Вы находитесь на странице: 1из 5

Definisi Hipersensitivitas

Hipersensitivitas adalah suatu respon antigenik yang berlebihan yang terjadi pada
individu yang sebelumnya telah mengalami suatu sensitisasi dengan antigen atau alergen tertentu
(Radji, 2010). Berdasarkan mekanisme reaksi imunologik yang terjadi, Gell & Coomb membagi
reaksi hipersensitivitas menjadi 4 golongan, yaitu (Radji, 2010):
1. Tipe I (reaksi anafilatik)
Reaksi anafilatik merupakan reaksi hipersensitivitas tipe cepat klasik. Anafilaksis dipengaruhi
oleh regain misalnya anafilaksis, atropi dan lain-lain. Disini turut berperan serta IgG, IgE, dan
Histamin (Gupte, 1990).
2. Tipe II (reaksi sitotoksik)
Reaksi ini pada umumnya terjadi akibat adanya aktifasi dari sistem komplemen setelah mendapat
rangsangan dari adanya komleks antigen antibody (Radji, 2010). Disini berperan IgG, IgM, dan
komplemen (Gupte, 1990).
3. Tipe III (reaksi kompleks imun)
Disini kerusakan disebabkan oleh kompleks antigen antibody. Pada reaksi ini berperan IgG, IgM,
dan komplemen (Gupte, 1990).
4. Tipe IV (reaksi tipe lambat)
Hipersensitifitas tipe lambat atau yang dipengaruhi oleh sel merupakan salah satu aspek imunitas
yang dipengaruhi oleh sel (Gupte, 1990).
Reaksi Hipersensitivitas Tipe III (kompleks imun)
Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun adalah reaksi yang terjadi bila
kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam jaringan atau sirkulasi/ dinding pembuluh darah dan
mengaktifkan komplemen. Antibodi yang bisa digunakan sejenis IgM atau IgG sedangkan
komplemen yang diaktifkan kemudian melepas faktor kemotatik makrofag. Faktor kemotatik
yang ini akan menyebabkan pemasukan leukosit-leukosit PMN yang mulai memfagositosis
kompleks-kompleks imun. Reaksi ini juga mengakibatkan pelepasan zat-zat ekstraselular yang
berasal dari granula-granula polimorf, yakni berupa enzim proteolitik, dan enzim-enzim
pembentukan kinin.
Dalam keadaan normal kompleks imun dalam sirkulasi diikat dan diangkut eritrosit ke hati,
limpa dan disana dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear, terutama di hati, limfa dan paru
tanpa bantuan komplemen (Baratawidjaja, 2012).
MEKANISME HIPERSENSITIVITAS TIPE III
Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks imun. Hal ini disebabkan
adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan terlarut di dalam jaringan. Hal
ini ditandai dengan timbulnya inflamasi atau peradangan. Pada kondisi normal, kompleks
antigen-antibodi yang diproduksi dalam jumlah besar dan seimbang akan dibersihkan dengan
adanyafagosit.
Namun,
kadang-kadang,
kehadiran bakteri, virus,
lingkungan,
atau antigen (spora fungi, bahan sayuran, atau hewan) yang persisten akan membuat tubuh secara

otomatis memproduksi antibodi terhadap senyawa asing tersebut sehingga terjadi pengendapan
kompleks antigen-antibodi secara terus-menerus. Hal ini juga terjadi pada penderita penyakit
autoimun. Pengendapan kompleks antigen-antibodi tersebut akan menyebar pada membran
sekresi aktif dan di dalam saluran kecil sehingga dapat memengaruhi beberapa organ,
seperti kulit, ginjal, paru-paru, sendi, atau dalam bagian koroid pleksus otak.
Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu kompleks imun karena
kelebihan antigen dan kompleks imun karena kelebihan antibodi. Kelebihan antigen kronis akan
menimbulkan sakit serum (serum sickness) yang dapat memicu terjadinya artritis atau
glomerulonefritis. Kompleks imun karena kelebihan antibodi disebut juga sebagai reaksi Arthus,
diakibatkan oleh paparan antigen dalam dosis rendah yang terjadi dalam waktu lama sehingga
menginduksi timbulnya kompleks dan kelebihan antibodi. Beberapa contoh sakit yang
diakibatkan reaksi Arthus adalah spora Aspergillus clavatus dan A. fumigatus yang menimbulkan
sakit padaparu-paru pekerja lahan gandum (malt) dan spora Penicillium casei pada paru-paru
pembuat keju.
Penyakit hipersensitivitas yang diperantarai oleh antibodi (antibody-mediated)
merupakan bentuk yang umum dari penyakit imun yang kronis pada manusia. Antibodi terhadap
sel atau permukaan luar sel dapat mengendap pada berbagai jaringan yang sesuai dengan target
antigen. Penyakit yang disebabkan reaksi antibodi ini biasanya spesifik untuk jaringan tertentu.
Kompleks imun biasanya mengendap di pembuluh darah pada tempat turbulansi (cabang dari
pembuluh darah) atau tekanan tinggi (glomerulus ginjal dan sinovium). Oleh karena itu, penyakit
kompleks imun cenderung merupakan suatu penyakit sistemis yang bermanifestasi sebagai
vaskulitis, artritis dan nefritis.
Penyebab reaksi hipersensitivitas tipe III yang sering terjadi, terdiri dari :
1.

