Вы находитесь на странице: 1из 35

PERCOBAAN I

MODULASI AMPLITUDO
1
1

Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
Dapat mengukur sinyal carrier dan sinyal modulasi menggunakan

osiloskop dan menganalisis karakteristik sinyal yang diperoleh.


Dapat mengukur modulation depth (m) yang berbeda-beda pada sinyal

AM. Akan ditentukan efek dari nilai m yang berbeda (>1, >1).
Mengetahui sinyal modulasi direkonstruksi dari sinyal modulasi
amplitudo

2
berikut:
1
2
3
4
5
6
7
3
1

Peralatan
Adapun peralatan yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai
Personal Computer
UniTrain Board
Modul SO4201-7L (Colpitts/Hartley Oscillator)
Modul SO4201-7U (AM Modulator/Demodulator)
Power Supply
Jumper
Kabel
Dasar Teori
Definisi Modulasi
Modulasi merupakan proses perubahan (varying) suatu gelombang

periodik sehingga menjadikan suatu sinyal mampu membawa suatu informasi.


Dengan proses modulasi, suatu informasi (biasanya berfrekuensi rendah) bisa
dimasukan ke dalam suatu gelombang pembawa, biasanya berupa gelombang
sinus berfrekuensi tinggi. Pada proses jenis teknik modulasi terdiri dari
beberapa macam modulasi yaitu modulasi analog, modulasi pulsa, transmisi
digital, dan modulasi digital. Semuanya menjadi suatu rangkaian yang saling
terhubung sehingga membentuk jaringan komunikasi data yang sesuai harapann
yang diinginkan.

Suatu sinyal informasi dengan frekuensi rendah dapat dimasukkan atau


ditumpangkan ke dalam suatu sinyal pembawa yang berupa gelombang
sinusoidal berfrekuensi tinggi dengan proses modulasi. Pada suatu gelombang
sinusoidal terdapat tiga parameter kunci yaitu amplitudo, frekuensi, dan phase.
Tiga parameter kunci tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan sinyal
informasi (berfrekuensi rendah) untuk sinyal termodulasi. Modulasi digunakan
untuk mengatasi ketidaksesuaian karakter sinyal dengan media (kanal) yang
digunakan. Informasi tidak praktis dikirim melalui media udara tanpa proses
modulasi

Gambar 1.1 Proses Modulasi

Modulasi Amplitudo
Modulasi amplitudo adalah proses memodulasi isyarat frekuensi rendah

pada gelombang frekuensi tinggi dengan mengubah-ubah amplitudo gelombang


frekuensi tinggi tanpa mengubah frekuensinya.
Modulasi amplitudo mengirimkan sinyal berdasarkan pergeseran
amplitudo, merupakan metode modulasi dengan mengubah-ubah amplitudo.
Dalam proses modulasi ini memunculkan frekuensi gelombang pembawa
tergantung pada ada atau tidak adanya sinyal informasi digital.
Keuntungan yang diperoleh dari metode ini adalah bit per baud
(kecepatan digital) lebih besar. Sedangkan kesulitannya adalah dalam menentukan
level acuan yang dimilikinya, yakni setiap sinyal yang diteruskan melalui saluran
transmisi jarak jauh selalu dipengaruhi oleh redaman dan distorsi lainnya. Oleh
karena itu metode ASK hanya menguntungkan bila dipakai untuk hubungan jarak

dekat saja. Dalam hal ini faktor derau harus diperhitungkan dengan teliti, derau
menindih puncak bentuk-bentuk gelombang yang berlevel banyak dan membuat
mereka sukar mendeteksi dengan tepat menjadi level ambangnya.

Gambar 1.2 Proses Modulasi AM

Gambar 1.2 menunjukkan proses modulasi amplitudo. Gambar (a) adalah


sinyal informasi; (b) adalah sinyal carrier (sinyal pembawa) ; dan (c) adalah
sinyal termodulasi. Terlihat dari Gambar 1.2 bahwa proses modulasi
menyebabkan sinyal informasi seolah-olah menumpang pada sinyal carrier.
Dengan proses ini sinyal informasi frekuensi rendah bisa ditransmisikan pada
frekuensi yang jauh lebih tinggi.

