Вы находитесь на странице: 1из 8

Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah di Indonesia

Akuntansi pertama kali dikenal di Indonesia sekitar tahun 1960 an,


sementara akuntansi konvensional yang kita pahami dari berbagai literature
menyebutkan bahwa akuntansi pertama kali berkembang di Italia dan
dikembangkan oleh Lucas Pacioli (1494). Pemahaman ini sudah mendarah
daging pada masyarakat akuntan kita. Olehnya itu, ketika banyak ahli yang
mengemukakan pendapat bahwa akuntansi sebenarnya telah berkembang
jauh sebelumnya dan di mulai di arab, akan sulit diterima oleh masyrakat
akuntan. Namun pada tulisan ini kita tidak akan membahas mengenai hal
tersebut karena telah dibahas pada pembahasan sebelumnya.
Pada tulisan ini penulis akan sedikit bercerita mengenai proses
perkembangan akuntansi syariah di Indonesia yang di dapatkan dari
berbagai referensi. Perkembangan akuntansi syariah beberapa tahun
terakhir sangat meningkat ini di tandai dengan seringnya kita menemukan
seminar, workshop, diskusi dan berbagai pelatihan yang membahas berbagai
kegiatan ekonomi dan akuntansi Islam, mulai dari perbankan, asuransi,
pegadaian, sampai pada bidang pendidikan semua berlabel syariah.
Namun dokumen tertulis yang menyiratkan dan mencermikan proses
perjuangan perkembangan akuntansi syariah masih sangat terbatas
jumlahnya. Demikian pula dengan sejarah perkembangan akuntansi syariah
di Indonesia. Kekurang tertarikan banyak orang terkait masalah ini, baik
sebagai bagian dari kehidupan penelitian maupun sebagai sebuah ilmu
pengetahuan menjadikan sejarah akuntansi syariah masih sangat minim di
temukan.
C. Bank syariah sebagai landasan awal perkembangan akuntansi
syariah.
Perkembangan akuntansi syariah di Indonesia tidak dapat dilepaskan
dari proses pendirian Bank Syariah. Pendirian Bank Muamalat Indonesia
(BMI) merupakan landasan awal diterapkannya ajaran Islam menjadi

pedoman bermuamalah.1[4] Pendirian ini dimulai dengan serangkaian proses


perjuangan sekelompok masyarakat dan para pemikir Islam dalam upaya
mengajak masyarakat Indonesia bermuamalah yang sesuai dengan ajaran
agama. Kelompok ini diprakarsai oleh beberapa orang tokoh Islam, Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), serta Majelis Ulama Indonesia (MUI)
yang pada waktu itu, sekitar tahun 1990.2[5]
Setelah didirikannya bank syariah, terdapat keganjilan ketika bank
membuat laporan keuangan. Dimana pada waktu itu proses akuntansi
belumlah mengacu pada akuntansi yang dilandasi syariah Islam. Maka
selanjutnya munculah kebutuhan akan akuntansi syariah Islam. Dan dalam
proses kemunculannya tersebut juga mengalami proses panjang.
Berdirinya bank syariah tentunya membutuhkan seperangkat aturan
yang tidak terpisahkan, antara lain, yaitu peraturan perbankan, kebutuhan
pengawasan, auditing, kebutuhan pemahaman terhadap produk-produk
syariah dan Iain-Iain. Dengan demikian banyak peneliti yang meyakini bahwa
kemunculan kebutuhan, pengembangan teori dan praktik akuntansi syariah
adalah karena berdirinya bank syariah. Pendirian bank syariah adalah
merupakan salah satu bentuk implementasi ekonomi Islam.
Dengan demikian, berdasarkan data dokumen, dapat diinterpretasikan
bahwa keberadaan sejarah pemikiran tentang akuntansi syariah adalah
setelah adanya standar akuntansi perbankan syariah, setelah terbentuknya
pemahaman yang lebih konkrit tentang apa dan bagaimana akuntansi
syariah, dan terbentuknya lembaga-lembaga yang berkonsentrasi pada
akuntansi syariah. jadi secara historis, sejak tahun 2002 barulah muncul ide
pemikiran dan keberadaan akuntansi syariah, baik secara pengetahuan
umum maupun secara teknis. Sebagai catatan, IAI baru membentuk Komite
Akuntansi Syariah di Indonesia.
1
2

