Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh:
Kelompok
IV (Empat)
2. M. Rais Hasjim
(240110100026)
3. Mahadyansahi A. (240110100044)
4. Fia Noviyanti
Asisten
(240110100053)
1. Grace Yolanda
2. Monika E. Sitompul
3. M. Sulaeman
4. Rizky Patria Dewaner
BAB I
PENDAHULUAN
kemiringan lahan secara cepat dan akurat agar tanah tersebut dapat ditanam
dengan baik dan benar sehingga dapat mencegah terjadinya erosi. Oleh karena itu,
dalam praktikum kali
1.2 TujuanPraktikum
Adapun tujuan dari dilaksanakannya praktikum kali ini adalah sebagai
berikut:
1.3.2
Prosedur Praktikum
Alat yang sudah dipasang di atas kaki tiga tersebut didirikan tepat
di atas titik ukur.
5. Mengukur tiap segmen dengan alat ukur sudut dan alat ukur theodolite.
6. Mencatat dan menghitung jarak datar dan jarak miringnya.
7. Mengambarkan profil kemiringan lahan dan menentukan kelas
kemiringan lahan rata-rata dan reliefnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(a)
(b)
Gambar 1. Hubungan antara erosi dan kemiringan (a) dan panjang lereng (b)
Berdasarkan hal di atas pula tindakan-tindakan konservasi secara mekanis
umumnya berkaitan dengan usaha-usaha memperpendek dan memperkecil lereng
lahan yang akan digunakan.
Konversi satuan derajat ke dalam satuan persen dapat menggunakan
persamaan berikut:
Satuan derajat = tg satuan %
Satuan % = arc tg satuan derajat
Contoh:
Lereng 45o tg 45o = 1, berarti persen kemiringan lahan = 100%
Lereng 15o 15o = 0,2679, berarti persen kemiringan lahan = 26,79%
Lereng 15 % arc tg 0,15 = 8,53, berarti sudut kemiringan lahan = 8,53o
Besarnya kemiringan suatu lahan dapat diketahui dengan beberapa cara
yaitu dengan menggunakan alat yang sederhana maupun alat yang lebih modern.
Beberapa alat pengukur kemiringan di lapangan diantaranya adalah meteran,
busur derajat, suunto level/klinometer, abney level, haga meter, waterpass,
theodolite.
Relief
03
Datar
Datar
38
Agak Miring
Landai
8 15
Miring
Berombak
15 25
Agak Terjal
Bergelombang
25 40
Terjal
Berbukit
> 40
Curam
Bergunung
di
atas
permukaan
bumi
dilakukan
dengan
sejajar
dan
sekrup-sekrup
penyipat
datar
untuk
2.
Aluminum tahan lama yang melindungi dari dampak, karatan dan air
3.
4.
5.
6.
Gambar 5. Hagameter
2.3.4 Meteran
Meteran disebut juga sebagai pita ukur atau tape atau bisa disebut juga
sebagai rol meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur jarak atau panjang.
Meteran juga berguna untuk mengukur sudut, membuat sudut siku-siku, dan juga
dapat digunakan untuk membuat lingkaran. Satuan yang digunakan dalam
meteran adalah mm atau cm, feet tau inch. Pita ukur atau meteran tersedia dalam
ukuran panjang 10 meter, 15 meter, 30 meter sampai 50 meter. Pita ukur biasanya
dibagi pada interval 5 mm atau 10 mm.
Meteran juga memiliki daya muai dan daya regang. Daya muai adalah
tingkat pemuaian akibat perubahan suhu udara. Dan daya regang adaah perubahan
panjang akibat regangan atau tarikan. Daya muai dan daya regang meteran
dipengaruhi oleh jenis meteran, yang di bedakan berdasarkan bahan yang
digunakan dalam pembuatannya. Penyajian angka nol pada meteran ada yang di
nyatakan tepat di ujung awal meteran dan ada pula yang dinyatakan pada jarak
tertentu dari ujung awal meteran.
Pita ukur yang dibuat dari kain tidak banyak digunakan orang lain, karena
kurang kuat dan cepat rusak. Untuk memperkuat kainnya, maka kain itu diberi
benang dari tembaga. Supaya tahan air, kain dimasukkan dalam minyak yang
panas dan direndam beberapa waktu lamanya, lalu dikeringkan. Lebar pita ukur
ini 2 cm dan panjangnya ada 10 m, 20 m, atau 30 m. Kekurangan pada pita ukur
dari kain ini adalah mendapat regangan bila basah dan cepat rusak, maka dari itu
pita ukur dari kain ini sekarang jarang sekali dipakai. Pita ukur dari baja lebih baik
daripada pita ukur dari kain. Pita ukur baja ini dibuat dari pita baja, lebar 20 mm,
tebal 0.4 mm, dan panjang 20 m, 30 m, dan 50 m. Pita ukur yang dibuat dari kain
meskipun diperkuat dengan benang tembaga tidak lagi digunakan pada ilmu ukur
tanah (Wongsotjitro, 1980).
