Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
STATUS PASIEN
1.1. IDENTIFIKASI
Nama
: An. MA
Jenis kelamin
: Laki-laki
Ayah
Nama
: Tn. R
Umur
: 25 Tahun
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Petani
Ibu
Nama
: Nn. J
Umur
: 19 Tahun
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Petani
Agama
: Islam
Alamat
: Belitang
Suku Bangsa
: Sumatera Selatan
MRS
Dikirim oleh
1.2. ANAMNESA
(Alloanamnesis dengan orang tua penderita 21 Maret 2016, Pukul 15.00
WIB)
Keluhan Utama
: Sesak napas
Keluhan Tambahan
: BAB cair
menerus, menggigil (-), berkeringat (-), sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-),
nyeri tenggorokan (+), nyeri menelan (+), nyeri kepala (+), nyeri telinga (-),
nyeri otot dan sendi (+), nyeri belakang bola mata (-), mual muntah (+)
1
frekuensi 5-6 kali, masing-masing sebanyak 1/2-1 gelas aqua, isi apa
yang dimakan, muntah darah (-),
menurun, BAB cair (-), BAB hitam (-), nyeri saat BAK (-), BAK sering dan
sedikit-sedikit (-). Ruam kemerahan pada kulit (-), mimisan (-), gusi
berdarah (-). Pasien kemudian berobat ke praktek dokter umum dan
dikatakan mengalami sakit gejala demam Tifoid, pasien diberi obat
amoxicillin, tiamfenikol dan dexanta, tidak ada perbaikan (-). Ibu pasien
juga membeli parasetamol di warung, demam hanya turun sebentar,
kemudian naik lagi.
Sejak 1 hari SMRS penderita mengeluh BAB cair, frekuensi 4
kali, masing-masing sebanyak 1 gelas aqua, air lebih banyak daripada
ampas, darah (-), lendir (-). Penderita juga masih mengeluh demam tinggi
terus menerus, menggigil (-), berkeringat (-), sesak nafas (-), batuk (-), pilek
(-), nyeri tenggorokan (+), nyeri menelan (+), mual muntah (-), nyeri kepala
(+), nyeri otot dan sendi (+), nyeri perut (-), lesu, nafsu makan menurun.
BAK dalam batas normal. Pasien belum dibawa berobat.
6 jam SMRS pasien berobat ke praktek dokter umum, diberikan
obat amoxicillin, tiamfenikol, dexanta, domperidone, dan parasetamol.
Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Ibnu Sutowo Baturaja.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat asma sejak usia 2 tahun
Riwayat bepergian ke luar kota disangkal
Riwayat malaria sebelumnya disangkal
Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan anak pertama dari satu bersaudara. Ayah pasien
(47 tahun), pendidikan S1, bekerja sebagai PNS Pemda OKU (BPKD). Ibu
penderita (45 tahun), pendidikan S1, bekerja sebagai guru SMP 13.
2
: minggu
Partus
: Spontan
Ditolong oleh
: Bidan
HPHT
: 3600 gram
: 50 cm
: Langsung menangis
ASI
Susu Formula
Bubur Susu
Bubur Beras
Nasi Tim
Nasi Biasa
Kesan
:-
DPT
:-
Polio
: 1 kali
Hepatitis B
: 1 kali
Campak
:-
Kesan
:-
Tengkurap
:-
Duduk
:-
Merangkak
:-
Berdiri
:-
Berjalan
:-
Berbicara
:-
Bersosialisasi : Kesan
Kesadaran
: Kompos Mentis
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 96 x/menit, reguler,
isi dan tegangan cukup
Pernapasan
: 24 x/menit
Suhu
: 38,7 OC
Berat Badan
: 47 kg
Tinggi Badan
: 155 cm
Lingkar Kepala
Status Gizi
BB/U
: 47/46 x100%
= 102 % (Normal)
TB/U
: 155/156 x100%
= 99 % (Normal)
BB/TB
: 47/45 x100%
= 104 % (Normal)
Kesan
: Gizi baik
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Thoraks
Paru-paru
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
Jantung
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
: Batas atas
Abdomen
- Inspeksi
-
Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
: 13,8 g/dl
Eritrosit
: 5,0 x 106/mm3
Leukosit
: 2.200/mm3
LED
: 10 mm/jam
Hematokrit
: 43%
Trombosit
: 71.000 /uL
DDR
1.5. RESUME
Seorang anak laki-laki 13 tahun dengan keluhan utama demam dan keluhan
tambahan mual muntah dan BAB cair. Sejak 2 hari SMRS pasien mengeluh
demam tinggi terus menerus, menggigil (-), berkeringat (-), sesak nafas (-), batuk
(-), pilek (-), nyeri tenggorokan (+), nyeri menelan (+), nyeri kepala (+), nyeri
telinga (-), nyeri otot dan sendi (+), nyeri belakang bola mata (-), mual muntah
(+) frekuensi 5-6 kali, masing-masing sebanyak 1/2-1 gelas aqua, isi apa yang
dimakan, muntah darah (-), nyeri perut (-), lesu, nafsu nakan menurun, BAB cair
(-), BAB hitam (-), nyeri saat BAK (-), BAK sering dan sedikit-sedikit (-). Ruam
kemerahan pada kulit (-), mimisan (-), gusi berdarah (-). Pasien kemudian berobat
ke praktek dokter umum dan dikatakan mengalami sakit gejala demam Tifoid,
pasien diberi obat amoxicillin, tiamfenikol dan dexanta, tidak ada perbaikan (-).
Ibu pasien juga membeli parasetamol di warung, demam turun sebentar, kemudian
naik lagi.