Perkembangan Akuntansi di Indonesia (IAI)


Pada waktu Indonesia merdeka, hanya ada satu orang akuntan pribumi, yaitu Prof. Dr. Abutari,
sedangkan Prof. Soemardjo lulus pendidikan akuntan di negeri Belanda pada tahun 1956.
Akuntan-akuntan Indonesia pertama lulusan dalam negeri adalah Basuki Siddharta, Hendra
Darmawan, Tan Tong Djoe, dan Go Tie Siem, mereka lulus pertengahan tahun 1957. Keempat
akuntan ini bersama dengan Prof. Soemardjo mengambil prakarsa mendirikan perkumpulan
akuntan untuk bangsa Indonesia saja.
Pada tanggal 17 Oktober 1957, kelima akuntan tersebut mengadakan pertemuan di aula
Universitas Indonesia (UI) dan bersepakat untuk mendirikan perkumpulan akuntan Indonesia.
Perkumpulan yang akhirnya diberi nama Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tersebut berdiri pada 23
Desember 1957, yaitu pada pertemuan ketiga yang diadakan di aula UI pada pukul 19.30.
Konsep Anggaran Dasar IAI yang pertama diselesaikan pada 15 Mei 1958 dan naskah finalnya
selesai pada 19 Oktober 1958. Menteri Kehakiman mengesahkannya pada 11 Februari 1959.
Namun demikian, tanggal pendirian IAI ditetapkan pada 23 Desember 1957. Saat itu, tujuan IAI
adalah:
1. Membimbing perkembangan akuntansi serta mempertinggi mutu pendidikan akuntan.
2. Mempertinggi mutu pekerjaan akuntan.
IAI bermaksud menghimpun potensi Akuntan Indonesia untuk menjadi penggerak pembangunan
nasional dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
IAI bertujuan mengembangkan dan mendayagunaakan potensi Akuntan Indonesia sehingga
terbentuk suatu cipta dan karya Akuntan Indonesia untuk didarmabaktikan bagi kepentingan
bangsa dan Negara. IAI berfungsi sebagai wadah komunikasi yang menjebatani berbagai latar
belakang tugas dan bidang pengabdiannya untuk menjalin kerjasama yang bersifat sinergi secara
serasi, seimbang dan selaras.
Untuk mencapai maksud, tujuan, dan fungsinya, IAI melaksanakan beragam kegiatan
diantaranya pendaftaran dan pelayanan keanggotaan; pengembangan dan penyusunan standar

akuntansi keuangan; pengembangan dan penegakkan kode etik akuntan; pemberian konsultasi
untuk pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi; publikasi; hubungan internasional;
menjadi pusat pengetahuan dan pengembangan akuntansi; menjaga dan meningkatkan
kompetensi akuntan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan; melaksanakan sertifikasi di
bidang akuntansi sebagai tolak ukur standar kualitas keprofesian; serta menjaga kepercayaan
pemakai jasa dan masyarakat luas atas hasil kerja profesi akuntan yang tergabung dalam IAI.
Saat ini IAI merupakan satu-satunya wadah yang mewakili profesi akuntan Indonesia secara
keseluruhan. IAI merupakan anggota International Federation of Accountants, organisasi profesi
akuntan dunia yang merepresentasikan lebih 2,5 juta akuntan yang bernaung dalam 167 asosiasi
profesi akuntan yang tersebar di 127 negara. Sebagai anggota IFAC, IAI memiliki komitmen
untuk melaksanakan semua standar internasional yang ditetapkan demi kualitas tinggi dan
penguatan profesi akuntan di Indonesia. IAI juga merupakan anggota sekaligus pendiri ASEAN
Federation of Accountants (AFA). Saat ini IAI menjadi sekretariat permanen AFA.

