Вы находитесь на странице: 1из 17

Tentang Membantu Bayi Bernapas

Membantu Bayi Bernapas (HBB) adalah program pendidikan berbasis bukti untuk mengajarkan
teknik resusitasi neonatal di daerah terbatas sumber daya. Ini merupakan inisiatif dari American Academy of
Pediatrics (AAP) bekerjasama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Badan Pembangunan Internasional
AS (USAID), Saving Newborn Lives, Institut Nasional Kesehatan Anak dan Pengembangan, dan sejumlah
organisasi kesehatan global lainnya.

WHO memperkirakan bahwa satu juta bayi meninggal setiap tahun dari asfiksia lahir (misalnya.
Ketidakmampuan untuk bernapas segera setelah melahirkan). Alamat Program HBB tantangan ini serta
membantu untuk bergerak maju Millennium Development Goal # 4 (MDG4) pengurangan kematian anak dua
pertiga 1990-2015.

Tujuan dari HBB adalah untuk melatih dukun bayi di negara-negara berkembang dalam keterampilan
penting dari resusitasi bayi baru lahir, dengan tujuan memiliki setidaknya satu orang yang terampil dalam
resusitasi neonatal pada saat kelahiran setiap bayi.

Sebuah konsep kunci dari HBB adalah Menit Emas : Dalam satu menit dari kelahiran, bayi harus
bernapas dengan baik atau harus berventilasi dengan tas dan masker. Menit Emas mengidentifikasi langkahlangkah yang bidan harus mengambil segera setelah lahir untuk mengevaluasi bayi dan merangsang
pernapasan.

The HBB kurikulum yang dirancang untuk digunakan sebagai bagian dari pendekatan pendidikan
terkoordinasi untuk perawatan neonatal awal dan dapat secara efektif dikombinasikan dengan kurikulum
lainnya. Hal ini dapat secara lokal diajarkan untuk bidan di tempat-tempat dan lokasi yang beragam. HBB
berfokus pada praktek bahwa semua orang yang peduli untuk bayi saat lahir bisa belajar untuk merawat bayi
yang sehat dan / atau membantu bayi yang tidak bernapas sendiri.

Untuk mencapai tujuan ini HBB telah mengembangkan solusi pelatihan yang
komprehensif, yang meliputi:

Sebuah program pendidikan berbasis bukti, berdasarkan Liaison Committee on Resuscitation


Internasional (ILCOR) Konsensus kesimpulan Ilmu yang telah mengalami review teknis ilmiah WHO.

Peka budaya, bahan pembelajaran bergambar berbasis termasuk Learner Workbook, Rencana Aksi
dinding poster, dan Fasilitator Flip Chart.

Simulator baru lahir realistis dengan kemampuan untuk meniru pulsa pusar, tas-masker ventilator, dan
bola hisap yang dapat dibersihkan dengan cara merebus. Semua peralatan telah diuji untuk daya tahan
dalam berbagai iklim dan kondisi pengajaran dan akan tersedia dengan biaya untuk negara MDG.

Program bimbingan yang sedang berlangsung untuk memberikan: bantuan ahli, petunjuk pelaksanaan,
pertukaran pengetahuan, integrasi dan dukungan evaluasi, dan peningkatan mutu berkelanjutan untuk
hasil praktek berkelanjutan dan penurunan kematian bayi.

HBB memiliki fokus berbasis sistem yang dirancang untuk mengubah praktek klinis di
seluruh sistem perawatan. Pencapaian MDG 4 mensyaratkan bahwa tempat kerja siap untuk yang sedang
berlangsung pelatihan dan berlatih keterampilan belajar untuk membantu bayi bernapas saat lahir. Pelatihan
HBB harus dianggap sebagai bagian dari melanjutkan perbaikan praktek untuk fasilitator, peserta didik dan
sistem kesehatan.

