinci dari aspek biologis,
epidemiologis maupun gambaran klinisnya. Namun demikian, virus ini dapat
mengembangkan virus komposisi antigenik permukaan dan memunculkan strain
atau subtipe-subtipe baru sehingga keberadaan virus ini sulit dimusnahkan.
2.2. Epidemiologi
Influenza merupakan penyakit yang dapat menjalar dengan cepat di
lingkungan masyarakat. Walaupun ringan penyakit ini tetap berbahaya untuk
mereka yang berusia sangat muda dan orang dewasa dengan fungsi
kardiopulmoner yang terbatas. Juga pasien yang berusia lanjut dengan penyakit
ginjal kronik atau ganggugan metabolik endokrin dapat meninggal akibat penyakit
yang dikenal tidak berbahaya ini. Serangan penyakit ini tercatat paling tinggi pada
musim dingin di negara beriklim dingin dan pada waktu musim hujan di negara
tropik.
Pada saat ini sudah diketahui bahwa pada umumnya dunia dilanda
pandemi oleh influenza 2-3 tahun sekali. Jumlah kematian pada pandemi ini dapat
mencapai puluhan ribu orang dan jauh lebih tinggi dari pada angka-angka pada
keadaan non-epidemik.6

Diperkirakan 9-20% anak balita di seluruh dunia

terjangkit penyakit influenza setiap tahunnya dan sebanyak 30-50% anak


terkonfirmasi secara serologis terinfeksi virus setiap tahun. Di negara-negara
3

kejadiannya meningkat selama musim dingin. Anak berusia kurang dari 2 tahun
merupakan kelompok yang beresiko mengalami komplikasi tertinggi terhadap
penyakit ini, 12 kali lebih tinggi dibandingkan usia 5-17 tahun. Angka kematian
tertinggi terjadi pada usia kurang dari 6 bulan (0,88/100.000 anak). Tidak
didapatkan perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan untuk resiko
terjangkit influenza.5
Virus influenza A epidemiologinya kompleks, melibatkan hospes binatang
yang berepran sebagai reservoir berbagai strain virus yang mungkin dapat
menginfeksi populasi manusia. Sifat alamiah segmen genom influenza
memungkinkan penyatuan kembali antara virus binatang dan manusia bila terjadi
infeksi bersama. Di samping itu, hospes burung yang bermigrasi dapat
menyebabkan penyebaran penyakit. Influenza B mempunyai kemampuan lebih
kecil untuk mengubah antigen utama dan tidak dikenali reservoir binatang.5
Anak yang terpajan pertama kali terhadap strain influenza mengalami
pelepasan virus lebih tinggi dan lebih lama daripada orang dewasa, membuatnya
sebagai penular infeksi yang sangat efektif. Dalam satu negara atau sedcara
global, satu atau dua strain dominan menyebar sehingga menyebabkan epidemi
tahunan. Saat ini, strain influenza tipe A dengan serotipe: H1N1 dan H3N2 dan
strain tipe B bersirkulasi bersama, salah satu tipe dapat dominan dalam satu tahun,
tapi sangat sulit untuk memprediksi subtipe dan tingkat keparahan influenza yang
akan datang.5
Risiko komplikasi, kesakitan, dan kematian influenza lebih tinggi pada
individu di atas 65 tahun, anak-anak usia muda, dan individu dengan penyakitpenyakit tertentu. Pada anak-anak usia 0-4 tahun, yang berisiko tinggi komplikasi
angka morbiditasnya adalah 500/100.000 dan yang tidak berisiko tinggi adalah
100/100.000 populasi. Pada epidemi influenza 1969-1970 hingga 1994-1995,
diperkirakan jumlah penderita influenza yang masuk rumah sakit 16.000 sampai
220.000/epidemik.
Kematian influenza dapat terjadi karena pneumonia dan juga eksaserbasi
kardiopulmoner serta penyakit kronis lainnya. Penelitian di Amerika dari 19
4

