Вы находитесь на странице: 1из 14

Perombakan Zat Warna Azo Sistem Kombinasi Anaerobik-Aerobik Menggunakan Biofilm

Bakteri Konsorsium dari Lumpur Limbah Tekstil


Melinda Dwi Lestari
Kimia/Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam/Universitas Negeri Semarang
melindalestari20@yahoo.com

Abstrak
Industri tekstil menimbulkan masalah yang serius bagi lingkungan terutama
masalah yang diakibatkan oleh limbah cair yang dihasilkan. Industri tekstil
mengeluarkan air limbah dengan parameter BOD, COD, padatan tersuspensi dan
warna yang relatif tinggi. Untuk itu, air limbah industri tekstil harus diolah
terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Penggunaan mikroorganisme
untuk mengolah limbah tekstil sangat potensial untuk dikembangkan karena
limbah tekstil dengan kandungan bahan organik yang tinggi dapat dimanfaatkan
secara langsung maupun tidak langsung oleh mikroorganisme sebagai nutrisi
untuk pertumbuhannya. Pada kondisi anaerobik, mikroorganisme dengan bantuan
kosubstrat seperti glukosa, sukrosa, maltosa berpungsi sebagai donor elektron ke
zat warna azo yang dikatalisis oleh enzim azoreductase sehingga terjadi
pemutusan ikatan azo menghasilkan amina aromatik. Tujuan yang akan dicapai
adalah menentukan biofilm bakteri konsorsium dari lumpur limbah tekstil yang
dapat digunakan untuk pengolahan limbah cair industri tekstil dan mengetahui
perombakan zat warna azo dengan sistem anaerobic-aerobik pada limbah cair
industri tekstil. Dari penelitian yang dilakukan oleh Renita Manurung pada tahun
2004 menunjukan hasil bahwa Proses anaerob dapat memutuskan ikatan kromofor
azo (-N=N-) zat warna C1 Reactive Red 141 J yang ditandai dengan hilangnya zat
warna secara visual, tetapi konsentrasi yang tercatat pada spektrofotometer sekitar
1.1 - 2.2. mg/I, Proses anaerob dapat meningkatkan biodegradable limbah sintetis
tekstil, Pada proses aerob terjadi penurunan warna antara 20 - 42%, penurunan
COD 39 - 51 %, sedangkan nilai BOD tidak terdeteksi lagi, Pada proses gabungan
anaerob-aerob dapat diturunkan nilai COD sekitar 90% dan warna 2 - 93%.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh I Dewa K. Sastrawidana dkk pada Mei
2007 sampai Maret 2008, menunjukan hasil bahwa beberapa bakteri yang telah
lama hidup dan beradaptasi dengan lingkungan limbah tekstil mempunyai
kemampuan untuk merombak zat warna tekstil dan sangat potensial digunakan
untuk pengolahan limbah cair industri tekstil. Hasil pengolahan limbah tekstil
buatan dengan sistem kombinasi anaerobik-aerobik proses pertumbuhan terlekat
menghasilkan efisiensi penurunan warna 96,94%, , TDS 75,73%,,TSS 68,03%,
COD 97,68% dan BOD 94,60%. Penggunaan sistem kombinasi anaerobik-aerobik
dengan proses pertumbuhan terlekat menggunakan bakteri konsorsium dan batu
1

vulkanik sebagai media pengamobil sangat potensial digunakan untuk pengolahan


limbah industri tekstil. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh I Dewa K.
Sastrawidana dkk, bahwa menggunakan biofilm bakteri konsorsium dari lumpur
limbah tekstil menghasilkan efisiensi penurunan warna yang sangat tinggi dan
juga penurunan nilai COD, BOD yang tinggi. Sehingga diharapkan mampu
diterapkan pada proses degradasi zat warna azo dengan sistem AnaerobikAerobik.
Kata Kunci : Zat Warna Azo, bakteri konsorsium dan Anaerobik-Aerobik.
Pendahuluan
Industri tekstil dan produk tekstil merupakan salah satu bidang yang sangat berkembang
di Indonesia. Diagram di bawah ini menunjukkan nilai impor dan ekspor Indonesia, masingmasing sektor tekstil dan pakaian, serta neraca perdagangan agregat untuk tekstil dan pakaian
dari tahun 2007 hingga 2011 (dalam juta US$):