Deskripsi Matematis Modulasi Amplitudo

Suatu gelombang sinusoid dapat diungkapkan dalam persamaan sebagai


berikut:
y = A sin (t + )..............(1.1)
Dari persamaan di atas, dapat dilihat bahwa ada tiga variabel yang
menjadi dasar dari suatu gelombang, yaitu: amplitudo (A), frekuensi () dan fasa
(). Ketiga besaran ini yang akan menjadi dasar dari pemanfaatan modulasi
Secara matematis, modulasi amplitudo adalah operasi perkalian yang melibatkan
gelombang pembawa frekuensi sinyal modulasi frekuensi .
UAM (t) = (UT + UM cos t) cos t(1.2)
Transformasikan persamaan ini dengan bantuan hasil trigonometri dalam
rumus berikut, dengan asumsi bahwa modulasi dan pembawa sinyal memiliki
amplitudo yang sama:
UAM (t) = UT cos t + 0.5 UM cos (-)t + 0.5 UM cos (+)t ...(1.3)
Hal ini menunjukkan bahwa dua frekuensi sebelum modulasi digunakan
untuk menghasilkan spektrum frekuensi yang terdiri dari frekuensi carrier dan
dua sidebands. Frekuensi atas sideband lebih tinggi dari frekuensi carrier dengan
jumlah yang sama dengan frekuensi sinyal yang berguna, sementara frekuensi
rendah sideband yang lebih rendah dengan jumlah yang sama. Hubungan ini
digambarkan menggunakan modulasi sinyal terbatas dengan frekuensi 200 Hz
sampai 3 kHz sebagai berikut.

Gambar 1.3 Contoh Modulasi Sinyal dengan Frekuensi 200 Hz - 3 kHz

Jenis sederhana rangkaian AM modulator terdiri dari osilator dan


transistor. Seperti dijelaskan sebelumnya, modulasi dapat dianggap sebagai
perkalian dua sinyal frekuensi yang berbeda. Proses penggandaan juga
menggabungkan non-linearitas dari persimpangan pn. Karakteristik non-linear
mendistorsi sinyal untuk menghasilkan komponen sinyal frekuensi lanjut. Osilator
di bagian atas dari rangkaian hanya memastikan produk modulasi yang diinginkan
oleh output.

Gambar 1.4 Contoh Rangkaian Modulasi Amplitudo

Modulation Depth

Salah satu parameter karakteristik yang paling penting dari modulasi


amplitudo adalah kedalaman modulasi m, ditetapkan sebagai nilai absolut atau
%. Kedalaman modulasi adalah perbandingan antara amplitudo sinyal transmisi
dan sinyal pembawa.
m=

Um
U c .......(1.4)

Karena amplitudo sinyal pembawa lebih tinggi dari sinyal yang diinginkan, maka
kedalaman modulasi lebih kecil dari "1" atau 100%.

Gambar 1.5 Kedalaman Modulasi Sinyal AM

Seperti digambarkan diatas, kedalaman modulasi juga dapat ditentukan


dari rasio amplitudo minimum dan maksimum sinyal AM. Hal ini memungkinkan
kedalaman modulasi dapat dihitung dengan bantuan dari trapesium modulasi. Jika
selektif memudar (misalnya selama transmisi radio) atau tidak diatur dengan
benar, pembawa amplitudo sangat melemahkan frekuensi pembawa, sehingga
memungkinkan kedalaman modulasi melebihi m = 1 atau 100%. Hal ini
menyebabkan distorsi non-linear dalam sinyal demodulasi.
Kedalaman modulasi pada modulasi amplitudo berkisar pada rentang
nilai 0 < m < 1. Jika ditunjukkan dengan persentase maka rentang nilai m menjadi
0% < m < 100%. Ketika m = 0 atau m = 10% , maka sinyal termodulasi adalah
sama seperti sinyal carrier (sebelum modulasi). Ketika 0 < m < 1 nilai kedalaman
modulasi yang dihasilkan mencapai bentuk ideal. Sehingga berpengaruh pada
resultan gelombang yang akan ditransmisikan. Ketika m = 1, kondisi ini
merupakan kondisi ideal. Sinyal termodulasi yang paling baik dihasilkan jika nilai
m=1. Tetapi kondisi ini sukar dicapai karena keterbatasan alat, terutama kendala

