Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1) Teori kelainan vaskularisasi plasenta tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi
tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami
distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi, dan
terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis., sehingga aliran darah uteroplasenta
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan
menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis hipertensi
dalam kehamilan.
2) Teori iskemi plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
- Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan. Salah
satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang
-
beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membrane sel endotel.
Kerusakan membrane sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Pada waktu terjadi kerusakan sel
endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi :
o Gangguan metabolism prostaglandin yaitu menurunnya produksi prostasiklin
suatu vasodilator kuat.
o Agregasi sel-sel tormbosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
o
o
o
o
Sehingga lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri
spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. HLA-G juga
merangsang produksi sitikon, sehigga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi.
Kemungkinan terjadi Immune-maladaptation pada preeclampsia.
4) Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopresor.
5) Teori genetic
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotif ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan
dengan genotif janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami prekelampsia, 26% anak
perempuannya akan mengalami preeclampsia pula.
6) Teori defisiensi gizi
Konsumsi minyak ikan termasuk minyak hati halibut dapat mengurangi risiko
preeclampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat
menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit dan mencegah
vasokontriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi
kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeclampsia dan
eklampsia.
7) Teori stimulus inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan
rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris
trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas
normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeclampsia, dimana pada preeklampisa
terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik
trofoblas juga meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi pada
kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel
makrofag /granuosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi
yang menimbulkan gejala-gejala prekelampsia pada ibu.
Magnesium sulfat regimen
a. Loading dose : initial dose
4 gram MgSO4 : intravena (40% dalam 10 cc) selama 15 menit
b. Maintenance dose :
Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam atau diberikan 4 atau 5 gram IM.
Selanjutnya maintenance doses diberikan 4 gram IM tiap 4-6 jam.
c. Syarat syarat pemberian MgSO4:
- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi, yaitu kalsium glukonas 10
% = 1gr (10% dalam 10cc) diberikan IV 3 menit
- Reflex patella (+) kuat
- Frekuensi pernafasan >16x/menit, tidak ada tanda-tanda distress napas.
d. Magnesium sulfas dihentikan bila
- Ada tanda-tanda intoksikasi
- Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir
- Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeclampsia
ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada
perbaikan, keadaaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan
harus diterminasi.
Sikap terhadap kehamilannya
Berdasarkan Williams Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejla
prekelampsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi :
1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian
pengobatan medikamentosa.
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini :
Ibu
- Umur kehamilan >37 minggu untuk preeclampsia ringan dan batasan umur 37
-
memburuk
Diduga teradi solusio plasenta
Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
Janin
-
Laboratorik
Kriteria dari Zatuchni dan Andros untuk menilai persalinan letak sungsang (Zatuchni
Andros Breech Scoring Index) Merupakan suatu indeks prognosis untuk menilai lebih
tepat apakah persalinan presentasi bokong dapat dilahirkan pervaginam atau
perabdominam.
Indeks
Paritas
Pernah letsu
Taksiran berat
0
Primi
Tidak
3650
1
Multi
1x
3629-3176
janin
Umur
>39 minggu
38 minggu
37 minggu
kehamilan
Station
Pembukaan
<-3
2 cm
-2
3 cm
<3176
serviks
Arti nilai :
I.
Ya
Uterus kontraksi ?
Evaluasi rutin
Tidak
Evaluasi/bersihkan bekuan darah/selaput ketuban
Kompresi bimanual interna (KBI) : maksimal 5 menit
Ya
Uterus kontraksi ?
Tidak
Ajarkan keluarga melakukan KBE
Keluarkan tangan secara hati-hati
Suntikkan Methylergometrin 0,2 mg IM
Pasang IVFD RL + 20 IU oxytocin, guyur
Lakukan kembali KBI
Ya
Uterus kontraksi ?
Pengawasan kala IV
Tidak
Rujuk, siapkan laparatomi
Lanjutkan pemberian infus + 20 IU oksitosin minimal 500 cc/jam hingga mencapai tempat rujukan
Selama perjalanan dapat dilakukan kompresi aorta abdominalis atau KBI
Perdarahan ?