Infeksi persisten

Pada infeksi ini terdapat antigen mikroba, dimana tempat kompleks mengendap adalah organ
yang diinfektif dan ginjal.
2.

Autoimunitas

Pada reaksi ini terdapat antigen sendiri, dimana tempat kompleks mengendap adalah ginjal,
sendi, dan pembuluh darah.
3.

Ekstrinsik

Pada reaksi ini, antigen yang berpengaruh adalah antigen lingkungan. Dimana tempat kompleks
yang mengendap adalah paru.
Pada reaksi ini, antigen yang berpengaruh adalah antigen lingkungan. Dimana tempat
kompleks yang mengendap adalah paru.Reaksi hipersensitivitas tipe III sebagai bentuk
penggabungan bentuk antigen dan antibodi dalam tubuh akan mengakibatkan reaksi peradangan
akut. Jika komplemen diikat, anafilaktoksin akan dilepaskan sebagai hasil pemecahan C3 dan C5

dan ini akan menyebabkan pelepasan histamin serta perubahan permeabilitas pembuluh darah.
Faktor-faktor kemotaktik juga dihasilkan, ini akan menyebabkan pemasukan leukosit-leukosit
PMN yang mulai menfagositosis kompleks-kompleks imun. Deretan reaksi diatas juga
mengakibatkan pelepasan zat-zat ekstraselular yang berasal dari granula-granula polimorf yakni
berupa enzim-enzim proteolitik (termasuk kolagenase dan protein-protein netral), enzim-enzim
pembentukan kinin protein-protein polikationik yang meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah melalui mekanisme mastolitik atau histamin bebas. Hal ini akan merusak jaringan
setempat dan memperkuat reaksi peradangan yang ditimbulkan.
Kerusakan lebih lanjut dapat disebabkan oleh reaksi lisis dimana C567 yang telah diaktifkan
menyerang sel-sel disekitarnya dan mengikat C89. Dalam keadaan tertentu, trombosit akan
menggumpal dengan dua konsekuensi, yaitu menjadi sumber yang menyediakan zat-zat amina
vasoaktif dan juga membentuk mikrotrombi yang dapat mengakibatkan iskemia setempat.
Kompleks antigen- antibodi dapat mengaktifkan beberapa sistem imun sebagai berikut :
1.

Aktivasi komplemen

2.

Melepaskan anafilaktoksin (C3a,C5a) yang merangsang mastosit untuk melepas histamine

3.
Melepas faktor kemotaktik (C3a,C5a,C5-6-7) mengerahkan polimorf yang melepas enzim
proteolitik dan enzim polikationik
4.

Menimbulkan agregasi trombosit

5.

Menimbulkan mikrotrombi

6.

Melepas amin vasoaktif

7.

Mengaktifkan makrofag

8. Melepas IL-1 dan produk lainnya.

Gangguan yang sering terjadi pada reaksi hipersensitivitas III, yaitu (Baratawidjaja, 2012):
1. Kompleks imun mengendap di dinding pembuluh darah
Kompleks imun yang terdiri atas antigen dalam sirkulasi dan IgM atau IgG3 (dapat juga
IgA) diendapkan di membran basal vaskular dan membran basal ginjal yang menimbulkan reaksi
inflamasi lokal dan luas. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan agregasi trombosit, aktivasi
makrofag, perubahan permeabilitas vaskular, aktivasi sel mast, prodksi dan pelepasan mediator
inflamasi dan bahan kemotaktik serta influx neutrofil. Bahan toksik yang dilepas neutrofil dapat
menimbulkan kerusakan jaringan setempat (Baratawidjaja, 2012).
2. Kompleks imun mengendap di jaringan
Hal yang memungkinkan terjadinya pengendapan kompleks imun di jaringan ialah
ukuran kompleks imun yang kecil dan permeabilitas vaskular yang meningkat, antara lain arena
histamine yang dilepas sel mast (Baratawidjaja, 2012).