2. Perkembangan Kontemporer Akuntansi Syariah


a) Pengaruh Islam terhadap Perkembangan Akuntansi
`Sebelum berdirinya pemerintahan Islam, peradaban didominasi oleh dua bangsa besar
yang memiliki wilayah yang luas, yakni Romawi dan Persia. Saat Nabi Muhammad SAW lahir,
sebagian besar daerah di Timur Tengah berada dalam jajahan, daerah syam dijajah oleh Romawi,
sedangkan Irak dijajah oleh Persia. Adapun perdagangan bangsa Arab Mekkah terbatas ke Yaman
pada musim dingin dan Syam pada musim panas.
Pada saat itu, akuntansi sudah digunakan oleh para pedagang dalam bentuk perhitungan barang
dagangan sejak mulai berdagang sampai pulang. Perhitungan tersebut dilakukan untuk
mengetahui perubahan-perubahan, untung atau rugi. Bahkan, orang-orang Yahudi yang pada saat
itu berdagang dan menetap juga telah menggunakan akuntansi untuk transaksi utang-piutang
mereka.
Praktik akuntansi pada masa Rasulullah SAW mulai berkembang setelah ada perintah
Allah melalui Al-Quran untuk mencatat transaksi yang bersifat tidak tunai (Al-Baqarah 282)
dan untuk membayar zakat. Perintah Allah dalam Al-Baqarah 282 tersebut telah mendorong
setiap individu senantiasa menggunakan dokumen ataupun bukti transaksi. Adapun perintah
Allah untuk membayar zakat mendorong umat Islam saat itu untuk mencatat dan menilai aset
yang dimilikinya. Berkembangnya praktik pencatatan dan penilaian aset merupakan konsekwensi
logis dari ketentuan membayar zakat yang besarnya dihitung berdasarkan persentase tertentu dari
aset yang dimiliki seseorang yang telah memenuhi kriteria nisab dan haul.

b) Faktor yang mengantarkan Perkembangan Akuntansi di Negara Islam


Daulat abbassiyah, 132-232H/750-847 M memiliki banyak kelebihan dibanding yang lain
dalam pengembangan akuntansi secara umum dan buku-buku akuntansi secara khusus.Diantara
contoh buku-bukukhusus yang dikenal pada masa kehidupan negara islam itu adalah sebagai
berikut:
1. Daftarul nafaqat (Buku Pengeluaran) Buku ini disimpan di diwan nafaqat dan diwan ini
bertanggung jawab atas pengeluaran khilafah, yang mencerminkan pengeluaran negara.
2. Daftarun Nafaqat Wal Iradat(Buku Pengeluaran dan Pemasukan) buku ini disimpan di Diwanil
mal, dandiwan ini bertanggung jawab atas pembukaan seluruh harta yang masuk ke Baitul Mal
dan yang dikeluarkannya
3. Daftar Amwalil Mushadarah (Buku harta Sitan) Buku ini digunakan di Diwanul Mushadarin.
Diwan ini khusus mengatur harta sitaan dari para menteri dan pejabat-pejabat senir negara pada
saat itu.
Umat islam juga mengenal buku Khusus yang lain, yang dikenal dengan nama Al Auraj,
yaitu serupadengan apa yang sekarang dinamakan Daftar Ustadzil Madinin (Debtors or accounts
receivable subsidiary ledger). Kata Auraj adalah dari bahasa persia, kemudin digunakan dalam
bahasa Arab. Auraj digunakan untuk mencatat jumlah pajak atas hasil tanah pertanian, yaitu
setiap halaman dikhususkan untuksetiap orang yang dibebani untuk membayar pajak,didalamnya
dicatat jumlah pajak yangarus dibayar, juga jumlah yang telah dibayar dari pokok jumlah yang
harus dilunasi.
Disamping itu, kaum muslimin dinegara islam mengenal pembagian piutang menjadi tiga
kelompok:
1. Ar Raij minal mal , yaitu piutang yang memungkinkna untuk didapatkan, yaitu apa yang
dikenal dengan nama Ad Duyunul jayyidah, dalam bahasa inggris dikenal dengan Collectable
Debts
2. Al Munkasir minal mal, yaitu piutang yang mustahil untuk didapatkan, sekarang dinamakan Ad
Duyunul Madumah, dalam bahasa inggris dikenal dengan Bad Debts atau Uncollectable Debts
3. Al Mutaadzir wal mutahayyir wal mutaaqqid minal mal, yaitu piutang yang diragukan untuk
didapatkan, dalam bahasa inggris adalah Doubtful Debts.
c.