BAB III
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BA
BB
BT
VA
HA
(m)
(cm)
(cm)
(cm)
(o)
(o)
137,5
132,5
135
83,904
236,889
10
120
110
115
83,823
238,100
15
115
100
107,5
83,528
238,119
dM
dH
(m)
(cm)
(%)
(o)
6,10
4,91
56,5
8,69
4,96
6,18
9,94
103,5
9,61
5,48
6,47
14,73
141,5
10,41
5,94
Menghitung alpha () : = 90 VA
dM1 = 4,91 m
1 = 90 83,904 = 6,10o
2 = 90 83,823 = 6,18o
dM2 = 9,94 m
3 = 90 83,528 = 6,47o
1
dH1 = 100 x (137,5 132) sin 2(6,10) + (165 135) = 56,5 cm
2
1
dH2 = 100 x (120 110) sin 2(6,18) + (165 110) = 103,5 cm
2
1
dH3 = 100 x (115 100) sin 2(6,47) + (165 100) = 141,5 cm
2
Perhitungan sudut kemiringan ()
(%) =
dM
x 100%
dH
dM
dH
4,91
1 ( ) =
= 4,96o
56,5
( ) =
1 (%) =
4,91
x 100% = 8,69 %
56,5
2 (%) =
9,94
x 100% = 9,61 %
103,5
2 ( ) =
9,94
= 5,48o
103,5
3 (%) =
14,73
x 100% = 10.41 %
141,5
3 ( ) =
14,73
= 5,94o
141,5
1 = 4,96o
2 = 5,48o
3 = 5,94o
Jarak
dH
(m)
(cm)
(%)
(o)
33
15,15
8,61
10
52
19,23
10,88
15
46
32,61
18,06
dM
x 100%
dH
5
x 100% = 15,15 %
33
10
2 (%) =
x 100% = 19,23 %
52
15
3 (%) =
x 100% = 32,61 %
46
1 (%) =
( ) =
dM
dH
5
= 8, 61o
33
10
2 ( ) =
= 10,88o
52
15
3 ( ) =
= 18,06o
46
1 ( ) =
1 = 8,61o
2 = 10,88o
3 = 18,06o
Jarak
dH
(m)
(cm)
(%)
(o)
28,36
17,63
10
10
56,71
17,63
10
15
55,98
26,79
15
Menghitung dH
dM
x 100%
dH
5
x 100% = 17,63 %
28,36
dH =
dH1 =
dM
tan
5
= 28,36 cm
tan 10
2 (%) =
10
x 100% = 17,63 %
56,71
dH2 =
10
= 56,71 cm
tan 10
3 (%) =
15
x 100% = 26,79 %
55,98
dH3 =
15
= 55,98 cm
tan 15
1 = 8,61o
2 = 10,88o
3 = 18,06o
Jarak
dH
(m)
(cm)
(%)
(o)
33,33
15
8,53
10
58,82
17
9,64
15
88,24
17
9,64
dM
dH
Menghitung dH
dH =
dM
1 ( ) =
5
= 8,53o
33,33
dH1 =
5
= 33,33 cm
0,15
2 ( ) =
10
= 9,64o
58,82
dH2 =
10
= 58,82 cm
0,17
3 ( ) =
15
= 9,64o
88,24
dH3 =
15
= 88,24 cm
0,17
1 = 8,53o
2 = 9,64o
3 = 9,64o
Jarak
dH
(m)
(cm)
(%)
(o)
41,67
12
6,84
10
71,43
14
7,96
15
93,75
16
9,09
Menghitung dH
dM
dH
dH =
dM
1 ( ) =
5
= 6,84o
41,67
dH1 =
5
= 41,67 cm
0,12
2 ( ) =
10
= 7,96o
71,43
dH2 =
10
= 71,43 cm
0,14
3 ( ) =
15
= 9,09o
93,75
dH3 =
15
= 93,75 cm
0,16
1 = 6,48o
2 = 7,96o
3 = 9,09o
3.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai pengukuran
kemiringan lahan dengan alat pengukur. Alat pengukur yang dipergunakan dalam
praktikum kali ini terdiri dari pita ukur (meteran), theodolit, abney level, suunto
meter, dan hagameter. Pengukuran ini dilakukan dengan membagi jarak ukur
menjadi 3 bagian, yaitu 10 m, 20 m, dan 30 m.
digunakan, alat harus dikalibrasi terlebih dahulu. Terdapat gelembung udara pada
abney level yang menjadi titik acuan dalam pengukuran yang disebut Nivo. Pada
alat abney level ini, hasil pengukuran sudah dalam bentuk derajat (o).
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh besarnya nilai kemiringan sudut dalam
persen (%) adalah 29; 30; 30.