musim influenza diperkirakan kematian yang berkaitan influenza kurang lebih 30


hingga lebih dari 150 kematian / 100.000 penderita dengan usia > 65 tahun. Lebih
dari 90% kematian yang disebabkan oleh pneumonia dan influenza terjadi pada
penderita usia lanjut. 2
Di Indonesia telah ditemukan kasus flu burung pada manusia, dengan
demikian Indonesia merupakan negara ke lima di Asia setelah Hongkong,
Thailand, Vietnam dan Kamboja yang terkena flu burung pada manusia.
Hingga 5 Agustus 2005, WHO melaporkan 112 kasus A (H5N1) pada
manusia yang terbukti secara pemeriksaan mikrobiologi berupa biakan atau PCR.
Kasus terbanyak dari Vietnam, disusul Thailand, Kamboja dan terakhir Indonesia.
Hingga Agustus 2005, sudah jutaan ternak mati akibat avian influenza.
Sudah terjadi ribuan kontak antar petugas peternak dengan unggas yang terkena
wabah. Ternyata kasus avian influenza pada manusia yang terkonfirmasi hanya
sedikit diatas seratus. Dengan demikian walau terbukti adanya penularan dari
unggas ke manusia, proses ini tidak terjadi dengan mudah. Terlebih lagi penularan
antar manusia, kemungkinan terjadinya lebih kecil lagi.

2.3. Etiologi 5
Virus influenza termasuk family Orthomixoviridae. Virus ini merupakan virus
RNA rantai tunggal, berukuran besar, dengan genom tersegmentasi yang
dibungkus dalam selaput berisi lipid. Dua protein permukaan utama yang
menentukan serotipe influenza adalah hemaglutinin dan neuraminidase, tampak
sebagai tonjolan melalui selaputnya. Berdasarkan nukleoprotein spesifik pada
permukaannya, virus influenza dibagi menjadi tiga tipe: A, B, dan C. Influenza
tipe A dan B adalah penyebab influenza primer dan menimbulkan penyakit
epidemi, sedangkan influenza tipe C timbul secara sporadik, mendominasi
penyakit saluran pernafasan atas. Influenza tipe A dan B dibagi lebih lanjut
menjadi strain yang terpisah secara serotip yang bersirkulasi setahun sekali pada

populasi. Saat ini WHO membuat suatu sistem nomenklatur dari galur virus
influenza berdasarkan tipe, pejamu (untuk galur yang berasal dari hewan),
geografi, nomor strain dan tahun isolasi, kode hemaglutinin dan subtipe
neuraminidase ditambahkan. Contohnya, influenza galur A disebut sebagai
A/USSR/90/77 (H1N1). Galur tersebut diberi nama oleh dua pusat influenza
WHO, yaitu di London (Inggris) dan Atlanta (Amerika Serikat).
Dengan mempergunakan mikroskop elektron, virus influenza terlihat sebagai
partikel tidak beraturan berbentuk sferis dengan diameter 80-120 nm, atau dapat
pula memperlihatkan struktur filamen atau icosahedral. Hemaglutinin dan
neuraminidase berbentuk seperti duri dan tampak menonjol pada permukaan
virus. Hemaglutinin diperlukan untuk melekatnya virus pada membran sel
pejamu, sedangkan neuraminidase diperlukan untuk melepaskan virus dari sel
yang terinfeksi. Di dalam partikel fragmen kadang-kadang tampak nukleokapsid
yang berbentuk rantai. Sampai saat ini dikenal 3 jenis hemaglutinin, yaitu H1, H2,
dan H3, serta 2 neuraminidase yaitu N1 dan N2 pada virus influenza A yang
menyerang manusia.
Hampir setiap tahun muncul variasi pada kompisisi antigenik protein
permukaan, sehingga memberi manfaat selektif pada strain baru, dan pada
akhirnya menyebabkan epidemi penyakit yang terlokalisasi dengan mortalitas
yang sebagian besar terbatas pada orangtua dan pada mereka yang mempunyai
penyakit kardiopulmonal. Setiap tahun strain virus merupakan infeksi baru pada
bayi karena mereka tidak mempunyai antibodi yang ada sebelumnya kecuali
antibodi yang dipindahkan secara maternal pada bayi yang baru lahir.
2.4. Penularan5
Penularan influenza secara alami berasal dari percikan air ludah atau
partikrl besar virus yang berasal dari percikan batuk dan bersin. Penyebaran dapat
pula berasal dari kontak langsung, kontak tak langsung atau terhusapnya patikel
halus. Hal ini diduga berperan pada patogenesis terjadinya pneumonia influenza
primer.