Gambar 1. Nilai impor dan ekspor Indonesia dalam sektor tekstil dan pakaian

Sumber: Data Akses Pasar dan Perdagangan Internasional WTO


(Dikutip dari Ayu Dyah K.W., 2013)

Industri tekstil ini menimbulkan masalah yang serius bagi lingkungan terutama masalah
yang diakibatkan oleh limbah cair yang dihasilkan. Industri tekstil mengeluarkan air limbah
dengan parameter BOD, COD, padatan tersuspensi dan warna yang relatif tinggi. Disamping itu
limbah cair ini dapat pula mengandung logam berat yang bergantung pada alat warna yang
2

digunakan. Umumnya tujuan dari pengolahan limbah cair industri tekstil adalah mengurangi
tingkat polutan organik, logam berat, padatan tersuspensi dan warna sebelum dibuang ke badan
air. Pada saat ini polutan di Indonesia tidak memasukkan warna sebagai parameter yang diatur.
Walaupun demikian, limbah yang mengandung warna seringkali menimbulkan kesulitan dalam
penggunaan selanjutnya dalam masalah estetika(Manurung Renita, 2004).
Karakteristik air limbah tekstil adalah mempunyai intensitas warna berkisar 50-2500
skala Pt-Co, nilai COD 150-12000 mg/L dan nilai BOD mencapai 80-6000 mg/L .Tingginya
intensitas warna pada air limbah tekstil disebabkan karena sekitar 40% dari zat warna reaktif azo
yang digunakan dalam proses pencelupan kain terbuang sebagai limbah sedangkan kandungan
bahan organik sangat tinggi terkait dengan bahan-bahan yang digunakan dalam proses tekstil
seperti enzim, detergen, zat warna dan bahan-bahan tambahan lainnya. Parameter COD dan
BOD yang dimiliki air limbah tekstil jauh di atas baku mutu jika ditinjau dari KepMen LH
No.51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri yaitu 100-300
mg/L untuk COD dan 50-150 mg/L untuk BOD. Untuk itu, air limbah industri tekstil harus
diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Penggunaan mikroorganisme untuk
mengolah limbah tekstil sangat potensial untuk dikembangkan karena limbah tekstil dengan
kandungan bahan organik yang tinggi dapat dimanfaatkan secara langsung maupun tidak
langsung oleh mikroorganisme sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya. Pada kondisi anaerobik,
mikroorganisme dengan bantuan kosubstrat seperti glukosa, sukrosa, maltosa berpungsi sebagai
donor elektron ke zat warna azo yang dikatalisis oleh enzim azoreductase sehingga terjadi
pemutusan ikatan azo menghasilkan amina aromatik (I Dewa K. Sastrawidana dkk., 2008).
Teknologi pengolahan limbah tekstil biasanya dilakukan secara kimia dan fisika.
Pengolahan limbah tekstil secara kimia dan fisika cukup efektif untuk menghilangkan warna,
akan tetapi ada beberapa kekurangannya yaitu biaya mahal, pemakaian bahan kimia yang tidak
sedikit dan menimbulkan lumpur yang banyak. Oleh karena itu perlu dicari teknologi pengolahan
limbah yang lebih ramah lingkungan. Saat ini teknologi pengolahan limbah tekstil yang
berkembang adalah pengolahan limbah secara biologi, yaitu dengan memanfaatkan
mikroorganisme untuk mendegradasi molekul zat warna tekstil yang memiliki struktur kompleks
menjadi molekul yang lebih sederhana (Manurung Renita dkk., 2004).
Pengolahan limbah tekstil dengan proses pertumbuhan terlekat (attached growth
treatment processes) mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan menggunakan
3

proses pertumbuhan tersuspensi (suspended growth treatment processes). Pada proses


