Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Abstrak
Pada saat hamil tubuh wanita akan mengalami banyak perubahan di berbagai hal, salah satunya
hormon. Tubuh akan beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Ketika tubuh tidak
dapat beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada kehamilan maka terjadilah
masalah, salah satunya hipertensi pada kehamilan. Hipertensi pada kehamilan terbagi atas 5
kategori. Penyebab pasti dari mekanisme terjadinya hipertensi belum diketahui. Dalam
pemberian obat kepada ibu hamil harus berhati hati
Pendahuluan
Hipertensi disaat masa kehamilan adalah penyakit yang perlu diwaspadai, pengertian dari
hipertensi tersendiri adalah peningkatan tekanan darah yang sitolik nya lebih dari 140 dan
diastoliknya lebih dari 90. Kejadian hipertensi pada kehamilan ini banyak faktor yang
mempengaruhi diataranya dari faktor hipertensi dari esensial yang meliputi seperti dari genetik,
gaya hidup seperti merokok, konsumsi alcohol, dll. Tidak hanya dari faktor esensial tetapi juga
dari faktor hipertensi sekunder yaitu dari masalah penyakit ginjal seperti gloronefritis, dll.
Hipertensi dalam kehamilan ini terbagi menjadi beberapa klafisikasi, diantaranya ada hipertensi
kronis, hipertensi gestasional, hipertensi kronis dengan preeklamsia, dan hipertensi eklamsia.
Biasanya pada hipertensi dalam kehamilan ini, kebanyakan tidak menimbulkan gejala.
Pengobatan pada hipertensi dalam kehamilan ini sangat perlu diperhatikan, karena ada beberapa
obat yang memberikan efek samping yang menggangu dalam masa kehamilan, contohnya seperti
obat - obat yang mengandung angiotensin, biasanya obat itu sangat di kontraindikasi kan pada
wanita hamil.
Pembahasan
Skenario
Seorang perempuan usia 30 tahun dating ke poliklinik UKRIDA dengan keluhan sakit kepala dan
tengkuk terasa berat. Pemeriksaan fisik : TD: 140/100 mmHg, nadi 84x/menit, suhu 36,8C,
nafas 22x/menit. Hamil 14 minggu G1P0A0. Pemeriksaan Cor, Pulmo dan Abdomen dalam batas
normal.
Anamnesis
Peningkatan tekanan darah umumnya dijumpai pada kunjungan antenatal rutin. Namun, dapat
dijumpai gejala-gejala awalnya, seperti bertambahnya edema secara mendadak di daerah-daerah
yang tidak menggantung, misalnya wajah, kelopak mata dan tangan. Sindrom terowongan karpal
awitan cepat serta pertambahan berat badan secara mendadak (>2,5-3 kg/minggu) harus
membuat dokter waspada serta mencari tanda dan gejala pre-eklampsia lainnya. Nyeri kepala
dan gangguan pencernaan umum dijumpai dalam kehamilan, tetapi gejala-gejala yang tidak
hilang dengan terapi biasa perlu dipantau lebih ketat. Riwayat gangguan penglihatan umumnya
tidak terlalu bisa bisa diandalkan sebagain indikator pre-eklampsia. Sensitivitas deteksi penyakit
akan lebih baik apabila prevalensinya lebih tinggi sehingga pencaian akan faktor risiko harus
dilaksanakan pada pemeriksaan awal. Faktor risikonya meliputi riwayat keluarga, nuliparitas,
koitus pada kehamilan <3 bulan (umum dijumpai dalam kehamilan remaja), inseminasi sperma
donor, donor oosit, donor embrio, obesitas, kehamilan ganda, riwayat pre-eklampsia atau
hasilkahir kehamilan yang buruk, serta adanya penyakit penyerta seperti hipertensi kronis,
penyakit ginjal, diabtes mellitus, dan trombofilia.1
Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah diukur saat istirahat. Jika tinggi (sistolik >140 mmHg, diastolik >90 mmHg),
periksa pada kedua lengan, dan kecuali sangat berat, periksa ulang setidaknya dalam tiga
kesempatan terpisah sebelum berpikir uuntuk memberikan pengobatan. Harus digunakan manset
yang besar pada 10% populasi dengan lingkar lengan lebih dari 33 cm. Fase V diastolik (saat
suara menghilang) harus dicatat dengan mencantumkan keterangan postur pasien dan lengan
mana yang diukur. Hipertensi ringan atau sedang biasanya tak menunjukan kelainan pada
pemeriksaan fisik. Pada hipertensi yang sudah berlangsung lama atau berat cari tanda-tanda LVH
dengan murmur ejeksi aorta dan suara tambahan aorta yang keras. Fundus optik bisa menunjukan
tanda retinopati disertai penyempitan arteri dan penyempitan arteri dan pennyempitan
arteriovena (menunjukan aterosklerosis), perdarahan dan eksudat. Adanya edema papil
merupakan tanda hipertensi maligna.
Sepuluh persen pasien memiliki penyebab dasar yang bisa ditentukan: adalah esensial untuk
tidak melupakan penyebab yang lebih jarang ini.
Amati wajah untuk mencari-cari tanda sindrom cushing, biasanya disebabkan karena
pemberian steroid.
Periksa adanya koarktasio aorta, raba kedua arteri radialis dan ukur tekanan darah
dikedua lengan. Cari adanya keterlambatan radialis-femoralis, denyut femoralis yang
lemah, bising pada koarktasio dan anastomosis skapular yang bisa menyebabkan pulsasi
yang kuat angkat.