noise. Pada nilai m=1, nilai amplitudo puncak sinyal termodulasi akan bervariasi
dari nol sampai dua kali amplitudo sinyal carrier (sebelum modulasi). Namun
pada kondisi m >1 akan terjadi overmodulasi. Overmodulasi terjadi pada rentang
diatas 1 atau diatas 100% yang akan menghasilkan distorsi pada sinyal
termodulasi dan envelope akan memiliki bentuk yang berbeda dengan sinyal
informasi atau pemodulasi.

Gambar 1.6 Pengaruh Kedalaman Modulasi AM

1.4

Langkah Percobaan

1.4.1

Perakitan Modul
1
2

Hidupkan PC yang sudah di sediakan.


Hubungkan UniTrain Board dan port USB pada CPU PC menggunakan

3
4

kabel data.
Sambungkan Power Supply pada UniTrain Board.
Hidupkan Unitrain Board.

1.4.2
1.

Eksperimen Prinsip dari Modulasi Amplitudo


Pasang modul SO4201-7L (Colpitts/Hartley Oscillator) dan modul
SO4201-7U (AM Modulator/Demodulator) pada UniTrain Board.

2.

Pasang jumper pada HFin Colpitts Setting dan pada Oscillator x Setting.

3.

Hubungkan ground Analog OUT dengan A- Analog IN dan ground dari


Hartley Oscillator.

4.

Hubungkan ground Hartley Oscillator dan ground AM Modulator.

5.

Hubungkan A+ pada Analog IN dengan HFout pada Hartley Oscillator


dan Oscil pada AM Modulator.

Gambar 1.7 Rangkaian Sinyal Carrier Pada Modulasi Amplitudo

6.

Atur frekuensi sinyal carrier menjadi 455kHz dan voltage 100mV


dengan potensiometer. Tampilkan sinyal carrier pada osiloskop dengan
parameter sebagai berikut:

Tabel 1.1 Parameter Sinyal Carrier

7.

Ubah dan tampilkan frekuensi sinyal carrier menjadi 600 kHz, 100mV
serta 455 kHz, 200mV. Bandingkan ketiga karakteristik sinyal carrier
tersebut.

8.

Hubungkan A+ pada Analog IN dan AMout pada AM modulator untuk


menampilkan sinyal modulasi.

Gambar 1.8 Rangkaian Sinyal Modulasi Pada Modulasi Amplitudo

9.

Tampilkan sinyal modulasi pada osiloskop dengan parameter berikut:

Tabel 1. 2 Parameter Sinyal Modulasi

10. Bandingkan karakteristik antara sinyal carrier dan sinyal modulasi.


11. Hilangkan input sinyal carrier berfrekuensi tinggi Oscil dan pasang
sinyal sinusoidal berfrekuensi rendah NF IN pada AM Modulator.

Gambar 1.9 Rangkaian Sinyal Termodulasi

12. Gunakan function generator (Instruments | Voltage Sources | Function


Generator). Setting function generator sesuai gambar dibawah dan
kemudian hidupkan dengan meng-klik tombol POWER.

Gambar 1.10 Parameter Pada Function Generator

13.

Tampilkan sinyal AMout melalui osiloskop dengan parameter berikut:


X

= 10s/DIV X/T (A)

Channel A = 50 mV/ DIV AC


Channel B = mV/DIV OFF
14.

Tampilkan sinyal output dari modulator pada channel A dan sinyal


termodulasi pada channel B, dengan parameter berikut:
X

= 10s/DIV X/T (A)

Channel A = 1 V/ DIV AC
Channel B = 1 V/DIV DC

Gambar 1.11 Rangkaian Sinyal Termodulasi dan Sinyal Informasi

1.4.3

Modulation Depth
1

Pasang modul SO4201-7L (Colpitts/Hartley Oscillator) dan modul

2
3

SO4201-7U (AM Modulator/Demodulator) pada UniTrain Board.


