Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
ke
tubuh.
Lebih
khususnya,
MS
menghancurkan
BAB II
1
Multiple Sklerosis
Definisi
Multiple sklerosis adalah suatu penyakit autoimun kronik yang
menyerang myelin otak dan medulla spinalis. Penyakit ini menyebabkan
kerusakan myelin dan juga akson yang mengakibatkan gangguan
transmisi konduksi saraf. peradangan yang terjadi di otak dan sumsum
tulang belakang yang menyerang daerah substansia alba dan merupakan
penyebab utama kecacatan pada dewasa muda. Penyebabnya dapat
disebabkan oleh banyak faktor, terutama proses autoimun.
Focal
Epidemiologi
Di Indonesia penyakit ini tergolong jarang dibandingkan penyakit
neurologis lainnya. MS lebih sering menyerang perempuan dibandingkan
laki laki dengan rasio 2:1. Umumnya penyakit ini diderita mereka yang
berusia 20-50 tahun. MS bersifat progresif dan dapat mengakibatkan
Etiologi
Etiologi dari kelainan tersebut masih belum jelas. Ada beberapa
mekanisme penting yang menjadi penyebab timbulnya MS yaitu
autoimun,(molecular mimikri), infeksi, herediter, paparan sinar matahari.
Meskipun bukti yang meyakinkan kurang, faktor makanan dan paparan
toksin telah dilaporkan ikut berkontribusi juga. Mekanisme ini tidak
saling berdiri sendiri melainkan merupakan gabungan dari berbagai
faktor.
a. Virus : EBV
b. Defisiensi vitamin D: vitamin D berfungsi untuk mengatur respon imun.
Vitamin D mengurangi produksi dari sitokin pro inflamatori dan
meningkatkan produksi sitokin anti inflamatori.
c. Genetika : penurunan kontrol respon immune 2,3
Klasifikasi
Berdasarkan perbedaan klinis dan gejala, terdapat beberapa tipe MS:
Banyak pakar yang menganggap SPMS merupakan bentuk lanjut dari RRMS
yang berkembang progresif. Pada tipe ini episode remisi makin berkurang dan
gejala menjadi makin progresif
3. Primary progressive MS (PPMS)
PPMS diderita oleh 10-15% pasien MS dengan rasio perempuan : laki laki=
1:1. Gejala yang timbul tidak pernah mengalami fase remisi
4. Primary relapsing MS (PRMS)
Bentuk PRMS adalah yang paling jarang. Pasien terus mengalami perburukan
dengan beberapa episode eksaserbasi diantaranya. Tidak ada fase remisi atau
bebas dari gejala.1,2
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang muncul sesuai dengan daerah lesi yang
terkena. Terdapat beberapa gejala dan tanda yang timbul pada MS:
1. Kehilangan fungsi sensorik (paresthesia): gejala awal
2. Neuritis optik: gejala awal
5
temporal) dieksaserbasi oleh suhu panas atau latihan fisik. Diplopia juga
dapat muncul pada MS meskipun lebih jarang dibandingkan neuritis
optika. 1,2,6
Gangguan sensorik merupakan manifestasi klinis awal yang juga
sering dialami oleh 21-55% pasien MS. Umumnya gejala yang timbul
berupa rasa baal (hipestesi), kesemutan (parestesi), rasa terbakar
(disestesi) maupun hiperestesi. Kelainan tersebut dapat timbul pada satu
ekstremitas atau lebih, dan pada tubuh atau wajah. Selain itu
proprioseptif, rasa vibrasi, dan diskriminasi dua titik juga dapat terganggu
sehingga menimbulkan kesulitan menulis, mengetik atau mengancing
baju. Gejala proprioseptif ini umumnya timbul bilateral dan bila terdapat
lesi di daerah lemniskus gangguan proprioseptif tersebut hanya mengenai
lengan yang dinamakan useless hand syndrome. Gejala tersebut
umumnya mengalami remisi dalam beberapa bulan. Tanda yang sering
terjadi pada penderita MS meskipun tidak karakteristik adalah tanda
Lhermitte; bila kepala difleksikan secara pasif, timbul parestesi sepanjang
bahu, punggung dan lengan. Hal ini mungkin disebabkan akson yang
mengalami demyelinisasi sensitivitasnya meningkat terhadap tekanan ke
spinal yang diakibatkan fleksi kepala. 1,2,6
Gangguan serebelum juga sering terjadi pada MS meskipun jarang
menjadi gejala utama. Manifestasi klinisnya ataksia serebelaris, baik yang
mengenai gerakan motorik halus (dismetria, disdiadokokinesia, intention
tremor), gait, maupun artikulasi (scanning speech, disartria). Selain itu
dapat timbul pula nistagmus, terutama yang horizontal dan vertikal. 1,2,6
Hemiparesis yang diakibatkan lesi kortikospinal dapat terjadi pada
MS meski frekuensinya lebih kecil. Demikian juga lesi di medula spinalis
dapat menyebabkan sindroma Brown-Sequard atau mielitis transversa
yang mengakibatkan paraplegi (umumnya tidak simetris), level sensorik
7
(13)
Diagnosis
Tidak ada satu tes pun yang dapat memastikan diagnosis MS.
Multiple sclerosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Penegakan
diagnosis mempergunakan kriteria diagnostik seperti Kriteria McDonald.
Saat ini yang dipergunakan adalah kriteria McDonald revisi 2010.