Berdasarkan literatur diketahui bahwa abney level memiliki tingkat ketelitian
yang lebih baik dibanding dengan suunto level. Akan tetapi pengukurannya tidak
betul-betul akurat karena dalam pelaksanaannya masih terjadi beberapa kesalahan
seperti dalam pembacaan nilai dan pemisiran karena kurang teliti pada saat
melakukan praktikum yang dikarenakan pemaikaian alat bergiliran dan waktu
praktikum yang terbatas. Pada penggunaan alat abney level kita dituntut untuk
lebih telaten karena untuk meletakkan nivo pada garis tengah dengan sejajar
sebagai indikator bahwa kemiringan sudah tepat tidaklah mudah. Pengukur harus
tidak banyak bergerak dan harus teliti.
Terakhir, dilakukan pengukuran kemiringan lahan dengan menggunakan alat
pengukur sudut berupa hagameter.
mengarahkan alat pada rambu ukur yang ditempatkan pada titik pengamatan,
kemudian pengamat membidik kearah rambu, setelah benar-benar dianggap lurus,
praktikan kemudian menembak dengan memcet tombol pada alat, selanjutnya
pengamat lain membaca angka yang ditunjukkan oleh jarum pada hagameter.
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh besarnya nilai kemiringan sudut dalam
persen (%) adalah 28; 28; 28. Sedangkan besarnya kemiringan sudut dalam
derajat (o) adalah 15,64; 15,64; 15,64.
Berdasarkan hasil pengamatan dan literatur, diketahui bahwa alat yang
memiliki tingkat ketelitian paling tinggi adalah theodolit, sedangkan yang tingkat
keakurasiannya paling rendah adalah meteran. Ketelitian dalam hal pengukuran
tidak hanya tergantung pada alat, namun pada pengukur dan juga faktor alamnya.
Dalam menggunakan theodolit, gelembung air yang terdapat pada nivo
horizontal maupun vertikal harus benar-benar berada di tengah. Theodolit digital
memiliki kelebihan seperti hasil data yang diperoleh lebih cepat, cara
penggunaanya
mudah,
serta
data
yang
diperoleh
akurat.
Sedangkan
kekurangannya adalah bobotnya berat, harganya mahal, dan untuk mendapat data
yang akurat, pengaturan harus stabil.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Kemiringan suatu lahan adalah tingkat kecuraman lereng permukaan suatu
lahan yang dapat dinyatakan dalam satuan persen atau derajat.
2. Lahan dengan kemiringan yang cukup dapat mengakibatkan air mengalir
ke bagian yang lebih rendah merupakan faktor penyebab erosi.
3. Makin panjang lereng, akumulasi limpasan permukaan makin besar,
sehingga volume dan kecepatannya akan semakin meningkat, yang berarti
daya gerus dan angkutnya semakin tinggi.
4. Pengukuran
di
atas
permukaan
bumi
dilakukan
dengan
4.2 Saran
Disarankan kepada praktikan yang akan melakukan praktikum serupa
agar:
1. Memahami terlebih dahulu materi yang akan dipraktikkan agar
memudahkan jalannya praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, S. 1993. Survai Tanah dan Evaluasi Lahan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Asdak, Chay. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. 1995. Gadjah
Mada University Press: Yogyakarta.
Anonim. 2012. Alat Ukur Tanah. Tersedia:
http://www.slideshare.net (Diakses pada tanggal 18/3/2013 pada pukul
18.17 WIB)
Anonim. 2008. Diameter Tape. Tersedia:
http://www.cnr.vt.edu (Diakses pada tanggal 18/3/2013 pada pukul 18.23
WIB)
Bafdal, Nurpilihan; Suryadi, Edi. Penuntun Praktikum Teknik Pengawetan Tanah
dan Air. 2007. Jatinagor: UNPAD.
Frick, H. 1996. Ilmu dan Alat Ukur Tanah. Kanisius. Yogyakarta.
Hutdopi. 2011. Alat Ukur Geografi. Tersedia:
http://hutdopi08.blogspot.com (Diakses pada tanggal 18/3/2013 pada
pukul 18.09 WIB)
Irawan, Budi. 2011. Mengoperasikan dan Merawat Alat Ukur Tanah. Tersedia:
http://pustaka.ictsleman.net (Diakses pada tanggal 18/3/2013 pada pukul
18.13 WIB)
Irvine, W. 1995. Penyigian Untuk Konstruksi. Edisi ke II. ITB. Bandung.
Kartasapoetra, G . 1987. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Bina Aksara,
Jakarta.
McCormac, J.2004. Surveying. Fifth Edition. John Wiley & Sons, Inc.
Schwab, Glen O; dkk. 1981. Soil and Water Conservation Engineering. United
States of America: John Wiley and Sons, Inc.
Seta, A. K. 1987. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Kalam Mulia, Jakarta.
Sosrodarsono, S., dan Takasaki, M. 1992. Pengukuran Topografi dan Teknik
Pemetaan. Edisi ke III. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Suripin, M.Eng. 2002. Pelestarian Sumber Daya Air dan Tanah. ANDI.
Yogyakarta.
Tonni. 2012. Survey Ilmu Ukur Tanah. Tersedia:
LAMPIRAN