Sejak 1 hari SMRS penderita mengeluh BAB cair, frekuensi 4 kali,
masing-masing sebanyak 1 gelas aqua, air lebih banyak daripada ampas, darah (-),
lendir (-). Penderita juga masih mengeluh demam tinggi terus menerus, menggigil
(-), berkeringat (-), sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-), nyeri tenggorokan (+),
nyeri menelan (+), mual muntah (-), nyeri kepala (-) nyeri otot dan sendi (+),
nyeri perut (-), lesu, nafsu makan menurun. BAK dalam batas normal. Pasien
belum dibawa berobat.
5. Monitoring
1.9.
perdarahan
Pemeriksaan Hb, Ht, trombosit tiap 12 jam
PROGNOSIS
-
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
1.10 FOLLOW UP
Tanggal
16-02-2016
Keterangan
S : demam (-)
Pkl 07.00
Hari perawatan O :
ke-2
Status Generalis
KU: tampak sakit sedang
Sens : kompos mentis
TD : 100/60 mmHg
N : 80 x/m
RR : 20 x/m
T : 37,2 oC
Status Klinis
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil
bulat isokor 3mm, reflek cahaya +/+, tonsil
T3/T2 hiperemis (+), detritus (+), kripta tidak
melebar, arcus faring hiperemis (+)
17-02-2016
Darplex IV tablet
Primakuin 1x1/3 tablet
Paracetamol 4x1 tablet
Pkl 07.00
Hari perawatan O :
ke-3
Status Generalis
KU: tampak sakit sedang
Sens : kompos mentis
TD : 100/70 mmHg
N : 96 x/m
RR : 24 x/m
T : 37,2 oC
Status Klinis
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil
bulat isokor 3mm, reflek cahaya +/+, tonsil
T3/T2 hiperemis (+), detritus (+), kripta tidak
melebar, arcus faring hiperemis (+)
Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).
Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).
Paru : vesikuler (+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba,
10
BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT <3
A : Malaria vivax + DBD Grade I + Tonsilofaringitis Akut
P : - IVFD KAEN III A gtt xxx/menit
18-02-2016
- Darplex IV tablet
- Primakuin 1x1/2 tablet
- Paracetamol 4x1 tablet
- Metronidazole 3x1 tablet
S : demam (-)
Pkl 07.00
Hari perawatan O :
ke-4
Status Generalis
KU: tampak sakit sedang
Sens : kompos mentis
TD : 90/60 mmHg
N : 90 x/m
RR : 23 x/m
T : 36,5 oC
Status Klinis
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil
bulat isokor 3mm, reflek cahaya +/+, tonsil
T3/T2 hiperemis (+), detritus (+), kripta tidak
melebar, arcus faring hiperemis (+)
Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).
Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).
Paru : vesikuler (+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba,
BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT <3
A : Malaria vivax + DBD Grade I + Tonsilofaringitis Akut
P : - IVFD KAEN III A gtt xxx/menit
11
19-02-2016
Darplex IV tablet
Primakuin 1x1/2 tablet
Paracetamol 4x1 tablet
Metronidazole 3x1 tablet
S : demam (-)
Pkl 07.00
Hari perawatan O :
ke-5
Status Generalis
KU: tampak sakit sedang
Sens : kompos mentis
TD : 100/60 mmHg
N : 100 x/m
RR : 24 x/m
T : 36 oC
Status Klinis
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil
bulat isokor 3mm, reflek cahaya +/+, tonsil
T3/T2 hiperemis (+), detritus (+), kripta tidak
melebar, arcus faring hiperemis (+)
Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).
Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).
Paru : vesikuler (+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba,
BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT <3
A : Malaria vivax + DBD Grade I + Tonsilofaringitis Akut
P : Rencana Pulang
Primakuin diteruskan hingga 14 hari
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
MALARIA
2.1.1 Definisi
Malaria adalah suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan oleh
protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam, anemia dan
pembesaran limpa. Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit
infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam
darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.
2.1.2. Etiologi
Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu
parasit malaria (yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina. Pada
keadaan lain, malaria berkembang pasca penularan transplasenta atau sesudah
transfuse darah yang terinfeksi, dimana keduanya melewati fase pre-eritroser
perkembangan parasit dalam hati.Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang
termasuk ke dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa
obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax,
Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan
pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan
langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu
hamil kepada janinnya.
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai
malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria
kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum
menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling
berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam
13
14
ini
mempengaruhi
terjadinya
manifestasi
klinis
dan
parasitemia
setelah
yang
815
paling
hari
tinggi.
sesudah
masuknya
parasit
ke
dalam
darah. P.vivax dan P.ovale pada umumnya menghasilkan parasitemia yang rendah,
gejala yang lebih ringan dan mempunyai masa inkubasi yang lebih lama
daripada P.falciparum. Walaupun begitu, sporozoit P.vivax dan P.ovale di dalam hati
dapat berkembang menjadi skizon jaringan primer dan hipnozoit. Hipnozoit ini
menjadi sumber terjadinya relaps.