Dengarkan adanya bising epigastrik atau paraumbilikal yang merupakan tanda stenosis
arteri renalis.
Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis
Urinalisis adalah Tes ini merupakan salah satu tes yang sering diminta
oleh paraklinisi. Tes urin menjadi lebih populer karena dapat membantu menegakkan diagnosis,
mendapatkan informasi mengenai fungsi organ dan metabolismetubuh.
Selain itu tes urin dapat mendeteksi kelainan yang asimptomatik ,mengikuti pejalanan penyakit
dan hasil pengobatan. Dengan demikian hasiltes urin haruslah teliti , tepat dan cepat. Jadi bila
terdapat protein (+) dalam kasus ini, berarti diagnosisnya akan lebih mengarah ke hipertensi preeklamsia ataupun hipertensi eklampsia.3
Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan darah lengkap
Pada pemeriksaan darah lengkap dengan kasus hipertensi ini biasanya lebih di perhatikan pada
trombositnya.
1. Volume plasma
Pada keadaan hipertensi dalm kehamilan terjadinya penurunan volume plasma sesuai dengan
beratnya penyakit. Terjadinya penurunan volume plasma sebesar 30%-40% dari nilai normal,
bahkan ada beberapa peneliti yang melaporkan terjadinya penurunan volume plasma jauh
sebelum munculnya manifestasi klinik hipertensi. Volume plasma diukur dengan cara : penderita
tidur posisi miring ke kiri selama 30 menit, diambil 10 cc darah kemudian tambahkan dengan 3
ml Evans dye blue selanjutnya dicampur dengan 10 ml NaCL. Setiap 10 menit diambil darah
untuk 3 sampel kemudian disentrifus untuk memisahkan serum. Sampel darah kemudian
dibandingkan dengan serum kontrol yang mempunyai ukuran 620 nm, dengan mempergunakan
spektofotometer Beckman Acta C III. Hasil yang didapat dimasukkan ke dalam rumus:
Dye injected (ug)
Volume Plasma ( ml) = -------------------------------Konsentrasi dye ( ug/ml )
2. Kadar hemoglobin dan hematokrit
Pengurangan volume plasma pada preeklampsia tampak pada kenaikan kadar hemoglobin dan
hematokrit. Murphy dkk menunjukkan bahwa pada wanita hamil terdapat korelasi yang tinggi
antara terjadinya preeklampsia dan kadar Hb. Mereka mendapatkan pada primigravida frekuensi
terjadinya hipertensi dalam kehamilan 7% bila kadar Hb < 10.5 gr% sampai 42% bila kadar Hb >
14.5% gr%. Gerstner menyatakan adanya hubungan langsung antara nilai Ht dengan indeks
gestosis. Indeks gestosis > 7 selalu disertai Ht > 37%, dan dikatakan ada korelasi antara
hematokrit dan progesivitas penyakit.3
3. Kadar trombosit dan fibronectin
Redman menyatakan bahwa hipertensi dalam kehamilan didahului oleh menurunnya trombosit
sebelum tekanan darah meningkat, dan trombositopeni merupakan tanda awal hipertensi dalam
kehamilan. Dikatakan trombositopenia bila kadar trombosit < 150.000/mm3. Bukti adanya
kelainan proses koagulasi dan aktivasi platelet pertama kali didapatkan pada tahun 1893 dengan
ditemukannya deposit fibrin dan trombosit pada pembuluh darah berbagai organ tubuh wanita
yang meninggal karena eklampsia.3
Kelainan hemostatik yang paling sering ditemukan pada penderita preeklampsia adalah kenaikan
kadar faktor VIII dan penurunan kadar anti trombin III. Pada penderita hipertensi dalam
kehamilan didapatkan peningkatan kadar fibronectin. Fibronectin merupakan glikoprotein pada
permukaan sel dengan berat molekul 450.000, disintesis oleh endotel dan histiosit. Kadar
normalnya dalam darah 250-420 ug/ml, biasanya berkonsentrasi pada permukaan pembuluh
darah. Fibronectin akan dilepaskan ke dalam sirkulasi bila terjadi kerusakan endotel pembuluh
darah. Keadaan ini memperkuat hipotesis bahwa kerusakan pembuluh darah merupakan dasar
patogenesis terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Bellenger melaporkan peningkatan kadar
fibronectin sebagai tanda awal preeklampsia pada 31 dari 32 wanita dengan usia kehamilan
antara 25-36 minggu. Kadar fibronectin meningkat antara 3,6 1,9 minggu lebih awal dari
kenaikan tekanan darah atau proteinuria. 3
Pemeriksaan Biokimia
1. Kadar Kalsium
Beberapa peneliti melaporkan adanya hipokalsiuria dan perubahan fungsi ginjal pada pasien
preeklampsia. Perubahan-perubahan tersebut terjadi beberapa waktu sebelum munculnya tandatanda klinis. Hal ini terlihat dari perubahan hasil tes fungsi ginjal. Rondriquez mendapatkan
bahwa pada umur kehamilan 24-34 minggu bila didapatkan mikroalbuminuria dan hipokalsiuria
ini dideteksi dengan pemeriksaan tes radioimunologik.3
3. Kadar - Human Chorionic Gonadotrophin (-hCG)
Beberapa peneliti melaporkan bahwa kadar hCG meningkat pada penderita preeklampsia.
