Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pengertian BBLR
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat
kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah (WHO, 1961).
BBLR dibedakan menjadi :
1. Prematuritas murni
Yaitu bayi pada kehamilan < 37 minggu dengan berat badan sesuai.
2. Retardasi pertumbuhan janin intra uterin (IUGR)
Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan rendah dan tidak sesuai dengan usia kehamilan.
Etiologi BBLR
Penyebab kelahiran prematur tidak diketahui, tapi ada beberapa faktor yang berhubungan, yaitu :
1.
2.
3.
Faktor ibu
Gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun
Jarak hamil dan persalinan terlalu dekat, pekerjaan yang terlalu berat
Faktor kehamilan
Faktor janin
4.
Pengkajian Keperawatan
Prematuritas murni
Kepala lebih besar dari pada badan, kulit tipis transparan, mengkilap dan licin
Lanugo (bulu-bulu halus) banyak terdapat terutama pada daerah dahi, pelipis, telinga dan
lengan, lemak subkutan kurang, ubun-ubun dan sutura lebar
Genetalia belum sempurna, pada wanita labia minora belum tertutup oleh labia mayora,
pada laki-laki testis belum turun.
Rambut tipis, halus, teranyam, puting susu belum terbentuk dengan baik
Bayi kecil, posisi masih posisi fetal, pergerakan kurang dan lemah
Banyak tidur, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering mengalami apnea, otot
masih hipotonik
Reflek tonus leher lemah, reflek menghisap, menelan dan batuk belum sempurna
Dismaturitas
Jaringan lemak di bawah kulit tipis, bayi tampak gesit, aktif dan kuat
Komplikasi BBLR
Tidak sesak.
Rencana Tindakan :
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder
terhadap defisiensi surfaktan
Tujuan : Pertukaran gas adekuat
Kriteria :
Tidak sianosis.
Rencana Tindakan :
Rencana Tindakan :
Rencana Tindakan :
5. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi hipotermi atau hipertermi b/d imaturitas fungsi
termoregulasi atau perubahan suhu lingkungan
Tujuan : Suhu bayi stabil
Kriteria :
Akral hangat
Rencana Tindakan :
6. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi terjadi gangguan perfusi jaringan b/d imaturitas
fungsi kardiovaskuler
Tujuan : Perfusi jaringan baik
Kriteria :
Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
7. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi injuri susunan saraf pusat b/d hipoksia
Tujuan : Tidak ada injuri
Kriteria :
Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
Rencana Tindakan :
Hindari bayi dari orang-orang yang terinfeksi kalau perlu rawat dalam inkubator
9. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi gangguan integritas kulit b/d imaturitas struktur kulit
Tujuan : Integritas kulit baik
Kriteria :
Tidak plebitis
Rencana Tindakan :
Kaji kulit bayi dari tanda-tanda kemerahan, iritasi, rash, lesi dan lecet pada daerah yang
tertekan
Rencana Tindakan :
Mengajak bayi berbicara atau merangsang pendengaran bayi dengan memutarkan lagulagu yang lembut
Lakukan stimulas untuk refleks menghisap dan menelan dengan memasang dot
11. Diagnosa Keperawatan : Koping keluarga tidak efektif b/d kondisi kritis pada bayinya,
perawatan yang lama dan takut untuk merawat bayinya setelah pulang dari RS
Tujuan : Koping keluarga efektif
Kriteria :
Rencana Tindakan :
Berikan pendidikan kesehatan cara perawatan bayi BBLR di rumah termasuk pijat bayi,
metode kanguru, cara memandikan
Lakukan home visit jika bayi pulang dari RS untuk menilai kemampuan orang tua
merawat bayinya
ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati,
tempat terjadinya proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk
bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan
melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus hepatikus ke
dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai
sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses
absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama
kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus. Proses tersebut
antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90
hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan
mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar
bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada
bayi kurang bulan. Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan karenanya
disebut ikterus fisiologik.
Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun
sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan
kerusakan sel tubuh t3, misal kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dihari
kemudian.
C. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa
faktor:
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat
pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PADA, piruvat kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin,
gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil
transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang
berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan
albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke
sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar
biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan
hepar oleh penyebab lain.
D. Patofisiologi
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin pada
streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin
dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin
plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan
asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim
glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal
atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini
terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada
sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini
disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan
neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat
keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf
pusat yang karena trauma atau infeksi.
E. Tanda dan Gejala
Kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga (pada bayi dengan bilirubin indirek).