Tabel 1. Karakteristik Spesies Plasmodium
No
1
2
3
4
5
6
7
Karakteristik
Siklus eksoeritrositik primer (hari)
Siklus aseksual dalam darah (hari)
Masa prepaten (hari)
Masa inkubasi (hari)
Keluarnya gametosit (hari)
Jumlah merozoit per skizon jaringan
Siklus sporogoni dalam nyamuk
P.falciparum
5- 7
48
6-25
7-27
8-15
30-40.000
P.vivax
8
48
8-27
13-17
5
10
P.ovale
9
50
12-20
14
5
15
P.malariae
14-15
72
18-59
23-69
5-23
15
(hari)
9-22
8-16
12-14
16-35
Sumber: Bruce-Chwatt
Setiap spesies Plasmodium terdiri dari berbagai strain yang secara morfologis
tidak dapat dibedakan. Strain suatu spesies yang menginfeksi vektor lokal, mungkin
tidak dapat menginfeksi vektor dari daerah lain. Lamanya masa inkubasi dan pola
terjadinya relaps juga berbeda menurut geografisnya. P.vivax dari daerah Eropa Utara
mempunyai masa inkubasi yang lama, sedangkan P.vivaxdari daerah Pasifik Barat
(antara lain Irian Jaya) mempunyai pola relaps yang berbeda. Terjadinya resistensi
15
terhadap obat anti malaria juga berbeda menurutstrain geografis parasit. Pola
resistensi di Irian Jaya juga berbeda dengan di Sumatera dan Jawa.
Nyamuk Anopheles
Nyamuk yang dapat menularkan malaria pada manusia hanya nyamuk
Anopheles betina. Pada saat menggigit penderita malaria (manusia yang terinfeksi
malaria), nyamuk Anopheles akan menghisap parasit malaria (plasmodium)
bersamaan dengan darah, sebab di dalam darah manusia yang telah terinfeksi
malaria banyak terdapat parasit malaria. Parasit malaria tersebut kemudian
bereproduksi dalam tubuh nyamuk Anopheles, dan pada saat menggigit manusia
lain (yang tidak terinfeksi malaria), maka parasit malaria masuk ketubuh korban
bersamaan dengan air liur nyamuk. Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan
oleh nyamuk betina anopheles. Dari lebih 400 spesies anopheles di dunia, hanya
sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria.
Tabel 2. Penyebaran geografik vektor malaria di Indonesia
Pulau
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Irian Jaya
A. aitkenii
A. umbrosus
A. beazai
A. letifer
A. roperi
A.barbirostris *
A. vanus
A. bancrofti *
A. sinensis
A. nigerrimus
A. kochi
A. tesselatus
A.leucoshyrus
A.balabacensis
A.punctulatus *
A. farauti
*
A. koliensis *
A. aconitus
A. minimus
A. flavirostris
Jawa
*
*
*
Sumatera
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
16
Kalimantan
*
*
*
*
*
*
*
Sulawesi
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
21.
22.
23.
24.
A. sundaicus
A. subpictus *
A. annularis
A. maculatus
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
juga
hidup
di
Antarika. Anophelesjarang
daerah
beriklim
ditemukan
pada
sedang
dan
ketinggian
bahkan
2000
di
daerah
2500
m,
Cara penularan :
17
Epidemiologi
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan
enzim ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama pada wanita.
3.
Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan
Plasmodium yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya.
Hanya pada daerah dimana orang-orang mempunyai gametosit dalam
darahnya dapat menjadikan nyamuk anopheles terinfeksi. Anak-anak mungkin
terutama penting dalam hal ini. Penularan malaria terjadi pada kebanyakan daerah
tropis dan subtropics, walaupun Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Australia dan
Israel sekarang bebas malaria local, wabah setempat dapat terjadi melalui infeksi
nyamuk local oleh wisatawan yang datang dari daerah endemis.
Malaria congenital, disebabkan oleh penularan agen penyebab melalui
barier plasenta, jarang ada. Sebaliknya malaria neonates, agak sering dan dapat
18
sebagai akibat dari pencampuran darah ibu yang terinfeksi dengan darah bayi
selama proses kelahiran.
sel
hati
pecah,
akan
keluar
19
ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah, keluar sporozoit yang berpindah
ke kelenjar liur nyamuk dan siap untuk ditularkan ke manusia.
Khusus P. vivax dan P. ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati (sizon
jaringan) sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya
ke sel eritrosit, akan tetapi tertanam di jaringan hati disebut hipnosit-. Bentuk
hipnosit inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang
mengandung hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh
menurun misalnya akibat terlalu lelah, sibuk, stress atau perubahan iklim (musim
hujan), hipnosoit dalam tubuhnya akan terangsang untuk melanjutkan siklus
parasit dari sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah akan timbul
kembali gejala penyakit. Misalnya 1 2 tahun sebelumnya pernah menderita P.
vivax/ovale dan sembuh setelah diobati, bila kemudia mengalami kelelahan atau
stress, gejala malaria akan muncul kembali sekalipun yang bersangkutan tidak
digigit
oleh
nyamuk
anopheles.
Bila
dilakukan
pemeriksaan,
akan
20
selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang
menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa
sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia
mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi
sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag
dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak
terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta
peningkatan makrofag.
Pada malaria beratm mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi
merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung
parasit
mengalami
perubahan
struktur
danmbiomolekular
sel
untuk
sirkulasi
melambat
2. Anemia
Akibat hemolisis, sekuestrasi eritrosit di limpa dan organ lain, dan depresi
sumsum tulang. Hemolisis sering menyebabkan kenaikan dalam billirubin serum,
dan pada malaria falsifarum ia dapat cukup kuat untuk mengakibatkan
hemoglobinuria (blackwater fever). Perubahan autoantigen yang dihasilkan dalam
sel darah merah oleh parasit mungkin turut menyebabkan hemolisis, perubahanperubahan ini dan peningkatan fragilitas osmotic terjadi pada semua eritrosit,
apakah terinfeksi apa tidak. Hemolisis dapat juga diinduksi oleh kuinin atau
primakuin pada orang-orang dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase
herediter.