Pasang jumper pada HFin Colpitts Setting dan pada Oscillator x Setting.
Hubungkan B- dengan A- pada Analog IN dengan ground pada Analog

4
5
6
7

OUT.
Hubungkan ground Hartley Oscillator dan ground AM Modulator.
Hubungkan S pada Analog OUT dengan B+ pada Analog IN dan NF IN.
Hubungkan A+ pada Analog IN dengan Oscil pada Amout.
Hubungkan HFout pada Hartley Oscillator dengan Oscil pada AM
Modulator.

Gambar 1.12 Rangkaian Kedalaman Modulasi (Modulation Depth)

8.

Gunakan function generator (Instruments | Voltage Sources | Function


Generator). Setting function generator seperti gambar dibawah dan
kemudian hidupkan dengan mengklik tombol POWER.

Gambar 1.13 Parameter Function Generator

9.

Tampilkan sinyal pada osiloskop dengan parameter berikut:


Tabel 1.3 Parameter Sinyal Termodulasi Pada Modulation Depth

10.

Atur amplitudo sinyal berfrekuensi rendah menjadi 10% dan 50%.


Bandingkan output sinyal yang ditampilkan pada osiloskop.

11.

Hubungkan A+ pada Analog IN dengan LF dan B+ Analog IN dengan


AMout pada AM Modulator.

Gambar 1.14 Rangkaian Sinyal Termodulasi Mode X-Y

12.

Tampilkan sinyal pada osiloskop dengan parameter berikut:


Tabel 1.3 Parameter Sinyal Termodulasi Mode X-Y

13.

Atur modulation depth sebesar 80% dan 100% serta tampilkan pada
osiloskop dengan parameter berikut:

1.4.4
1.

= 10s/DIV X/Y

Channel A

= 200 mV/ DIV DC

Channel B

= 500 mV/DIV AC

Demodulasi
Pasang modul SO4201-7L (Colpitts/Hartley Oscillator) dan modul
SO4201-7U (AM Modulator/Demodulator) pada UniTrain Board.

2.

Pasang jumper pada HFin Colpitts Setting dan pada Oscillator x Setting.

3.

Hubungkan A- pada Analog IN dan ground pada Analog OUT.

4.

Hubungkan ground Hartley Oscillator dan ground AM Modulator.

5.

Hubungkan A+ dengan LFdemod dan AMin dengan Amout.

6.

Hubungkan HFout pada Hartley Oscillator dengan Oscil pada AM


Modulator.

7.

Hubungkan S pada Analog OUT dengan NF IN pada AM Modulator.

Gambar 1.15 Rangkaian Sinyal Demodulasi

8.

Gunakan function generator (Instruments | Voltage Sources | Function


Generator). Setting function generator seperti gambar dibawah dan
kemudian hidupkan dengan mengklik tombol POWER

Gambar 1.16 Parameter Function Generator Sinyal Demodulasi

9. Ukur sinyal pada AM detektor "LFdemod" output dan analisis hasilnya.


Tampilkan sinyal tersebut pada osiloskop dengan parameter.
Tabel 1.4 Parameter Sinyal Demodulasi

5
1

Gambar dan Data Hasil Percobaan


Prinsip Dari Modulasi Amplitudo

Parameter :
Time Base : 2 s/DIV
Channel A : 100 mV/DIV AC
Channel B : OFF
Trigger

:A

Gambar 1.17 Sinyal Carrier Frekuensi 455 kHz dan Voltage 100 mV

Parameter :
Time Base : 2 s/DIV
Channel A : 100 mV/DIV AC
Channel B : OFF
Trigger

:A

Gambar 1.18 Sinyal Carrier Frekuensi 600 kHz dan Voltage 100 mV

Parameter :
Time Base : 2 s/DIV
Channel A : 500 mV/DIV AC
Channel B : OFF

Gambar 1.19 Sinyal Carrier Frekuensi 455 kHz dan Voltage 200 mV

Parameter :
Time Base : 1 s/DIV
Channel A : 100 mV/DIV AC
Channel B : OFF
Trigger