Sorensen dkk melaporkan bahwa wanita hamil trimester II dengan kadar -hCG > 2 kali nilai
rata-rata mempunyai risiko relatif 1,7 kali lebih besar untuk mengalami preeklampsia
dibandingkan dengan wanita yang mempunyai kadar -hCG < 2 kali nilai rata-rata. Terakhir
Miller dkk melaporkan bahwa peningkatan kadar -hCG pada kehamilan 15-20 minggu
memprediksi timbulnya preeklampsia terutama preeklampsia berat. Namun hingga saat ini
pemeriksaan kadar preeklampsia masih terbatas. 3
Ultrasonografi
Dalam 2 dekade terakhir ultrasonografi semakin banyak dipakai alat penunjang diagnostik dalam
bidang obstetri. Bahkan dengan perkembangan teknik Doppler dapat dilakukan pengukuran
gelombang kecepatan aliran darah dan volume aliran darah pada pembuluh darah besar seperti
arteri uterina dan arteri umbilikalis. Pada wanita penderita hipertensi dalam kehamilan sering
ditemukan kelainan gelombang arteri umbilikalis, dimana dapat terlihat gelombang diastolik
yang rendah, hilang atau terbalik.3
Ducey dkk dalam penelitian terhadap 136 wanita hamil mendapatkan 43% penderita
preeklampsia mempunyai gambaran SD ratio yang abnormal, dan mendapatkan adanya
penurunan aliran darah arteri uterina dan arteri umbilikalis pada mayoritas penderita
preeklampsia. Nilai prediktif positif pada penelitian ini sekitar 75%. Pada penelitian lain,
Kofinas dkk memperlihatkan bahwa insidens preeklampsia pada plasenta letak unilateral 2,8 kali
lebih besar dari pada pasien dengan plasenta letak sentral.3
Penentuan letak plasenta ini dilakukan dengan pemeriksaan USG real time. Dikatakan bahwa
bila plasenta terletak unilateral maka arteri uterina yang terdekat dengan plasenta mempunyai
tahanan yang lebih rendah dibandingkan dengan yang lainnya, sedang pada plasenta letak sentral
tahanan kedua arteri tersebut sama besarnya. Pada tahanan yang lebih besar tersebut dapat
menurunkan aliran darah uteroplasenter yang merupakan salah satu kelainan dasar pada
preeklampsia. Terjadinya hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu mekanisme
kompensasi untuk meningkatkan aliran darah uterus yang disebabkan oleh iskemia.3
Ultrasonografi dapat digunakan sebagai alat untuk pemeriksaan wanita hamil dengan risiko
tinggi sebab cara ini aman, mudah dilakukan, tidak invasif dan dapat dilakukan pada kehamilan
muda.3
Working Diagnosis : Hipertensi Gestasional
Pengertian dari hipertensi tersendiri yaitu peningkatan tekanan sistolik sekurang- kurangnya 30
mmHg atau peningkatan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 15 mmHg, atau adanya tekanan
sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg dan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 90 mmHg.
Nilai normal tekanan darah seseorang yang disesuaikan tingkat aktifitas dan keseatan secara
umum adalah 120/80mmHg. Tetapi secara umum, angka pemeriksaan tekanan darah menurun
saat tidur dan meningkat saat beraktifitas atau berolahraga.4
Istilah hipertensi gestasional digunakan sekarang ini untuk menjelaskan setiap bentuk hipertensi
yang berhubungan dengan kehamilan. Istilah ini telah dipilih untuk menekankan hubungan sebab
dan akibat antara kehamilan dan hipertensi preeklamsi dan eklamsi.4
Wanita hamil dengan hipertensi secara luas dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu hipertensi
kronis, hipertensi non-proteinuri (kadang dikenal sebagai pregnancy-induced hypertension), dan
pre-eklamsi. Menurut The International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy
(ISSHP) klasifikasi hipertensi pada wanita hamil dibagi menjadi :
Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan
1. Hipertensi gestasional dan/atau proteinuria selama kehamilan, persalinan, atau pada wanita
hamil yang sebelumnya normotensi dan non-proteinuri.
- Hipertensi gestasional (tanpa proteinuria)
- Proteinuria gestasional (tanpa hipertensi)
- Hipertensi gestasional dengan proteinuria (pre-eklamsi)
2. Chronic hypertension (sebelum kehamilan 20 minggu) dan penyakit ginjal kronis (proteinuria
sebelum kehamilan 20 minggu)
- Hipertensi kronis (without proteinuria)
- Penyakit ginjal kronis (proteinuria dengan atau tanpa hipertensi)
- Hipertensi kronis dengn superimposed
- Pre-eklamsi (proteinuria)
3. Unclassified hypertension dan/atau proteinuria
4. Eklampsia.5
Klasifikasi hipertensi pada kehamilan oleh Working Group of the NHBPEP (2000) dibagi
menjadi 5 tipe, yaitu :
1. Hipertensi gestasional
2. Preeklamsi
3. Eklamsi
4. Preeklamsi superimposed pada hipertensi kronis
5. Hipertensi kronis.4,6
Hipertensi didiagnosis secara empiris bila pengukuran tekanan darah sistolik melebihi 140
mmHg atau tekanan darah diastolik melebihi 90 mmHg.
Hipertensi gestasional ditegakkan pada perempuan yang memiliki darah >140/90 mmHg untuk
pertama kalinya setelah pertengahan kehamilan, tetapi tidak mengalami proteinuria. Hampir
separuh perempuan tersebut selanjutnya mengalami sindrom preeklamsia, yang meliputi tandatanda , seperti proteinuria dan trombositopenia atau gejala, seperti nyeri kepala dan nyeri
epigastrik. Hipertensi gestasional diklasifikasikan ulang sebagai hipertensi transisional jika tidak
timbul bukti preeklamsia, dan tekanan darah kembali ke normal pada 12 minggu pascapartum.