Praktik Akuntansi Pemerintahan Islam

Kewajiban zakat berdampak pada pendirian Baitulmal oleh Rasulullah, yang berfungsi sebagai
lembaga penyimpan zakat beserta pendapatan lain yang diterima negara. Pada masa
pemerintahan Rasulullah memilik 42 pejabat yang digaji dan terspesialisasi dalam peran dan
tugas tersendiri. Praktik akuntansi pada zaman Rasulullah baru berada pada tahap penyiapan
personal yang menangani fungsi-fungsi lembaga keuangan negara. Pada masa tersebut, harta
kekayaan yang diperoleh negara langsung didistribusikan setelah harta tersebut diperoleh.
Dengan demikian, tidak terlalu diperlukan pelaporan atas penerimaan dan pengeluarannya.
Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, penerimaan negara meningkat secara signifikan.
Dengan demikian, kekayaan negara yang disimpan juga semakin besar. Para sahabat
merekomendasikan perlunya pencatatan untuk pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran
negara. Kemudian, Khalifah Umar bin Khattab mendirikan unit khusus bernama Diwan yang
bertugas membuat laporan keuangan sebagai bentuk akuntabilitas Khalifah atas dana Baitulmal
yang menjadi tanggungjawabnya. Selanjutnya, reliabilitas laporan keuangan pemeritahan
dikembangkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz berupa praktik pengeluaran bukti penerimaan
uang. Kemudian, Khalifah Al Walid bin Abdul Malik mengenalkan catatan dan register yang
terjilid dan tidak te

rpisah seperti sebelumnya.

Evolusi perkembangan pengelolaan buku akuntansi mencapai tingkat tertinggi pada masa
Daulah Abbasiah. Akuntansi diklasifikasikan pada beberapa spesialisasi, antara lain; akuntansi
peternakan, akuntasi pertanian, akuntansi bendahara, akuntansi konstruksi, akuntansi mata uang,
dan pemeriksaan buku (auditing). Pada masa itu, sistem pembukuan telah menggunakan model
buku besar, yang meliputi :
a. Jaridaj al-Kharaj (mirip receivable subsidiary ledger), merupakan pembukuan pemerintah
terhadap piutang pada individu atas zakat tanah, hasil pertanian, serta hewan ternak yang belum
dibayar dan cicilan yang telah dibayar. Piutang dicatat disatu kolom dan pembayaran cicilan
dikolom yang lain.
b. Jaridah an-Nafaqat (jurnal pengeluaran), mencatat pengeluaran
c. Jaridah al-Mal (jurnal dana), mencatat penerimaan dan pengeluaran
d. Jaridah al-Musadareen, pembukuan yang digunakan untuk mencatat penerimaan denda atau
sita dari individu yang tidak sesuai syariah, termasuk dari pejabat yang korup.
Adapun untuk pelaporan, telah dikembangkan berbagai laporan akuntansi, antara lain :
a. Al-Khitmah, menunjukkan total pendapatan dan pengeluaran yang dibuat perbulan