:A

Gambar 1.20 Sinyal Modulasi Dengan Frekuensi 455 kHz dan Voltage 100 mV

Parameter :
Time Base : 20 s/DIV
Channel A : 1 V/DIV AC
Channel B : OFF

Gambar 1.21 Sinyal Termodulasi Indeks Modulasi 20%

Parameter :
Time Base : 10 s/DIV
Channel A : 1 V/DIV AC
Channel B : 1 V/DIV DC
Trigger

:A

Gambar 1.22 Sinyal Termodulasi (Biru) dan Sinyal Informasi (Merah) Indeks
Modulasi 20%

Modulation Depth
Parameter

Time Base : 20 s/DIV


Channel A : 500 mV/DIV
AC
Channel B : 500 mV/DIV

Gambar 1.23 Sinyal Termodulasi (Merah) dan Sinyal Informasi (Biru) Indeks
Modulasi 20%

Parameter :
Time Base : 10 s/DIV
Channel A : 500 mV/DIV AC

Gambar 1.24 Sinyal Termodulasi (Merah) dan Sinyal Informasi (Biru) Persentase
Amplitudo 10%

Parameter

Time Base

:10 s/DIV

Channel A
DC

:100mV/DIV

Channel B
DC

:100 mV/DIV

Gambar 1.25 Sinyal Termodulasi (Merah) dan Sinyal Informasi (Biru) Indeks
Modulasi 50%

Parameter :
Time Base : 10 s/DIV
Channel A : 100 mV/DIV DC

Gambar 1.26 Sinyal Termodulasi (Merah) Indeks Modulasi 20% Setelah Rangkaian
Diubah Display X-Y

Parameter :
Time Base : 10 s/DIV
Channel A : 200 mV/DIV DC

Gambar 1.27 Sinyal Termodulasi (Merah) Indeks Modulasi 80% Setelah Rangkaian
Diubah Display X-Y

Parameter :
Time Base : 10 s/DIV
Channel A : 200 mV/DIV DC

Gambar 1.28 Sinyal Termodulasi (Merah) Indeks Modulasi 100% Setelah


Rangkaian Diubah Display X-Y

Demodulasi
Parameter :
Time Base : 20 s/DIV
Channel A : 200 mV/DIV AC

Gambar 1.29 Gelombang Sinyal Demodulasi Indeks Modulasi 20%

6
1.6.1

Analisis Hasil Percobaan


Prinsip Modulasi Amplitudo

1.6.1.1 Analisis Perbandingan Karakteristik Sinyal Carrier


Pada percobaan ini nilai voltage yang digunakan adalah sebesar 100 mV
dengan dua parameter frekuensi yang berbeda yaitu 455 kHz dan 600 kHz, serta
nilai voltage 200 mV dengan frekuensi 455 kHz. Dari hasil percobaan diperoleh
karakteristik sinyal carrier yang dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1.30 Sinyal Carrier Dengan Frekuensi 455 kHz dan Voltage 100 mV