Proteinuria merupakan penanda objektif, yang menunjukkan terjadinya kebocoran endotel yang
luas , suatu ciri khas sindrom preeklamsia.
Differential Diagnosis : Hipertensi Primer pada Kehamilan
Hipertensi Primer dalam Kehamilan
Hipertensi esensial adalah kondisi permanen meningkatnya tekanan darah dimana biasanya
tidak ada penyebab yang nyata. Kadang-kadang keadaan ini dihubungkan dengan penyakit
ginjal, phaeochromocytoma atau penyempitan aorta, dan keadaan ini lebih sering muncul pada
saat kehamilan.7
Wanita hamil dikatakan mempunyai atau menderita hipertensi esensial jika tekanan darah pada
awal kehamilannya mencapai 140/90 mmHg. Yang membedakannya dengan preeklamsia yaitu
faktor-faktor hipertensi esensial muncul pada awal kehamilan, jauh sebelum terjadi preeklamsia,
serta tidak terdapat edema atau proteinuria.7
Selama trimester ke II kehamilan tekanan darah turun di bawah batas normal, selanjutnya
meningkat lagi sampai ke nilai awal atau kadang-kadang lebih tinggi. 7
Hipertensi pada saat kehamilan mungkin ada beberapa yang baru mengetahuinya. Kenaikan
tekanan darah selama 3 bulan pertama kehamilan merupakan tanda yang sugestif ke arah
hipertensi esensial dan pemeriksaan terhadap kemungkinan ini harus dikerjakan. Hipertensi
esensial dapat meningkatkan kecenderungan pre-eklampsia sebesar tujuh kali lipat dan
kecenderungan eklampsia sebesar sepuluh kali lipat. Jika pre-eklampsia terjadi bersama-sama
hipertensi esensial maka keadaannya akan jauh lebih berbahaya. Pada keadaan tersebut hemoragi
aksidental dan kematian janin cenderung terjadi.7
Hipertensi esensial merupakan penyakit hipertensi yang mungkin disebabkan oleh faktor
herediter serta di pengaruhi oleh faktor emosi dan lingkungan. Seorang wanita dikatakan
mengalami hipertensi esensial ketika tekanan darahnya 140/100 atau lebih, sebelum wanita hamil
atau menunjukkan kenaikan tekanan darah sebelum kehamilan mencapai 20 minggu tanpa
disertai gejala-gejala preeklamsia, glomerulonefritis atau pielonefritis.7
Untuk menilai keadaan penderita dan prognosis, perlu juga dilakukan pemeriksaan jantung,
urine, faal ginjal dan funduskopi. Pasien dengan hipertensi esensial dapat melewati
kehamilannya delam keadaan yang cukup baik tanpa diberati dengan peeklampsi atau eklampsi.
Akan tetapi, apabila diperberat dengan preeklampsi, pronogsis untuk ibu dan anak menjadi
kurang baik. Semakin dini munculnya hipertensi dalam kehamilan, semakin berat penyakitnya
dan semakin buruk prognosisnya. Keadaan yang dapat memperburuk prognosisnya yaitu :7
-
Pada wanita penderita hipertensi esensial dapat diberikan anti hipertensi yaitu obat-obat penurun
tekanan darah perlu diberikan jika tekanan darah mecapai 160/100 atau lebih, seperti
heksametonium bromid, veratrum viride, serpasil, largaktil. Untuk wanita hamil yang mengalami
hipertensi esensial harus segera mengecekkan diri kerumah sakit dan apabila prognosisnya buruk
maka akan dipertimbangan untuk melakukan abortus terapeutikus dan sterilisasi.7
Etiologi
Beberapa landasan teori mengemukakan tentang bagaimana dapat
herediternya adalah resesif sehingga tidak atau jarang terjadi pada menentunya. Kejadian
hipertensi pada kehamilan berikutnya atau ketiga akan makin berkurang.8
Teori imunologis
Hasil konsepsi merupakan allegraf atau benda asing tidak murni karena sebagian genetiknya
berasal dari sel maternal, sehingga sebagian besar kehamilan berhasil dengan baik sampai atern
dan mencapai well health mother dan well born baby. Unsur beda asing hanya berasal dari pihak
suami sehingga terjadi beberapa kemungkinan terhadap hasil konsepsi :
1) Terjadi adaptasi sempurna
2) Terjadi penolakan total terhadap hasil konsepsi
3) Proses pembentukan dan invasi sel trofoblas8
Sakit kepala (terutama dibagian belakang kepala dan pada pagi hari)
Pusing
Vertigo
Tinitus (dengung atau desis didalam telinga)
Gangguan penglihatan
Pingsan
Penatalaksanaan
-
Non-Medikamentosa
o Segera rawat
o Lakukan penilaian klinik terhadap keadaan umum sambil mencari riwayat
penyakit sekarang dan terdahulu pasien dan keluarganya
o Jika pasien tidak bernafas bebaskan jalan nafas, berikan oksigen dengan
masker, intubasi jika perlu.