Histerektomi
berhenti
Pertahankan Uterus
Apabila terjadi perdarahan postpartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi
dengan sikap trendelenberg, memberikan oksigen, dan pemberian cairan intrevena cepat,
monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen.
Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
2. Merangsang kontraksi uterus dengan cara :
Masase fundus uteri dan kompresi bimanual.
Masase fundus uteri dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang
akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta
(maksimal 15 detik). Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di
fundus uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina.
1) Jika uterus berkontraksi
Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah
perineum/vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
2) Jika uterus tidak berkontraksi maka :
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks. Pastikan
bahwa kandung kemih telah kosong. Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama
5 menit.
1. Vagina dibuka dengan spekulum, dinding depan dan belakang serviks dipegang dengan
ring tang, kemudian tampon dimasukkan dengan menggunakan tampon yang melalui
serviks sampai ke fundus uteri.
2. Apabila perdarahan masih terjadi setelah pemasangan tampon ini, pemasangan tampon
tidak boleh diulangi, dan segera harus dilakukan laparotomi untuk melakukan
histerektomi ataupun ligasi arteria hipogastrika.
Gambar 8 : Bakri ballon, Rusch hidrostatik balloon kateter (Folley catheter), dan
Sengstaken-Blakemore tube
III.
1.
Pemberian obat sedasi dan anlgesik jika diindikasikan janin tidak akan lahir dalam
2.
3.
Caesarea.
Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir dengan
4.
tiba-tiba.
Pada wanita yang berisiko mengalami partus presipitatus berulang, sebaiknya wanita
dirawat sebelum persalinan. Sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan baik.pada
waktu persalinan, keadaan diawasi dengan cermat dan episiotomi dilakukan pada waktu
yang tepat untuk menghindari terjadinya ruptur perinea.
1. Tatalaksana PEB
Perawatan preeclampsia berat sama halnya dengan perawatan preeclampsia ringan, dibagi
menjadi 2 unsur
- Sikap terhadap penyakitnya yaitu pemberian obat-obatan atau terapi medisinalis
- Sikap terhadap kehamilannya
1. Sikap terhadap penyakit
1)
Penderita preeclampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap
dan dianjurkan tirah baring miring ke sisi kiri. Perawatan yang penting ialah
pengelolaan caira karena pendertia preeklmapsia mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oliguria. Oleh karena itu, monitoring input cairan dan
output cairan menjadi sangat penting. Cairan yang dapat diberikan berupa ringer
dekstrose 5% atau cairan faali jumlah tetesan <125cc/jam atau infuse dekstrose 5%
yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse ringer laktat (60-125cc/jam ) 500 cc.
Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin.
2) Pemberian obat antikejang : obat antikejang adalah MgSO4 atau obat lain yang
dipakai untuk anti kejang :diazepam, fenitoin.
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan
serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuscular. Transmisi neuromuscular
membutuhkan kalsium pada sinaps. Pemberian magnesium sulfat, magnesium akan
menggeser kalsium, sehiga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition
antara ion kalsium dan magnesium). Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi
pilihan pertama untuk antikejang pada preeclampsia atau eklampsia.
Magnesium sulfat regimen
memburuk
Diduga teradi solusio plasenta
Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
Janin
-
Laboratorik
-
Kedua tungkai dalam keadaan flexi pada sendi paha dan lutut, sehingga bokong dan kedua kaki
merupakan bagian terendah.
3. Incomplete Breech (Bokong tak sempurna)
Terjadi extensi pada salah satu kedua sendi paha. Sedangkan sendi lutut dapat dalam keadaan
flexi dan extensi, sehingga yang merupakan bagian terendah lutut atau kaki. Pada pemeriksaan
dalam bagian terendah yang dapat teraba lutut atau kaki.
Variasi dari incomplete breech antara lain:
gerakan ini tanpa melakukan tarikan, sehingga gerakan tersebut hanya disesuaikan
dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan dimulainya gerakan hiperlordosis ini,
seorang asisten melakukan ekspresi Kristeller pada fundus uterus, sesuai dengan sumbu
panggul. Maksud ekspresi Kristeller ini ialah :
a. Agar tenaga mengejan lebih kuat, sehingga fase cepar dapat segera diselesaikan
(berakhir).
b. Menjaga agar kepala janin tetap dalam posisi fleksi.
c. Menghindari terjadinya ruang kosong antara fundus uterus dan kepala janin,
sehingga tidak terjadi lengan menjungkit.
