Вы находитесь на странице: 1из 5

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

2.1 Definisi
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda
takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk
pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan
besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA
(Stark

1986).

Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas berat
(dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi
oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata
pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya
hyaline membran pada saat otopsi.

2.2 Etiologi
Defesiensi atau kerusakan surfaktan. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada
RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory Distress
Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi
prematur, yang disebabkan defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang.
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana
surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan
mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan
bertambah berat.

2.3 Faktor Predisposisi


1. Prematuritas dengan paru-paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu) dan tidak adanya,
gangguan atau defisiensi surfactan
2. Bayi prematur yang lahir dengan operasi caesar
3. Penurunan suplay oksigen saat janin atau saat kelahiran pada bayi matur atau prematur.

2.4 Patofisiologi
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut
surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit
tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke
35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan
tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara
fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi
sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
*Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam laktat asam
organic>asidosis metabolic.
*Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam alveoli>terbentuk
fibrin>fibrin

dan

jaringan

epitel

yang

nekrotik>lapisan

membrane

hialin.

Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun, penurunan aliran darah
keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya
atelektasis. Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode
perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR
dan kehamilan kembar.

Secara singkat patofisiologinya dapat digambarkan sbb : Atelektasis hipoksemia asidosis


transudasi penurunan aliran darah paru hambatan pembentukan zat surfaktan
atelekstasis. Hal ini berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian.

2.5 Manifestasi Klinis


RDS mungkin terjadi pada bayi premature dengan berat badan <1000 gram. Tanda-tanda
gangguan pernafasan berupa : Dispnue/hipernue/takipneu Sianosis Retraksi suprasternal /
epigastrik / intercostals Grunting expirasi Mengorok ekspiratori. Pernapasan cuping hidung.
Pernapasan kulit Didapatkan gejala lain seperti : Bradikardi Hipotensi Kardiomegali Edema
terutama didaerah dorsal tangan atau kaki. Hipotermi Tonus otot yang menurun Berdasarkan foto
thorak,

menurut

Pertama,

terdapat

kriteria
sedikit

Bomsel

bercak

ada

retikulogranular

stadium
dan

sedikit

RDS

yaitu

bronchogram

udara,

Kedua, bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan
jantung

dengan

penurunan

aerasi

paru.

Ketiga,alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan
bayangan

jantung

hampir

tak

terlihat,

bronchogram

udara

lebih

luas.

Keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.

2.6 Diagnosis
1. Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma dengan
overdistensi duktus alveolar
2. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
3. Data laboratorium

Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin
yang mempunyai predisposisi RDS)

Lecitin/Sphingomielin

(L/S)

ratio

2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru

Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu

Tingkat phosphatydylinositol

Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg, saturasi
oksigen 92% 94%, pH 7,31 7,45

Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar yang
rusak.

2.7 Komplikasi
Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
1. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS
yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau
adanya asidosis yang menetap.
2. Jangkitan penyakit kerana keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan
jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasiv
seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler
terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan
ventilasi mekanik.

4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan
RDS

terutama

pada

bayi

yang

dihentikan

terapi

surfaktannya.

Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang
tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak
dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu
menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin
A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
b. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi
yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial,
dan adanya infeksi

By https://dwaney.wordpress.com/2011/05/09/rds-respiratory-distress-syndrome/

Вам также может понравиться