Virus B dapat menulat waktu sehari sebelum gejala timbul, namun pada
influenza tipa A, virus menular setelah 6 hari. Penularan virus pada anak dapat
bervariasi, tetapi biasanya hanya berangsung selama kurang dari seminggu pada
influenza A dan sampai 2 minggu pada infeksi influenza B. Pada puncak
perjalanan penyakit, sekresi saluran nafas mengandung tidak kurang dari 106
partikel virus per mililiter. Masa inkubsi influenza berkisar dari 1 sampai 7 hari,
tetapi umumnya berlangsung 2 sampai 3 hari.
Infeksi nosokomial dapat muncul pada epidemi influenza di masyarakat
dan telah dibuktikan adanya kejadian tersebut pada pasien yang dirawat di rumah
sakit, baik dewasa, anak dan bayi baru lahir. Di rumah sakit sebaiknya pasien
yang rentan segera dipisahkan dari pasien yang menderita penyakit saluran nafas
akut. Ruang isolasi umumnya sangat diperlukan bagi pasien yang sakit influenza.
Orang yang menderita infeksi saluran nafas dan diduga berhubungan dengan
influenza, sebaiknya tidak diperkenankan untuk bekerja.
2.5. Sifat Virus Inluenza
Virus influenza mempunyai sifat dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari
pada suhu 220C dan lebih dari 30 hari pada suhu 0 0C. Mati pada pemanasan 600C
selama 30 menit atau 560C selama 3 jam dan pemanasan 80 0C selama 1 jam. Virus
akan mati dengan deterjen, disinfektan misalnya formalin, cairan yang
mengandung iodin dan alkohol 70%.7
Struktur antigenik virus influenza meliputi antara lain 3 bagian utama berupa:
antigen S (atau soluble antigen), hemaglutinin dan neuramidase. Antigen S
merupakan suatu inti partikel virus yang terdiri atas ribonukleoprotein. Antigen ini
spesifik untuk masing-masing tipe. Hemaglutinin menonjol keluar dari selubung
virus dan memegang peran pada imunitas terhadap virus. Neuramidase juga
menonjol keluar dari selubung virus dan hanya memegang peran yang minim
pada imunitas. Selubung inti virus berlapis matriks protein sebelah dalam dan
membran lemak disebelah luarnya. 6
Salah satu ciri penting dari virus influenza adalah kemampuannya untuk
mengubah antigen permukaannya (H dan N) baik secara cepat atau mendadak

maupun lambat. Peristiwa terjadinya perubahan besar dari struktur antigen


permukaan yang terjadi secara singkat disebut antigenic shift. Bila perubahan
antigen permukaan yang terjadi hanya sedikit, disebut antigenic drift. Antigenic
shift hanya terjadi pada virus influenza A dan antigenic drift hanya terjadi pada
virus influenza B, sedangkan virus influenza C relatif stabil. Teori yang mendasari
terjadinya antigenic shift adalah adanya penyusunan kembali dari gen-gen pada H
dan N diantara human dan avian influenza virus melalui perantara host ketiga.
Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa adanya proses antigenic shift akan
memungkinkan terbentuknya virus yang lebih ganas, sehingga keadaan ini
menyebabkan terjadinya infeksi sistemik yang berat karena sistem imun host baik
seluler maupun humoral belum sempat terbentuk.
Sejak dulu diduga kondisi yang memudahkan terjadinya antigenic shift
adalah adanya penduduk yang bermukim didekat daerah peternakan unggas dan
babi. Karena babi bersifat rentan terhadap infeksi baik oleh avian maupun human
virus makan hewan tersebut dapat berperan sebagai lahan pencampur (mixing
vesel) untuk penyusunan kembali gen-gen yang berasal dari kedua virus tersebut,
sehingga menyebabkan terbentuknya subtiper virus baru. 7
2.6. Patogenesis 5
Mekanisme imun yang terlibat dalam penghentian infeksi primer dan proteksi
terhadap reinfeksi belum dimengerti dengan baik. Masa inkubasi influenza yang
sangat pendek dan pertumbuhannya pada permukaan mukosa merupakan masalah
dalam mendapatkan respon imun protektif. Penyajian antigen terutama pada
mukosa yang bekerja melalui saluran limfoid bronkus. Respon humoral utama
terhadap hemaglutinin dan kadar antibodi serum yang tinggi dihasilkan oleh
vaksin yang diinaktifkan dan ada hubungannya dengan proteksi. Antibodi
imunoglobulin (Ig) A yang dihasilkan mukosa diduga paling efektif dan segera
berespon melawan influenza. Antibodi Ig A terhadap influenza yang dapat diukur
menetap dalam masa yang relatif pendek, dan reinfeksi influenza dapat ditemukan
pada interval 3-4 tahun.
Masa inkubasi influenza berlangsung 48-72 jam. Virus melekat pada residu
asam sialat pada sel melalui hemaglutinin, dan masuk ke vakuola secara
8