pertumbuhan terlekat, mikroorganisme diamobilkan pada permukaan padatan membentuk
lapisan tipis yang disebut biofilm. Biofilm merupakan komunitas bakteri yang terstruktur dengan
ketebalan tertentu sehingga dapat digunakan untuk mempertahankan diri akibat perubahan
kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri. Biofilm menghasilkan
densitas populasi lebih tinggi dan stabil, lebih tahan terhadap perubahan kondisi lingkungan
sehingga dalam penggunaannya dalam pengolahan limbah mampu menghasilkan efisiensi yang
lebih tinggi(HeFang et al. 2004).
Dari uraian di atas maka rumusan masalah yang ingin diselesaikan adalah bagaimana
biofilm bakteri konsorsium dari lumpur limbah tekstil dapat digunakan untuk pengolahan limbah
cair industri tekstil dan bagaimana perombakan zat warna azo dengan sistem anaerobik-aerobik
pada limbah cair industri tekstil.
Tujuan yang akan dicapai dari rumusan masalah yang ingin diselesaikan adalah
menentukan biofilm bakteri konsorsium dari lumpur limbah tekstil yang dapat digunakan untuk
pengolahan limbah cair industri tekstil dan mengetahui perombakan zat warna azo dengan sistem
anaerobic-aerobik pada limbah cair industri tekstil.
Pembahasan
Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar limbah cair dari industri tekstil biasanya
langsung dialirkan ke badan air. Beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh keberadaan zat
warna, terutama zat warna azo di badan perairan antara lain dapat mengganggu estetika badan
perairan serta dapat menghalangi penetrasi sinar matahari ke dalam badan perairan, sehingga hal
tersebut dapat mengganggu proses fotosintesis dari tumbuhan air, akibatnya kandungan oksigen
dalam air menjadi berkurang dan pada gilirannya akan menurunkan kualitas air serta dapat
berakibat fatal terutama bagi organisme akuatik (Lukito dkk., 2013).
Untuk menjamin terpeliharanya sumber daya air dari pembuangan limbah industri,
pemerintah dalam hal ini Menteri Negara Kementerian Lingkungan Hidup telah menetapkan
baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri yang sudah beroperasi yang dituangkan dalam
Kep.Men. L.H. No.51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri.
Konsekuensi dari perundangan tersebut adalah, pelaku industri yang aktivitas industrinya
menghasilkan limbah dalam jumlah besar dan berpotensi mencemari lingkungan harus
membangun instalasi pengolahan air limbah yang memadai (Sastrawidana dan Sukarta, 2011).
4

Zat warna sintetik merupakan salah satu zat warna yang banyak digunakan dalam industri
tekstil. Hal ini disebabkan karena zat warna sintetik lebih murah, penggunaannya lebih praktis,
tidak mudah luntur, dan warnanya lebih bervariasi daripada zat warna alam. Molekul zat warna
tekstil terdiri dari kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna
dengan serat (Manurung Renita dkk, 2004).
Sekitar 60%70% zat warna yang digunakan dalam pencelupan tekstil adalah zat warna
sintetik golongan azo dan turunannya. Zat warna azo banyak digunakan dalam pencelupan kain
terutama kain dari serat selulosa, rayon, dan wool. Hal ini karena zat warna azo dapat terikat kuat
pada kain, sehingga tidak mudah luntur dan memberikan warna yang baik (Blackburn dan
Burkinshaw, 2002).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Renita Manurung pada tahun 2004 tentang
Perombakan Zat Warna Azo pada Limbah Cair Tekstil Secara Anaerob-Aerob menunjukan hasil
bahwa Proses anaerob dapat memutuskan ikatan kromofor azo (-N=N-) zat warna C1 Reactive
Red 141 J yang ditandai dengan hilangnya zat warna secara visual, tetapi konsentrasi yang
tercatat pada spektrofotometer sekitar 1.1 - 2.2. mg/I, Proses anaerob dapat meningkatkan
biodegradable limbah sintetis tekstil, Pada proses aerob terjadi penurunan warna antara 20 42%, penurunan COD 39 - 51 %, sedangkan nilai BOD tidak terdeteksi lagi, Pada proses
gabungan anaerob-aerob dapat diturunkan nilai COD sekitar 90% dan warna 2 - 93%.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh I Dewa K. Sastrawidana dkk pada Mei 2007
sampai Maret 2008, tentang sistem kombinasi anaerobik-aerobik menggunakan biofilm bakteri
konsorsium dari lumpur limbah tekstil. Penelitian tersebut menunjukan hasil bahwa beberapa
bakteri yang telah lama hidup dan beradaptasi dengan lingkungan limbah tekstil mempunyai
kemampuan untuk merombak zat warna tekstil dan sangat potensial digunakan untuk pengolahan
limbah cair industri tekstil. Hasil pengolahan limbah tekstil buatan dengan sistem kombinasi
anaerobik-aerobik proses pertumbuhan terlekat menghasilkan efisiensi penurunan warna 96,94%,
, TDS 75,73%,,TSS 68,03%, COD 97,68% dan BOD 94,60%. Penggunaan sistem kombinasi
anaerobik-aerobik dengan proses pertumbuhan terlekat menggunakan bakteri konsorsium dan
batu vulkanik sebagai media pengamobil sangat potensial digunakan untuk pengolahan limbah
industri tekstil.
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh I Dewa K. Sastrawidana dkk, bahwa
menggunakan biofilm bakteri konsorsium dari lumpur limbah tekstil menghasilkan efisiensi
5

