Вы находитесь на странице: 1из 26

12

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Keselamatan

kerja

adalah

merupakan

hal

multak

yang

hurus

diperitungkan. Masih Tingginya angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
merupakan indikasi bahwa peraturan dan perundangan K3 belum digunakan
sebagai instrument dalam penerapan SMK3 secara benar dan bertangung jawab.
Jika peraturan perundang-undangan K3 telah dilaksanakan secara konsekwen oleh
penguna jasa dan penyakit akibat kerja dapat diminimalisasi. Dalam pelaksanaan
pekerjaan kontruksi diperlukan persiapan dan perencanaan yang matang serta
koordinasi yang baik antara bahan dan alat yang digunakan metoda kerja yang
dilaksanakan dan tenaga pelaksanya itu sendiri.
Pekerjaan kontruksi adalah pekerjaan yang konpleks

dan sangat

pontensial untuk terjadi kecelakaan kerja. Melibatkan banyak ahli, seperti ahli
sipil.ahli struktur, ahli geodesi, ahlihidrolika, arsitek, ahli mekanikal dan
elektrikal,dan lain-lain, sehinga perlu ada sinkronisasi perencanaan agar setiap
kegiatan berjalan dengan baik dapat saling mendukung sehingga tidak menggangu
proses kegiatan yang lainnya. Melibatkan banyak tenaga kerja kasar, hal ini sangat
rawan untuk terjadinya kecelakaan kerja. Tenaga kerja kasar biasanya tingkat
pendidikannaya rendah, seringkali tingkat kesadarannya untuk berperilaku
selamat kurang, sehingga perlu selalu diingatkan, diberi pengeretian dan
pemahaman akan pentingnya penggunakan alat pelindung diri. Tidak bercanda
saat bekerja, tidak merokok dilokasi kerja dan sebagainya.

13

Keselamatan kerja dan kesehatan kerja Konstruksi yang selanjutnya


disingkat K3 kontruksi adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja pada pekerjaan kontruksi. Sistem manajemen
Kesehatan Kerja kontruksi bidang pekerjaan Umum yang selanjutnya disingkat
SMK3 kontruksi Bidang PU adalah bagian dari sistem manajemen organisasi
pelaksanaan pekerjaan kontruksi dalam rangka pengendalian resiko K3 pada
setiap pekerjaan kontruksi bidang pekerjaan Umum.
Tujuan diberlakukannya peraturan menteri ini agar SMK3 Kontruksi Bidang PU
dapat diterapkan secara konsisten untuk Meningkatkan efektivitas perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur dan
terintegrasi, dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja. Upaya penerapan perlindungan tenaga kerja dari bahaya akibat kerja,
pencapaian derajat kesehatan dan keselamatan yang tinggi serta

tingkat

kenyamanan kerja pada akhirnya akan berpengaruh positif terhadap peningkatan


produktifitas.
A. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Berikut definisi keselamatan dan kesehatan kerja menurut para ahli:
Keselamatan kerja menurut Mondy dan Noe (2005:360) adalah perlindungan
karyawan dari luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan
pekerjaan. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja
yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka
memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan

14

pendengaran. Kesehatan kerja adalah kebebasan dari kekerasan fisik. Resiko


kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja
melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat
stres emosi atau gangguan fisik.
Mangkunegara (2002:163) berpendapat bahwa keselamatan dan kesehatan
kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya,
dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju
masyarakat adil dan makmur.
Sedangkan

Mathis

dan

Jackson

(2002:245)

menyatakan

bahwa

Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik


seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah
merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.
1. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pengertian program keselamatan kerja menurut Mangkunegara
(2000:161) Keselamatan kerja menunjukkan pada kondisi yang aman atau
selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat
kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
Menurut Sulistyarini (2006:33) Perusahaan juga harus memelihara
keselamatan karyawan dilingkungan kerja dan syarat-syarat keselamatan
kerja adalah sebagai berikut:

15

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.