6. Dengan gerakan hiperlordosis ini berturut-rurut lahir pusar, perut bahu dan lengan, dagu,
mulut dan akhirnya seluruh kepala.
7. Janin yang baru lahir diletakkan di perut ibu. Seorang asisten segera menghisap lendir dan
bersamaan itu penolong memotong tali pusat.
Keuntungan
a. Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir, sehingga mengurangi bahaya infeksi.
b. Cara ini adalah cara yang paling mendekati persalinan fisiologik, sehinggamengurangi
trauma pada janin.
Kerugian
a. 510% persalinan secara Bracht mengalami kegagalan, sehingga tidak semua persalinan
letak sungsang dapat dipimpin dengan cara Bracht.
b. Persalinan secara Bracht mengalami kegagalan terutama dalam keadaan panggul sempit,
janin besar, jalan lahir kaku misalnya pada primigravida, adanya lengan menjungkit atau
menunjuk.
aid, karena mereka menganggap bahwa sejak pusar lahir adalah fase yang sangat berbahaya
bagi janin, karena pada saat itulah kepala masuk ke dalam pintu atas panggul, dan
kemungkinan besar tali pusat terjepit di antara kepala janin dan pintu atas panggul.
Tahapan
1. Tahap pertama, lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan kekuatan tenaga ibu
sendiri.
2. Tahap kedua, lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong. Cara / teknik untuk
melahirkan bahu dan lengan ialah secara:
a. Klasik (yang seringkali disebut Deventer).
b. Mueller.
c. Lovset.
d. Bickenbach.
3. Tahap ketiga, lahirnya kepala.
Kepala dapat dilahirkan dengan cara:
a.
b.
c.
d.
e.
Mauriceau (Veit-Smellie).
Najouks.
Wigand Martin-Winckel.
Prague terbalik.
Cunam Piper.
Teknik
Tahap pertama
Tahap kedua
Cara Klasik
1. Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara klasik ini ialah melahirkan lengan belakang
lebih dahulu, karena lengan belakang berada di ruangan yang lebih luas (sakrum), baru
kemudian melahirkan lengan depan yang berada di bawah simfisis. Tetapi bila lengan
depan sukar dilahirkan, maka lengan depan diputar menjadi lengan belakang, yaitu
dengan memutar gelang bahu ke arah belakang dan baru kemudian lengan belakang ini
dilahirkan.
2. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan penolong pada pergelangan kakinya dan
dielevasi ke atas sejauh mungkin, sehingga perut janin mendekati perut ibu.
3. Bersamaan dengan iru tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan dengan
jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai pada fosa kubiti kemudian lengan
bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah mengusap muka janin.
4. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin diganti dengan
tangan. kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung janin mendekati
punggung ibu.
5. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan.
6. Bila lengan depan sukar dilahirkan, maka harus diputar menjadi lengan belakang. Gelang
bahu dan lengan yang sudah lahir dicengkam dengan kedua tangan penolong sedemikian
rupa sehingga kedua ibu jari tangan penolong terletak di punggung dan sejajar dengan
sumbu badan janin sedaiig jari-jari lain mencengkam dada. Putaran diarahkan ke perut
dan dada janin, sehingga lengan depan terletak di belakang. Kemudian lengan belakang
ini dilahirkan dengan teknik tersebut di atas.
7. Deventer melakukan cara Klasik ini dengan tidak mengubah lengan depan menjadi
lengan belakang. Cara ini lazim disebut cara Deventer. Keuntungan cara Klasik ialah
pada umumpya dapat dilakukan pada semua persalinan letak sungsang, tetapi
kerugiannya ialah lengan janin masih relatif tinggi di dalam panggul, sehingga jari
penolong harus masuk ke dalam jalan lahir yang dapat menimbulkan infeksi.