Medikamentosa
Pilihan obat anti hipertensi
Tujuan utama dalam mengobati hipertensi kronis dalam kehamilan adalah menurunkan risiko
maternal, tetapi pemilihan obat anti hipertensi lebih memperhatikan keselamatan janin. Terapi
lini I yang banyak disukai adalah metil dopa, berdasarkan laporan tentang stabilnya aliran darah
uteroplasental dan hemodinamika janin dan ketiadaan efek samping yang buruk pada
pertumbuhan anak yang terpapar metil dopa saat dalam kandungan.4,11
Preeklamsi lebih umum diderita pada wanita dengan hipertensi kronis, dengan insidensi sekitar
25%. Faktor risiko untuk superimposed preeklamsi meliputi insufisiensi ginjal, riwayat
menderita hipertensi selama 4 tahun atau lebih, dan hipertensi pada kehamilan sebelumnya.
Pencegahan pada preeklamsi meliputi identifikasi wanita risiko tinggi, deteksi dini secara klinis
dan laboratorium, pengamatan intensif atau terminasi kehamilan jika ada indikasi.
Penatalaksanaan preeklamsi meliputi perawatan di rumah sakit, kontrol tekanan darah,
profilaksis konvulsi pada impending eklamsi, dan terminasi pada waktunya. Banyak wanita
dengan preeklamsi mempunyai sejarah normotensi sebelumnya sehingga peningkatan tekanan
darah secara akut bahkan pada tingkat terendah (150/100 mmHg) dapat menyebabkan
simptomatologi yang signifikan dan memerlukan terapi. Penatalaksanaan tidak mengganggu
patofisiologi penyakit, tetapi dapat memperlambat progresi penyakit dan menyediakan waktu
bagi fetus untuk mencapai maturitas. Preeklamsi kadang-kadang dapat sembuh sendiri walau
jarang dan pada kebanyakkan kasus adalah memburuk sejalan dengan waktu.4,11
Ketika persalinan mungkin dapat menjadi terapi yang tepat bagi ibu, haruslah memperhatikan
masa gestasi fetus yang < 32 minggu. Selain memperhatikan masa gestasi, bila didapatkan
tanda-tanda gawat janin intra uterin, atau IUGR atau gangguan maternal seperti hipertensi berat,
hemolisis, peningkatan enzim hati, hitung trombosit yang rendah, gangguan fungsi ginjal,
pandangan kabur, dan sakit kepala. Persalinan per vaginam lebih disukai daripada seksio untuk
menghindari penambahan stress akibat operasi.3,6
Terapi anti hipertensi harus memperhatikan keamanan maternal. Seleksi obat anti hipertensi dan
rute pemberian tergantung pada antisipasi waktu persalinan. Jika persalinan terjadi lebih dari 48
jam kemudian, metil dopa oral lebih disukai karena keamanannya. Alternatif lain seperti labetalol
oral dan beta bloker serta antagonis kalsium juga dapat dipergunakan. Jika persalinan sudah akan
terjadi, pemberian parenteral adalah praktis dan efektif. Anti hipertensi diberikan sebelum
induksi persalinan untuk tekanan darah diastol 105-110 mmHg atau lebih dengan tujuan
menurunkannya sampai 95-105 mmHg.4
Jenis-jenis obat yang dipergunakan dalam penanganan hipertensi dalam kehamilan :
1. Hidralazine
Merupakan obat pilihan, golongan vasodilator arteri secara langsung yang dapat
menyebabkan takikardi dan meningkatkan cardiac output akibat hasil respon
simpatis sekunder yang dimediasi oleh baroreseptor. Efek meningkatkan cardiac
output penting karena dapat meningkatkan aliran darah uterus. Hidralazin
dimetabolisme oleh hepar.4
Hidralazine diberikan dengan cara intravena ketika tekanan diastol mencapai 110
mmHg atau lebih atau tekanan sistolik mencapai lebih dari 160 mmHg. Dosis
hidralazine adalah 5-10 mg setiap interval 15-20 menit sampai tercapai hasil yang
memuaskan, yaitu tekanan darah diastol turun sampai 90-100 mmHg tetapi tidak
terdapat penurunan perfusi plasenta. Efek puncak tercapai dalam 30-60 menit dan
lama kerja 4-6 jam. Efek samping seperti flushing, dizziness, palpitasi, dan angina.
Hidralazine telah terbukti dapat menurunkan angka kejadian perdarahan serebral dan
efektif dalam menurunkan tekanan darah dalam 95% kasus preeklamsi.4
2. Labetalol
nimodipin dapat digunakan baik secara oral maupun infus dan terbukti dapat
menurunkan tekanan darah pada wanita penderita preeklamsi berat. Hal ini
dinyatakan pada penelitian yang dilakukan oleh Belforts dan kawan-kawan.