b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
e. Memberikan pertolongan pada kecelakaan.
f. Memberi alat-alat perlindungan kepada para pekerja.
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluaskan suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin , cuaca,
sinar atau radiasi, suara dan getaran.
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik
fisik maupun psikis, peracunan, infeksi, dan penularan.
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
j. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
k. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban.
l. Memperoleh kebersihan antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,
cara dan proses kerjanya.
m. Mengamankan dan memperlancar pengangkatan orang, binatang,
tanaman atau barang.
n. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
o. Mengamankan dan memelihara pekerjaan bongkar muat, perlakuan
dan penyimpanan barang.
p. Mencegah terkena aliran listrik.

16

Dari uraian tersebut diatas, maka pada dasarnya usaha untuk


memberikan perlindungan keselamatan kerja pada karyawan dilakukan 2
cara Soeprihanto (2002:48) yaitu:
a. Usaha preventif atau mencegah
Preventif atau mencegah berarti mengendalikan atau menghambat
sumber-sumber bahaya yang terdapat di tempat kerja sehingga dapat
mengurangi atau tidak menimbulkan bahaya bagi para karyawan.
Langkah-langkah pencegahan itu dapat dibedakan, yaitu :
1) Subsitusi (mengganti alat/sarana yang kurang/tidak berbahaya)
2) Isolasi (memberi isolasi/alat pemisah terhadap sumber bahaya)
3) Pengendalian secara teknis terhadap sumber-sumber bahaya.
4) Pemakaian alat pelindung perorangan (eye protection, safety hat
and cap, gas respirator, dust respirator, dan lain-lain).
5) Petunjuk dan peringatan ditempat kerja.
6) Latihan dan pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Usaha represif atau kuratif
Kegiatan yang bersifat kuratif berarti mengatasi kejadian atau
kecelakaan yang disebabkan oleh sumber-sumber bahaya yang terdapat
di tempat kerja. Pada saat terjadi kecelakaan atau kejadian lainnya
sangat dirasakan arti pentingnya persiapan baik fisik maupun mental
para karyawan sebagai suatu kesatuan atau team kerja sama dalam
rangka mengatasi dan menghadapinya.

17

Pengertian program kesehatan kerja: Program kesehatan kerja


menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi
atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Resiko kesehatan
merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi
periode waktu yang ditentukan, Lingkungan yang dapat membuat stress
emosi atau gangguan fisik Mangkunegara (2000:161).
Perlindungan tenaga kerja meliputi beberapa aspek dan salah satunya
yaitu perlindungan keselamatan, Perlindungan tersebut bermaksud agar
tenaga kerja secara aman melakukan pekerjaannya sehari-hari untuk
meningkatkan produksi dan produktivitas. Tenaga kerja harus memperoleh
perlindungan dari berbagai soal disekitarnya dan pada dirinya yang dapat
menimpa atau mengganggu dirinya serta pelaksanaan pekerjaannya.
Program kesehatan fisik yang dibuat oleh perusahaan sebaiknya terdiri
dari salah satu atau keseluruhan elemen-elemen menurut Ranupandojo dan
Husnan (2002:263) berikut ini :
a. Pemeriksaan kesehatan pada waktu karyawan pertama kali diterima
bekerja.
b. Pemeriksaan keseluruhan para karyawan kunci (key personal ) secara
periodik.
c. Pemeriksaan kesehatan secara sukarela untuk semua karyawan secara
periodik.
d. Tersedianya peralatan dan staff media yang cukup.