Pada bayi baru lahir yang dilakukan tindakan resusitasi, setelah dilakukan ventilasi tekanan positif
dan chest compression selama 30 detik tetapi denyut jantungnya masih kurang dari 60 kali per
menit, tindakan yang harus dilakukan selanjutnya yaitu memberikan medikasi berupa epinefrin.
Dosis penggunaan epinefrin pada bayi baru lahir: 0,1-0,3 ml/kg BB yang diencerkan dalam
larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB). Cara pemberian : i.v (intravena) atau endotrakeal.
Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
Epinefrin adalah pemicu jantung dengan efek yang kompleks pada jantung dan pembuluh darah.
Epinefrin selalu akan dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah arteri dan memicu
denyut dan kontraksi jantung sehingga menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir
dalam waktu pendek.
Indikasi penggunaan epinefrin:
1. Henti jantung (cardiac arrest) : fibrilasi ventrikel (VF), takikardi ventrikel tanpa denyut nadi
(pulseless VT), asistol, PEA (Pulseless Electrical Activity)
2. Bradikardia simtomatis
3. Hipotensi berat
4. Anafilaksis, reaksi alergi berat : kombinasi bersama sejumlah besar cairan, kortikosteroid,
antihistamin
Sediaan:
Ampul 1 ml = 1 mg
Dosis dewasa dan cara pemberian
IV/IO : 1 mg diberikan/diulang setiap 3 5 menit
Endotrakeal : 2 2,5 mg (2 2,5 kali dosis IV/IO), dilarutkan dalam 10 ml PZ/NS
Infus kontinyu : 1 mg dilarutkan dalam 500 ml NS atau D5%, kecepatan inisial 1 g/menit
dititrasi sampai mencapai efek.

Hal yang perlu diperhatikan terhadap penggunaan epinefrin:


1. Peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi dapat menyebabkan iskemia miokard, angina,

dan peningkatan kebutuhan oksigen miokard.


2. Dosis besar tidak meningkatkan perbaikan kesudahan (outcome) status neurologis, bahkan
bisa menyebabkan disfungsi miokard post-resusitasi.
Epinefrin telah digunakan dalam beberapa dekade pada semua kelompok umur untuk perawatan
cardiac arrest dan bradikardi. Walaupun panduan resmi untuk penggunaan epinefrin dalam
resusitasi bayi baru lahir, bukti-bukti untuk rekomendasi ini belum diteliti dengan cermat.
Meskipun diketahui bahwa bukti ini sebagian besar didapatkan dari uji coba yang dilakukan
pada hewan dan kelompok manusia dewasa, kontribusi dari keberhasilan pada kelompok bayi
baru lahir masih tidak jelas.
Penggunaan epinefrin mendapat tempat khusus untuk resusitasi bayi baru lahir yang mengalami
kegawatan dan bradikardi yang parah. Panduan resmi untuk penggunaan epinefrin telah
mendapat kesepakatan Internasional. Epinefrin digunakan sebagai rekomendasi pertama untuk
resusitasi, karena dianggap paling tepat, paling aman, dan paling efektif dalam penggunaannya.
Akan tetapi, dalam kenyataannya, sangat sedikit sekali fakta atau bukti yang mendukung
ditetapkannya rekomendasi ini, bukti-bukti yang ada kebayakan didapatkan dari penelitian yang
menggunakan uji coba hewan dan orang dewasa. Hal ini dapat menimbulkan bahaya yang serius
pada penggunaan epinefrin.
Dosis epinefrin yang lebih tinggi sudah diujicoba penggunaannya pada anak-anak (Goetting,
1991) dan orang dewasa (Paradis, 1991) namun belum ada uji coba yang dilakukan pada
kelompok bayi baru lahir. Studi meta-analisis untuk membandingkan pemberian epinefrin dosis
tinggi dengan dosis rendah pada orang dewasa tidak menunjukkan beberapa keuntungan dengan
diberikan dosis tinggi (Vandyke, 2000). Pada penelitian secara acak menunjukkan bahwa dosis
epinefrin yang lebih tinggi (melebihi dosis standar) justru tidak meningkatkan angka
keselamatan dan hasil neurologi. Lebih jauh lagi, dosis yang lebih tinggi akan mengakibatkan
takikardi, hipertensi dan tingginya angka kematian mendadak pasca resusitasi.
Sebaiknya, penggunaan dosis epinefrin digunakan sesuai dengan kebutuhan. Sehingga
mendapatkan hasil yang optimal dari pengobatan yang dilakukan.
Apabila epinefrin diberikan secara endotrakeal, level plasma darah yang diharapkan dapat
tercapai meskipun terjadi efek penurunan aliran darah menuju paru-paru. Hal ini, menjadikan
pemberian epinefrin secara endotrakeal kurang efektif. Penelitian tentang pemberian epinefrin
secara intravena maupun endotracheal sudah direncanakan, tetapi hasil mengenai studi tersebut
dalam jurnal ini belum diketahui pengaruhnya terhadap angka kematian dan angka kesakitan
bayi baru lahir.
Dilihat dari kematangan usia kehamilan, pemberian epinefrin dapat menyebabkan banyak risiko
tertentu yang sampai sekarang belum bisa dijelaskan. Hasilnya menyebutkan bahwa bayi
preterm (bayi kurang bulan) akan lebih mudah terserang fluktuasi hemodinamik dengan
penggunaan epinefrin yang berkelanjutan (Pasternak, 1983). Bayi preterm akan mudah
mengalami gangguan perlukaan otak, seperti iskemik dan hipoksia setelah lahir.
Penelitian tentang penggunaan epinefrin pada bayi baru lahir dilakukan oleh Sims (1994),
melakukan pengujian pada 105 bayi yang menerima epinefrin untuk resusitasi setelah kelahiran.

