INOVASI FISKAL BAGI PENDANAAN ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN
Harun al-Rasyid LUBIS
Dulu ketika nilai kurs dolar Rp 2.500 dan pendapatan negara dari BBM booming kita tidak berhasil membangun Sistem Angkutan Umum Massal (SAUM) di kota-kota di tanah air. Kini situasi sudah lain, dilema subsidi BBM membuat defisit anggaran membengkak, kapasitas fiskal untuk belanja modal semakin terbatas. Sekalipun subsidi BBM dihapus, tanpa inovasi kebijakan fiskal yang berpihak, sulit membayangkan bagaimana kita dapat membangun SAUM secara merata di kota-kota besar di tanah air. Mengapa MRT dan Monorel Masih Menggantung? MRT Jakarta saja masih menggantung, alias "masih rapat terus". Ada apa dan apa yang salah ? Monorel sama saja, masih mangkrak, mengapa ? Alasan singkatnya, proyekproyek itu tidak disiapkan secara matang dan/atau kapasitas lembaga eksekutornya tidak siap mengimplementasi. Kegagalan membangun SAUM perkotaan mencerminkan kegagalan proses demokrasi, karena mekanisme perencanaan dan pengambilan keputusan tidak memungkinkan terakomodirnya tuntutan mayoritas penduduk kota yang mendambakan pelayanan angkutan umum yang layak, baik sebagai pejalan kaki, pengguna angkutan umum dan pengendara sepeda. Di satu sisi, walaupun para pembuat kebijakan sudah sangat khawatir dengan tingkat pertumbuhan kemacetan dan polusi, namun di sisi lain kebijakan transportasi kota masih terus saja mendorong pemilikan dan penggunaan kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor). Skema Kerjasama Pemerintah Swasta untuk pembagunan SAUM perkotaan tercatat masih sangat langka yang berhasil. SAUM bagaimanapun masih domain publik. Investasi infrastrukturnya sangatlah padat modal dan umumnya dianggap tertanam (sunk cost), tak perlu dikembalikan. Bagi negara berkembang ini seringkali memerlukan pinjaman luar negeri jangka panjang dengan bunga rendah. Ketika bis atau kereta api dioperasikan ia pun butuh subsidi agar berkelanjutan. Sebagai proyek sektor sosial, tarif harus tetap terjangkau. Mengandalkan pendapatan dari tarif (farebox) dan properti (non farebox) saja tidaklah mungkin menutupi keseluruhan biaya operasi. Sehingga menyiapkan proposal pengoperasian SAUM yang "viable dan bankable" bukanlah hal yg mudah, bila tanpa dukungan pemerintah. Namun, terlepas dari semua tantangan tsb. SAUM wajib dan harus tetap kita bangun, khususnya pada koridor-koridor yang memiliki pergerakan orang yang tinggi dan padat penduduk. Tak dapat dibayangkan keniscayaan yang akan terjadi nanti dengan semakin parahnya dampak urbanisasi penduduk ke wilayah perkotaan. Tanpa keberadaan SAUM yang handal di kemudian hari, vitalitas bisnis kota dipastikan mandeg dan mati pelanpelan. Kota dengan populasi lebih dari satu juta sudah pantas memiliki angkutan umum massal bis, bila berpenduduk lebih dari tiga juta pantaslah memiliki SAUM berbasis rel. Kita permaklumkan realisasi SAUM perkotaan kita sungguh sudah sangat terlambat. Masalah utamanya masih berkutat soal pendanaan -- who pays what ? Sebelum Pemerintah Pusat dan Pemda bersama-sama mencurahkan dana yang berkecukupan untuk pengembangan SAUM, pelayanan angkutan umum akan terus penuh sesak, tidak aman, tidakreliable dan tidak nyaman.
Perlu Inovasi Kebijakan Fiskal:
Penulis berpendapat dengan keterbatasan anggaran publik sumber pendanaan tambahan harus diadakan lewat inovasi fiskal, sebut saja Dana Khusus Transportasi Kota (Dedicated Urban Transport Fund). Dana khusus ini dapat dihimpun dari beragam sumber dan pihak yang secara langsung maupun tidak langsung turut menikmati manfaat adanya pelayanan angkutan umum (beneficiaries principle). Bentuknya dapat berupa property & land value capture, development impact fee, employement tax (bea dari pegawai perusahaan).Pemilik lahan, properti, dan bisnis serta retail di sepanjang jalur dan stasiun SAUM, dikenakan bea untuk menutupi sebagian biaya operasi angkutan umum. Juga sumber lewat prinsip "yang buat polusi bayar" seperti fuel levy (bea lain selain pajak BBM), jalan berbayar (road pricing), carbon tax, dlsb. Semua ini masih terasa amat asing dan perlu diatur dan disosialisasi dalam kebijakan fiskal. Perancis dan Jepang termasuk negara yang berhasil memanfaatkan beragam pendanaan ini dalam pengembangan angkutan massal mereka. Di USA ditengah krisis global saat ini sejak timbul kesadaran untuk mengembangkan angkutan umum massal, walaupun masih tertatih-tatih, upaya meniru dan mengembangkan kebijakan pendanaan SAUM ala Perancis ini masih terus diperkenalkan di negeri Paman Sam. Banyak negara lain di dunia telah menggunakan inovasi fiskal ini untuk membiayai transportasi publik mereka. Dana disimpan ke dalam akun escrow, yang dikelola oleh badan fiskal bersama otoritas transportasi kota. Pemasukan dari bea-bea ini akan ditujukan khusus untuk perbaikan kondisi transportasi perkotaan, termasuk memelihara jalan, fasilitas pejalan kaki dan bersepeda, termasuk fasilitas pelayanan bis dan angkutan umum berbasis rel. Kita semua sangat berharap kepada Kemenkeu cq. Badan Kebijakan Fiskal untuk memulai mengagendakan secara serius upaya-upaya ekstensifikasi pajak dan retribusi bagi pemberdayaan angkutan umum. Hanya dengan upaya itu, kita dapat menghindari pemeo klasik bahwa MRT Masih Rapat Terus. Harun al-Rasyid LUBIS Dosen ITB dan Chairman Infrastructure Partnership & Knowledge Center (IPKC)