endositosis, dengan asidifikasi progresif, selanjutnya terjadi fusi pada membran


endosom yang melepaskan RNA virus ke dalam sitoplasma. RNA dipindahkan ke
nukleus dan direkam. RNA yang baru disintesis dikirim ke sitoplasma dan
dibentuk menjadi protein, yang dipindahkan ke membran sel. Pada proses ini
sintesis disisipi pertunasan virus melalui membran sel. Mekanisme pembungkusan
segmen genom belum dimengerti dengan baik. Pemecahan proteolitik
hemaglutinin yang terjadi pada beberapa titik dalam penggabungan dan pelepasan
virus sangat penting untuk keberhasilan reinfeksi dan peningkatan titer virus. Pada
manusia, siklus replikasi ini terbatas pada epitel saluran nafas. Pada infeksi primer
replikasi virus berlanjut selama 10-14 hari. Keberhasilan replikasi selengkapnya
dalam saluran nafas merupakan anggapan bahwa kunci enzim proteolitik ada pada
tempat ini. Pemecahan hemaglutinin pada sekresi saluran pernafasan dapat
dibuktikan, tetapi asal seluler enzim masih belum diketahui pasti.

Gambar 1. Patogenesa Influenza


Setelah menjadi infeksi alami, akan terbentuk antibodi lokal dan humoral
terhadap hemaglutinin, neuraminidase, nukleokapsid dan antigen matriks protein.
Hemagglutination-inhibition antibody berperan untuk menetralisasi virus,
sedangkan antibodi terhadap neuraminidase berperan untuk menurunkan beratnya

penyakit dan mengurangi penularan dari manusia ke manusia. Antibodi terhadap


nukleokapsid dan matriks protein tidak mempunyai efek melindungi serta tidak
mengubah perjalanan penyakit.
Influenza merupakan penyakit infeksi epitel saluran nafas yang bersifat lokal
dan bukan penyakit sistemik, maka sebagai peneliti meragukan derajat
perlindungan yang diperankan oleh antibodi lokal dan humoral. Beberapa
penelitian melaporkan peran antibodi lokal dan antibodi humoral, antibody lokal
berperan sebagai faktor pertahanan terdepan, namun antibodi serum tetap
memegang peran pada proses pertahanan tubuh. Antibodi neutralizing yang
terbanyak pada sekret hidung adalah IgA sekretori, sedangkan antibodi
neutralizing pada sekresi trakeobronkial adalah IgG. Dari data yang ada terlihat
IgA sekretori yang disekresi hidung berperan penting pada pencegahan infeksi
saluran nafas yang ditularkan melalui droplet. Antibodi serum dan IgG lokal
berperan pada netralisasi infeksi yang ditularkan melalui saluran nafas bagian
bawah atau mencegah meluasnya infeksi dari saluran nafas atas ke paru.
Mekanisme imunitas seluler turut berperan pada infeksi dan vaksinasi influenza.
Sel T helper

berperan sebagai antibodi humoral strain-spesifik terhadap

hemaglutinin. Meskipun pada percobaan ditemukan sel T sitotoksik yang non


spesifik dan spesifik, tetapi ternyata hanya sel T sititoksi yang berperan pada
manusia.

Gambar 2. Penularan Virus Influenza

10

2.7. Manifestasi Klinis 5


Influenza tipe A dan B terutama menyebabkan penyakit pernafasan. Gejala
dan tanda influenza A pada anak dan dewasa berbeda. Pada anak diawali dengan
sakit mendadak dan ditandai oleh koryza, konjungtivitis, faringitis dan batuk
kering disertai anoreksia, nyeri perut, muntah, mual, dan pembesaran kelenjar
servikal dan demam sampai 38,90C. Virus influenza B dan C menyebabkan gejala
yang sama, tetapi gejala lebih ringan dibandingkan virus influenza A dan
penyakitnya tidak berlangsung lama

Tabel 1. Frekuensi Relatif Gejala dan Tanda Influenza Klasik pada Anak dan Remaja