penurunan warna yang sangat tinggi dan juga penurunan nilai COD, BOD yang tinggi. Sehingga
diharapkan mampu diterapkan pada proses degradasi zat warna azo dengan sistem AnaerobikAerobik.
Metode penelitian Perombakan Zat Warna Azo pada Limbah Cair Tekstil Secara
Anaerob-Aerob yang dilakukan oleh Renita Manurung sebagai berikut:
1. Tahap Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah suatu cara mengkondisikan mikroba supaya dapat hidup dengan
menggunakan limbah zat warna sebagai substratnya. Kultur mikroba yang digunakan berasal dari
limbah tekstil yang biasa digunakan untuk pengolahan limbah dalam industri tekstil. Tahap
aklimatisasi memerlukan waktu kurang, lebih 1-2 bulan.
Amobilisasi bakteri konsorsium mengikuti metode yang telah dilakukan I Dewa K.
Sastrawidana dkk. Pada tahap ini bakteri konsorsium yang digunakan pada tahap pengolahan
anaerobik adalah hasil isolasi dari lumpur limbah tekstil CV. Mama&Leon sedangkan pada tahap
aerobik menggunakan bakteri konsorsium hasil isolasi dari sungai Badung. Namun dalam
pengolahan ini kultur mikroba yang digunakan berasal dari limbah tekstil yang biasa digunakan
untuk pengolahan limbah dalam industri tekstil
Berdasarkan kemampuan bakteri hasil isolasi dalam merombak zat warna di berbagai
kondisi lingkungan pada kondisi anaerobik selanjutnya dipilih masing-masing 1 isolat yang
menghasilkan efisiensi perombakan tertinggi zat warna azo yang dicobakan untuk digunakan
pada pengolahan tahap anaerobik. Sedangkan bakteri pada tahap aerobik dipilih yang
mempunyai adaptasi terbaik pada limbah tekstil. Isolat anaerobik dan aerobik yang terseleksi
masing-masing dikonsorsiumkan dan diamobilisasikan pada batu vulkanik untuk pengolahan
limbah. Batu vulkanik steril dimasukkan ke dalam bioreaktor anaerobik volume 1540 mL
kemudian ditambahkan media cair dan 100 mL kultur bakteri konsorsium. Bakteri konsorsium
dalam bioreactor dibiarkan tumbuh selama 3 hari. Selanjutnya cairan dalam bioreaktor dialirkan
melalui keran untuk mengeluarkan kultur bakteri yang tidak terikat pada batu vulkanik. Dengan
cara yang sama dilakukan pula amobilisasi bakteri konsorsium dalam bioreaktor aerobik dan
dilakukan aerasi menggunakan aerator. Jumlah bakteri yang teramobil pada batu vulkanik
dilepaskan kemudian ditentukan jumlah koloni menggunakan metode Four Plate Count.