18

e. Pemberian perhatian yang sistematis yang preventif masalah


ketegangan.
f. Pemeriksaan sistematis dan periodic terhadap persyaratan sanitasi yang
baik.
Selain melindungi karyawan dari kemungkinan terkena penyakit atau
keracunan, usaha menjaga kesehatan fisik juga perlu memperhatikan
kemungkinan-kemungkinan karyawan memperoleh ketegangan atau
tekanan selama mereka bekerja. Stess yang diderita oleh karyawan selama
kerjanya, sumbernya bisa dikelompokkan menjadi empat sebab: (1) Yang
bersifat kimia, (2) Yang bersifat fisik, (3) Yang bersifat biologis, (4) Yang
bersifat sosial.
Usaha untuk menjaga kesehatan mental perlu juga dilakukan menurut
Ranupandojo dan Husnan (2002:265) yaitu dengan cara:
a. Tersedianya psyichiatrist untuk konsultasi.
b. Kerjasama dengan psyichiatrist diluar perusahaan atau yang ada di
lembaga-lembaga konsultan.
c. Mendidik para karyawan perusahaan tentang arti pentingnya kesehatan
mental.
d. Mengembangkan dan memelihara program-program human relation
yang baik.
Bekerja diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kesehatan kerja,
Adapun usaha-usaha untuk meningkatkan kesehatan kerja menurut
Mangkunegara (2000:162) adalah sebagai berikut:

19

a. Mengatur suhu, kelembaban, kebersihan udara, penggunaan warna


ruangan kerja, penerangan yang cukup terang dan menyejukkan, dan
mencegah kebisingan.
b. Mencegah dan memberikan perawatan terhadap timbulnya penyakit.
c. Memelihara kebersihan dan ketertiban, serta keserasian lingkungan
kerja.
Perusahaan memperhatikan kesehatan karyawan untuk memberikan
kondisi kerja yang lebih sehat, serta menjadi lebih bertanggung jawab atas
kegiatan-kegiatan tersebut, terutama bagi organisasi-organisasi yang
mempunyai tingkat kecelakaan yang tinggi, berikut ini dikemukakan
beberapa sebab yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan gangguan
kesehatan karyawan menurut Mangkunegara (2000:163 ) yaitu :
a. Keadaan Tempat Lingkungan Kerja
1) Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya
kurang diperhitungkan keamanannya.
2) Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
3) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
4) Pengaturan Udara
5) Pergantian udara diruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang
kotor, berdebu, dan berbau tidak enak).
6) Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
b. Pengaturan Penerangan
1) Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat.

20

2) Ruang kerja yang kurang cahaya, remang-remang.


c. Pemakaian Peralatan Kerja
1) Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
2) Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik.
d. Kondisi Fisik dan Mental Pegawai
1) Kerusakan alat indera, stamina pegawai yang usang atau rusak.
2) Emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang rapuh.
2. Alasan Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut Sunyoto (2012:242) ada tiga alasan pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja:
a. Berdasarkan Perikemanusiaan
Pertama-tama para manajer mengadakan pencegahan kecelakaan atas
dasar perikemanusiaan yang sesungguhnya. Mereka melakukan
demikian untuk mengurangi sebanyak-banyaknya rasa sakit, dan
pekerja yang menderita luka serta keluarganya sering diberi penjelasan
mengenai akibat kecelakaan.
b. Berdasarkan undang-undang
Karena pada saat ini di Amerika terdapat undang-undang federal,
undang-undang negara bagian dan undang-undang kota praja tentang
keselamatan dan kesehatan kerja dan bagi mereka yang melanggar
dijatuhkan denda.

21

c. Ekonomis
Yaitu agar perusahaan menjadi sadar akan keselamatan kerja karena
biaya kecelakaan dapat berjumlah sangat besar bagi perusahaan.

3. Pendekatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Departemen tenaga kerja republik indonesia mengharapkan bahwa upaya
pencegahan kecelakaan adalah merupakan program terpadu koordinasi
dari berbagai aktivitas, pengawasan yang terarah yang didasarkan atas
sikap, pengetahuan, dan kemampuan. Beberapa ahli telah mengembangkan
teori pencegahan kecelakaan dikenal 5 tahapan atau pendekatan pokok
menurut Komang dikutip oleh Sunyoto (2012:242):
a. Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja
Pada era industrialisasi dengan kompleksitas permasalahan dan
penerapan prinsip manajemen modern, masalah usaha pencegahan
kecelakaan tidak mungkin dilakukan oleh orang per orang atau secara
pribadi, namun memerlukan banyak orang, berbagai jenjang dalam
organisasi yang memadai.
b. Menemukan fakta dan masalah
Dalam kegiatan ini dapat dilaksanakan melalui survei, inspeksi,
observasi, investigasi, dan review of record.
c. Analisis
Tahap ini terjadi proses bagaimana fakta atau masalah ditemukan dapat
dicari solusinya. Fase ini, analisis harus dapat dikenali berbagai hal