Berbeda dengan infeksi virus pernafasan lainnya, influenza disertai oleh


tanda-tanda sistemik demam tinggi, mialgia, malaise, dan nyeri kepala. Gejalagejala ini mungkin disebabkan oleh produksi sitokin epitel saluran pernafasan dan
tidak menggambarkan penyebaran sistemik virus. Lamanya demam adalah 2-4
hari. Batuk dapat menetap dalam waktu yang lebih lama, dan bukti adanya
disfungsi saluran nafas bagian bawah sering ditemukan beberapa minggu

11

kemudian. Anggota keluarga lain atau kontak erat sering menderita sakit yang
sama. Manifestasi klinis mungkin terjadi di beberapa lokasi saluran nafas, dan
dapat berkembang menjadi croup, bronkiolitis, atau pneumonia.
2.8. Gejala Klinis Pada Anak Yang Lebih Muda 5
Pada anak yang lebih muda atau bayi, influenza memiliki gambaran klinis
yang kurang khas, manifestasi tergantung pada lokasi saluran nafas. Anak tampak
demam dan toksik, sehingga perlu segera dilakukan pemeriksaan diagnostik
lengkap. Walaupun tanda-tanda influenza khas, penyakit ini sering tidak dapat
dibedakan dari penyakit disebabkan oleh virus pernafasan lain seperti virus
sinsitial respiratori, virus parainfluenza dan adenovirus.
Gambaran klinis influenza pada anak kecil dan bayi saat ini mulai diteliti
secara intensif, oleh karena terlihat adanya peningkatan sensitivitas dan spesifitas
dalam mendiagnosis infeksi virus pada saluran nafas. Dilaporkan pula
peningkatan jumlah pasien yang dirawat, yang menunjukan adanya gambaran
influenza berat. Gejala dan tanda yang muncul seringkali hampir sama dengan
infeksi virus saluran nafas lainnya (parainfluenza, respiratory syncytial,
rhinovirus, dan adenovirus). Manifestasi klinis dapat berupa laringotrakeitis,
bronkiolitis, bronkiothis, pneumonia atau influenza biasa. Secara umum jumlah
anak yang dirawat di rumah sakit atas indikasi infeksi saluran nafas bawah sama
dengan yng disebabkan oleh virus influenza, tetpi virus ini lebih banyak
menyerang anak yang umurnya lebih tua.
Pada anak yang lebih muda yang mendapatkan infeksi virus influenza A
primer menunjukkan gejala serupa sehingga sulit untuk membedakan dengan
gejala penyakit demam pada infeksi saluran nafas atas. Anak yang berumur
kurang dari 12 tahun bila sedang ada endemi virus influenza A (H3N2) harus
dirawat untuk kemungkinan menderita sepsis yang disebabkan oleh bakteri.
Demam pada umumnya sangat tinggi, sebagian besar pasien dapat melebihi
39,5oC. Anak tampak agak toksik, dengan sekret hidung jernih, batuk dan rewel.
Tampak ada tanda faringitis, faring kemerahan disertai pembesaran tonsil. Sekitar
5-10% pasien ini dapat menunjukan gejala terlibatnya paru, sedangkan pada
pasien yang dirawat di rumah sakit angka kelainan paru dapat meningkat sampai

