Вы находитесь на странице: 1из 24

Laporan Kasus

CHOLELITHIASIS
DISUSUN OLEH :
FANNY MUSLIM

110100017

SARAH CHAIRANI

110100169

GERHARD TAMPUBOLON

110100088

SWAPNA CHANDRASEGARAN

110100380

SARAVANA SELVI SANMUGAM

110100426

TESAR AKBAR NUGRAHA

110100362

MUKHAMAD FARIED

110100351

VIANY REHANSYAH PUTRI

110100189

DEVINA MONICA

110100113

BINTANG RUTH C.F

110100153

ii

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU BEDAH UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2016
DAFTAR ISI

Halaman Judul..........................................................................................................................
Daftar Isi...................................................................................................................................
Bab 1 Tinjauan Pustaka..........................................................................................................
1.1 Anatomi Prostat..................................................................................................................
1.2. Definisi...............................................................................................................................
1.3. Epidemiologi......................................................................................................................
1.4. Etiologi ..............................................................................................................................
1.5. Faktor Risiko......................................................................................................................
1.6. Patofisiologi.......................................................................................................................
1.7. Manifestasi Klinis..............................................................................................................
1.8. Diagnosis............................................................................................................................
1.9. Penatalaksanaan...............................................................................................................
Bab 2 Status Pasien...............................................................................................................
Bab 3 Kesimpulan................................................................................................................
Daftar Pustaka.......................................................................................................................

iii

BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Kolelitiasis adalah salah satu dari penyakit gastrointestinal yang paling sering di
jumpai di praktek klinik. Penelitian dengan ultrasonografi menunjukkan bahwa
60-80% pasien batu empedu adalah asimtomatik. Secara umum dapat dikatakan
bahwa pasienpasien yang asimtomatik akan kambuh dan memperlihatkan
gejala-gejala pada sebanyak 1-2% per tahun follow up. Manifestasi klinik dari
batu empedu dapat berupa nyeri episodik (kolik bilier), inflamasi akut di
kandung empedu (kolesistitis akut) atau saluran empedu (kolangitis akut),
komplikasikomplikasi akibat migrasi batu empedu ke dalam koledokus seperti
pankreatitis, obstruksi saluran empedu yang dapat mengganggu fungsi hati
yakni ikterus obstruktif sampai sirosis bilier. Tidak semua batu empedu
memerlukan tindakan untuk mengeluarkannya. Ada beberapa faktor yang
menentukan bagaimana penatalaksanaannya antara lain lokasi batu tersebut,
ukurannya dan manifestasi kliniknya. Kemajuan-kemajuan yang pesat di bidang
iptek kedokteran pada dua dekade ini terutama kemajuan di bidang pencitraan
(imaging), endoskopi diagnostik dan endoskopi terapetik membawa perubahan
yang sangat mendasar dalam penatalaksanaan batu empedu.
Pada masa-masa yang lalu kira-kira sebelum tahun delapan puluhan, sarana
diagnostik imejing untuk batu empedu hanya dari foto polos abdomen,

iv

kolesistografi oral dan kolangiografi intravena. Tetapi sarana diagnostik ini


mempunyai banyak keterbatasan, antara lain bahwa fungsi hati mempengaruhi
hasil foto yang diperoleh. Pada keadaan di mana bilirubin serum meningkat
lebih dari 3 mg%, tidak akan ada ekskresi bahan kontras dari sel-sel hati ke
saluran empedu sehingga tidak akan diperoleh gambar. Hal ini mengakibatkan
bahwa pada masa itu sangat sulit menentukan apakah seseorang dengan ikterus
itu disebabkan oleh kelainan parenkim atau oleh obstruksi saluran empedu yang
penanganannya sangat berbeda. Sarana terapetik serta penatalaksanaannya juga
mengalami perubahan yang sangat besar yakni makin terjadinya kecenderungan
penanganan batu saluran empedu ditangani secara minimal invasif melalui
endoskopi oleh para gastroenterolog

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Kolelitiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan penyakit
yang di dalamnya terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya.