Gambar 1.31 Sinyal Carrier Dengan Frekuensi 600 kHz dan Voltage 100mV

Gambar 1.32 Sinyal Carrier Dengan Frekuensi 440 kHz dan Voltage 500 mV

Perbedaan karakteristik bentuk sinyal carrier ini dipengaruhi oleh


perubahan pengaturan tuning pada potensiometer. Pengaturan frekuensi dan
amplitudo dengan cara memutar tuning ini akan memberikan perbedaan
karakteristik pada sinyal carrier. Pada frekuensi, jika tuning frekuensi diputar ke
arah kanan maka gelombang sinyal carrier akan lebih rapat dan jika diputar ke
arah kiri maka gelombang sinyal carrier akan lebih renggang. Hal ini juga berlaku
pada pengaturan amplitudo. Jika tuning amplitudo diputar ke arah kanan maka
amplitudo sinyal carrier akan menjadi lebih besar, sebaliknya jika tuning
amplitudo diputar ke arah kiri maka amplitudo sinyal carrier akan menjadi lebih
kecil.
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh terlihat bahwa terdapat
perbedaan tampilan karakteristik sinyal carrier pada ketiga gambar diatas. Pada
gambar 1.30 parameter yang digunakan yaitu frekuensi sebesar 440 kHz dengan
amplitudo 500 mV dan gambar 1.31 frekuensinya 450 kHz dengan amplitudo 100
mV. Frekuensi 455 kHz dapat dinaikkan menjadi 521 kHz dengan cara memutar
tuning frekuensi ke arah kanan. Sehingga bentuk gelombangnya akan menjadi
lebih rapat. Untuk menaikkan amplitudo dari 100 mV menjadi 500 mV tuning
amplitudo diputar ke arah kanan. Sehingga amplitudo gambar 1.32 merupakan
amplitudo paling tinggi.

1.6.1.2 Analisis Karakteristik Sinyal Carrier dan Sinyal Modulasi


Pada percobaan ini nilai voltage yang digunakan adalah 100 mV dengan
parameter frekuensi yang sama yaitu 455 kHz. Dari hasil percobaan diperoleh
karakteristik sinyal carrier dan sinyal modulasi sebagai berikut:

Gambar 1.33 Sinyal Carrier Dengan Frekuensi 450 kHz dan Voltage 100 mV

Gambar 1.34 Sinyal Modulasi Dengan Frekuensi 521 kHz dan Voltage 100 mV
Setelah Rangkaian Diubah

Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh pada gambar 1.33 dan 1.34
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan karakteristik antara sinyal
carrier dan sinyal modulasi. Hal ini karena sinyal modulasi pada gambar 1.34

sinyal carriernya belum ditumpangi atau tercampur dengan sinyal informasi.


Sehingga tampilan sinyal carrier dan sinyal modulasi tidak memiliki perbedaan.

1.6.1.3 Analisis Sinyal Termodulasi


Pada percobaan ini indeks modulasi yang digunakan pada sinyal
termodulasi sebesar 20%. Dari hasil percobaan diperoleh tampilan sebagai
berikut:

Gambar 1.35 Sinyal Termodulasi Dengan Indeks Modulasi 20%

Gambar 1.36 Sinyal Termodulasi (Biru) dan Sinyal Informasi (Merah) Dengan
Indeks Modulasi 20%

Sinyal termodulasi adalah sinyal hasil proses modulasi dengan cara


mengubah-ubah amplitudo sinyal carrier sesuai dengan perubahan amplitudo
sinyal informasi. Sinyal termodulasi mengandung sinyal informasi dan sinyal
carrier. Pada gambar 1.35 sinyal informasi tidak ditampilkan karena sinyal
informasi sudah tercampur dengan sinyal carrier. Pengaruh indeks modulasi
terhadap bentuk sinyal termodulasi dapat dilihat pada gambar 1.35. Jika
disesuaikan dengan rentang indeks modulasi, maka indeks modulasi 20% tidak
menunjukkan adanya overmodulasi. Kondisi overmodulasi akan dicapai ketika
nilai indeks modulasinya melebihi 100%. Setelah rangkaian diubah maka
tampilan sinyal menjadi seperti gambar 1.36 yang menampilkan sinyal informasi
dan sinyal termodulasinya. Hal ini ditunjukkan oleh sinyal termodulasi yang
diwakili oleh sinyal berwarna biru dan sinyal informasi yang ditunjukkan oleh
sinyal warna merah.
2

Modulation Depth

1.6.2.1 Modulation Depth Display X-T


Pada percobaan ini parameter time base yang digunakan sebesar 20
s/DIV dengan indeks modulasi yang digunakan adalah 20%, 10%, dan 50%.
Indeks modulasi ini akan berpengaruh pada tampilan sinyal termodulasi display
X-T. Berikut adalah gambar hasil percobaan mengenai modulation depth display
X-T.