Pemakaian ketanserin secara intra vena juga memberikan hasil yang baik menurut
penelitian Bolte dan kawan-kawan. Nitroprusid tidak direkomendasikan lagi oleh
NHBPEP kecuali tidak ada respon terhadap pemberian hidralazin, labetalol atau
nifedipin. Sodium nitroprussid dapat menyebabkan vasodilatasi arteri dan vena tanpa
efek terhadap susunan saraf otonom atau pusat. Onset kerja 1-2 menit, puncak kerja
terjadi setelah 1-2 menit, dan lama kerja 3-5 menit. Obat ini sangat efektif dalam
mengontrol tekanan darah dalam hitungan menit di ICU. Rekomendasi penggunaan
obat secara intra vena tidak lebih dari 30 menit pada ibu non parturien karena efek
samping toksisitas sianida dan tiosianat pada janin. Trimethaphan merupakan
pemblok ganglionik yang digunakan oleh ahli anestesi dalam menurunkan tekanan
darah sebelum laringoskopi dan intubasi untuk anestesi umum. Efek samping
terhadap janin adalah ileus mekonium. Nitrogliserin diberikan secara intra vena
sebagai vasodilator vena yang tampak aman bagi janin. Obat ini merupakan anti
hipertensi potensi sedang.4,12
4. Metil dopa
Merupakan agonis -adrenergik, dan merupakan satu-satunya obat anti hipertensi
yang telah terbukti keamanan jangka panjang untuk janin dan ibu. Obat ini
menurunkan resistensi total perifer tanpa menyebabkan perubahan pada laju jantung
dan cardiac output. Obat ini menurunkan tekanan darah dengan menstimulasi
reseptor sentral -2 lewat -metil norefinefrin yang merupakan bentuk aktif metil
dopa. Sebagai tambahan, dapat berfungsi sebagai penghambat -2 perifer lewat efek
neurotransmitter palsu. Jika metil dopa digunakan sendiri, sering terjadi retensi
cairan dan efek anti hipertensi yang berkurang. Oleh karena itu, metil dopa biasanya
dikombinasikan dengan diuretik untuk terapi pada pasien yang tidak hamil. Dosis
awal 250 mg 3 kali sehari dan ditingkatkan 2 gram/hari. Puncak plasma terjadi 2-3
jam setelah pemberian. Paruh wakti 2 jam. Efek maksimal terjadi dlam 4-6 jam
setelah dosis oral. Kebanyakan disekresi lewat ginjal. Efek samping yang sering
dilaporkan adalah sedasi dan hipotensi postural. Terapi lama (6-12 bulan) dengan
obat ini dapat menyebabkan anemia hemolitik dan merupakan indikasi untuk
memberhentikan obat ini.4,12
5. Klonidin
Merupakan agonis -adrenergik lainnya. Terapi biasanya dimulai dengan dosis 0.1
mg 2 kali sehari dan ditingkatkan secara incremental 0.1-0.2 mg/hari sampai 2.4
mg/hari. Tekanan darah menurun 30-60 mmHg. Efek maksimal 2-4 jam dan lama
kerja 6-8 jam. Aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus dapat terjaga, tetapi
cardiac output menurun namun tetap berespon terhadap latihan fisik. Efek samping
adalah xerostomia dan sedasi. Penghentian klonidin dapat menyebabkan krisis
hipertensi yang dapat diatasi dengan pemberian kembali klonidin. Sampai sekarang
belum ada penelitian besar yang mempelajari klonidin seperti metil dopa.12
6. Prazosin
Merupakan pemblok kompetitif pada reseptor 1-adrenergik. Obat ini dapat
menyebabkan vasodilatasi pada resistensi dan kapasitas pembuluh darah sehingga
menurunkan preload dan afterload. Prazosin menurunkan tekanan darah tanpa
menurunkan laju jantung, curah jantung, aliran darah ginjal, dan laju filtrasi
glomerulus. Obat ini dimetabolisme hampir seluruhnya di hepar. Sekitar 90%
ekskresi obat melalui kandung empedu ke dalam faeses. Selama kehamilan, absorbsi
menjadi lambat dan waktu paruh menjadi lebih panjang. Dalam sebuah penelitian,
kadar puncak tercapai dalam 165 menit pada wanita hamil. Prazosin dapat
menyebabkan hipotensi mendadak dalam 30-90 menit setelah pemberian. Hal ini
dapat dihindari dengan pemberian sebelum tidur. Percobaan binatang menunjukkan
tidak ada efek teratogenik. Prazosin bukan merupakan obat yang kuat sehingga
sering dikombinasikan dengan beta bloker.12
7. Diuretik
Obat ini memiliki efek menurunkan plasma dan ECF sehingga curah jantung dan
tekanan darah menurun, juga menurunkan resistensi vaskular akibat konsentrasi
sodium interselular pada sel otot polos.
Obat diuretika yang poten dapat menyebabkan penurunan perfusi plasenta karena
efek segera meliputi pengurangan volume intravaskular, dimana volume tersebut
REKOMENDASI
Hydralazin
Labetalol
Nifedipine
Sodium
nitroprussi
Diuretik thiazide sebaiknya dihindari karena dapat menurunkan produksi ASI dan
digunakan untuk mensupresi laktasi.
Metil dopa kemungkinan aman selama pemberian ASI, dimana tingkat plasma yang
rendah ditemukan pada janin.
- Beta bloker lain selain propranolol ditemukan dalam konsentrasi besar dalam susu ibu
daripada plasma ibu.