2.2. ANATOMI
Kandung empedu (vesika felea), yang merupakan organ berbentuk seperti buah
pir, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm,
terletak dalam suatu cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati oleh
jaringan ikat yang longgar. Dinding kandung empedu terutama tersusun dari
otot polos. Kandung empedu dihubungkan dengan duktus koledokus lewat
duktus sistikus. Kandung empedu memiliki bagian berupa fundus, korpus, dan
kolum. Fundus berbentuk bulat, berujung buntu pada kandung empedu sedikit
memanjang di atas tepi hati.
Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian
sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan duktus sistika.

vi

Empedu yang disekresikan dari hati akan disimpan sementara waktu dalam
kandung empedu. Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak
diantara lobulus hati. Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit dan
membawanya ke saluran empedu yang lebih besar yang akhirnya akan
membentuk duktus hepatikus. Duktus hepatikus dari hati dan duktus sistikus
dari kandung empedu bergabung untuk membentuk duktus koledokus (common
bile duct) yang akan mengosongkan isinya ke dalam intestinum. Aliran empedu
ke dalam intestinum dikendalikan oleh sfingter oddi yang terletak pada tempat
sambungan (junction) dimana duktus koledokus memasuki duodenum.

2.3. EPIDEMIOLOGI
Penyakit batu empedu (cholelithiasis) sudah merupakan masalah kesehatan
yang penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan
perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.
Dalam Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES
III), prevalensi cholelithiasis di Amerika Serikat pada usia pasien 30-69 tahun
adalah 7,9% pria dan 16,6% wanita, dengan peningkatan yang progresif setelah
20 tahun. Sedangkan Asia merupakan benua dengan angka kejadian
cholelithiasis rendah, yaitu antara 3% hingga 15% , dan sangat rendah pada
benua Afrika, yaitu kurang dari 5%.
Insidensi cholelithiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang
dewasa dan usia lanjut. Sebagian besar cholelithiasis tidak bertanda dan
bergejala. Sedangkan di Indonesia angka kejadian cholelithiasis tidak jauh
berbeda dengan angka kejadian di negara lain di Asia Tenggara, dan sejak tahun
1980 cholelithiasis identik dengan pemeriksaan ultrasonografi.
Di negara barat 10-15% pasien dengan batu vesica fellea juga disertai batu
saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk
primer di dalam saluran empedu intra atau ekstra hepatik tanpa melibatkan

vii

vesica fellea. Batu saluran empedu primer banyak ditemukan pada pasien di
wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara barat
Tindakan kolekistektomi termasuk salah satu tindakan bedah digestif yang
paling sering dilakukan. Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris
dan 50.000 kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya. Kasus batu empedu
sering ditemukan di Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa.
Setiap

tahun

beberapa

ratus

ribu

penderita

ini

menjalani

pembedahan.Cholelithiasis banyak ditemukan pada wanita dan makin


bertambah dengan meningkatnya usia. Prevalensi cholelithiasis bervariasi
secara luas di berbagai negara dan diantara kelompok-kelompok etnik yang
berbeda-beda pada satu negara. Faktor gaya hidup seperti diet, obesitas,
penurunan berat badan dan aktivitas tubuh yang rendah juga berpengaruh.
Prevalensi cholelithiasis lebih rendah dari kejadian sebenarnya, sebab sekitar
90% bersifat asimtomatik. Di Indonesia cholelithiasis banyak ditemukan mulai
dari usia muda di bawah 30 tahun, meskipun rata-rata tersering ialah 40-50
tahun. Pada usia diatas 60 tahun, insidensi cholelithiasis meningkat.

2.4. Etiologi
Penyebab dan faktor resiko terjadinya batu empedu masih belum diketahui
secara pasti. Diduga penyebab batu kandung empedu adalah idiopatik, penyakit
hemolitik, dan penyakit spesifik non-hemolitik.Pada wanita yang menggunakan
kontrasepsi hormonal, pembentukan batu empedu terjadi karena adanya
peningkatan saturasi kolesterol bilier. Kegemukan merupakan faktor yang
signifikan untuk terjadinya batu kandung empedu. Pada keadaan ini hepar
memproduksi kolesterol yang berlebih, kemudian dialirkan ke kandung empedu
sehingga konsentrasinya dalam kandung empedu menjadi sangat jenuh.
Keadaan ini merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu. Orang dengan
usia lebih dari 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan

viii

dengan orang yang usia lebih muda. Hal ini terjadi akibat bertambahnya sekresi
kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam empedu. Selain itu adanya
proses aging, yaitu suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas dan
memperbaiki kerusakan yang diderita.
Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika latin (20-40%)
dan rendah di negara Asia (3-4%). Di Amerika Serikat, terhitung lebih dari 20
juta orang Amerika dengan batu empedu dan dari hasil otopsi menunjukkan
angka kejadian batu empedu paling sedikit 20% pada wanita dan 8% pada lakilaki di atas umur empat puluhan. Berdasarkan jenis batu yang terbentuk, faktor
yang mempengaruhi terbentuknya batu berbeda-beda. Kondisi-kondisi yang
menjadi faktor predisposisi terbentuknya batu pigmen adalah penyakit
hemolitik yang kronik, pemberian nutrisi parenteral total, kolestasis kronik dan
sirosis dan pemberian obat (cefriaxone). Sedangkan faktor predisposisi
terbentuknya batu pigmen coklat adalah adanya infestasi parasit seperti
Ascharis lumbricoides.
Untuk batu kolesterol, faktor resiko terjadinya batu kolesterol adalah
kegemukan, reseksi ileum, penyakit Chorns ileal dan fibrosis kistik. Jadi dari
beberapa sumber di atas penyebab dan faktor resiko terjadinya batu pada
kandung empedu (kolelitiasis) adalah penyakit hemolitik dan penyakit spesifik
nonhemolitik, anak yang mendapat nutrisi parenteral total dalam waktu yang
lama, wanita dengan usia lebih dari 40 tahun dan menggunakan kontrasepsi
hormonal, kegemukan, dan makanan berlemak.

2.5. Manifestasi klinik


Pada pasien kolelitiasis sangat bervariasi, ada yang mengalami gejala
asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien kolelitiasis dapat mengalami dua

ix

jenis gejala: gejala yang disebabkan oleh penyakit kandung empedu itu sendiri
dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada jalan perlintasan empedu oleh batu
empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium,
seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan
atas abdomen dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi bila individu
mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang digoreng. Gejala yang
mungkin timbul pada pasien kolelitiasis adalah nyeri dan kolik bilier, ikterus,
perubahan warna urin dan feses dan defisiensi vitamin. Pada pasien yang
mengalami nyeri dan kolik bilier disebabkan karena adanya obstruksi pada
duktus sistikus yang tersumbat oleh batu empedu sehingga terjadi distensi dan
menimbulkan infeksi. Kolik bilier tersebut disertai nyeri hebat pada abdomen
kuadran kanan atas, pasien akan mengalami mual dan muntah dalam beberapa
jam sesudah mengkonsumsi makanan dalam posi besar. Gejala kedua yang
dijumpai pada pasien kolelitiasis ialah ikterus yang biasanya terjadi pada
obstruksi duktus koledokus. Salah satu gejala khas dari obstruksi pengaliran
getah empedu ke dalam duodenum yaitu penyerapan empedu oleh darah yang
membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning sehingga terasa gatalgatal di kulit. Gejala selanjutnya terlihat dari warna urin yang berwarna sangat
gelap dan feses yang tampak kelabu dan pekat. Kemudian gejala terakhir
terjadinya defisiensi vitamin atau terganggunya proses penyerapan vitamin A,
D, E dan K karena obstruksi aliran empedu, contohnya defisiensi vitamin K
dapat menghambat proses pembekuan darah yang normal.
Mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran
terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri
di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri
lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan
kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan
perlahan-lahan tetapi pada beberapa kasus timbul tiba-tiba. Lebih kurang
seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan

antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada
waktu menarik nafas dalam.
2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan dengan punctum
maksimum di daerah letak aantomi kandung empedu. Tanda Murphy positif
apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena
kandung empedu yang meradang tersentuh ujjung jari tangan pemeriksa dan
pasien berhenti menarik nafas.
3) Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium
Kolelitiasis yang asimptomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan
laboratorik. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.
b) Pencitraan
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifitas dan sensitivitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatic maupun ekstrahepatik. Dengan ultrasonografi juga dapat dilihat
didnding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau edema karena
peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada ductus koledokus distal
kadang sulit dideteksi karena terhalang udara di dalam usus. Dengan
ultrasonografi, punctum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang
gangrene lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
Foto polos perut biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi
dapat dilihat pada foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu
yang membesar atau hydrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa

xi

jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus
besar, di fleksura hepatica.
CT-Scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis
kolelitiasis. Cara ini berguna untuk membantu diagnosis keganasan pada
kandung empedu yang mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90%.
Foto Rontgen dengan kolangiopankreatikografi endosjopi retrograd (ERCP) di
papila Vater atau melalui kolangigrafi transhepatik perkutan (PTC) berguna
untuk pemeriksaan batu di ductus koleduktus.

Manifestasi Klinis
Batu empedu tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak
masuk ke dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Bilamana batu itu
masuk ke dalam ujung duktus sistikus barulah dapat menyebabkan keluhan
penderita. Apabila batu itu kecil, ada kemungkinan batu dengan mudah dapat
melewati duktus koledokus dan masuk ke duodenum. Batu empedu mungkin
tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun. Gejalanya mencolok: nyeri
saluran empedu cenderung hebat, baik menetap maupun seperti kolik bilier
(nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan) jika ductus sistikus
tersumbat oleh batu, sehingga timbul rasa sakit perut yang berat dan menjalar ke
punggung atau bahu. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan
kolik biliaris. Sekali serangan kolik biliaris dimulai, serangan ini cenderung
makin meningkat frekuensi dan intensitasnya. Gejala yang lain seperti demam,
nyeri seluruh permukaan perut, perut terasa melilit, perut terasa kembung, dan
lain-lain.

2.6. Faktor risiko


Faktor risiko untuk kolelitiasis, yaitu:7

xii

a. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat,
20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu. Semakin meningkat
usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan:

Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan. Meningkatnya

sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia.


Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.

b. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade
ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya
meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita.
c. Berat badan (BMI).
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam
empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
d. Makanan.
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani
berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari
lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas
normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama

xiii

kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang
cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Aktifitas fisik.
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih
sedikit berkontraksi.

2.7. Patofisiologi
Mayoritas batu empedu (80-90%) yang terbentuk di dalam kantong
empedu terdiri dari kolesterol (70%) di matriks pigmen empedu, kalsium dan
glikoprotein Selain kolesterol murni dan campuran batu, pigmen batu jugak
ditemukan. Batu pigmen coklat terkait dengan infeksi pada saluran empedu dan
lebih sering di Asia. Batu pigmen hitam terdiri dari kalsium bilirubinate dan

xiv

ditemukan pada anemia hemolitik atau haematopoiesis yang tidak efektif dan
pada pasien dengan cystic fibrosis.7
Untuk pembentukan kolesterol batu kandung empedu, ada tiga
mekanisme yang penting yaitu: 7
a) Supersaturasi kolestrol
b) Hipomotilitas kandung empedu
c) Pembentukan inti kolesterol

Supersaturasi kolesterol
Secara normal, komposisi empedu terdiri atas 70 % garam
empedu, 22% fosfolipid (terutama lesitin), 4% kolesterol, 3% protein,
dan 0,3% bilirubin.18 Terbentuknya batu empedu tergantung dari
keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan lesitin. Semakin
tinggi kadar kolesterol atau semakin rendah kandungan garam empedu,
akan membuat kondisi di dalam kandung empedu jenuh akan kolesterol
(supersaturasi kolesterol). Kolesterol disintesis dihati dan diekskresikan
dalam bentuk garam empedu. Dengan meningkatnya sintesis dan sekresi
kolesterol, resiko terbentuknya empedu
juga meningkat. Penurunan berat badan yang terlalu cepat (karena hati
mensintesis kolesterol lebih banyak), maka esterogen dan kontrasepsi
(menurunkan sintesis garam empedu) menyebabkan supersaturasi
kolesterol.