12

50%. Muntah, diare, otitis media, pneumonia dan croup seringkali ditemukan
sedangkan bercak makula atau makulopapular hanya kadang kadang ditemukan.
Gejala gastrointestinal pada anak yang lebih muda lebih menonjol daripada
gejala saluran nafas, Kadang kadang pada umur 4-10 tahun dapat dijumpai gejala
akut abdomen sehingga menyebabkan dilakukan tindakan bedah yang tidak perlu.
Pada bayi, infeksi influenza virus A meneyababkan terjadinya diare dan muntah,
hanya 23% yang menunjukan gejala saluran nafas. Diare dapat menyebabkan
dehidrasi sedang sampai berat. Maka, berbeda dengan dewasa, bayi dan anak kecil
sebenarnya menunjukan gejala gastric flu.
Kejang yang dicetuskan oleh demam diaporkan sebagai indikasi rawat inap
pada pasien dengan influenza. Lebih dari 35% anak yang terserang influenza jenis
A menderita kejang demam dan sebagian besar berumur kurang dari 3 tahun,
sesuai dengan kerentanan anak golongan umur tersebut untuk menderita kejang
demam.
Laringotrakeobronkitis (croup) telah dikenal sebagai gejala yang menonjol
sebagai gambaran klinis pada bayi dengan influenza A. Gejalanya lebih berat
dibandingkan dengan sindrom croup yang disebabkan oleh infeksi virus
parainfluenza. Adanya sekret yang kental dapat sampai menyebabkan adanya
indikasi untuk trakeostomi khususnya pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
Pada bayi baru lahir, infeksi influenza dapat berupa gejala sepsis bakterial,
seperti : letargi, tidak mau makan, petekiae, penurunan sirkulasi perifer sampai
apneic spells. Influenza A pernah dilaporkan menimbulkan infeksi nosokomial di
sebuah rumah sakit.
2.9. Diagnosis 5
Influenza lebih mudah dikenal dari data epidemiologi, dibandingkan dari
gejala klinis. Pemeriksaan laboratorium rutin kurang berperan dalam menegakkan
diagnosis banding influenza dengan penyakit saluran nafas yang disebabkan
karena temuan laboratorium klinik yang dikaitkan dengan influenza adalah
nonspesifik. Leukopenia relatif sering ditemukan, namun pada bayi tampak
gambaran leukosistosis. Radiografi dada menunjukan buki adanya ateletaksis atau

13

infiltrat pada sekitar 10% anak. Foto thoraks brmanfaat untuk melihat adanya
penyulit pneumonia lobaris atau intersitial.
Diagnosis pasti influenza bergantung pada isolasi virus dan sekresi saluran
nafas atau adanya kenaikan yang bermakna titer antibodi serum pada masa
kovalesens. Berbeda dengan adenovirus atau herpes simpleks dari saluran nafas,
maka tidak ada pengidap virus influenza, sehingga adanya isolasi virus sudah
menunjukan tanda pasti adanya infeksi virus influenza. Antigen influenza dapat
pula dideteksi secara cepat dari sel epitel nasofaring dengan antibodi fluoresens
yang spesifik.
Diagnostik serologik dapat dilakukan dengan tehnik complement-fixation atau
hemagglutination-inhibition. Reagen uji komplemen fiksasi tersedia secara
komersial, dan banyak digunakan di laboratorium. Kekurangan dari uji dengan
antibodi komplemen fiksasi ialah karena waktu pemeriksaan yang lama, sampai 6
bulan. Pendekatan yang tampaknya menunjukan hasil yang baik adalah
pengukuran antibodi terhadap hemaglutinin influenza dengan menggunakan
metode ELISA. Uji ini sederhana dan mempunai kelebihan dapat mengidentifikasi
secara spesifik antibodi IgA, IgM, IgG. Banyak penyakit demam sebagai
diagnosis banding influenza, khususnya yang disebabkan oleh virus saluran nafas
dan Streptococcus pyogenes.
2.10. Penyulit5
Penyulit influenza yang terbanyak adalah pneumonia, otitis media dan
sinusitis. Penyulit timbul pada masa dini penyembuhan , terjadi oleh karena
adanya invasi bakteri pada saluran nafas yang menyebabkan rusaknya silia epitel
sehingga mengganggu transport mukosilier. Infeksi nosokomial yang disebabkan
oleh mukosilier. Infeksi nosokomial yang disebabkan oleh influenza A dapat
menyerang bangsal bayi, biasanya pada bayi dengan penyakit jantung paru.
Penyulit terjadi pada 10% bayi, dengan gejala terbanyak otitis media. Angka
kejadian otitis media setelah terkena infeksi influenza A dan B dapat sampai 28%
kasus, dan biasanya menunjukan adanya infeksi yang berulang.