22

antara lain: sebab utama masalah tersebut, tingkat kekerapannya, loksi,


kaitannya dengan manusia maupun kondisi. Analisis ini bisa saja
menghasilkan satu atau lebih alternatif pemecahan.
d. Pemilihan atau penetapan alternatif (pemecahan)
Dari berbagai alternatif pemecahan perlu diadakan seleksi untuk
ditetapkan satu yang benar-benar efektif dan efisiensi serta
dipertanggungjawabkan.
e. Pelaksana
Jika sudah dipilih alternatif pemecahan maka harus diikuti dengan
tindakan dari keputusan penetapan tersebut. Dalam proses pelaksanaan
dibuthkan

adanya

kegiatan

pengawasan

agar

tidak

terjadi

penyimpangan.

4. Komitmen Manajemen dan Keamanan


Menurut Dessler (2006:277), keamanan dimulai dengan komitmen
manajemen puncak. Semua orang harus melihat bukti yang meyakinkan
atas komitmen manajemen puncak. Hal ini meliputi manajemen puncak
yang secara pribadi terlibat dalam:
a. Aktivitas keamanan
b. Membuat masalah keamanan menjadi prioritas utama dalam pertemuan
dan penjadwalan produksi
c. Memberikan peringkat dan status yang tinggi kepada petugas
keamanan perusahaan,

23

d. Menyertakan pelatihan keamanan dalam pelatihan pekerja baru.


Idealnya keamanan adalah sebuah bagian integral dari sistem, dirajut
kedalam setiap kompetensi manajemen dan bagian dari tanggung jawa
hari-ke-hari setiap orang.
Sebagai tambahan, menegakkan komitmen manajemen dengan sebuah
kebijakan keamanan, dan mempublikasikannya. Hal ini harus ditekankan
bahwa perusahaan akan melakukan segala hal yang praktis untuk
menghilangkan atau mengurangi kecelakaan dan luka-luka. Menakankan
bahwa pencegahan kecelakaan dan luka-luka bukan hanya penting tetapi
yang paling penting. Dan menganalisis jumlah kecelakaan dan kejadian
keamanan dan kemudian menetapkan sasaran keamanan spesifik yang
dapat dicapai.

5. Tujuan dan Manfaat Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Menurut Mangkunegara (2002:165) bahwa tujuan dan manfaat dari
keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan
kerja yang baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaikbaiknya seselektif mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
gizi karyawan.

24

e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.


f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
lingkungan atau kondisi kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
Tujuan dan manfaat dari keselamatan dan kesehatan kerja ini tidak dapat
terwujud dan dirasakan manfaatnya, jika hanya bertopang pada peran
tenaga kerja saja tetapi juga perlu peran dari pimpinan.
6. Tanggung Jawab Umum terhadap Keselamatan dan kesehatan kerja
Menurut Mathis and Jackson (2003:58) tanggung jawab umum perusahaan
yang terdiri dari unit sumber daya manusia dan manajer dapat dilihat pada
table berikut ini:
Tabel 2.1
Tanggung Jawab Umum Terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja
HR UNIT
MANAGERS
- Coordinates health and safety
- Monitor health and safety of
program
employees daily
- Develops safety reporting system

Coach employees to be safety


conscious

- Provides accident investigation


exprertise

Investigate accidents

- Provides technical expertise on


accident prevention

Observe health and safety behavior


of employees

- Develops restrictedaccess
procedure and employee
identification systems

Monitor workplace for security


problems

Communicate with employees to


identify potentially difficult
employees

Follow security procedures and


recommend changes as needed.