Pembentukan inti kolesterol


Nampaknya faktor pembentukan inti kolesterol mempunyai
peran lebih besar dalam proses pembentukan dibandingkan faktor
supersaturasi. Kolesterol baru dapat dimetabolisme di dalam usus dalam
bentuk terlarut air. Dan empedu memainkan peran tersebut. Kolesterol
diangkut dalam bentuk misel dan vesikel. Misel merupakan agregat
yang berisi fosfolipid (terutama lesitin), garam empedudan kolesterol.
Apabila saturasi kolesterol lebih tinggi, maka akan diangkut dalam
bentuk vesikel. Vesikel ibarat sebuah lingkaran dua lapis. Apabila

xv

kosentrasi kolesterol sangat banyak, dan supaya kolesterol dapat


terangkut, maka vesikel akan memperbanyak lapisan lingkarannya,
sehingga disebut sebagai vesikel berlapis-lapis (vesicles multilamellar).
Pada akhirnya, di dalam kandung empedu, pengangkut kolesterol, baik
misel dan vesikel, akan bergabung menjadi vesikel multilapis. Vesikel
ini dengan adanya protein musin akan membentuk Kristal kolesterol.
Kristal kolesterol yang terfragmentasi pada akhirnya akan di lem
(disatukan) oleh protein empedu membentuk batu kolesterol.

Hipomotilitas kandung empedu


Menurunnya kemampuan kontraksi dan kerusakan dinding
kandung empedu memudahkan seseorang menderita batu empedu.
Kontraksi kandung empedu yang melemah akan menyebabkan stasis
empedu. Stasis empedu akan membuat musin yang di produksi di
kandung empedu terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu
tertampung dalam kandung empedu. Musin tersebut akan semakin
kental dan semakin pekat sehingga semakin menyulitkan proses
pengosongan cairan empedu. Bila daya kontraksi kandung empedu
menurun dan di dalam kandung empedu tersebut
sudah ada Kristal, maka Kristal tersebut tidak akan dapat dibuang keluar
ke duodenum. Beberapa kondisi yang dapat menganggu daya kontraksi
kandung empedu, yaitu hipomotilitas, parenteral total (menyebabkan
aliran empedu menjadi lambat), kehamilan, cedera medulla spinalis dan
diabetes mellitus

2.8. Penatalaksanaan
Terapi batu empedu bergantung pada tahapan penyakit, yaitu lithogenic
state, batu empedu asimtomatik, dan batu empedu simtomatik. Terapi
medikamentosa digunakan secara tunggal atau kombinasi, diantaranya adalah
terapi garam empedu oral (ursodeoxycholic acid), disolusi kontak, dan
extracorporeal shockwave lithotripsy.8

xvi

Kolesistektomi untuk batu empedu asimtomatik diindikasikan pada


pasien dengan batu empedu dengan diameter lebih dari 2 cm, pasien yang
memiliki kandung empedu yang mengalami kalsifikasi atau nonfungsional
(porcelain gallbladder) pada pencitraan dan berisiko tinggi mengalami
karsinoma kandung empedu, pasen yang mengalami cedera medulla spinalis
atau neuropati sensoris yang mengenai abdomen, pasien dengan sickle cell
anemia dimana terdapat kesulitan membedakan antara nyeri akut dan
kolesistitis.8
Pasien dengan faktor risiko penyakit untuk mengalami batu empedu
dapat dilakukan kolesistektomi elektif walaupun dengan batu empedu
asimtomatis,

diantaranya

adalah

sirosis,

hipertensi

portal,

kandidat

translplantasi, diabetes dengan simtom minor, serta pada anak-anak. Intervensi


operasi yang dapat dilakuakn diantaranya adalah kolesistektomi (baik open
maupun laparoskopik), kolesistostomi, sfingterotomi endoskopik.8