Gambar 1.37 Sinyal Termodulasi (Merah) dan Sinyal Informasi (Biru) Dengan Indeks
Modulasi 20% Display X-T

Gambar 1.38 Sinyal Termodulasi (Merah) dan Sinyal Informasi (Biru) Dengan Indeks
Modulasi 10% Display X-T

Gambar 1.39 Sinyal Termodulasi (Merah) dan Sinyal Informasi (Biru) Dengan Indeks
Modulasi 50% Display X-T

Perbedaan besar amplitudo dipengaruhi oleh nilai indeks modulasinya.


Semakin besar nilai indeks modulasi maka amplitudo minimum dari sinyal
termodulasi menjadi semakin besar dan amplitudo maksimum dari sinyal
termodulasi menjadi semakin kecil dan apabila index modulasi terlalu besar maka
hasil sinyal termodulasi AM akan cacat dan apabila index modulasi terlalu rendah
maka daya sinyal termodulasi tidak maksimal. Semakin kecil nilai indeks
modulasi maka amplitudo maksimum dari sinyal termodulasi akan semakin besar
dan amplitudo minimum dari sinyal termodulasi menjadi semakin kecil.

Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh terlihat bahwa terdapat


perbedaan tampilan karakteristik sinyal pada ketiga gambar diatas. Pada gambar
1.37 indeks modulasinya 20% dengan time base 20 s/DIV dan gambar 1.38
indeks modulasinya 10% dengan time base 10 s/DIV. Setelah indeks modulasi
20% diturunkan menjadi 10% maka amplitudo gelombangnya berubah menjadi
lebih kecil. Pada gambar 1.39 indeks modulasi yang digunakan adalah 50%
dengan time base 20 s/DIV. Setelah indeks modulasi 10% dinaikkan menjadi
50% maka amplitudo gelombangnya menjadi lebih besar. Sehingga amplitudo
gambar 1.39 merupakan amplitudo yang paling besar jika dibandingkan dengan
gambar 1.38 dan gambar 1.37. Sedangkan amplitudo pada gambar 1.38
merupakan amplitudo terkecil dengan indeks modulasi 10%.
1.6.2.2 Modulation Depth Display X-Y
Pada percobaan ini indeks modulasi yang digunakan adalah 20%, 80%,
dan 100%. Berikut adalah gambar hasil percobaan mengenai modulation depth
display X-Y.

Gambar 1.40 Sinyal Termodulasi (Merah) Dengan Indeks Modulasi 20% Setelah
Rangkaian Diubah Display X-Y

Gambar 1.41 Sinyal Termodulasi (Merah) Dengan Indeks Modulasi 80% Setelah
Rangkaian Diubah Display X-Y

Gambar 1.42 Sinyal Termodulasi (Merah) Dengan Indeks Modulasi 100% Setelah
Rangkaian Diubah Display X-Y

Indeks modulasi akan berpengaruh pada tampilan sinyal termodulasi


display X-Y. Semakin besar nilai indeks modulasi maka frekuensi semakin
menurun, bentuk sinyal semakin renggang dan panjang gelombang semakin
panjang.

Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh terlihat bahwa terdapat


perbedaan tampilan karakteristik sinyal pada ketiga gambar diatas. Pada gambar
1.40 indeks modulasinya 20% dan gambar 1.41 indeks modulasinya 80%. Setelah
indeks modulasi 20% dinaikkan menjadi 80% maka bentuk gelombangnya
menjadi lebih renggang, frekuensinya berkurang dan panjang gelombangnya
bertambah. Pada gambar 1.42 indeks modulasi yang digunakan adalah 100%.
Setelah indeks modulasi 80% dinaikkan menjadi 100% maka bentuk
gelombangnya menjadi lebih renggang, frekuensinya berkurang dan panjang
gelombangnya bertambah. Sehingga gambar 1.42 dengan indeks modulasi 100%
merupakan tampilan sinyal termodulasi dengan bentuk sinyal paling renggang,
frekuensi terkecil dan panjang gelombang terpanjang. Hal ini karena indeks
modulasi pada gambar 1.42 paling tinggi yaitu 100%. Rentang indeks modulasi
hanya 0% sampai 100%, sehingga jika indeks modulasi melebihi 100% maka
sinyal akan mengalami overmodulasi.