Pigmen yang keluar kedalam sirkulasi pada penghancuran sel darah merah
berakumulasi dalam sel retikuloendotelial limfa, dimana folikelnya menjadi
hiperplastik dan kadang-kadang nekrotik, dalam sel kupffer hati dan dalam
sumsum tulang, otak, dan organ lain. Pengendapan pigmen dan hemosiderin yang
cukup mengakibatkan warna abu-abu kebiruan pada organ.
3. Kejadian immunopatologi
Aktivasi poliklonal hipergamaglobulinemia, pembentukan kompleks
imun, depresi immun, pelepasan sitokin seperti TNF
Bentuk imunitas terhadap malaria dapat dibedakan atas :
a) Imunitas alamiah non imunologis
Berupa kelainan-kelainan genetic polimorfisme yang dikaitkan
dengan resistensi terhadap malaria, misalnya: Hb S, Hb C, Hb E,
thallasemin alafa-beta, defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase, golingan
darah duffy negative kebal terhadap infeksi plasmodium vivax, individu
dengan HLA-Bw 53 lebih rentan terhadap malaria dan melindungi
terhadap malaria berat.
b) Imunitas didapat non spesifik
Sporozoit yang masuk kedalam darah segera dihadapi oleh respon
imun non spesifik yang terutama dilakukan oleh magrofag dan monosit,
yang menghasilkan sitokin-sitokin seperti TNF, IL1, IL2, IL4, IL6, IL8,
dan IL10, secara langsung menghambat pertumbuhan parasit (sitostatik),
membunuh parasit (sitotoksik).
c) Imunitas didapat spesifik.
Merupakan tanggapan system imun terhadap infeksi malaria
mempunyai sifat spesies spesifik, strain spesifik, dan stage spesifik. 5
4. Anoxia jaringan
22
Parasit P. falciparum matur: timbul knob pada permukaan sel darah merah
berparasit yang memfasilitasi cytoadherence P. falciparum-parasitized red
cells ke sel-sel endotel vaskular otak, ginal, organ yang terkena lainnya
obstruksi aliran darah & kerusakan kapiler leakage protein
dan cairan
vaskular, edema, serta anoxia jaringan otak, jantung, paru, usus, ginjal.
1.
splenomegali.
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies
parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae),
beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi
hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk
23
aseksual).
Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum
terjadinya demam,
berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan
otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa
dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P.
3.
di bawah normal.
24
25
endemik malaria.
Riwayat tinggal didaerah endemik malaria.
Riwayat sakit malaria.
Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
Gejala klinis pada anak dapat tidak jelas.
Riwayat mendapat transfusi darah.
Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria berat,
dapat ditemukan keadaan di bawah ini:
Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.
Keadaan umum yang lemah.
Kejang-kejang.
26
2. Pemeriksaan fisik
a. Malaria Ringan
Demam (pengukuran dengan termometer 37,5C)
Konjungtiva atau telapak tangan pucat
Pembesaran limpa (splenomegali)
Pembesaran hati (hepatomegali).
b. Malaria Berat
Mortalitas:
Hampir 100% tanpa pengobatan,
Tatalaksana adekuat: 20%
Definisi: Infeksi P. falciparum disertai dengan salah satu atau lebih
kelainan berikut:
Malaria serebral
Gangguan status mental
Kejang multipel
Koma
Hipoglikemia: gula darah < 50 mg/dL
Distress pernafasan
Temperatur > 40oC, tidak responsif dengan asetaminofen
Hipotensi
Oliguria atau anuria
Anemia: hematokrit <20% atau menurun dengan cepat
Kreatinin > 1,5 mg/dL
Parasitemia > 5%
Bentuk Lanjut (tropozoit lanjut atau schizont) P. falciparum pada
apusan darah tepi
Hemoglobinuria
Perdarahan spontan
Kuning
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas/Iapangan/rumah
sakit untuk menentukan:
o Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
27
- Semi kuantitatif:
(-)
: tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB
(+)
: ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB
(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB
(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB
(++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB
- Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah tebal atau
sediaan darah tipis.
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1) Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang
setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut.
2) Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut
tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.
b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,
dengan menggunakan metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstik Tes
ini sangat bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar
biasa dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab serta untuk
survey tertentu.
Hal yang penting lainnya adalah penyimpanan RDT ini sebaiknya dalam
lemari es tetapi tidak dalam freezer pendingin.
c. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat:
1) Darah rutin
2) Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali
fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, anaIisis
3)
4)
5)
6)
7)
gas darah.
EKG
Foto toraks
Analisis cairan serebrospinalis
Biakan darah dan uji serologi
Urinalisis.
28
Stadium
darah
2-10
tropozoit
merupakan
stadium
cincin);
29
Jenis Obat
Artesunat
Amodiakuin
Primakuin
Artesunat
Amodiakuin
Artesunat
Amodiakuin
*)
Bulan
1/2
1/2
*)
1/2
1/2
1/2
1/2
Tahun
1
1
1
1
1
1
Tahun
2
2
1 1/2
2
2
2
2
Tahun
3
3
2
3
3
3
3
Tahun
4
4
2-3
4
4
4
4
30
Jenis Obat
0-11
1-4
5-9
10-14
>15
Bulan
*)
*)
-
Tahun
3 X 1/2
3 X 1/2
-
Tahun
3X1
11/2
3X1
-
Tahun
3 X 11/2
2 X 1**)
2
3 X 11/2
2 X 1**)
Tahun
3 X (2-3)
2 X 1**)
2-3
3 X (2-3)
2 X 1**)
Kina
Doksisiklin
Primakuin
2
Kina
Doksisiklin
*) Dosis diberikan kg/bb
**) 2x50 mg Doksisiklin
***) 2x100 mg Doksisiklin
Tabel III.1.3.
Pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum
Hari
Jenis Obat
Bulan
Kina
*)
Tetrasiklin
Primakuin
2-7
Kina
*)
Tetrasiklin
*) Dosis diberikan kg/bb
**) 4x250 mg Tatrasiklin
1
Tahun
3X
3X
-
Tahun
3X1
11/2
3X1
-
Tahun
3 X 11/2
*)
2
3 X 11/2
*)
3 X (2-3)
4 X 1**)
2-3
3 X (2-3)
4 X 1**)
31
Jenis Obat
Artesunat
Amodiakuin
Primakuin
Artesunat
Amodiakuin
Primakuin
Artesunat
Amodiakuin
Primakuin
Bulan
1/4
1/4
1/4
1/4
1/4
1/4
-
Bulan
-)
Tahun Tahun
1
2
1
2
1/2
1
1
2
1
2
1/2
1
1
2
1
2
1/2
1
Tahun
3
3
1 1/2
3
3
1 1/2
3
3
1 1/2
Tahun
4
4
2
4
4
2
4
4
2
Hari
1
2
Jenis Obat
0-1
Klorokuin
Primakuin
Klorokuin
Primakuin
Bulan
1/4
1/4
-
Tahun
1
32
Tahun
2
Tahun
3
3
3/4
>15 Tahun
3-4
1
3-4
1
3
4-14
Klorokuin
Primakuin
Primakuin
1/8
-
1 1/2
3/4
3/4
Jenis Obat
Jenis Obat
Klorokuin
Primakuin
Klorokuin
Primakuin
Klorokuin
Primakuin
2
3
1
2
3
3-4
1/2
1
1 1/2
2
1
2
3
3-4
1/2
1
1 1/2
2
1/8
1/2
1
1 1/2
2
1/2
1
1 1/2
2
33
2
1
1
4 -14
Primakuin
1/2
1 1/2
Khusus. untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dapat diketahui melalui
anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum
obat (golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain), maka pengobatan
diberikan secara mingguan.
Klorokuin diberikan 1 kali per-minggu selama 8 sampai dengan 12
minggu, dengan dosis 10 mg basa/kgbb/kali Primakuin juga diberikan bersamaan
dengan klorokuin setiap minggu dengan dosis 0,76 mg/kgbb/kali.
Tabel: III.2..3.1.
Pengobatan malaria vivaks penderita defislensi G6PD
Lama
minggu
8 s/d12
8 s/d12
0-1
Jenis Obat
Klorokuin
Primakuin
Bulan
Bulan
Tahu
Tahun
Tahun
Tahun
1/4
-
n
1
3/4
2
1 1/2
3
2 1/4
3-4
3
Jenis Obat
Klorokuin
Klorokuin
Klorokuin
Bulan
1/2
1/2
1/4
Tahun
3-4
3-4
2
3. Catatan
a. Fasilitas pelayanan kesehatan dengan sarana diagnostik malaria dan belum
tersedia obat kombinasi artesunat + amodiakuin, Penderita dengan infeksi
Plasrnodium falciparurn diobati dengan sulfadoksinpirimetamin (SP) untuk
membunuh parasit stadium aseksual.
34
Jenis Obat
H1
SP
Primakuin
Tahun
Tahun
1
1
Tahun
2
2
Tahun
3
2-3
Tabel III.3.2.
Pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum
Har
Jenis Obat
i
1
Kina
Dosisiklin
Tahun
3 X 1/2
35
Tahun
3X1
-
Tahun
3 X 1 1/2
2 X 1**)
3 X (2-3)
2 X 1 ***)
Primakuin
Kina
*)
Dosisiklin
*) Dosis diberikan kg/bb
**) 2x 50mg Doksisiklin
***) 2x100 mg Doksisiklin
2
3/4
3 X 1/2
-
1 1/2
3X1
-
2
3 X 1 1/2
2 X 1**)
2-3
3 X (2-3)
2 X 1***)
Tabel III.3.3.
Pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum
Hari
Jenis Obat
Tahun
Kina
*)
Tetrasiklin
Primakuin
2
Kina
*)
Tetrasiklin
*) Dosis diberikan kg/bb
**) 4x 250 mg Tetrasiklin
1
Tahun
3 X 1/2
3 X 1/2
-
Tahun
3X1
1 1/2
3X1
-
Tahun
3 X 1 1/2
*)
2
3 X 1 1/2
*)
Tahun
3 X (2-3)
4 X 1**)
2-3
3 X (2-3)
4 x 1**)
Jenis Obat
Klorokuin
Primakuin
Klorokuin
Klorokuin
2
3
1
2
3
3-4
1 1/2
2
2-3
1/4
1
2
3
4
1/8
1
1 1/2
2
Plasmodium
falciparum stadium aseksual dengan satu atau beberapa manifestasi klinis dibawah
ini:
1) Malaria serebral (malaria otak)
2) Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%)
36
3) Gagal ginjal akut (urin<400 mI/24 jam pada orang dewasa atau<1
ml/kgbb/jam pad anak setelah dilakukari rehidrasi; dengan kreatinin darah >3
mg%).
4) Edema paru atau Acute Respiratory Distress Syndrome.
5) Hipoglikemi: gula darah< 40 mg%.
6) Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik <70 mm Hg (pada anak: tekanan
nadi 20 rnmHg); disertai keringat dingin.
7) Perdarahan spontan dari hidung, gusi, alat pencernaan dan/atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulast intravaskuler
8) Kejang berulang > 2 kali per 24 jam setelah pendinginan pada hipertermia
9) Asidemia (pH:< 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma < 15 mmol/L).
10) Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena
obat anti malaria pada seorang dengan defisiensi G-6-PD).
Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai malaria berat:
1. Gangguan kesadaran ringan (GCS < 15)
2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan) tanpa kelainan neurologik
3. Hiperparasitemia > 5 %.
4. lkterus (kadr bilirubin darah > 3 mg%)
5. Hiperpireksia (temperatur rektal > 40 C pada orang dewasa, >41 C pada
anak)
Perbedaan manifestasi malaria berat pada anak dan dewasa dapat dilihat pada
tabel III.4.1
Manifestasi malaria berat pada
Anak
Koma (malaria serebral)
Distres pernafasan
Hipoglikemia (sebelum terapi kina)
Anemia berat
Dewasa
Koma (malaria serebral)
Gagal ginjal akut
Edem paru, termasuk ARDS#
Hipoglikaemia (umumnya sesudah
terapi kina)
Anemia berat (< 5 gr%)
Kejang umum yang berulang
Asidosis metabolik
Kolaps sirkulasi, syok
Hipovolemia, hipotensi
Perdarahan spontan
Gangguan kesadaran selain koma
Hemoglobinuria (blackwater fever)
Hiperparasitemia (>5%)
Ikterus (Bilirubin total >3 mg%)
Hiperpireksia (Suhu >40C)
37
38
dengan dosis yang sama. Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv satu
kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Larutan artesunat ini juga bisa
diberikan secara intramuskular (i.m.) dengan dosis yang sama.
Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan
dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin (Lihat dosis pengobatan lini
pertama malaria falsiparum tanpa komplikasi).
Kemasan dan cara pemberian artemeter
Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg
artemeter dalam larutan minyak Artemeter diberikan dengan loading dose:
3,2mg/kgbb intramuskular Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgbb
intramuskular satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat.
Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan
dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin (Lihat dosis pengobatan lini
pertama malaria falsiparum tanpa komplikasi).
Obat alternatif malaria berat
Kina dihidroklorida parenteral
Kemasan dan cara pemberian kina parenteral
Kina per-infus masih merupakan obat alternatif untuk malaria berat pada
daerah yang tidak tersedia derivat artemisinin parenteral, dan pada ibu hamil
trimester pertama Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%,
Satu ampulberisi 500 mg /2 ml.
Dosis dan cara pemberian kina pada orang dewasa termasuk untuk ibu
hamil:
Loading dose : 20 mg garam/kgbb dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5% atau
NaCI 0,9% diberikan selama 4 jam pertama. Selanjutny selama 4 jam ke-dua
hanya diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu, diberikan kina
dengan dosis maintenance 10 mg/kgbb dalam larutan 500 ml dekstrose 5 % atau
NaCI selama 4 jam Empat jam selanjutnya, hanya diberikan lagi cairan dextrose
5% atau NaCl 0,9% Setelah itu diberikan lagi dosis maintenance seperti diatas
sampai penderita dapat minum kina per-oral. Bila sudah sadar / dapat minum obat
pemberian kina iv diganti dengan kina tablet per-oral dengan dosis 10
mg/kgbb/kali, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak
pemberian kina perinfus yang pertama).
39
mg/kgbb.
Dosis rnaksimum dewasa : 2.000 mg/hari.
2.1.9 Pencegahan (Kemoprofilaksis)
Kemoprofilaksis bertujuan untuk. mengurangi resiko terinfeksi malaria
sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat Kemoprofilaksis ini
ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu
yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain
Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian/tugas dalam jangka waktu
yang lama, sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian
kelambu, repellent, kawat kassa dan Iain-lain.
Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium
falciparum terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk
kemoprofilaksis Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgbb selama
tidak Iebih dari 4-6 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak umur
< 8 tahun dan ibu hamil.
Kemoprofilaksis untuk Plasmodium vivax dapat diberikan klorokuin
dengan dosis 5 mg/kgbb setiap minggu. Obat tersebut diminum satu minggu
40
pada kasus berat ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Pasien dapat mengalami
syok hipovolemik (penurunan cairan) akibat kebocoran plasma. Syok ini disebut
Dengue Shock Syndrome (DSS) dan dapat menjadi fatal yaitu kematian.
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus Dengue yang berat yang ditandai gejala panas yang mendadak,
perdarahan dan kebocoran plasma yang dapat dibuktikan dengan adanya
penurunan jumlah trombosit, peningkatan hematokrit, ditemukan efusi pleura
disertai dengan penurunan kadar albumin, protein dan natrium. Dengue Syok
Syndrome (DSS) sebagai manifestasi klinis Demam Berdarah Dengue (DBD)
dengan ditandai syok yang dapat mengancam kehidupan penderita.
2.2.2 Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat
dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh
wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000
penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar
biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas
DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya
berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi
nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan
tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus
dengue yaitu :
1) Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan
vektor di lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi
vektor dai satu tempat ke tempat lain;
2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan
paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;
3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk
42
2.2.3 Patogenesis
Patogenesis Demam Berdarah Dengue sampai saat ini masih kontroversial
dan belum dapat diketahui secara jelas. Terdapat dua teori yang dikemukakan dan
paling sering dianut adalah : Virulensi virus dan Imunopatologi yaitu Hipotesis
Infeksi Sekunder Heterolog (The Secondary Heterologous Infection). Teori
lainnya adalah teori endotel, endotoksin, mediator, dan apoptosis.