14

Pneumokokus merupakan penyebab terbanyak pneumonia bakteri, diikuti


pneumonia stafilokokus. Gambaran foto ditandai dengan infiltrat difus. Klinis
terihat adanya sesak yang berat dan terlihat perbaikan setelah diberikan
antimikroba dan pengobatan suportif. Pneumonia Stafilokokus dapat terjadi
sebagai penyulit pneumonia virus yang dapat melanjut menjadi pneumatoceles
dan empyema. Pneumonia Stafilokokus yang berhubungan dengan influenza,
biasanya ganas dan dapat berakhir dengan kematian. Infeksi Staphylococus aureus
pada infeksi virus A anak menunjukan gejala pneumonitis necrotizing dengann
mikroabses.
Miosistis Akut
Miosistis akut timbul pada masa penyembuhan dini sebagai gambaran yang
khusus dari penyakit influenza. Nyeri yang hebat dapat terjadi pada kedua tungkai
yang datang secara tiba-tiba sehingga anak tersebut tidak dapat berjalan.
Meskipun dapat menyerang semua kelompok otot gastroknemius dan soleus yang
biasanya terkena. Baik influenza B maupun A dapat menyebabkan penyulit ini,
ditandai dengan adanya peningkatan kadar fosfokinase serum dan aspartat
transferase. Penyulit semacam ini pada anak biasanya self-limited.
Sindrom Reye dan Ensefalopati
Sindrom reye adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh karena perjalanan
penyakit yang tidak jelas dan ditandai dengan adanya perlemakan hati dan edema
difus pada otak. Akhir-akhir ini diketahui bahwa baik virus influenza A maupun
virus influenza C ada hubungannya dengan sindrom ini. Hal ini terbukti dengan
berhasilnya diisolasi virus dari sekret nasofaring pada 9 di antara 23 kasus
sindrom Reye. Pada kasus yang bertahan hidup dapat ditemukan virus dari sekret
nasotrakeal, cairan serebrospinal, hati dan otot gastrocnemius, yang menunjukkan
adanya penyebaran menyeluruh pada perjalanan penyakit ini. Secara klinis
sindrom Reye, biasanya ditemukan pada anak laki-laki berkulit putih, dengan
gejala mual, muntah, dan stupor pada masa penyembuhan dari penyakit, disertai
dengan gejala saluran nafas. Ditemukan peningkatan transaminase serum dan

15

kadar amonia darah. Penemuan ini cukup menegakan diagnosis. Diperkirakan 31


sampi 58 kasus kemungkinan terkena sindrom Reye pada 100.000 yang terinfeksi
influenza B. Dicurigai adanya hubungan antara pemakaian salisilat dengan
terjadinya sindrom Reye, untuk itu diperingatkan agar tidak menggunakan salisilat
pada anak yang terkena influenza.
Selain ensefalopati atau sindrom Reye, kelainan saraf yang berat jarang
ditemukan pada infeksi virus influenza. Sindrom Guillain-Barre dan mielitis
transversa juga merupakan penyulit yang jarang pada influenza. Dari pemeriksaan
laboratorium dan data epidemiologi terdapat tanda-tanda yang meunjukan
sejumlah kasus penyakit parkinson yang diakibatkan oleh virus influenza.
2.11. Tatalaksana 5
Sebagian besar kasus infeksi influenza tidak menimbulkan penyulit, tetapi
meskipun demikian influenza merupakan penyakit yang mengganggu, oleh karena
itu pengobatan utama dalam tatalaksana. Pasien perlu pula istirahat, hidrasi yang
cukup, pengendalian demam dan nyeri otot dengan pemberian asetaminofen,
mempertahankan kenyamanan bernafas dengan dengan pemberian dekongestan
nasal. Pemberian antibiotik sebagai tindakan pencegahan tidak dianjurkan. Batuk
kering yang menetap pada fase penyembuhan dapat dikurangi dengan pemberian
kodein atau dekstrometrofan.
Penyulit diobati sesuai dengan gejala klinis. Adanya infeksi bakteri ditandai
dengan adanya peningkatan suhu atau berulangnya demam pada saat pasien
memasuki masa awal penyembuhan. Sebaiknya segera diambil biakan darah dan
pengobatan antibiotik disesuaikan dengan hasil pewarnaan Gram. Penyebab
infeksi terbanyak biasanya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae
dan Sterptococcus pyogens, maka ampisilin atau amoksisilin biasanya dapat
mengatasi masalah ini. Penyebab lain yang dapat menyebabkan gambaran klinis
berat seperti pneumoniae, seingkali disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau
bakteri patogen Gram-negatif.
Amantadin hidroklorida dapat digunakan pada pengendalian wabah influenza
tipe A, dalam institusi, dan untuk terapi pada kasus perseorangan. Jika diberikan