1.6.3

Demodulasi
Pada percobaan ini indeks modulasi yang digunakan adalah 20%. Dari

percobaan demodulasi ini diperoleh tampilan sinyal sebagai berikut

adalah
proses
yang bertujuan
untuk
mendapatkan
GambarDemodulasi
1.43 Gelombang
Sinyal
Demodulasi
Dengan Indeks
Modulasi
20%
sinyal asli dengan cara memisahkan sinyal carrier dari sinyal informasi. Pada

gambar 1.43 tampilan dari sinyal demodulasi tidak dapat sepenuhnya sama
dengan sinyal informasi sebelum dimodulasi. Hal ini karena masih ada pengaruh
dari noise.

Simpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan yaitu

sebagai berikut :
1 Modulasi adalah proses perubahan (varying) suatu gelombang periodik
sehingga menjadikan suatu sinyal mampu membawa suatu informasi.
Dengan proses modulasi, suatu informasi (biasanya berfrekuensi rendah)
bisa dimasukan ke dalam suatu gelombang pembawa, biasanya berupa
2

gelombang sinus berfrekuensi tinggi..


Pengaturan frekuensi dan amplitudo dapat dilakukan dengan cara memutar
tuning yang akan memberikan perbedaan karakteristik pada sinyal carrier.
Pada frekuensi, jika tuning frekuensi diputar ke arah kanan maka
gelombang sinyal carrier akan lebih rapat dan jika diputar ke arah kiri
maka gelombang sinyal carrier lebih renggang. Hal ini juga berlaku pada

pengaturan amplitudo.
Tidak terdapat perbedaan karakteristik antara sinyal carrier dan sinyal
modulasi. Hal ini disebabkan karena sinyal carriernya belum dimodulasi
atau dicampurkan dengan sinyal informasi. Sehingga tampilan sinyal

carrier dan sinyal modulasi tidak mengalami perubahan.


Sinyal termodulasi adalah sinyal hasil proses modulasi dengan cara
merubah amplitudo sinyal carrier sesuai dengan perubahan amplitudo
sinyal informasi. Sinyal termodulasi mengandung sinyal informasi dan
sinyal carrier. Rentang indeks modulasi hanya 0% sampai 100%, sehingga
jika indeks modulasi melebihi 100% maka sinyal akan mengalami

overmodulasi.
Pada display X-T, semakin besar nilai indeks modulasi maka amplitudo
minimum dari sinyal termodulasi akan semakin kecil dan amplitudo
maksimum dari sinyal termodulasi menjadi semakin besar. Semakin kecil
nilai indeks modulasi maka amplitudo maksimum dari sinyal termodulasi
akan semakin besar dan amplitudo minimum dari sinyal termodulasi

menjadi semakin kecil.


Pada display X-Y, semakin besar nilai indeks modulasi maka frekuensi
semakin menurun, bentuk sinyal semakin renggang dan panjang
gelombang semakin panjang.

Demodulasi adalah proses yang bertujuan untuk mendapatkan sinyal asli


dengan cara memisahkan sinyal carrier dari sinyal informasi. Pada
percobaan ini sinyal demodulasi tidak dapat sepenuhnya sama dengan
sinyal informasi awal karena masih ada pengaruh dari noise.

DAFTAR PUSTAKA

Fahmizal. 2010. Teori Sampling.


https://fahmizaleeits.wordpress.com/2010/07/08/teori-sampling/ Diakses pada

tanggal 20 Mei 2015


Maruf, Irham. 2013. Penjelasan Macam-Macam Amplitudo Modulasi
http://irham93.blogspot.com/2013/06/macam-macam-ampitudo-modulasiam.html Diakses pada tanggal 20 Mei 2015
Anonim. 2012. modulasi-amplitudo-amplitude-modulation-am.
http://elektronika-dasar.web.id/teori-elektronika/modulasi-amplitudoamplitude-modulation-am/ Diakses pada tanggal 20 Mei 2015
Adi,Purwadi. 2014. Penerapan modulasi pada komunikasi data. Jakarta Barat.
Universitas Indraprasta PGRI

Вам также может понравиться