2.9. Komplikasi
Berbagai

komplikasi

yang

dapat

diakibatkan

oleh

kolelitiasis,

diantaranya adalah Ileus batu empedu. Ileus batu empedu merupakan obstruksi
intestinal mekanik yang diakibatkan impaksi batu empedu yang bermigrasi dari
kandung empediu ke intestinal. Hal ini terjadi pada 1-3% dari semua penyebab
obstruksi intestinal. Insidennya meningkat hingga 25% pada pasien dengan usia
lebih dari 65 tahun. Wanita lebih sering mengalami hal ini daripada laki-laki
dengan rasio 4:1. Angka mortalitas ileus batu empedu berkisar 12-18%. Faktorfaktor yang mengkontribusi tingginya angka tersebut adalah meningkatnya
umur, penyakit penyerta, gejala yang lambat muncul, dan keterlambatan
intervensi.9

2.10. Prognosis

xvii

Kurang dari setengah pasien mengalami kolelitiasis simtomatik. Angka


mortalitas pasien kolesistektomi elektif adalah 0,5%, sedangkan morbiditas
kurang dari 10%. Angka mortalitas untuk kolesistektomi emergensi adalah 35%, sedangkan angka morbiditas 30-50%.8
Batu empedu dapat timbul kembali di saluran empedu setelah dilakukan
kolesistektomi. Pasien dengan koledokolitiasis mempunyai prognosis yang
benrgantung pada keadaan dan tingkat keparahan komplikasi. Semua pasien
yang menolak atau tidak layak dilakukan operasi, 45% tetap asimtomatik,
sedangkan 55% mengalami berbagai tingkat keparahan yang bergantung pada
komplikasi.8

xviii

BAB 2
STATUS PASIEN
I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Rosmawati Ginting

Usia

: 50 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: IRT

Alamat

: Jl. Mataram No. 19 Medan Petisah Hulu

Tanggal Masuk

: 07 Maret 2016

ANAMNESIS
Keluhan utama

: Nyeri perut kanan atas

Telaah

: Hal ini dialami pasien sejak 2 tahun yang lalu


dan memberat 7 hari ini. Nyeri dirasakan os
seperti

tersusuk-tusuk

dan

menjalar

hingga

punggung dan kaki kanan. Nyeri bersifat hilang


timbul. Nyeri pinggang kanan juga dirasakan os
7 hari ini, nyeri hilang timbul.
Demam (-). Mual (+). Muntah (-).
BAK (+) normal. BAB (+) normal.
Os sebelumnya sudah dilakukan USG dari RS
luar dengan diagnosis multiple cholelithiasis dan
multiple nefrolithiasis. Riwayat kulit dan mata
kuning (-). Hipertensi (-). Kencing manis (-).
RPT

: tidak jelas

RPO

: tidak jelas

xix

III.

STATUS PRESENS
Sensorium

: Compos Mentis

Keadaan Umum

: Baik

IV.

Tekanan darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 65 x/i

Pernafasan

: 20 x/i

Suhu

: 36,6C

PEMERIKSAAN FISIS

Kepala
Mata

: reflex cahaya (+/+), pupil isokor 3mm, konjungtiva palpebra


inferior pucat (-/-), sclera ikterik (-/-),

Telinga/ hidung/ mulut : dalam batas normal


Leher : pembesaran KGB (-)
Toraks
Inspeksi

: simetris fusiformis

Palpasi

: stem fremitus kanan=kiri, kesan : normal

Perkusi

: sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Paru : Suara pernapasan : vesikuler, suara tambahan (-)


Jantung: S1 (N), S2 (N), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi

: simetris, soepel

Palpasi

: nyeri perut kanan atas (+) H/L/R tidak teraba

Perkusi

: nyeri ketuk (+) kanan atas

Auskultasi

: bising usus (+)

Ekstremitas :

V.

Superior

: dalam batas normal

Inferior

: dalam batas normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG

xx

Hasil pemeriksaan laboratorium (07 Maret 2016) :


JENIS PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
DarahLengkap (CBC)
Hemoglobin (HBG)
Eritrosit (RBC)
Leukosit (WBC)
Hematokrit
Trombosit (PLT)
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
PCT
PDW
Hitung jenis
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Neutrofil Absolut
Limfosit Absolut
Monosit Absolut
Eosinofil Absolut
Basofil Absolut
FAAL HEMOSTASIS
PT + INR
WAKTU PROTROMBIN
Pasien
Kontrol
INR
APTT
Pasien
Kontrol
WaktuTrombin
Pasien
Kontrol
KIMIA KLINIK
HATI