- Klonidin ditemukan dalam jumlah sedikit di ASI. Hal yang sama terdapat pada ACE
inhibitor.12
Komplikasi
Pre eklampsi
Proteinuria adalah tanda penting dari preeklampsia, dan Chesley (1985) menyimpulkan secara
tepat bahwa diagnosis diragukan dengan tidak adanya proteinuria. Proteinuria yaitu protein
dalam urin 24 jam melebihi 300mg per 24 jam, atau pada sampel urin secara acak menunjukkan
30 mg/dL (1 + dipstick) secara persisten. Tingkat proteinuria dapat berubah-ubah secara luas
selama setiap periode 24 jam, bahkan pada kasus yang berat. Oleh karena itu, satu sampel acak
bisa saja tidak membuktikan adanya proteinuria yang berarti.2,5
Dengan demikian, kriteria minimum untuk diagnosis preeklamsi adalah hipertensi dengan
proteinuria yang minimal. Temuan laboratorium yang abnormal dalam pemeriksaan ginjal, hepar,
dan fungsi hematologi meningkatkan kepastian diagnosis preeklamsi. Selain itu, pemantauan
secara terus-menerus gejala eklampsia, seperti sakit kepala dan nyeri epigastrium, juga
meningkatkan kepastian tersebut.5
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas merupakan akibat nekrosis hepatocellular,
iskemia, dan oedem yang merentangkan kapsul Glissoni. Nyeri ini sering disertai dengan
peningkatan serum hepatik transaminase yang tinggi dan biasanya merupakan tanda untuk
mengakhiri kehamilan.5
Trombositopeni adalah karakteristik dari preeklamsi yang memburuk, dan hal tersebut mungkin
disebabkan oleh aktivasi dan agregasi platelet serta hemolisis mikroangiopati yang disebabkan
oleh vasospasme yang berat. Bukti adanya hemolisis yang luas dengan ditemukannya
hemoglobinemia, hemoglobinuria, atau hiperbilirubinemi dan merupakan indikasi penyakit yang
berat.5
Faktor lain yang menunjukkan hipertensi berat meliputi gangguan fungsi jantung dengan oedem
pulmonal dan juga pembatasan pertumbuhan janin yang nyata.5
Kriteria diagnosis pada preeklamsi terdiri dari :
Kriteria minimal, yaitu :
-
TD 160/110 mmHg.
Kreatinin serum > 1.2 mg/dL kecuali sebelumnya diketahui sudah meningkat.
Trombosit <100.000/mm3.
Meskipun hipertensi merupakan syarat mutlak dalam mendiagnosis preeklampsia, tetapi tekanan
darah bukan merupakan penentu absolut tingkat keparahan hipertensi dalam kehamilan.
Contohnya, pada wanita dewasa muda mungkin terdapat proteinuria +3 dan kejang dengan
tekanan darah 135/85 mmHg, sedangkan kebanyakan wanita dengan tekanan darah mencapai
180/120 mmHg tidak mengalami kejang. Peningkatan tekanan darah yang cepat dan diikuti
dengan kejang biasanya didahului nyeri kepala berat yang persisten atau gangguan visual.5
Pencegahan preeklampsi
1. Manipulasi diet
Salah satu cara yang paling awal dalam mencegah preeklamsia adalah pembatasan garam.
Setelah beberapa tahun diselidiki, pembatasan garam tidaklah penting. Pada penelitian yang
dilakukan Knuist dan kawan-kawan, pembatasan garam terbukti tidak efektif dalam mencegah
preeklamsia pada 361 wanita.5
Sekitar 14 penelitian secara acak dan sebuah meta-analisis menunjukkan bahwa suplementasi
kalsium pada waktu antenatal menghasilkan penurunan yang signifikan dari tekanan darah dan
insidensi preeklamsia.5
Suplementasi kalsium plus asam linoleat (Calcium-CLA) dalam menurunkan insidensi disfungsi
endotel vaskular pada wanita hamil berisiko tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian suplemen kalsium-CLA menurunkan kejadian hipertensi dalam kehamilan dan
meningkatkan fungsi endotel.5
2. Aspirin dosis rendah
Dahulu pemberian aspirin 60 mg digunakan untuk menurunkan insidensi preeklamsi karena
bekerja dalam mensupresi tromboksan dengan hasil dominansi dari prostasiklin endotel.
Sekarang ini, pemberian aspirin terbukti tidak efektif dalam mencegah preeklamsi. Hal ini
terbukti pada penelitian yang dilakukan Caritis dan kawan-kawan terhadap wanita risiko tinggi
dan rendah. Hanya ada satu penelitian yang secara spesifik dilakukan untuk menguji efek aspirin
terhadap wanita hamil dengan hipertensi kronis. Penelitian double blind placebo controlled trial
dilakukan untuk melihat efek aspirin pada hipertensi kronis yang dilakukan pada 774 wanita.
Dosis rendah aspirin, 60 mg sehari, yang dimulai sejak masa kehamilan 26 minggu tidak
menurunkan preeklampsia, pertumbuhan janin terhambat, perdarahan post partum, dan
perdarahan interventrikuler neonatal.4,5
3. Antioksidan
Antioksidan memiliki mekanisme yang mengontrol peroksidasi lipid yang berperan dalam
kerusakan endotel. Penelitian yang dilakukan oleh Schiff dan kawan-kawan menunjukkan bahwa
konsumsi vitamin E tidak berhubungan dengan preeklamsi. Mereka menemukan bahwa
peninggian plasma vitamin E pada wanita dengan preeklamsi dan menyatakan bahwa hal ini
merupakan respon terhadap stres oksidatif. Namun hal ini masih menjadi kontroversi karena ada
penelitian lain yang menyatakan terapi dengan vitamin C / E dapat menurunkan aktivasi endotel
yang pada akhirnya akan menurunkan preeklamsi.6. Pada penelitian lain, dengan pemberian
vitamin C sebanyak 1000 mg/hari dan vitamin E 400 IU/ hari pada usia kehamilan 16 22
minggu berhubungan dengan rendahnya insidensi preeklamsi. Karena itu masih perlu dilakukan
penelitian sebelum menyarankan penggunaan Vitamin C dan E untuk penggunaan secara klinis.4
4. Suplemen kalsium
Berdasarkan penelitian secara epidemiologis, terdapat hubungan antara asupan diet rendah
kalsium dengan terjadinya preeklamsi. Dengan pemberian suplemen kalsium sebanyak 1,5 2
g/hari telah disarankan untuk upaya pencegahan preeklamsi. Dari hasil penelitian Cochrane,
diketahui bahwa pemberian suplementasi kalsium tidak dibutuhkan pada nulipara. Walaupun
demikian, mungkin pemberiannya bisa menguntungkan untuk mereka yang termasuk kelompok
dengan asupan kalsium yang memang kurang atau pada kelompok risiko tinggi, seperti mereka
dengan riwayat preeklamsi berat.5
5. N-Acetylcystein
Diduga dapat mencegah preeklamsi karena sifatnya sebagai anti radikal bebas atau antioksidan,
sehingga pemberian obat ini diharapkan dapat mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah
yang diakibatkan kerusakan sel endotel pembuluh darah. Namun pemberian obat ini masih
kontroversi. Meskipun demikian beberapa ahli sudah mencoba menggunakan obat ini.4
Hipertensi Kronis
Hipertensi kronis adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah ditemukan sebelum kehamilan
atau yang ditemukan pada umur kehamilan < 20 minggu, dan yang menetap setelah 12 minggu
pascasalin. Hipertensi kronis yang diperberat oleh preeklamsi atau eklamsi adalah preeklamsi
atau eklamsi yang timbul pada hipertensi kronis dan disebut juga Superimposed Preeclampsia.5
Hipertensi Kronis
Diagnosis hipertensi kronis yang mendasari dilakukan apabila :
-
Hipertensi ( 140/90 mmHg) diketahui sebelum 20 minggu, kecuali bila ada penyakit
trofoblastik.