2. Proses Awal
6

Pada proses awal dilakukan penambahan zat warna dengan konsentrasi 100 ppm secara
teratur ke dalam reaktor anaerob dan aerob sebanyak 3,5 L/hari dengan waktu tinggal cairan
HRT = 48 jam. Proses ini akan membiasakan mikroba menggunakan zat warna sebagai
substratnya. Proses ini berlangsung kurang lebih 1 bulan. Reaktor yang digunakan adalah reactor
untuk pertumbuhan tersekat seperti yang dilakukan oleh I Dewa K. Sastrawidana dkk.

3. Proses Biologis
Bioreaktor anaerob dijalankan dengan waktu tinggal cairan HRT = 24 jam pada kondisi
pH 6 - 7 dan suhu 45C. Sedangkan untuk bioreaktor aerob dijalankan pada HRT = 48 jam.
Pengaturan waktu tinggal sel dilakukan dengan mengatur jumlah biomassa yang dikeluarkan dari
reaktor. Hal ini dilakukan dengan Gambaran menyaring sejumlah tertentu isi reaktor dan
membuang padatan yang tersaring, sedangkan supernanantnya dimasukkan lagi, sehingga
volume cairan dalam reaktor tetap.
Proses perombakan zat warna azo oleh bakteri pada dasarnya merupakan reaksi redoks
yang dikatalisis oleh enzim. Koenzim nikotinamida adenin dinukleotida (NAD+) yang
dibebaskan pada proses glikolisis glukosa dengan bantuan enzim dehidrogenase berperan
sebagai pembawa elektron dan terlibat dalam reaksi enzimatik. Pada kondisi tidak ada oksigen,
NADH mengalami reaksi oksidasi menghasilkan NAD+ sedangkan zat warna azo mengalami
reaksi reduksi menghasilkan amina-amina aromatik yang bersesuaian. Putusnya ikatan azo pada
zat warna azo menyebabkan warna menjadi hilang. Jika terdapat oksigen, maka zat warna azo
dan oksigen berkompetisi sebagai penerima elektron dari NADH. Ion Hidrogen pada NADH
lebih mudah ditransfer ke oksigen dibandingkan dengan ke zat warna azo sehingga terjadi
transfer elektron dari NADH ke oksigen melalui rantai transport elektron (rantai pernapasan).
Dengan demikian, pada kondisi aerobik zat warna azo sulit direduksi sehingga warnanya tetap.
Hipotesis perombakan zat warna azo dengan adanya kosubstrat dilaporkan oleh Van der Zee,
(2002) disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Mekanisme perombakan zat warna azo secara direct enzymatic

Efisiensi perombakan zat warna reaktif azo pada berbagai kondisi lingkungan (pH,
konsentrasi kosubstrat, konsentrasi zat warna dan lama inkubasi) dianalisis menggunakan OneWay Anova. Dari analisis tersebut masing-masing bakteri mempunyai kemampuan yang berbedabeda dalam merombak zat warna azo dan efisiensinya sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan.
Dari hasil penelitian I Dewa K. Sastrawidana dkk, efisiensi perombakan pada variasi pH
diperoleh kemampuan kelima isolat hasil isolasi dari lumpur limbah tekstil Mama&Leon dalam
merombak zat warna reaktif azo pada kondisi anaerobik diberbagai pH disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Perombakan zat warna reaktif azo 200 mg/L selang waktu 5 hari inkubasi
diberbagai kondisi pH.

Gambar 3 memperlihatkan efisiensi perombakan masing-masing zat warna semakin meningkat


mulai dari pH 5 sampai pH 7, sedangkan pada kondisi pH 7-8 kencendrungan stabil dan pada pH
9 mengalamipenurunan. Kondisi pH optimum untuk berlangsungnya proses perombakan zat
warna dicapai pada pH 7-8 dengan efisiensi perombakan berkisar 90-95%%. Kebanyakan bakteri
hidup dan beraktifitas baik pada kondisi pH netral. Bila kondisi lingkungan tidak
menguntungkan, pertumbuhan mikroorganisme menjadi terganggu bahkan menyebabkan
kematian.