Anemia
Petekie
Perbesaran lien dan hepar
Perdarahan tertutup
Gangguan nafas
Gangguan sirkulasi
Gangguan saraf
F. Penatalaksanaan
Tujuan utama adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat
menimbulkan kernikterus/ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Konjugasi
bilirubin dapat lebih cepat berlangsung ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya
glukuronil transferase dengan pemberian obat seperti luminal atau agar. Pemberian substrat yang
dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik
(pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi hikan, merupakan tindakan yang juga dapat
mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping
terapi sinar, antara lain: enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit (ruam gigitan kutu), gangguan
minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat
diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.
G. Prognosis
Hiperbilirubin baru akan berpengaruh bentuk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar otak,
penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris, gejala ensefalopati pada neonatus
mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, letargi dan hipotonia,
selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan opistotonis. Pada stadium mungkin
didapatkan adanya atitosis didan ditemukan opistotonis. Pada stadium mungkin didapatkan adanya
atitosis ditai gangguan pendengaran atau retardasi mental di hari kemudian.
III. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Riwayat penyakit
Kekacauan/ gangguan hemolitik (Rh atau ABO incompabilitas), policitemia, infeksi, hematom, memar,
liver atau gangguan metabolik, obstruksi menetap, ibu dengan diabetes.
b. Pemeriksaan fisik
- Kuning
- Pucat
- Urine pekat
- Letargi
- Penurunan kekuatan otot (hipotonia)
- Penurunan refleks menghisap
- Gatal
- Tremor
- Convulsio (kejang perut)
- Menangis dengan nada tinggi
c. Pemeriksaan psikologis
Efek dari sakit bayi; gelisah, tidak kooperatif/ sulit kooperatif, merasa asing.
d. Pengkajian pengetahuan keluarga dan pasien
Penyebab dan perawatan, tindak lanjut pengobatan, membina kekeluargaan dengan bayi yang lain
yang menderita ikterus, tingkat pendidikan, kurang membaca dan kurangnya kemauan untuk belajar.
B. Diagnosa keperawatan
1. Resiko peningkatan kadar bilirubin dalam darah berhubungan dengan kondisi fisiologis/patologis
Tujuan/Kriteria
Tidak ada peningkatan hiperbilirubinemia
Rencana Tindakan
a.Monitor tanda-tanda vital
b.Monitor bilirubin serum
c.Monitor bila ada muntah, kaku otot atau tremor
d.Kolaborasi terapi dengan tim medis
e.Berikan minum ekstra
f.Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian fototerapi
2. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan malas menghisap
Tujuan/Kriteria
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Rencana Tindakan
a.Berikan minum melalui sonde(ASI yang diperah atau PASI)
b.Lakukan oral hygiene dan olesi mulut dengan kapas basah
c.Monitor intake dan output
d.Monitor berat badan tiap hari
e.Observasi turgor dan membran mukosa
3. Resiko perubahan suhu Tubuh berhubungan dengan efek samping fototerapi
Tujuan/Kriteria:
Suhu tubuh tetap normal
Rencana Tindakan:
a.Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam
b.Perhatikan suhu lingkungan dan gunakan isolasi
c.Berikan minum tambahan
4. Resiko terjadi trauma persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan efek samping fototerapi
Tujuan/Kriteria:
Tidak terjadi gangguan pada retina pada masa perkembangan
Rencana Tindakan:
1.Kaji efek samping fototerapi
2.Letakkan bayi 45 cm dari sumber cahaya/lampu
3.Selama dilakukan fototerapi tutup mata dan genital dengan bahan yang tidak tembus cahaya
4.Monitor reflek mata dengan senter pada saat bayi diistirahatkan dan kontrol keadaan mata setiap 8
jam
5.Buka tutup mata bila diberi minum atau saat tidak dibawah sinar
6.Observasi dan catat penggunaan lampu
5. Resiko terjadi gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek samping
fototerapi
Tujuan/Kriteria:
Selama dalam perawatan kulit bayi tidak mengalami gangguan integritas kulit
Rencana Tindakan:
a.Observasi keadaan keutuhan kulit dan warnanya
b.Bersihkan segera bila bayi buang air besar atau buang air kecil
c.Gunakan lotion pada daerah bokong
d.Jaga alat tenun dalam keadaan bersih dan kering
e.Lakukan alih baring dan pemijatan
6. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang tujuan, prosedur
pemasangan dan efek samping fototerapi
Tujuan/Kriteria:
Orang tua mengerti tujuan tujuan, prosedur dan efek samping fototerapi
Rencana Tindakan:
1.Beri penyuluhan pada orang tua tentang tujuan, prosedur dan efek samping fototerapi
2.Berikan support mental
3.Libatkan orang tua dalam prosedur fototerapi