1. Virulensi Virus
Virus Dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat serotip (DEN 1,
2, 3, 4). Terdiri dari genom RNA stranded yang dikelilingi oleh nukleokapsid.
Virus Dengue memerlukan asam nukleat untuk bereplikasi, sehingga mengganggu
sintesis protein sel pejamu. Kapasitas virus untuk mengakibatkan penyakit pada
pejamu disebut virulensi. Virulensi virus berperan melalui kemampuan virus
untuk :
a. Menginfeksi lebih banyak sel,
b. Membentuk virus progenik,
c. Menyebabkan reaksi inflamasi hebat,
d. Menghindari respon imun mekanisme efektor.
Penelitian terakhir memperkirakan bahwa terdapat perbedaan tingkatan
virulensi virus dalam hal kemampuan mengikat dan menginfeksi sel target.
Perbedaan manifestasi klinis demam dengue, DBD dan Dengue Syok syndrome
mungkin disebabkan oleh varian-varian virus dengue dengan derajat virulensi
yang berbeda-beda.
2. Teori Imunopatologi
Hipotesis infeksi sekunder oleh virus yang heterologous (secondary
heterologous infection) menyatakan bahwa pasien yang mengalami infeksi kedua
kalinya dengan serotype virus dengue yang heterolog akan mempunyai risiko
yang lebih besar untuk menderita Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok
Dengue. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenali virus lain
yang telah menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi
43
yang kemudian berikatan dengan reseptor dari membrane sel leukosit, terutama
makrofag. Antibodi yang heterolog menyebabkan virus tidak dinetralisasi oleh
tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.
Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), yaitu
suatu proses yang akan meningkatkan infeksi sekunder pada replikasi virus
dengue di dalam sel mononuklear yaitu terbentuknya komplek imun dengan virus
yang berkadar antibodi rendah dan bersifat subnetral dari infeksi primer. Komplek
imun melekat pada reseptor sel mononukleus fagosit (terutama makrofag) untuk
mempermudah virus masuk ke sel dan meningkatkan multiplikasi. Kejadian ini
menimbulkan viremia yang lebih hebat dan semakin banyak sel makrofag yang
terkena. Sedangkan respon pada infeksi tersebut terjadi sekresi mediator vasoaktif
yang mengakibatkan terjadinya keadaan hipovolemia dan syok.
3. Teori Endotoksin
Syok
pada
DBD
menyebabkan
iskemia
usus,
yang
kemudian
44
peningkatan
permeabilitas
vaskuler
dan
dilepaskannya
45
sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Diagnosis dini pada infeksi
primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari
kelima, sedangkan pada infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan
adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat.
Trombositopenia merupakan kelainan hematologi yang sering ditemukan
pada sebagian besar kasus Demam Berdarah Dengue. Trombosit mulai menurun
pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit
secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai
pada 7-10 hari sejak permulaan sakit. Trombositopenia dan gangguan fungsi
trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD.
Gangguan hemostasis melibatkan perubahan vaskuler, pemeriksaan tourniquet
positif, mudah mengalami memar, trombositopenia dan koagulopati. DBD
stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis, Disseminated
Intravaskular Coagulation (DIC) dapat dijumpai pada kasus yang berat dan
disertai syok dan secara potensial dapat terjadi juga pada kasus DBD tanpa syok.
Terjadinya syok yang berlangsung akut dapat cepat teratasi bila mendapatkan
perawatan yang tepat dan melakukan observasi disertai pemantauan perembesan
plasma dan gangguan hemostatis.
2.2.5 Gejala Klinis
Gejala Demam Berdarah Dengue (DBD) ditandai dengan manifestasi
klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali,
dan kegagalan peredaran darah (circulatory failure). Patofisiologi yang
membedakan dan menentukan drajat penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
dan Demam Dengue (DD) yaitu peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah, menurunnya volume plasma, trombositopeni, dan distesis hemoragik.
Umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti dengan
fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan
tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapatkan pengobatan
yang adekuat.
Gejala Demam Berdarah Dengue yaitu demam tinggi mendadak antara 38
40 % C selama 2 7 hari, demam tidak dapat teratasi maksimal dengan
46
penularan panas biasa, mual, muntah, nafsu makan menurun, nyeri sendi atau
nyeri otot (pegal pegal), sakit kepala, nyeri atau rasa panas di belakang bola
mata, wajah kemerahan, sakit perut (diare), kelenjar pada leher dan tenggorokan
terkadang ikut membesar. Gejala lanjutannya terjadi pada hari sakit ke 3 5,
merupakan saat-saat yang berbahaya pada penyakit demam berdarah dengue yaitu
suhu badan akan turun, jadi seolaholah anak sembuh karena tidak demam lagi.
Perlu di perhatikan tingkah laku si anak, apabila demamnya menghilang, si anak
tampak segar dan mau bermain serta mau makan atau minum, biasanya termasuk
demam dengue ringan. Tetapi apabila demam menghilang tetapi si anak
bertambah lemah, ingin tidur, dan tidak mau makan atau minum apapun apabila
disertai nyeri perut, ini merupakan tanda awal terjadinya syok. Keadaan syok
merupakan keadaan yang sangat berbahaya karena semua organ tubuh kekurangan
oksigen dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Hari ke 6 demam
dan seterusnya, merupakan saat penyembuhan. Saat ini demam telah menghilang
dan suhu menjadi normal kembali, tidak dijumpai lagi perdarahan baru, dan nafsu
makan timbul kembali. Pada umumnya, setelah sembuh dari sakit, si anak masih
tampak lemah, muka agak sembab disertai perut agak tegang tetapi beberapa hari
kemudian kondisi badan anak pulih kembali normal tanpa gejala sisa.