SATUAN

HASIL

RUJUKAN

gr%
105/mm3
103/mm3
%
103/mm
Fl
Pg
g%
%
fL
%
fL

11.7
4.86
10.250
35
309
78
26.4
33.7
12.2
9.9
0.300
10.9

13.2-17.3
4.20 4.87
4.5 11.0
43 49
150 450
85 95
28 32
33 35
11.6 14.8
7.0 10.2
0.100-0.500
10.0-18.0

%
%
%
%
%
103/l
103/l
103/l
103/l
103/l

66.30
25.90
6.50
1.10
0.20
6.80
2.66
0.67
0.11
0.02

37 80
20 40
28
16
01
2.7 6.5
1.5 3.7
0.2-0.4
0 0,10
0 0,1

Detik
Detik

18.6
14.00
1.32

Detik
Detik

31.8
32.9

Detik
Detik

14.0
18.0

xxi

Albumin

g/ dL

3.5

SGOT/AST

U/L

16

SGPT/ALT

U/L

19

METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah (Sewaktu)
mg/ dL
GINJAL
BUN
mg/dL
Ureum
mg/dL
Kreatinin
mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium (Na)
mEq/L
Kalium (K)
mEq/L
Klorida (Cl)
mEq/L

3.5-5.0
P: <40

W:

<32
P: <41

W:

<33

151

<200

19
41
0.68

10-20
21 43
0.6 - 1.1

141
3.2
105

135 155
3.6 - 5.5
96 106

Foto thorax (07 Maret 2016)


Kesan

: tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo

Foto polos abdomen (07 Maret 2016)


Kesan

: tidak tampak gambaran ileus. tidak tampak batu opak

proyeksi traktus urinarius maupun gall bladder.


USG (29 Februari 2016 di RS. Luar)
Kesimpulan

: Multiple cholelithiasis yang letaknya saling overlap


Multiple nephrolithiasis kiri masih bentuk kristalisasi
Hepar/Lien/Pancreas/Ginjal kanan/Bladder/ Uterus dan

adnexa N

VI.

DIAGNOSIS SEMENTARA
Cholelithiasis

VII.

PENATALAKSANAAN

xxii

Diet MB

IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i

Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam

Inj. Metronidazol 500 mg/8 jam

Inj. Ketorolac 30 mg/8jam

Inj. Ranitidin 50 mg/12jam

BAB 3
KESIMPULAN
Pasien, RG, perempuan berusia 50 tahun, datang ke IGD karena nyeri
pada perut kanan atas. Pasien didiagnosa dengan Cholelithiasis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Potter and Perry. (2005). Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,


dan Praktik. Ed. 4. Volume II. Jakarta: EGC. Smeltzer, S. C., & Bare, B.
G. (2002).
2. Brunner & Suddarths textbook of medical-surgical nursing vol.2. (8th
Ed). (Waluyo, A.,Kariasa, M., Julia, Kuncara, A., & Asih, Y,
Penerjemah). Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher.
3. Amelia Sandra. 2013. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Kolelitiasis. Jakarta : Universitas
Indonesia
4. Heuman MD FACP, Batu Empedu (Kolelitiasis). 2015.

http://

emedicine.medscape.com/ article /175667-overview. Update 20 Januari


2015
5. Greenbergen N.J., Isselbacher K.J. Diseases of the Gallbladder and Bile
Ducts, dari Harrisons Princi-ples of Internal Medicine, Edisi ke-14,
hal.1725-1736, Editor Fauci dkk. Mc Graw Hill, 1998
6. Nurman A.Penatalaksanaan Batu Empedu. 2012 .Jakarta : Rumah Sakit
TNI Dr. Mintohardjo
7. H.-U. Marschall & C. Einarsson Gallstone disease 2007 Blackwell
Publishing Ltd
8. Heuman D.M., dan Julian K. Gallstone (Cholelithiasis). Available at:
http://emedicine.medscape.com/article
9. Yakan S., et al. 2010. Gallstone Ileus As An Expected Complication of
Cholelithiasis: Diagnostic Difficulties and Treatment. Ulus Travma Acil
Cerrahi Derg, 16(4):344-348

Вам также может понравиться