Perombakan zat warna reaktif azo 200 mg/L oleh kelima isolat pada kondisi anaerobik
dengan menggunakan bantuan glukosa sebagai kosubstrat disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Perombakan zat warna reaktif azo 200 mg/L selang waktu 5 hari inkubasi
diberbagai konsentrasi glukosa.

Gambar 4 memerlihatkan bahwa penambahan glukosa berfungsi sebagai elektron donor untuk
menstimulasi proses pemecahan ikatan azo. Kehadiran glukosa sebagai karbon eksternal
mempercepat proses reaksi karena koenzim NADH yang terbentuk mampu mentransfer elektron
baik secara langsung ke ikatan azo (N=N) atau melalui pembentukan flavin tereduksi sehingga
terjadi proses reaksi reduksi dari zat warna azo. Jumlah penggunaan kosubstrat menjadi kontrol
terhadap proses berlangsungnya perombakan. Penggunaan kosubstrat yang kurang memadai
menghasilkan reducing equivalents yang kecil sehingga perombakan berlangsung kurang
optimum, sedangkan bila penggunaan kosubstrat berlebih bisa menyebabkan efisiensi
perombakan menjadi menurun. Hal ini disebabkan karena glukosa terurai dalam sistem biologi
menghasilkan asam-asam yang mengakibatkan terjadinya penurunan pH. Efisiensi perombakan
maksimum sebesar 90-95% diperoleh pada penambahan glukosa 2 sampai 3 g/L untuk
konsentrasi zat warna reaktif azo dengan konsentrasi 200 mg/L dan selang waktu inkubasi
selama 5 hari. Kemampuan isolat dalam merombak zat warna reaktif azo menggunakan bantuan
glukosa selang waktu 5 hari inkubasi diberbagai konsentrasi zat warna disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Perombakan zat warna reaktif azo selang waktu 5 hari inkubasi
diberbagai konsentrasi zat warna

Gambar 5 menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi zat warna dari 50 sampai 200 mg/L
dengan jumlah glukosa yang konstan (2 g/L) menghasilkan efisiensi perombakan yang semakin
meningkat. Penurunan efisiensi perombakan zat warna terjadi mulai pada konsentrasi 250 sampai
400 mg/L. Alasan yang mendasari terjadinya penurunan efisiensi perombakan pada konsentrasi
tertentu adalah meningkatnya toksisitas zat warna terhadap bakteri yang merupakan racun bagi
bakteri dan terbloknya sisi aktif dari enzim azo reductase oleh molekul zat warna.
Efisiensi perombakan zat warna azo 200 mg/L oleh masing-masing isolat selang waktu 110 hari inkubasi disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Perombakan zat warna reaktif azo 200 mg/L selang waktu 5 hari
inkubasi Pada selang waktu 1-10 hari inkubasi.

Gambar 6 menunjukkan bahwa pada selang waktu 0-5 hari mula-mula bakteri melakukan fase
adaptasi terhadap lingkungan limbah yang dilanjutkan dengan fase pertumbuhan eksponensial.
10

Rendahnya peningkatan efisiensi perombakan selang waktu 5-10 hari karena terbentuknya
senyawa amina aromatik hasil perombakan anaerobik dari zat warna memberikan efek toksik
bagi kehidupan bakteri.
Jumlah bakteri konsorsium pada kondisi anaerobik dan aerobik yang teramobil pada batu
vulkanik adalah sebesar 20,5 X 109 cfu/gram dan 1,702 x 1010 cfu/gram. Karakteristik limbah
tekstil buatan sebelum dan setelah diolah dengan sistem kombinasi anaerobik-aerobik
menggunkan bakteri konsorsium teramobil pada batu vulkanik disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristil limbah tekstil buatan sebelum dan setelah pengolahan sistem kombinasi
anaerobik-aerobik proses pertumbuhan terlekat selang waktu 6 hari inkubasi.
Parameter