Diagnosis MS perlu dipikirkan apabila didapatkan gejala-gejala
neurologis dengan episode remisi dan eksaserbasi ataupun progresif dan
tidak ditemukan sebab lain yang dapat menjelaskan gejala tersebut.1
8
10
Lumbal pungsi
Lumbal pungsi dilakukan jika tidak ada MRI. Pada pemeriksaan
ditemukan oligoclonal band dan produksi IGG intratekal.
Diagnosis Banding
Diagnosa banding utama untuk menjadi pertimbangan tergantung
pada manifestasi neurologis dalam kasus:
11
dengan
penyakit
sarcoidosis,
sistemik
penyakit
seperti
sistemik
vaskuler,
lupus
toxic
12
Tatalaksana
Terapi simptomatik
Selain primary care, terapi simptomatik juga harus dipertimbangkan
diantaranya adalah :1,5,6
1. Spasticity, spastisitas ringan dapat dikurangi dengan peregangan dan
program exercise seperti yoga, terapi fisik, atau terapi lainnya. Medikasi
diberikan ketika ada kekakuan, spasme, atau klonus saat beraktivitas
atau kondisi tidur. Baclofen, tizanidine, gabapentin, dan benzodiazepine
efektif sebagai agen antispastik.
2. Paroxysmal disorder. Pada berbagai kasus, penggunaan carbamazepin
memberikan respon yang baik pada spasme distonik. Nyeri paroxysmal
dapat diberikan antikonvulsan atau amitriptilin.
3. Bladder dysfunction. Urinalisis dan kultur harus dipertimbangkan dan
pemberian terapi infeksi jika dibutuhkan. Langkah pertama yang
dilakukan
ada
mendeteksi
problem
apakah
kegagalan
dalam
dalam
menahan
pergerakan
usus.
Penggunaan
hari
dalam
saline
normal
selama
60
menit.
Pemberian
pada
MRI. Tipe
SPMS
juga
direkomendasikan
untuk
Mitoxantrone
Obat antikanker ini dapat menurunkan frekuensi relaps dan menahan
progresifitas MS. Mitoxantrone direkomendasikan pada RRMS yang
sangat aktif atau SPMS yang sangat progresif. Mitoxantrone tergolong
dalam obat lini ke 3 dalam terapi MS.1
Untuk tipe PPMS hingga saat ini tidak ada terapi yang direkomedasikan.
Terapi hanya bersifat simptomatis.1
Fenitoin
Fenitoin yang merupakan obat antiepileptic. Dalam uji coba nya fenitoin
bersifat neuroprotective terhadap degenerasi serabut saraf retina pada pasien
neuritis optic. Fenitoin yang bekerja sebagai sodium channel blocker. Pada
daerah inflamasi, akson akan dipenuhi oleh sodium dan menyebabkan
masuknya calcium ke dalam sel yang menyebabkan kematian sel. Dengan
pemberian fenitoin sebagai sodium channel blocker maka dapat mencegah
kematian sel. Dosis yang dipergunakan dalam penelitian 15 mg/kgbb selama 3
hari dan dilanjutkan 4 mg/kgbb dalam 13 minggu. Hasil penelitian
menunjukkan pasien neuritis optic yang diberikan fenitoin dalam 3 bulan dapat
mencegah 30% lebih baik dibanding dengan pemberian placebo.8
Komplikasi
1. Depresi
2. Kesulitan dalam menelan
3. Kesulitan berppikir dan berkonsentrasi
4. Hilang dan menurunnya kemampuan merawat diri sendiri
5. Membutuhkan kateter
6. Osteoporosis
16
Prognosis
Jika tidak diobati, lebih dari 30% pasien dengan MS akan memiliki
cacat fisik yang signifikan dalam waktu 20-25 tahun setelah onset. Kurang
dari 5-10% dari pasien memiliki fenotipe MS klinis ringan, di mana tidak
ada cacat fisik yang signifikan terakumulasi meskipun berlalu beberapa
dekade setelah onset (kadang-kadang terlepas dari lesi baru yang terlihat
pada MRI). Pemeriksaan rinci dalam banyak kasus, mengungkapkan
beberapa tingkat kerusakan kognitif.2,7
Pasien laki-laki dengan MS progresif primer memiliki prognosis
terburuk, dengan respon yang kurang menguntungkan untuk pengobatan dan
cepat menimbulkan kecacatan. Insiden yang lebih tinggi dari lesi sumsum
tulang belakang di MS progresif primer juga merupakan faktor dalam
perkembangan pesat dari kecacatan. 2,7
Harapan hidup dipersingkat hanya sedikit pada orang dengan MS,
dan tingkat kelangsungan hidup terkait dengan kecacatan. Kematian
biasanya terjadi akibat komplikasi sekunder (50-66%), seperti penyebab
paru atau ginjal, tetapi juga dapat disebabkan oleh komplikasi utama,
bunuh diri, dan menyebabkan tidak berhubungan dengan MS. Marburg
varian dari MS adalah bentuk akut dan klinis fulminan penyakit yang
dapat menyebabkan koma atau kematian dalam beberapa hari. 2,7
17
KESIMPULAN
Multiple sclerosis (MS) adalah penyakit autoimun yang terutama
menyerang perempuan usia muda, tergolong penyakit langka di
Indonesia. Penyakit ini dapat mengakibatkan kecacatan dan menurunkan
kualitas hidup. Penegakan diagnosis yang akurat sangat diperlukan agar
pasien bisa mendapatkan pengobatan yang adekuat sedini mungkin.
Neuritis optic dan gangguan sensorik merupakan manifestasi awal dari
penyakit ini.
18
Daftar Pustaka
was
from:
http://www.medscape.com/viewarticle/843393#vp_1
was
20