- Trains managers to recognized and


handle difficult employee
situations
Sumber: Mathis and Jackson, 2003

25

Menurut Siagian (2002:141) ada 5 hal yang perlu diperhatikan dalam


melaksanakan Keselamatan dan kesehatan kerja, yaitu:
a. Apa pun bentuknya berbagai ketentuan formal itu harus ditaati oleh semua
organisasi.
b. Mutlak perlunya pengecekan oleh instansi pemerintah yang secara
fungsional bertanggung jawab untuk itu antara lain dengan inspeksi untuk
menjamin ditaatinya berbagai ketentuan lain dengan inspeksi untuk
menjamin ditaatinya berbagai ketentuan formal oleh semua organisasi.
c. Pengenaan sanksi yang keras kepada organisasi yang melalaikan
kewajibannya menciptakan dan memelihara Keselamatan dan kesehatan
kerja.
d. Memberikan kesempatan yang seluas mungkin kepada para karyawan
untuk berperan serta dalam menjamin keselamatan dalam semua proses
penciptaan dan pemeliharaan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
organisasi.
e. Melibatkan serikat pekerja dalam semua proses penciptaan dan
pemeliharaan keselamatan dan kesehatan kerja.
Sistem imbalan yang efektif termasuk perlindungan karyawan ditempatnya
berkarya, kiranya jelas terlihat bukan imbalan dalam bentuk uang saja hal
yang sangat penting, tetapi perlindungan terhadap karyawan juga tidak kalah
pentingnya.

26

B. Pengertian Kinerja Karyawan


Kinerja pegawai pada dasarnya terbentuk setelah karyawan merasa adanya
kepuasan, karena kebutuhannya terpenuhi dengan kata lain apabila kebutuhan
pegawai belum terpenuhi sebagaimana mestinya maka kepuasan kerja tidak
akan tercapai, dan pada hakikatnya kinerja pegawai akan sulit terbentuk.
Setiap orang yang bekerja digerakan oleh suatu motif. Motif pada dasarnya
bersumber pertama-tama berbagai kebutuhan dasar individu atau dapat
dikatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seorang untuk bekerja giat dalam
pekerjaanya tergantung dari hubungan timbal balik antar apa yang diinginkan
atau dibutuhkan dari hasil pekerjaan tersebut dan seberapa besar keyakinan
organisasi akan memberikan kepuasan bagi keinginannya sebagai imbalan atas
usaha yang dilakukannya.
Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk
menyelelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat
kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan
seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa
pemahaman yang jelas tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana
mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap
orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan
perannya dalam perusahaan.
Istilah

kinerja

sebenarnya

pengalihbahasan

dari

bahasa

inggris

Performance yang dapat memberikan tiga arti; prestasi, pertunjukan,


pelaksanaan tugas. Bernardin dan Russel (2010) adalah yang pertama

27

memberikan definisi tentang performance sebagai berikut : Performance is


defined as the record of outcomes produce on a spesific job function or
activity during a specified time period. Kinerja/prestasi adalah catatan
tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau
kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu.
Pengertian kinerja Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2009:67),
kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi
kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Kinerja adalah
hasil secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan
kepadanya.
Menurut Malayu S. P Hasibuan (2009: 65) Kinerja adalah sejumlah
aktivitas fisik dan mental yang dilakukan seseorang untuk mengerjakan suatu
pekerjaan.
Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2009:78), menyatakan bahwa
kinerja pada dasarnya apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan.
Dan mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan atau
pegawai, yaitu : kuantitas (input), kualitas (output), hasil (outcome), dan
manfaat (benefits)
Mangkunegara (2009: 97) mengatakan, bahwa istilah kinerja berasal dari
kata job performance atau actual performance yaitu unjuk kerja atau
prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