b. Al-Khitmah al-Jameah, laporann keuangan komperhensif yang berisikan gabungan antara


laporan laba rugi dan neraca yang dilaporkan di akhir tahun.
Istilah Zornal (sekarang journal) telah lebih dahulu digunakan oleh kekhalifahan Islam
dengan Istilah Jaridah untuk buku catatan keuangan. Double entry yang ditulis oleh Pacioli, telah
lama dipraktekkan dalam pemerintahan Islam. Dari runtutan penjelasan di atas, jelaslah bahwa
akuntansi di dunia Islam telah berkembang dan dipraktekan jauh sebelum terbitnya buku
Summa de Arithmetica Geometrica, Proportioni et Proportionalita pada tahun 1494 M karya
Lucas Pacioli yang oleh barat diklaim sebagi bapak akuntansi modern. Dalam
perkembangannya, klaim barat tersebut ternyata banyak diragukan oleh para peneliti.
D) Berbagai Pendekatan dalam Mengembangkan Akuntansi Syariah
a) Pendekatan Induktif Berbasis Akuntansi Kontemporer
Pendekatan ini biasa disingkat dengan pendekatan induktif, yang dipelopori oleh AAOIFI
(Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution). Pendekatan ini
menggunakan tujuan akuntansi keuangan Barat yang sesuai dengan organisasi bisnis Islam dan
mengeluarkan bagian yang bertentangan dengan ketentuan syariah. Argumen yang mendukung
pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan ini dapat diterapkan dan relevan dengan intitusi
yang memerlukannya. Selain itu, pendekatan ini sesuai dengan prinsip ibaha (boleh) yang
menyatakan bahwa segala sesuatu yang terkait dalam bidang muamalah boleh dilakukan
sepanjang tidak ada larangan yang menyatakannya.
Adapun argumen yang menentang pendekatan ini menyatakan bahwa ini tidak bisa diterapkan
pada masyarakat yang kehidupannya wajib berlandaskan pada wahyu dan dipandang merusak
karena mengandung asumsi yang tidak Islami.
b) Pendekatan Deduktif dari Sumber Ajaran Islam
Pendekatan deduktif ini dipelopori oleh beberapa pemikir akuntansi syariah, antara lain
Iwan Triyuwono, Akhyar Adnan, Gaffikin dan beberapa pemikit lainnya. Mereka berpandangan
bahwa tujuan akuntansi syariah adalah pemenuhan kewajiban zakat.
Pendekatan ini diawali denngan menentukan tujuan berdasarkan prinsip ajaran Islam yang
terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah.

Kemudian tujuan tersebut dignakan untuk mengembangkan akuntansi


kontemporer.Argumen yang mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan ini akan
meminimalisasi pengaruh pemikiran sekuler terhadap tujuan dan akuntansi yang dikembangkan.
Adapun argumen yang menentang menyatakan bahwa pendekatan ini sulit dikembangkan dalam
bentuk praktisnya.
c) Pendekatan Hibrid
Pendekatan ini didasarkan pada prinsipsyariah yang sesuai dengan ajaran Islam dan
persoalan masyarakat yang akuntansi syariah mungkin dapat bantu menyelesaikan. Pendekatan
ini dipelopori oleh pemikir akuntansi syariah Shahul Hameed.Pendekatan Hibrid secara parsial
telah diterapkan di lingkungan beberapa perusahaan konvensional. Pendekatan ini mengapresiasi
perkembangan akuntansi sosial dan lingkungan di Eropa dalam tiga dekade terakhir, dan
menganggap itu perlu diaplikasikan dalam akuntansi syariah. Dan selanjutnya yang perlu
dilakukan oleh pemikir akuntansi Islam adalah mengembangkan triple bottom line menjadi fourt
bottom line (ekonomi, sosial, lingkungan, dan kesesuaian syariah).

Вам также может понравиться