Proses penyembuhan DBD dengan atau tanpa adanya syok berlangsung
singkat dan sering kali tidak dapat diramalkan, bahkan dalam kasus syok stadium
lanjut, segera setelah syok teratasi, pasien sembuh dalam waktu 2 3 hari.
Timbulnya kembali selera makan merupakan prognostik yang baik. Fase
penyembuhan ditandai dengan adanya sinus bradikaridia atau aritmia jantung serta
petekie yang menyeluruh sebagaimana biasanya terjadi pada kasus DD. Sebagai
tanda penyembuhan kadangkala timbul bercak bercak merah menyeluruh di
kedua kaki dan tangan dengan bercak putih di antaranya. Pada anak besar
mengeluh gatal di bercak tersebut. Jadi, bila telah timbul bercak merah yang
sangat luas di kaki dan tangan anak itu pertanda telah sembuh dan tidak perlu di
rawat.
2.2.6 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
47
dengan
teknik
RT-PCR
(Reserve
Transcriptase
ditemui
limfositosis
relative
(>45%
dari
total
Hematokrit:
Kebocoran
ditemukannya
hematokrit
plasma
peningkatan
awal,
umumnya
dibuktikan
hematokrit
dimulai
pada
dengan
20%
dari
hari
ke-3
demam.
Protein/albumin:
Dapat
terjadi
hipoproteinemia
akibat
aminotransferase):
dapat
kebocoran plasma.
SGOT/SGPT
(serum
alanin
meningkat.
48
Elektrolit:
sebagai
parameter
pemantauan
pemberian
cairan.
Imuno
serologi
dilakukan
pemeriksaan
IgM
dan
IgG
terhadap dengue.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
1. Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada
hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat,
efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan
foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan
(pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
2. Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO (1997).
Terdiri dari Kriteria klinis dan Laboratorium sebagai berikut :
1) Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan uji tourniquet positif,
petekie, ekimosis, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis, dan melena
c. Pembesaran hati
49
Derajat II
Derajat III
nadi menurun (< 20mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang lembab dan pasien
menjadi gelisah.
Derajat IV
: Shock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah
50
51
Tonsilitis Akut
Onset cepat, terjadi dalam beberapa
hari, hingga beberapa minggu
Penyebab kuman streptokokus beta
hemolitikus grup A, pneumokokus,
streptokokus viridian, dan
streptokokus piogenes.
Tonsil hiperemis & edema
Kripte tidak melebar
Detritus + / 2.3.3 Patogenesis
Tonsilitis Kronik
Onset lama, beberapa bulan hingga
beberapa tahun (menahun)
Penyebab tonsillitis kronik sama halnya
dengan tonsillitis akut, namun kadangkadang bakteri berubah menjadi bakteri
golongan gram negatif
Tonsil membesar / mengecil tidak edema
Kripte melebar
Detritus +
52
53
penisislin pada anak yang lebih kecil karena selain efeknya sama amoksisilin
memiliki rasa yang enak. Amoksisilin dengan dosis 50 mg/kgBB/ hari dibagi 2
selama 6 hari. Selain itu eritromisin 40mg/kgBB/hari, Klindamisin 30
mg/kgBB/hari, atau sefadroksil monohidrat 15 mg/kgBB/hari dapat digunakan
untuk pengobatan faringitis streptococcus pada penderita yang alergi terhadap
penisilin.
Pembedahan elektif adenoid dan tonsil telah digunakan secara luas untuk
mengurangi frekuensi tonsillitis rekuren. Indikator klinis yang digunakan adalah
Childrens Hospital of Pittsburgh Study yaitu tujuh atau lebih episode infeksi
tenggorokan yang diterapi dengan antibiotik pada tahun sebelumnya, lima atau
lebih episode infeksi tenggorok yang diterapi antibiotik setiap tahun selama 2
tahun sebelumnya, dan tiga atau lebih episode infeksi tenggorok yang diterapi
dengan
antibiotik
selama
tahun
sebelumnya.
Adenoidektomi
sering
direkomendasikan sebagai terapi tambahan pada otitis media kronis dan berulang.
Indikasi tonsiloadenektomi yang lain adalah bila terjadi obstructive sleep apneu
akibat pembesaran adenotonsil.
2.3.7 Komplikasi
Kejadian komplikasi pada faringitis akut virus sangat jarang. Kompilkasi
biasanya menggambarkan perluasan infeksi streptococcus dari nasofaring.
Beberapa kasus dapat berlanjut menjadi otitis media purulen bakteri. Pada
faringitis bakteri dan virus dapat ditemukan komplikasi ulkus kronik yang luas.
Komplikasi faringitis bakteri terjadi akibat perluasan langsung atau secara
hematogen. Akibat perluasan langsung dapat terjadi rinosinusitis, otitis media,
mastoiditis, adenitis servikal, abses retrofaringeal atau faringeal, atau pneumonia.
Penyebaran hematogen SBHGA dapat mengakibatkan meningitis, osteomielitis,
atau arthritis septic, sedangkan komplikasi non supuratif berupa demam reumatik
dan gromerulonefritis.
BAB III
ANALISIS MASALAH
54
55
DAFTAR PUSTAKA
Behrman et al. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol.2. Jakarta: EGC.
56
57
58