28

Sedermayanti (2011: 144) mengemukakan bahwa kinerja individu itu


adalah bagaimana seseorang melaksanakan pekerjaannya atau unjuk kerja.
Dari pengertian ini terlihat kinerja merupakan perbuatan atau proses yang
dapat dinilai oleh orang lain.
Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan
kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu
instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta
mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional yang
diambil.
Berdasarkan definisi kinerja yang dikemukakan oleh beberapa ahli diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas hasil
kerja individu dan kelompok dalam suatu aktivitas atau periode tertentu yang
diakibatkan oleh kemampuan dan keinginan berprestasi.
Organisasi atau perusahaan perlu mengetahui berbagai kelemahan dan
kelebihan pegawai sebagai landasan untuk memperbaiki kelemahan dan
menguatkan kelebihan, dalam rangka meningkatkan produktivitas dan
pengembangan karyawan. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan penilaian
kinerja secara periodik yang berorientasi pada masa lalu atau masa yang akan
datang.
Menurut Mathis dan Jackson (2009:81) penilaian kinerja (performance
Appraisal-AP) adalah proses evaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan
pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu set standar, dan kemudian
mengkomunikasikannya dengan para karyawan

29

Selain itu juga penilaian kinerja dapat digunakan untuk :


1. Mengetahui pengembangan, yang meliputi :(a) identifikasi kebutuhan
latihan, (b) umpan balik kinerja, (c) menentukan transfer dan
penugasan, dan (d) identifikasi kekuatan dan kelemahan karyawan.
2. Pengambilan keputusan administratif, yang meliputi : (a) keputusan
untuk

menentukan

gaji,

promosi,

mempertahankan

atau

memberhentikan karyawan, (b) pengukuran kinerja karyawan, (c)


pemutusan hubungan kerja, dan (d) mengidentifikasi yang buruk.
3. Keperluan perusahaan, yang meliputi: (a) perencanaan SDM, (b)
menentukan kebutuhan pelatihan, (c) evaluasi pencapaian tujuan
perusahaan, (d) informasi untuk identifikasi tujuan, (e) evaluasi
terhadap sistem SDM, dan (f) penguatan terhadap kebutuhan
pengembangan perusahaan.
4. Dokumentasi, yang meliputi : (a) kriteria untuk validitas penelitian, (b)
dokumentasi keputusan-keputusan tentang SDM, dan (c) membantu
untuk memenuhi persyaratan hukum.
Penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang
digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi syarat-syarat yang
berkaitan

dengan

pekerjaan,

perilaku

dan

hasil,

termasuk

tingkat

ketidakhadiran. Dengan demikian, penilaian prestasi adalah merupakan hasil


kerja karyawan dalam lingkup tanggungjawabnya (Viethzal Rivai, 2009:309).
Di dalam dunia usaha yang berkompetensi secara global perusahaan
memerlukan kinerja tinggi.

30

Pada saat yang bersamaan karyawan memerlukan umpan balik atas hasil
kerja mereka sebagai panduan bagi prilaku mereka dimasa yang akan datang.
Para pekerja juga ingin mendapatkan umpan yang bersifat positif atas berbagai
hal yang mereka lakukan dengan baik, walaupun kenyataannya hasil penilaian
prestasi tersebut masih lebih banyak berupa koreksi/kritik.

1. Prinsip Meningkatkan Kinerja


Perusahaan seringkali ingin mengetahui mengenai karyawan di perusahaan
yaitu hal yang bersangkutan dengan kineja karyawannya seperti penyebab
karyawan bertingkah laku sesukanya dan kegagalan karyawan dalam
mencapai kinerja yang diharapkan oleh perusahaan. Rivai dan Basri (2009.
p 237) merumuskan ada tiga ketetapan dasar fundamental menjelaskam
kebanyakan tingkah laku karyawan dan alasan perusahaan gagal
memperoleh hasil yang diinginkan.Tiga ketetapan dasar itu adalah sebagai
berikut:
a. Performance/ reward disconnect
Banyak karyawan yang gagal untuk bekerja sepenuhnya dikarenakan
tidak berhubungannya antara kinerja karyawan dengan penghargaan
yang diberikan oleh perusahaan. Untuk memperbaiki kinerja
perusahaan. hubungan langsung hams tercipta antara kinerja yang
diinginkan dan penghargaan yang didapat.