Cara Mueller
1. Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara Mueller ialah melahirkan bahu dan lengan depan
lebih dahulu dengan ekstraksi, baru kemudian melahirkan bahu dan lengan belakang.
2. Bokong janin dipegang secara femuro-pelviks (duimbekken greep) yaitu kedua ibu jari
penolong diletakkan sejajar spina sakralis media dan jari telunjuk pada krista iliaka dan jari-
jari lain mencengkam paha bagian depan. Dengan pegangan ini badan janin ditarik curam ke
bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak di bawah simfisis, dan lengan depan
dilahirkan dengan mengait lengan bawahnya.
3. Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, maka badan janin yang masih dipegang secara
femuro-pelviks ditarik ke atas, sampai bahu belakang lahir. Bila bahu belakang tidak lahir
dengan sendirinya, maka lengan belakang dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan
kedua jari penolong. Keuntungan dengan teknik Mueller ini ialah tangan penolong tidak
masuk jauh ke dalam jalan lahir, sehingga bahaya infeksi minimal.
Cara Lovset
1. Prinsip persalinan secara Lovset ialah memutar badan janin dalam setengah lingkaran bolakbalik sambil dilakukan traksi curam ke bawah sehingga bahu yang sebelumnya berada di
belakang akhirnya lahir di bawah simfisis. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa adanya
inklinasi antara pintu atas panggul dengan sumbu panggul dan bentuk lengkungan panggul
yang mempunyai lengkungan depan lebih pendek dari lengkungan di belakang, sehingga
setiap saat bahu belakang selalu dalam posisi lebih rendah dari bahu depan.
2. Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil dilakukan traksi curam ke bawah
badan janin diputar setengah lingkaran, sehingga bahu belakang menjadi bahu depan.
Kemudian sambil dilakukan traksi, badan janin diputar kembali kearah yang belawanan
setengah lingkaran, demikian seterusnya bolak-balik, sehingga bahu belakang tampak di
bawah simfisis dan lengan dapat dilahirkan.
3. Bila lengah japin tidak dapat lahir dengan sendirinya, maka lengan janin ini dapat, dilahirkan
4.
5. Cara Lovset ini dianjurkan dalam memimpin persalinan letak sungsang pada keadaankeadaan di mana diharapkan akan terjadi kesukaran, misalnya:
a. Primigravida.
b. Janin yang besar.
c. Panggulyang relatif sempit.
simfisis, kepala janin dielevasi ke atas dengan suboksiput sebagai hipomoklion sehingga
berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata, dahi, ubun-ubun besar dan akhimya lahirlah
seluruh kepala janin.
Cara Naujoks
Teknik ini dilakukan bila kepala masih tinggi, sehingga jari penolong tidak dapat dimasukkan ke
dalam mulut janin. Kedua tangan penolong mencengkam leher janin dari arah depan dan
belakang. Kedua tangan penolong menarik bahu curam ke bawah dan bersamaan dengan itu
seorang asisten mendorong kepala janin ke arah bawah. Cara ini tidak dianjurkan karena
menimbulkan trauma yang berat pada sumsum tulang di daerah leher.
Cara Prague terbalik
Teknik Prague terbalik dipakai bila oksiput dengan ubun-ubun kecil berada di belakang dekat
sakrum dan muka janin menghadap simfisis. Satu tangan penolong mencengkam leher dari arah
bawah dan punggung janin diletakkan pada telapak tangan penolong. Tangan penolong yang lain
memegang kedua pergelangan kaki. Kaki janin ditarik ke atas bersamaan dengan tarikan pada
bahu janin, sehingga perut janin mendekati perut ibu. Dengan taring sebagai hipomoklion, kepala
janin dapat dilahirkan.
2. Seorang asisten memegang badan janin pada kedua kaki, dan kedua lengan janin diletakkan
di punggung janin. Kemudian badan janin dielevasi ke atas, sehingga punggung janin
mendekati punggung ibu.