25 diantaranya dapat bertahan, sedangkan 9 bayi sulit untuk dilakukan follow-up. Hal ini juga
dipengaruhi oleh usia gestasi yang kurang dari 28 minggu. ODonnell (1998) yang melibatkan 78
bayi dengan dilakukan follow-up setelah kurang lebih satu tahun, 40 bayi dapat bertahan. Angka
keberhasilannya sangat signifikan pada bayi aterm, yaitu 67% dibandingkan dengan bayi peterm
42%. Pada bayi dengan usia gestasi kurang dari 29 minggu, 78% diantaranya meninggal atau
menunjukkan bukti gangguan pertumbuhan saraf. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Jankov (2000) yang melakukan pengujian terhadap bayi baru lahir yang berat badannya
kurang dari 750 gram. Pada penelitian ini, dari 16 bayi yang mendapat CPR, 12 diantaranya juga
diberikan epinefrin. Sembilan dari 16 bayi dapat bertahan dan 8 lainnya menunjukkan kecacatan
saat dilakukan follow-up pada usia 2 tahun. Dalam hal ini, penggunaan epinefrin secara statistik
tidak berhubungan dengan hasil studi ini.
Secara khusus, untuk bayi baru lahir yang preterm (kurang bulan) disarankan untuk dilakukan
penelitian dan pengawasan lebih lanjut mengenai penggunaan obat vasopresor dalam tindakan
resusitasinya. Bayi baru lahir yang preterm mempunyai potensi kegawatan lebih besar karena
belum maturnya fungsi organ-organ tubuh, terutama dalam hal ini perkembangan imatur pada
sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru.
Efek samping yang terjadi akibat penggunaan epinefrin pada resusitasi bayi baru lahir antara lain
:
1. Kematian - sebelum usia 28 minggu, pada saat pemberhentian, dan pada usia 12 dan 24 bulan,
serta 5 tahun.
2. Kecacatan akan terjadi pada usia 12, 24 bulan dan usia 5 tahun. Kecacatan yang terjadi dapat
berupa kebutaan, ketulian, cerebral palsy, dan keterlambatan pertumbuhan kognitif (ada lebih
dari 2 penyimpangan pada Psychometric Test).
3. Kematian atau kecacatan pada usia 12 bulan, 24 bulan dan 5 tahun.
Selain efek samping pemberian epinefrin pada bayi baru lahir seperti yang disebutkan
sebelumnya, ada beberapa efek lainnya yaitu:
1. Perdarahan intraventrikuler
2. Perdarahan intraventikuler berat (derajat III dan IV)
3. Periventikuler leukomalacia
4. Keterlambatan pertumbuhan kognitif
5. Cerebral palsy (pada usia 12 bulan, 24 bulan, dan 5 tahun)
6. Kebutaan
7. Ketulian
8. Penggunaan suplemen oksigen yang dibutuhkan tiap 28 hari
9. Penggunaan suplemen oksigen yang dibutuhkan pada 36 minggu setelah usia post menstruasi
10. Penggunaan suplemen oksigen yang dibutuhkan saat pemulihan di rumah.
11. Mekanikal ventilasi setiap hari
12. Terapi suplemen oksigen setiap hari
13. Nekrosis enterokolitis
14. Penurunan kadar keratin
15. Perawatan intensif setiap hari