31

b. Performance whitewashing
Faktor lain yang mendukung ketidaktepatan kinerja terjadi ketika
atasan memperlakukan semua hasil kinerja secara sama dan gagal
untuk berhubungan , dimana hasil adalah faktor yang paling penting.
c. Inspection failure
Kegagalan pihak manajemen untuk menilai kinerja karyawan.
Kesalahan untuk meletakkan prioritas untuk mengevaluasi kinerja
dengan pekerjaan lainnya.karyawan harus mengetahui hal-hal penting
lentang perusahaan dan memahami akan adanya penilaian untuk setiap
hasil kinerja mereka.

2. Alasan Mengevaluasi Kinerja


Rivai

dan

Basri

(2009,

p.5l),

beberapa

alasan

perlunya

untuk mengevaluasi kinerja adalah:


a. Dengan

adanya

penilaian

dapat

memberikan

informasi

tentang dapat dilakukannya promosi atau penetapan gaji.


b. Penilaian memberikan satu peluang bagi manajer dan karyawan
untuk meninjau perilaku yang berliubungan dengan kerja
bawahannya.
c. Memungkinkan

atasan

dan

bawahan

bersama-sama

mengembangkan suatu rencana untuk memperbaiki kemerosotan


apa saja yang mungkin sudah digali oleh penilai dan mendorong
hal-hal baik yang sudah dilakukan bawahan.

32

d. Penilaian hendaknya berpusat pada proses perencanaan karier


perusahaan
karena penilaian memberikan suatu peluang yang baik untuk
meninjau
rencana karier karyawan itu dapat dilihat dari kekuatan dan
kelemahan yang diperlihatkan.

3. Standar Penilaian Kinerja


Standar kinerja dirumuskan sebagai tolak ukur untuk mengadakan
perbandingan antara apa yang telah dilakukan dengan apa yang diharapkan
dan kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang telah dipercayakan
kepada seseorang. Standar itu dapat pula dijadikan ukuran dalam
mengadakan pertanggungjawaban terhadap apa yang telah dilakukan.
Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2009:69) terdapat beberapa
faktor kinerja sebagai standar penilaian kinerja, yaitu:
a. Kualitas kerja yang meliputi ketepatan, ketelitian, keterampilan serta
kebersihan.
b. Kualitas kerja yang meliputi output rutin, serta output non rutin
(ekstra)
c. Keandalan atau dapat tidaknya diandalkan yakni dapat tidaknya
meliputi intruksi, kemampuan, inisiatif, kehati-hatian serta kerajinan.
d. Sikap yang meliputi sikap terhadap perusahaan, pegawai lain, pekerjan
serta kerja sama.

33

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja


Faktor

yang

mempengaruhi

pencapain

kinerja

adalah

faktor

kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai


dengan pendapat Kieth Davis, (1964:484) yang dikutip oleh A.A. Anwar
Prabu Mangkunegara (2007:67) sebagai berikut :
a. Faktor Kemampuan
Secara

psikologis,

kemampuan

(ability)

pegawai

terdiri

dari

kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill).


Artinya, karyawan yang memiliki IQ dirata-rata (IQ 110-120) dengan
pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam
mengerjakan pekerjaan sehari-sehari, maka ia akan mudah mencapai
kinerja yang diharapkan.
b. Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
mengerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai organisasi
(tujuan kerja).
c. Sikap mental
Sikap mental erupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai
untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental
seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap
secara mental, fisik, tujuan, dan situasi). Artinya, seorang pegawai
harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan

34

target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan

dan

menciptakan situasi kerja.