3. Pemasangan cunam pada after coming bead tekniknya sama dengan pemasangan cunam pada
letak belakang kepala. Hanya pada kasus ini cunam dimasukkan dari arah bawah, yaitu
sejajar dengan pelipatan paha belakang. Setelah suboksiput. Tampak di bawah simfisis, maka
cunam dielevasi ke atas dan dengan suboksiput sebagai hipomoklion, berturut-turut lahir
dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya seluruh kepala lahir.
6. Setelah bokong lahir, maka untuk melahirkan janin selanjutnva dipakai teknik pegangan
femuro-pelviks.. Dengan pegangan ini badan janin ditarik curam ke bawah sampai pusar
lahir.
7. Selanjutnya untuk melahirkan badan janin yang lain dilakukan cara persalinan yang sama
seperti pada manual aid.
DISTOSIA
1.
Definisi
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan.
2.
Etiologi
Distosia dapat disebabkan karena kelainan his ( his hipotonik dan his hipertonik ), karena
kelainan besar anak, bentuk anak ( hidrocefalus, kembar siam, prolaps tali pusat ), letak
anak (letak sungsang, letak melintang ), serta karena kelainan jalan lahir.
3.
Jenis-jenis distosia
a. Kelainan His
Kelainan his dapat berupa inersia uteri hipotonik atau inersia uteri hipertonik.
1) Inersia uteri hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk melakukan
pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his lemah dan
frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang
baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau
kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada
penderita dengan keadaan emosi kurang baik.
Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun pada
kala pengeluaran.Inertia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu:
a) Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat
( kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan ), sehingga sering sulit
untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
b) Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada keadaan
selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.
Penanganan :
a. Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus
diperhatikan.
b. Penderita
dipersiapkan
menghadapi
persalinan,
dan
dijelaskan
tentang
Kedua kaki ada disamping bokong dan letak bokong kaki sempurna.
c) Letak sungsang tidak sempurna ( incomplete breech )
Selain bokong sebagian yang terendah adalah kaki atau lutut.
Etiologi:
a) Fiksasi kepala pada PAP tidak baik atau tidak ada ; pada panggul sempit,
hidrocefalus, anencefalus, placenta previa, tumor.
b) Janin mudah bergerak ; pada hidramnion, multipara, janin kecil (prematur).
c) Gemelli
d) Kelainan uterus ; mioma uteri
e) Janin sudah lama mati
f) Sebab yang tidak diketahui.
Diagnosis :
a) Pemeriksaan luar, janin letak memanjang, kepala di daerah fundus uteri
b) Pemeriksaan dalam, teraba bokong saja, atau bokong dengan satu atau dua kaki.
Syarat Partus Pervagina Pada Letak Sungsang :
a) Janin tidak terlalu besar
b) Tidak ada suspek CPD
c) Tidak ada kelainan jalan lahir
Jika berat janin 3500 g atau lebih, terutama pada primigravida atau multipara dengan
riwayat melahirkan kurang dari 3500 g, sectio cesarea lebih dianjurkan.
3) Prolaps Tali Pusat
Yaitu tali pusat berada disamping atau melewati bagian terendah janin setelah
ketuban pecah. Bila ketuban belum pecah disebut tali pusat terdepan.Pada keadaan
prolaps tali pusat ( tali pusat menumbung ) timbul bahaya besar, tali pusat terjepit pada
waktu bagian janin turun dalam panggul sehingga menyebabkan asfiksia pada janin.
Prolaps tali pusat mudah terjadi bila pada waktu ketuban pecah bagian terdepan janin
masih berada di atas PAP dan tidak seluruhnya menutup seperti yang terjadi pada
persalinan ; hidramnion, tidak ada keseimbangan antara besar kepala dan panggul,
premature, kelainan letak. Diagnosa prolaps tali pusat ditegakkan bila tampak tali pusat
keluar dari liang senggama atau bila ada pemeriksaan dalam teraba tali pusat dalam liang
senggama atau teraba tali pusat di samping bagian terendah janin.
Kelainan Jalan Lahir
Distosia karena kelainan jalan lahir dapat disebabkan adanya kelainan pada jaringan
keras / tulang panggul, atau kelainan pada jaringan lunak panggul.
a)
Dapat berupa :
1.
Kelainan bentuk panggul yang tidak normal gynecoid, misalnya panggul jenis
1.