16. Perawatan di rumah sakit setiap hari.


Randomised Controlled Trials (metode penelitian sampling yang dilakukan secara acak)
penggunaan epinefrin untuk resusitasi bayi baru lahir tidak ditemukan, tinjauan sistematis ini
tidak dapat menegakkan pernyataan pemberian epinefrin pada bayi baru lahir yang mengalami
kegawatan dan bradikardi yang parah dapat mengurangi angka kematian dan kesakitan.
Konfirmasi dari rekomendasi saat ini untuk penggunaan epinefrin dalam konteks ini hanya
berdasarkan pada bukti-bukti yang didapatkan pada uji coba yang dilakukan pada hewan dan
pada orang dewasa.
Strategi penelitian yang digunakan untuk tinjauan ini, memperkenalkan 3 masalah utama (efek
pemberian epinefrin secara intravena vs endotrakeal terhadap angka kematian dan angka
kesakitan, efek pemberian epinefrin dosis tinggi dengan dosis standar terhadap angka kematian
dan angka kesakitan, serta efek epinefrin terhadap angka kematian dan angka kesakitan dengan
berbagai macam usia gestasi), namun tidak ada data klinis yang mendukung 3 masalah utama
tersebut.
Dalam memberikan rekomendasi untuk penanganan medis, sebaiknya harus didukung dengan
evidence based. Dalam hal ini, bukti yang mendukung masih sangat kurang seperti yang
disebutkan dalam jurnal yang diterbitkan oleh The Cochrane Library, perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut tentang penggunaan epinefrin untuk resusitasi pada bayi baru lahir yang mengalami
kegawatan dan bradikardi yang parah. Disarankan, penelitian tersebut dilakukan untuk
menemukan obat alternatif lain yang lebih aman penggunaannya dan mempunyai efek samping
yang minimal dibandingkan dengan epinefrin. Hasil dari penelitian tersebut sebaiknya juga
dipublikasikan secara jelas, sehingga bisa diketahui oleh orang banyak. Hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya informasi yang simpang-siur. Pengambilan keputusan pemilihan obat
untuk medikasi hendaknya juga harus memperhatikan studi klinis yang telah dilakukan, dan
diharapkan juga relevan antara praktik dengan penelitian.

A.

PENGERTIAN RESUSITASI

Resusitasi ( respirasi artifisialis) adalah usaha dalam memberikan ventilasi yang adekuat,
pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada
otak, jantung dan alat-alat vital lainnya. (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
2002)
Resusitasi adalah pernafasan dengan menerapkan masase jantung dan pernafasan
buatan.(Kamus Kedokteran, Edisi 2000).
Resusitasi adalah tindakan untuk menghidupkan kembali atau memulihkan kembali
kesadaran seseorang yang tampaknya mati sebagai akibat berhentinya fungsi jantung
dan paru, yang berorientasi pada otak (Tjokronegoro, 1998).