Konsep kinerja menurut Hariandja (2009:195) merupakan hasil kerja
yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai
dengan perannya dalam organisasi. Hasil penilaian kinerja pegawai
penting arti dan peranannya sebagai bahan perencanaan sumber daya
manusia untuk proses pengambilan keputusan tentang berbagai hal, seperti
program pendidikan dan pelatihan, rekrutmen, seleksi, penempatan,
promosi dan lain-lain. Seperti yang dikemukakan oleh Nawawi (2008),
bahwa penilaian kinerja merupakan kegiatan lanjutan dari proses
perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen, seleksi dan penempatan
pegawai, sehingga dapat diketahui sejauh mana efektifitas perencanaan
yang telah dilakukan dalam memprediksi kemampuan seseorang untuk
melaksanakan tugas tertentu, pada waktu tertentu, berdasarkan informasi
hasil tes dan wawancara pada proses rekrutmen dan seleksi.
Kinerja karyawan merupakan salah satu faktor yang menentukan
kelangsungan hidup suatu perusahaan. Hal ini disebabkan karena
karyawan merupakan unsur perusahaan terpenting yang harus mendapat
perhatian. Pencapaian tujuan perusahaan menjadi kurang efektif apabila
karyawannya tidak mempunyai kinerja yang baik dan hal ini merupakan
pemborosan bagi perusahaan. Untuk menghasilkan kinerja/prestasi kerja
yang tinggi, seorang karyawan tidak hanya perlu memiliki keterampilan,

35

tetapi ia juga harus memiliki keinginan dan kegairahan untuk berprestasi


tinggi.

C. Kerangka Konseptual
Melihat beberapa uraian di atas mengenai pengertian keselamatan dan
pengertian kesehatan kerja di atas, maka dapat disimpulkan mengenai
pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu bentuk usaha
atau upaya bagi para pekerja untuk memperoleh jaminan atas Keselamatan
dan kesehatan Kerja (K3) dalam melakukan pekerjaan yang mana pekerjaan
tersebut dapat mengancam dirinya yang berasal dari individu sendiri dan
lingkungan kerjanya.
Pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu
keilmuwan

multidisiplin

yang

menerapkan

upaya

pemeliharaan

dan

peningkatan kondisi lingkungan kerja, keamanan kerja, keselamatan dan


kesehatan tenaga kerja, serta melindungi tenaga kerja terhadap resiko bahaya
dalam melakukan pekerjaan serta mencegah terjadinya kerugian akibat
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran, peledakan atau
pencemaran lingkungan kerja.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/Permen/1996 Bab II
dikatakan bahwa Tujuan dan Sasaran SMK3 di tempat kerja dengan
melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja (SDM), kondisi dan lingkungan
kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan
dan PAK serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif

36

maka berdasarkan hal tersebut maka Peneliti menuangkannya dalam


Kerangka Konsep seperti di bawah ini : unsur manajemen, tenaga kerja dan
kondisi dan lingkungan kerja sebagai faktor X atau disebut sebagai variable
Independen dan Penerapan SMK3 sebagai faktor Y atau disebut sebagai
variable Dependen seperti di bawah ini :
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

Keselamatan dan Kesehatan


Kerja (X)

Kinerja Karyawan (Y)

Indikator:

Indikator:

Membuat kondisi kerja yang


aman

Kualitas kerja

Pendidikan dan pelatihan


kesehatan & keselamatan
kerja

Kuantitas kerja

Jangka waktu pekerjaan

Penciptaan lingkungan kerja


yang sehat

Pelayanan kebutuhan
karyawan

Kehadiran di tempat
kerja

Sumber:

Pelayanan Kesehatan

Sumber: Handoko (2000:191-192)

37

Variabel bebas (X) yaitu keselamatan dan kesehatan kerja diharapkan akan
mempengaruhi variabel terikat (Y) yaitu kinerja karyawan.

D. Hipotesis
Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat
diajukan tiga hipotesis penelitian sebagai berikut :
H1 : Terdapat

pengaruh

yang

signifikan

penerapan manajemen

keselamatan dan kesehatan kerja terhadap kinerja karyawan.


H4 : Tidak terdapat pengaruh

penerapan manajemen

kesehatan kerja terhadap kinerja karyawan

keselamatan dan

Вам также может понравиться