Satuan

Warna

Karakteristik limbah Hasil pengolahan


tekstil buatan

Tahap anaerobik

Tahap aerobic

CU

2130

192

65

TDS

mg/L

4380

2157

1063

TSS

mg/L

1220

720

390

BOD

mg/L

945

452

51

COD

mg/L

4000

2117

93

Pengolahan limbah tekstil buatan system kombinasi anaerobik-aerobik dengan proses


terlekat menggunakan biofilm bakteri konsorsium pada batu vulkanik selang waktu 6 hari
mampu menurunkan warna dengan efisiensi 96,94%. Warna tidak tercantum sebagai salah satu
syarat baku mutu ditinjau dari KepMen LH No.51/MENLH/10/1995. Secara langsung, warna
tidak berbahaya bagi kehidupan ekosistem perairan, akan tetapi air berwarna secara tak langsung
dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia maupun ekosostem air. warna
menghambat penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga mengganggu aktifitas fotosintesis
dalam ekosistem perairan menjadi terganggu yang mengakibatkan pasokan oksigen dalam air
menjadi berkurang dan akhirnya memicu aktifitas mikroorganisme anoksik-anaerobik yang
menghasilkan bahan-bahan yang toksik serta timbul bau yang tidak sedap. Pengujian dengan
selang waktu total 6 hari terjadinya penurunan TDS dari 4380 mg/L menjadi 1063 mg/L atau
efisiensi penurunan sebesar 75,73%. Nilai padatan terlarut total hasil pengolahan jika ditinjau
dari KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri
11

sudah memenuhi syarat, karena nilai ambang batas yang diperkenankan berkisar 2000-4000
mg/L. Pengukuran padatan tersuspensi total atau TSS air limbah tekstil yang digunakan sebesar
1220 mg/L. Dengan waktu pengolahan selama 6 hari, reactor kombinasi anaerobik-aerobik yang
berisi biofilm bakteri konsorsium mampu menurunkan nilai padatan tersuspensi total menjadi
390 mg/L atau terjadi efisiensi penurunan sebesar 68,03%. Nilai padatan tersuspensi total jika
ditinjau dari KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995 telah memenuhi syarat, karena ambang batas
yang diperkenankan berkisar 200-400 mg/L. Air limbah tekstil yang digunakan mempunyai nilai
BOD sebesar 945 mg/L dan setelah dilakukan pengolahan dengan kombinasi anaerobik-aerobik
selang waktu 6 hari nilai BOD turun menjadi 51 mg/L atau efisiensi penurunan sebesar 94,60%.
Nilai BOD ini masih di bawah ambang batas yang disyaratkan dalam KepMen LH No.
51/MENLH/10/1995 yaitu 50-150 mg/L sehingga telah memenuhi syarat untuk dibuang ke
lingkungan. Nilai COD hasil pengolahan limbah tekstil dalam bioreaktor kombinasi anaerobikaerobik berisi konsorsium bakteri yang diamobilkan pada batu vulkanik selama pengolahan
dengan total waktu 6 hari dari 4000 mg/L turun menjadi 93 mg./L atau terjadi efisiensi
penurunan 97,68%. Nilai COD hasil pengolahan ini sudah berada dibawah baku mutu air yang
disyaratkan dalam KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995 sebesar 100-300 mg/L sehingga telah
memenuhi syarat untuk dibuang ke lingkungan.

Pada penelitian ini proses anaerob dimaksudkan sebagai pengolahan pendahuluan untuk
mendegradasi senyawa-senyawa organik kompleks berantai panjang menjadi senyawa yang lebih
sederhana agar mudah terbiodegradasi oleh aerob.