Sedangkan menurut Rilantono, dkk (1999) resusitasi mengandung arti harfiah


menghidupkan kembali, yaitu dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk
mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi
jantung paru terdiri atas dua komponen utama yakni: bantuan hidup dasar (BHD) dan
bantuan hidup lanjut (BHL). Selanjutnya adalah perawatan pasca resusitasi.

B.

TUJUAN RESUSITASI

1.

Memberikan ventilasi yang adekuat

2.

Membatasi kerusakan serebi

3.

Pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen

kepada otak, jantung dan alat alat vital lainnya


4.

C.
1.

Untuk memulai atau mempertahankan kehidupan ekstra uteri

TANDA TANDA RESUSITASI PERLU DILAKUKAN


Pernafasan

Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau bahwa
pernafasan tidak adekuat. Lihat gerakan dada naik turun, frekuensi dan dalamnya
pernafasan selama 1 menit. Nafas tersengal-sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu
tindakan, misalnya apneu. Jika pernafasan telah efektif yaitu pada bayi normal biasanya
30 50 x/menit dan menangis, kita melangkah ke penilaian selanjutnya.
2.

Denyut jantung frekuensi

Apabila penilaian denyut jantung menunjukkan bahwa denyut jantung bayi tidak
teratur. Frekuensi denyut jantung harus > 100 per menit. Cara yang termudah dan
cepat adalah dengan menggunakan stetoskop atau meraba denyut tali pusat. Meraba
arteria mempunyai keuntungan karena dapat memantau frekuensi denyut jantung

secara terus menerus, dihitung selama 6 detik (hasilnya dikalikan 10 =frekuensi denyut
jantung selama 1 menit) Hasil penilaian ;
Apabila frekuensi>100x / menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutkan dengan
menilai warna kulit.
Apabila frekuensi < 100x / menit walaupun bayi bernafas spontan menjadi indikasi
untuk dilakukan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
3.

Warna Kulit

Apabila penilaian warna kulit menunjukkan bahwa warna kulit bayi pucat atau bisa
sampai sianosis. Setelah pernafasan dan frekuensi jantung baik, seharusnya kulit
menjadi kemerahan. Jika masih ada sianosis central, oksigen tetap diberikan. Bila
terdapat sianosis purifier, oksigen tidak perlu diberikan, disebabkan karena peredaran
darah yang masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin.

D.
1.

KONDISI YANG MEMERLUKAN RESUSITASI


Sumbatan jalan napas : akibat lendir / darah / mekonium, atau akibat lidah yang

jatuh ke posterior.
2.

Kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang diberikan kepada ibu

misalnya obat anestetik, analgetik lokal, narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan
sebagainya
3.

Kerusakan neurologis.

4.

Kelainan / kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau susunan saraf pusat,

dan / atau kelainan-kelainan kongenital yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan


/ sirkulasi.
5.

Syok hipovolemik misalnya akibat kompresi tali pusat atau perdarahan

Resusitasi lebih penting diperlukan pada menit-menit pertama kehidupan. Jika


terlambat, bisa berpengaruh buruk bagi kualitas hidup individu selanjutnya.

E.

HAL HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM RESUSITASI

1.

Tenaga yang terampil, tim kerja yang baik.

2.

Pemahaman tentang fisiologi dasar pernapasan, kardiovaskular, serta proses

asfiksia yang progresif.


3.

Kemampuan / alat pengaturan suhu, ventilasi, monitoring.

4.

Obat-obatan dan cairan yang diperlukan.

F.

PERSIAPAN RESUSITASI BAYI BARU LAHIR

Di dalam setiap persalinan, penolong harus selalu siap melakukan tindakan resusitasi
bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan kehilangan waktu yang
sangat berharga bagi upaya pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit tidak
bernapas, bayi baru lahir dapat mengalami kerusakan otak yang berat atau meninggal.
1.