16

dalam 48 jam pertama, obat ini mengurangi keparahan dan lamanya gejala
influenza. Keracunan dan ketidakmampuan berkonsentrasi atau mengantuk
ditemukan pada sebagian kecil anak yang diberi amantadin hidroklorida tidak
efektif melawan influenza tipe B, informasi mengenai strain yang sedang
bersirkulasi sangat penting untuk pengguanaan obat yang rasional.
Sampai saat ini obat antivirus yang berkhasiat baik terhadap influenza A dan
B adalah ribavirin. Sama seperti obat antivirus yang lain, obat ini terbukti berhasil
untuk pasien dewasa, tetapi kurang baik untuk pasien anak. Pada kasus influenza
tanpa penyulit, prognosisnya sangat baik. Prognosis menjadi kurang baik apabila
terjadi penyulit yang menyerang saluran pernafasan.
2.12. Pencegahan5
Vaksin influenza yang tersedia dalam bentuk inactived (formalin-treted).
Vaksin ini ditemukan pertama kali pada tahun 1903, dan akhir-akhir ini mulai
dikembangkan produksi vaksin rekombinan, dengan tujuan mengurangi efek
toksik vaksin. Efek samping vaksin in-actived diantara demam, finlike symptoms
dan rasa sakit pada daerah suntikan. Sindrom Guillain-Barre dapat muncul pada 1
dari 100.000 kasus vaksinasi. Di antara vaksin influenza yang sedang diteliti,
terdapat cold-adapted reassortant influenza virus vaccines. Vaksin ini telah
dibuktikan memperlihatkan hasil yang baik untuk anak dan dewasa. Terlihat
adanya peningkatan respons antibodi baik humoral maupun seluler, dan tidak
tampak efek samping yang berarti.
Keputusan untuk melakukan tindakan vaksinasi sebagai pencegahan sampai
saat ini masih kontroversial. Vaksinasi massal pada anak yang merupakan
kelompok umur paling rentan terhadap serangan influenza pada kejadian epidemi
masih belum dilakukan secara rutin di Amerika Serikat, kecuali pada pasien
dengan resiko tinggi. Masih ada klinisi yang berpendapat bahwa penyakit ini
meskipun cukup mengganggu, tetapi bersifat ringan. Strategi saat ini bukan hanya
pencegahan di masyarakat, tetapi meliputi pula petugas kesehatan dan mereka
yang kontak erat dengan pasien risiko tinggi.

17

2.13. Prognosis
Prognosis sangat baik meskipun pengembalian ke tingkat aktivitas normal
sepenuhnya dan bebas dari batuk biasanya memerlukan berminggu-minggu
BAB 3
KESIMPULAN
1. Influenza merupakan suatu penyakit infeksi akut saluran pernapasan yang
menular, disebabkan oleh virus influenza tipe A, B dan C yang merupakan
famili Orthomixovirus golongan RNA.
2. Virus influenza tipe A mempunyai banyak subtipe, diantaranya H5N1 yang
menyebabkan flu burung dan termasuk HPAI.
3. Penularan virus influenza melalui droplet dan lokalisasinya di traktus
respiratorius.
4. Gejala klinis influenza adalah demam, sefalgia, mialgia, batuk, pilek dan
disfagia. Diagnosis ditegakkan dari anamesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
5. Komplikasi influenza yang sering terjadi pneumonia influenza primer dan
pneumonia bakterial sekunder.
6. Influenza dapat diobati secara simtomatik, dan dengan antiviral, dan
pencegahan dapat dilakukan salah satunya dengan vaksin sebagai
imunoprofilaksis.

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim,

2007. Influenza.

Diakses

darihttp://en.wikipedia.org/influenza
2. Chandra G., Influenza: Dampak dan Pencegahannya. Aventis Pasteur
Indonesia. Diakses darihttp://www.tempo.co.id/medika
3. Mahardika, dkk. 2005. Aspek Epidemiologi Virus Avian Influenza.
Denpasar. Diakses dari http://www.uplek.org/pdf/aspek_epidemologi.pdf
4. Aditama Y., 2006. Mendeteksi dan Mencegah Pandemi Influenza. Diakses
darihttp://www.kompas.com/Ilmu_peng.
5. Soedarmo SP, dkk., 2010. Influenza. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.
FKUI: Jakarta.
6. Nelwan, R.H.H., 2006. Influenza dan Pencegahannya.Buku Ajar Penyakit
Dalam. FKUI: Jakarta.
7. Nainggolan L., dkk., 2006. Influenza Burung. Buku Ajar Penyakit Dalam.
FKUI: Jakarta.

19

Вам также может понравиться