12

Gambar 7. Biodegradasi Zat Warna Azo dengan Proses Anaerob dan Aerob
Pada Gambar 7. dapat dilihat bahwa terjadinya penghilangan warna membuat senyawa
aromatik berantai panjang (zat warna) menjadi senyawa aromatik berantai pendek. Senyawa
aromatik berantai pendek mempunyai biodegradibiltas yang tinggi untuk proses aerob, ini
ditunjukkan dengan nilai BOD/COD.
Simpulan
Dari penelitian yang dilakukan oleh Renita Manurung pada tahun 2004 tentang
Perombakan Zat Warna Azo pada Limbah Cair Tekstil Secara Anaerob-Aerob menunjukan hasil
bahwa Proses anaerob dapat memutuskan ikatan kromofor azo (-N=N-) zat warna C1 Reactive
Red 141 J yang ditandai dengan hilangnya zat warna secara visual, tetapi konsentrasi yang
tercatat pada spektrofotometer sekitar 1.1 - 2.2. mg/I, Proses anaerob dapat meningkatkan
biodegradable limbah sintetis tekstil, Pada proses aerob terjadi penurunan warna antara 20 42%, penurunan COD 39 - 51 %, sedangkan nilai BOD tidak terdeteksi lagi, Pada proses
gabungan anaerob-aerob dapat diturunkan nilai COD sekitar 90% dan warna 2 - 93%. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh I Dewa K. Sastrawidana dkk pada Mei 2007 sampai Maret 2008,
tentang sistem kombinasi anaerobik-aerobik menggunakan biofilm bakteri konsorsium dari
lumpur limbah tekstil. Penelitian tersebut menunjukan hasil bahwa beberapa bakteri yang telah
lama hidup dan beradaptasi dengan lingkungan limbah tekstil mempunyai kemampuan untuk
merombak zat warna tekstil dan sangat potensial digunakan untuk pengolahan limbah cair
industri tekstil. Hasil pengolahan limbah tekstil buatan dengan sistem kombinasi anaerobikaerobik proses pertumbuhan terlekat menghasilkan efisiensi penurunan warna 96,94%, , TDS
75,73%,,TSS 68,03%, COD 97,68% dan BOD 94,60%
Perombakan Zat Warna Azo Menggunakan Biofilm Bakteri Konsorsium dari Lumpur
Limbah Tekstil, diharapkan mampu mengefektifkan pengolahan limbah dengan sistem
anaerobic-aerobik. Dan diharapkan terjadi penurunan warna, COD, dan BOD yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tidak menggunakan biofilm bakteri konsorsium dari lumpur limbah tekstil.
Saran
Penelitian ini juga masih dilakukan menggunakan limbah cair sintetis dengan konsentrasi
zat warna 10 mg/l dan glukosa (sumber karbon) 1 g/l. sistem pengolahan gabungan anaerobaerob memungkinkan dikembangkan penggunaan konsentrasi zat warna lebih tinggi dari 10 mg/l
dan sumber karbon yang terdapat dalam limbah tekstil itu sendiri.
13

Daftar Pustaka

Ayu Dyah Kusuma Wardani, Dkk. 2013. Komoditi Tekstil Dan Produk Tekstil Terhadap
Comparative Advantage. Http://Chanchanfia.Blogspot.Com/2013_11_01_Archive.Html.
Blackburn, R.S., and S.M. Burkinshaw. 2002. A Greener to cotton dyeing with excellent wash
fastness. Green Chemistry. 4: 47-52.

Dewa I. K. Sastrawidana. 2008. Pengolahan Limbah Tekstil Sistem Kombinasi AnaerobikAerobik Menggunakan Biofilm Bakteri Konsorsium Dari Lumpur Limbah Tekstil. IPB,
Bogor. 3 (2) : 55-60

Hefang., Huwenrong, And Liyuezhong. 2004. Biodegradation Mechanisms And Kinetics Of Azo
Dys 4bs By A Micobial Consortium. Chemosphere 57:293-301.

Lukito, A.B.D., Goretti, M., Goeltom, M.T., 2013, Pertumbuhan Bakteri Pseudomonas
Aeruginosa Dan Dekolorisasi Senyawa Pewarna Strawberry Red Dan Orange Yellow
Dalam Kondisi Curah, Calyptra, No. 1, Vol. 2, 1-16.

Manurung, Renita, Dkk. 2004. Perombakan Zat Warna Azo Reaktif Secara Anaerob Aerob.
Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.

Sastrawidana, I.D.K., Sukarta, I.N., 2011, Uji Toksisitas Air Limbah Tekstil Hasil Pengolahan
Pada Reaktor Biofilm Konsorsium Bakteri Anaerob-Aerob Menggunakan Ikan Nila,
Jppsh, 5(3), 271-282.

Van Der Zee. 2002. Anaerobic Azo Dye Reduction [Thesis]. Wageningen University.
Netherlands.

14

Вам также может понравиться