Persiapan Keluarga

Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinankemungkinan yang dapat terjadi pada ibu dan bayinya serta persiapan yang dilakukan
oleh penolong untuk membantu kelancaran persalinan dan melakukan tindakan yang
diperlukan.
2.

Persiapan Tempat Resusitasi

Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi. Gunakan
ruangan yang hangat dan terang. Tempat resusitasi hendaknya rata, keras, bersih dan
kering, misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas tikar. Kondisi yang rata
diperlukan untuk mengatur posisi kepala bayi. Tempat resusitasi sebaiknya di dekat
sumber pemanas (misalnya; lampu sorot) dan tidak banyak tiupan angin (jendela atau
pintu yang terbuka). Biasanya digunakan lampu sorot atau bohlam berdaya 60 watt atau
lampu gas minyak bumi (petromax). Nyalakan lampu menjelang kelahiran bayi.
3.

Persiapan Alat Resusitasi

Sebelum menolong persalinan, selain peralatan persalinan, siapkan juga alat-alat


resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu:
a.
b.

2 helai kain/handuk
Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk

kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
c.

Alat pengisap lendir DeLee atau bola karet

d.

Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal

e.

Kotak alat resusitasi.

f.

Jam atau pencatat waktu

G.

LANGKAH-LANGKAH RESUSITASI BBL

Sebelum bayi lahir, harus mengetahui informasi:

Bayi cukup bulan atau tidak?

Air ketuban bercampur mekonium atau tidak?

Setelah bayi lahir, lakukan penilaian:

Bernafas atau menangis?

Tonus otot baik?

Bila hasil penilaian baik, yaitu bayi cukup bulan, air ketuban tidak bercampur mekonium,
bayi menangis, tnus otot baik. Maka lakukan PERAWATAN RUTIN: Beri kehangatan,
Bersihkan jalan nafas, Mengeringkan bayi

Bila hasil penilaian tidak baik, maka lakukan


A.

AIRWAY (LANGKAH AWAL)

1.

Jaga bayi tetap hangat.

Selimuti bayi dengan kain, pindahkan bayi ke tempat resusitasi.

2.

Atur posisi bayi.

Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong. Ganjal bahu agar kepala
sedikit ekstensi. Posisi semi ekstensi yaitu hidung dan mulut dalam satu garis lurus.
3.

Isap lendir.

Gunakan alat pengisap lendir DeLee atau bola karet.


a.

Pertama, isap lendir di dalam mulut, kemudian baru isap lendir di hidung.

b.

Hisap lendir sambil menarik keluar pengisap (bukan pada saat memasukkan).

c.

Bila menggunakan pengisap lendir DeLee, jangan memasukkan ujung pengisap

terlalu dalam (lebih dari 5 cm ke dalam mulut atau lebih dari 3 cm ke dalam hidung)
karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi melambat atau henti napas bayi.
4.
a.

Keringkan dan Rangsang taktil.


Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan

sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat memulai pernapasan bayi atau bernapas lebih
baik.
b.

Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini:

1)

Menepuk atau menyentil telapak kaki.

2)

Menggosok punggung, perut, dada atau tungkai bayi dengan telapak tangan

Rangsangan yang kasar, keras atau terus menerus, tidak akan banyak menolong dan
malahan dapat membahayakan bayi.
5.
a.
b.

Reposisi.
Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang baru (disiapkan).
Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi bagian muka dan dada agar

pemantauan pernapasan bayi dapat diteruskan.


c.

Atur kembali posisi terbaik kepala bayi (sedikit ekstensi).

Penilaian apakah bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur


6.

Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, megap-megap atau tidak

bernapas.
Lakukan evaluasi meliputi:
Pernapasan
Frekuensi jantung
Warna kulit
Bila bayi bernafas, FJ > 100x/menit PERAWATAN SUPORTIF

B.

BREATHING (VTP)

Bila FJ < 100x/menit /APNUE VTP (Ventilasi Tekanan Positif)


Ventilasi adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah udara ke
dalam paru dengan tekanan positip yang memadai untuk membuka alveoli paru agar
bayi bisa bernapas spontan dan teratur.