Bentuk reaksi dari Hipersensitivitas tipe III, terdiri dari 2 bentuk, yaitu (Baratawidjaja, 2012):
1. Reaksi lokal atau fenomen arthus
Arthus yang menyuntikkan serum kuda ke dalam kelinci intradermal berulangkali
ditempat yang sama menemukan reaksi yang makin menghebat di tempat suntikan
(Baratawidjaja, 2012).
Reaksi Tipe Arthus dapat terjadi intrapulmoner yang diinduksi kuman, spora jamur atau protein
fekal kering yang dapat menimbulkan pneumonitis atau alveolitis atau Farmers lung
(Baratawidjaja, 2012).
C3a dan C5a (anafilatoksin) yang terbentuk pada aktivasi komplemen, meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah yang dapat menimbulkan edem. C3a dan C5a berfungsi juga
sebagai faktor kemotaktik,. Neutrofil dan trombosit mulai dikerahkan di tempat reaksi dan
menimbullkan statis dan obstruksi total aliran darah. Sasaran anafilatoksin adalah pembuluh
darah kecil, sel mast, otot polos, dan leukosit perifer yang menimbulkan kontraksi otot polos,
degranulasi sel mast, peningkatan permeabilitas vaskular dan respons tripel terhadap kulit.
Neutrofil yang diaktifkan memakan kompleks imun dan bersama dengan trombosit yang
digumpalkan melepas berbagai bahan seperti protease, olagenase dan bahan vasoaktif. Akhirnya
terjadi perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat (Baratawidjaja, 2012).
2. Reaksi Tipe III sistemik serum sickness
Reaksi tipe III sistemik demikian sering terlihat pada pemberian antitoksin yang
mengandung serum asing seperti antitetanus atau antidifteri asal kuda (Baratawidjaja, 2012).
Antibodi yang berperan biasanya jenis IgM atau IgG. Komplemen yang diaktifan melepas
anafiltoksin (C3a, C5a) yang memacu sel mast dan basofil melepas histamin. Mediator lainnya
dan MCF (C3a, C5a, C5, C6, C7) mengerahkan polimorf yang melepas enzim proteolitik dan
protein polikationik. Kompleks imun lebih mudah untuk diendapkan di tempat-tempat dengan
tekanan darah yang meninggi dan disertai putaran arus, misalnya dalam kapiler glomerulus,
bifurkasi pembuluh darah, pleksus koroid dan korpus silier mata (Baratawidjaja, 2012).
Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk mikrotrombi dan melepas
amin vasoaktif (Baratawidjaja, 2012).
Pada berbagai infeksi, atas dasar yang belum jelas, dibentuk Ig yang kemudian memberikan
reaksi silang dengan beberapa bahan jaringan normal. Hal ini kemudian yang menimbulkan
reaksi disertai dengan komplek imun. Contoh dari reaksi ini adalah :
1.

Demam reuma

Infeksi streptococ golongan A dapat menimbulkan inflamasi dan kerusakan jantung, sendi, dan
ginjal. Berbagai antigen dalam membran streptococ bereaksi silang dengan antigen dari otot
jantung, tulang rawan, dan membran glomerulus. Diduga antibodi terhadap streptococ mengikat
antigen jaringan normal tersebut dan mengakibatkan inflamasi.
2.

Artritis rheumatoid

Kompleks yang dibentuk dari ikatan antara faktor rheumatoid (anti IgG yang berupa IgM)
dengan Fc dari IgG akan menimbulkan inflamasi di sendi dan kerusakan yang khas.
3.

Infeksi lain

Pada beberapa penyakit infeksi lain seperti malaria dan lepra, antigen mengikat Ig dan
membentuk kompleks imun yang ditimbun di beberapa tempat.
4.

Farmers lung

Pada orang yang rentan, pajanan terhadap jerami yang mengandung banyak spora actinomycete
termofilik dapat menimbulkan gangguan pernafasan pneumonitis yang terjadi 6-8 jam setelah
pajanan. Pada tubuh orang tersebut, diproduksi banyak IgG yang spesifik terhadap actynomycete
termofilik dan membentuk kompleks antigen-antibodi yang mengendap di paru-paru.
PENYAKIT OLEH ANTIBODI DAN KOMPLEKS ANTIGEN-ANTIBODI
REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE III
Penyakit hipersensitivitas yang diperantarai oleh antibodi (antibody-mediated) merupakan
bentuk yang umum dari penyakit imun yang kronis pada manusia. Antibodi terhadap sel atau
permukaan luar sel dapat mengendap pada berbagai jaringan yang sesuai dengan target antigen.
Penyakit yang disebabkan reaksi antibodi ini biasanya spesifik untuk jaringan tertentu. Kompleks
imun biasanya mengendap di pembuluh darah pada tempat turbulansi (cabang dari pembuluh
darah) atau tekanan tinggi (glomerulus ginjal dan sinovium). Oleh karena itu, penyakit kompleks
imun cenderung merupakan suatu penyakit sistemis yang bermanifestasi sebagai vaskulitis,
artritis dan nefritis.
Antibodi IgG dan IgM yang berikatan pada antigen sel atau jarinagn menstimulasi fagositosis
sel-sel tersebut, menyebabkan reaksi inflamasi, aktivasi komplemen menyebabkan sel lisis dan
fragmen komplemen dapat menarik sel inflamasi ke tempat terjadinya reaksi, juga dapat
mempengaruhi fungsi organ dengan berikatan pada reseptor sel organ tersebut.
Antibodi dapat berikatan dengan antigen yang bersirkulasi dan membentuk kompleks imun,
yang kemudian mengendap pada pembuluh darah dan menyebabkan kerusakan jaringan (reaksi
hipersensitivitas tipe III). Kerusakan jaringan terutama disebabkan oleh pengumpulan lekosit dan
reaksi inflamasi.

Вам также может понравиться