Hipertensi kronis dalam kehamilan sulit didiagnosis apalagi wanita hamil tidak mengetahui
tekanan darahnya sebelum kehamilan. Pada beberapa kasus, hipertensi kronis didiagnosis
sebelum kehamilan usia 20 minggu, tetapi pada beberapa wanita hamil, tekanan darah yang
meningkat sebelum usia kehamilan 20 minggu mungkin merupakan tanda awal terjadinya
preeklamsi. 4
Sebagian dari banyak penyebab hipertensi yang mendasari dan dialami selama kehamilan dicatat
pada tabel, Hipertensi esensial merupakan penyebab dari penyakit vaskular pada > 90% wanita
hamil. Selain itu, obesitas dan diabetes adalah sebab umum lainnya. Pada beberapa wanita,
hipertensi berkembang sebagai konsekuensi dari penyakit parenkim ginjal yang mendasari.5
Pada beberapa wanita dengan hipertensi kronis, tekanan darah dapat meningkat sampai tingkat
abnormal, khususnya setelah 24 minggu. Jika disertai oleh proteinuria, maka preeklamsi yang
mendasarinya dapat didiagnosis. Preeklamsi yang mendasari hipertensi kronis ini sering
berkembang lebih awal pada kehamilan daripada preeklamsi murni, dan hal ini cenderung akan
menjadi lebih berat dan sering menyebabkan hambatan dalam pertumbuhan janin.4
Penutup
Hipertensi gestasional didiagnosis pada wanita dengan tekanan darah mencapai 140/90 mmHg
atau lebih besar, tanpa ditemukannya proteinuria. Diagnosis akhir dari Hipertensi
Gestasional dapat ditegakan dengan kembali normalnya tekanan darah sebelum 12 minggu
paska partum. . Ibu hamil yang mengalami hipertensi gestasional < 20 minggu memiliki resiko 2
kali lebih besar untuk mengalami hipertensi kronik sedangkan ibu hamil yang mengalami
hipertensi gestasional setelah kehamilan 20 minggu memiliki kecenderungan untuk mengalami
pre-eklamsia. Pemberian obat-obatan untuk ibu hamil dengan hipertensi harus diperhatikan
dengan baik efek samping serta komplikasi yang dapat terjadi terhadap janin. Drugs of choice
untuk hipertensi pada kehamilan adalah Metil Dopa.
Daftar Pustaka
1. Hollingworth, Tony. Diagnosis banding dalam obstetri dan ginekologi A-Z. 2012. Jakarta :
EGC.h.120
2. Rubenstein David, dkk. Kedokteran klinis. Edisi ke-6. 2007. Jakarta : Erlangga.h.120-6
3. Sibai B, Diagnosis, Prevention, and Management of Eclampsia, 18 November 2004, diakses
tanggal 12 September 2015, dari http : //www.greenjournal.org
4. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K, Hypertensive
Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke-22,
2005.h.740-9
5. Shennan A, Hypertensive disorders, dalam Dewhursts textbook of Obstetrics & Gynaecology,
edisi ke-7. 2007. USA : Blackwell Publishing.h.227-234
6. Gibson P, Carson M, Hypertension and Pregnancy, diakses tanggal 11 September 2015, dari
http : //emedicine.medscape.com/article/261435
7. Yulaikhah Lily. Seri Asuhan Kebidanan Kehamilan. Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2006. h. 104-106.
8. Manuaba, IBG, kk. Pengantar kuliah obstetri. 2007. Jakarta : EGC.h.401-9.
9. Tanto, Chris dkk. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-4. Jilid I. FKUI : 2014.h.70-4.
10.Sudoyo, Aru W. dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III Edisi V.Jakarta: Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam..h.2304-10.
11. Brooks M, Pregnancy&Preeclampsia, 5 Januari 2005, diakses tanggal 12 September 2015,
dari http : //www.emedicine.com
12.Reynolds C, Mabie W, Sibai B, Hypertensive States of Pregnancy, dalam Current Obstetrics and
Gynecologic Diagnosis and Treatment, edisi ke-9, New York : McGraw-Hill, 2003: 338-353