1.

Pasang sungkup, perhatikan lekatan.

Pasang dan pegang sungkup agar menutupi mulut dan hidung bayi.
2.

Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada bayi.

Ventilasi percobaan (2 kali) Lakukan tiupan udara dengan tekanan 30 cm air. Tiupan
awal ini sangat penting untuk membuka alveloli paru agar bayi bisa mulai bernapas dan
sekaligus menguji apakah jalan napas terbuka atau bebas.
Lihat apakah dada bayi mengembang, Bila tidak mengembang
a.
b.

Periksa posisi kepala, pastikan posisinya sudah benar.


Periksa pemasangan sungkup dan pastikan tidak terjadi kebocoran.

Bila dada mengembanglakukan tahap berikutnya


a.

Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan 20 cm air

dalam 30 detik.
b.

Penilaian apakah bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur?

Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dinding dada dan


auskultasi bunyi napas.
Bila bayi bernafas, FJ > 100x/menit, kemerahan PERAWATAN LANJUT

C.

CIRCULATION

Apabila setelah dilakukan VTP, FJ < 60x/menit VTP dan kompresi dada
Kompresi Dada
Kompresi dinding dada dapat dilakukan dengan melingkari dinding dada dengan
kedua tangan dan menggunakan ibu jari untuk menekan sternum atau dengan

menahan punggung bayi dengan satu tangan dan menggunakan ujung dari jari
telunjuk dan jari tengah dari tangan yang lain untuk menekan sternum.
Tehnik penekanan dengan ibu jari lebih banyak dipilih karena kontrol kedalaman
penekanan lebih baik.
Tekanan diberikan di bagian bawah dari sternum dengan kedalaman 1,5 cm dan
dengan frekuensi 90x/menit.
Dalam 3x penekanan dinding dada dilakukan 1x ventilasi sehingga didapatkan
30x ventilasi per menit. Perbandingan kompresi dinding dada dengan ventilasi
yang dianjurkan adalah 3 : 1.
Evaluasi denyut jantung dan warna kulit tiap 30 detik. Bayi yang tidak berespon,
kemungkinan yang terjadi adalah bantuan ventilasinya tidak adekuat, karena
itu adalah penting untuk menilai ventilasi dari bayi secara konstan.

D.

DRUG

Bila FJ < 60x/menit, berikan EPINEPRIN

AIR KETUBAN BERCAMPUR MEKONIUM?


Bila tidak terdapat mekonium LANGKAH AWAL
Bila air ketuban bercampur mekonium, lakukan penilaian bayi bugar atau tidak:
Usaha nafas baik
Tonus otot baik
FJ > 100x/menit
Bila bayi bugar LANGKAH AWAL
Bila bayi tidak bugar penghisapan mulut dan trachea LANGKAH AWAL

I.

ASUHAN PASCA RESUSITASI

Asuhan pascaresusitasi diberikan sesuai dengan keadaan bayi setelah menerima


tindakan resusitasi. Asuhan pascaresusitasi dilakukan pada keadaan:
1.

Resusitasi berhasil

Resusitasi berhasil bila pernapasan bayi teratur, warna kulitnya kembali normal yang
kemudian diikuti dengan perbaikan tonus otot atau bergerak aktif. Lanjutkan dengan
asuhan berikutnya.
Konseling:
a.

Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang hasil resusitasi yang telah dilakukan.

Jawab setiap pertanyaan yang diajukan.


b.

Ajarkan ibu cara menilai pernapasan dan menjaga kehangatan tubuh bayi. Bila

ditemukan kelainan, segera hubungi penolong.


c.

Anjurkan ibu segera memberi ASI kepada bayinya. Bayi dengan gangguan

pernapasan perlu banyak energi. Pemberian ASI segera, dapat memasok energi yang
dibutuhkan.
d.

Anjurkan ibu untuk menjaga kehangatan tubuh bayi (asuhan dengan metode

Kangguru).
e.

Jelaskan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali tanda-tanda bahaya bayi

baru lahir dan bagaimana memperoleh pertolongan segera bila terlihat tanda-tanda
tersebut pada bayi.
Lakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk:
1.

Anjurkan ibu menyusukan sambil membelai bayinya

2.

Berikan Vitamin K, antibiotik salep mata, imunisasi hepatitis B

Lakukan pemantuan seksama terhadap bayi pasca resusitasi selama 2 jam


pertama:

Perhatikan tanda-tanda kesulitan bernapas pada bayi :


1.

Tarikan interkostal, napas megap-megap, frekuensi napas <> 60 x per menit.

2.

Bayi kebiruan atau pucat.

3.

Bayi lemas.

4.

Pantau juga bayi yang tampak pucat walaupun tampak bernapas normal.

Jagalah agar bayi tetap hangat dan kering.


Tunda memandikan bayi hingga 6 24 jam setelah lahir (perhatikan temperatur tubuh
telah normal dan stabil).

2.

Bayi perlu rujukan

Bila bayi pascaresusitasi kondisinya memburuk, segera rujuk ke fasilitas rujukan.


Tanda-tanda Bayi yang memerlukan rujukan sesudah resusitasi
a.

Frekuensi pernapasan kurang dari 30 kali per menit atau lebih dari 60 kali per

menit
b.

Adanya retraksi (tarikan) interkostal

c.

Bayi merintih (bising napas ekspirasi) atau megap- megap (bising napas inspirasi)

d.

Tubuh bayi pucat atau kebiruan

e.

Bayi lemas

Konseling
a.

Jelaskan pada ibu dan keluarga bahwa bayinya perlu dirujuk. Bayi dirujuk

bersama ibunya dan didampingi oleh bidan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan ibu
atau keluarganya.

b.

Minta keluarga untuk menyiapkan sarana transportasi secepatnya. Suami atau

salah seorang anggota keluarga juga diminta untuk menemani ibu dan bayi selama
perjalanan rujukan.
c.

Beritahukan (bila mungkin) ke tempat rujukan yang dituju tentang kondisi bayi

dan perkiraan waktu tiba. Beritahukan juga ibu baru melahirkan bayi yang sedang
dirujuk.
d.

Bawa peralatan resusitasi dan perlengkapan lain yang diperlukan selama perjalan

ke tempat rujukan
Asuhan bayi baru lahir yang dirujuk
a.

Periksa keadaan bayi selama perjalanan (pernapasan, warna kulit, suhu tubuh)

dan catatan medik.


b.

Jaga bayi tetap hangat selama perjalanan, tutup kepala bayi dan bayi dalam posisi

Metode Kangguru dengan ibunya. Selimuti ibu bersama bayi dalam satu selimut.
c.

Lindungi bayi dari sinar matahari.

d.

Jelaskan kepada ibu bahwa sebaiknya memberi ASI segera kepada bayinya,

kecuali pada keadaan gangguan napas, dan kontraindikasi lainnya


Asuhan lanjutan
Merencanakan asuhan lanjutan sesudah bayi pulang dari tempat rujukkan akan sangat
membantu pelaksanaan asuhan yang diperlukan oleh ibu dan bayinya sehingga apabila
kemudian timbul masalah maka hal tersebut dapat dikenali sejak dini dan kesehatan
bayi tetap terjaga.

3.

Resusitasi tidak berhasil

Bila bayi gagal bernapas setelah 20 menit tindakan resusitasi dilakukan maka hentikan
upaya tersebut. Biasanya bayi akan mengalami gangguan yang berat pada susunan
syaraf pusat dan kemudian meninggal. Ibu dan keluarga memerlukan dukungan moral
yang adekuat Secara hati-hati dan bijaksana, ajak ibu dan keluarga untuk memahami
masalah dan musibah yang terjadi serta berikan dukungan moral sesuai adat dan
budaya setempat

Вам также может понравиться