2.
Inlet dianggap sempit apabila cephalopelvis kurang dari 10 cm atau diameter transversa
kurang dari 12 cm. Diagonalis (CD) maka inlet dianggap sempit bila CD kurang dari 11,5 cm.
3.
Kesempitan midpelvis
4.
Diameter interspinarum 9 cm
5.
Kalau diameter transversa ditambah dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 13,5
cm.
Kesempitan midpelvis hanya dapat dipastikan dengan RO pelvimetri.Midpelvis
contraction dapat member kesulitan sewaktu persalinan sesudah kepala melewati pintu
atas panggul.
1.
Kalau
Kesempitan outlet
diameter
Kesempitan
transversa
outlet,
dan
meskipun
diameter
mungkin
sagitalis
tidak
posterior
kurang
menghalangi
dari
lahirnya
15
cm.
janin,
namun
dapat
menyebabkan
rupture
perineal
yang
hebat.
Karena
arkus
pubis
Diameter transversal (DT) + 13.5 cm. Conjugata vera (CV) + 12.0 cm. Jumlah rata-rata
kedua diameter minimal 22.0 cm.
2. Pintu tengah panggul (midpelvis) :
Distansia interspinarum (DI) + 10.5 cm. Diameter anterior posterior (AP) + 11.0 cm.
Jumlah rata-rata kedua diameter minimal 20.0 cm.
3. Pintu bawah panggul (pelvic outlet) :
Diameter anterior posterior (AP) + 7.5 cm. Distansia intertuberosum + 10.5 cm. Jumlah
rata-rata kedua diameter minimal 16.0 cm. Bila jumlah rata-rata ukuran pintu-pintu
panggul tersebut kurang, maka panggul tersebut kurang sesuai untuk proses persalinan
pervaginam spontan.
c)
Edema servik
Penanganan :
-Dilakukan
eksisi
sedapat
mungkin
sehingga
persalinan
berjalan
lancar
- Kalau sulit dan terlalu lebar, dianjurkan untuk melakukan sectio caesaria
Tumor tumor jalan lahir lunak : kista vagina ; polip serviks, mioma
uteri, dan sebagainya.
Kandung kemih yang penuh atau batu kandung kemih yang besar.
Kelainan
letak
serviks
yang
dijumpai
pada
multipara
dengan
uterus
bikornus,
uterus
perut
gantung.
-
Kelainan
kelainan
bentuk
uterus
septus,
VERSI
VERSI adalah prosedur untuk melakukan perubahan presentasi janin melalui manipulasi fisik
dari satu kutub ke kutub lain yang lebih menguntungkan bagi berlangsungnya proses persalinan
pervaginam dengan baik.
Klasifikasi:
1. Berdasarkan arah pemutaran
Syarat :
1. Janin dapat lahir pervaginam atau diperkenankan untuk lahir pervaginam ( tak ada
kontraindikasi )
2. Bagian terendah janin masih dapat dikeluarkan dari pintu atas panggul (belum engage)
3. Dinding perut ibu cukup tipis dan lentur sehingga bagian-bagian tubuh janin dapat
dikenali (terutama kepala) dan dapat dirasakan dari luar dengan baik
4. Selaput ketuban utuh.
5. Pada parturien yang sudah inpartu : dilatasi servik kurang dari 4 cm dengan selaput
ketuban yang masih utuh.
6. Pada ibu yang belum inpartu :
1. Pada primigravida : usia kehamilan 34 36 minggu.
2. Pada multigravida : usia kehamilan lebih dari 38 minggu.
Indikasi :
1. Letak bokong.
2. Letak lintang.
3. Letak kepala dengan talipusat atau tangan terkemuka.
4. Penempatan dahi.
Kontra indikasi :
1. Perdarahan antepartum.
o Pada plasenta praevia atau plasenta letak rendah, usaha memutar janin
dikhawatirkan akan menyebabkan plasenta lepas dari insersionya sehingga akan
menambah perdarahan.
2. Hipertensi.
o Pada penderita hipertensi pada umumnya sudah terjadi perubahan pembuluh
arteriole plasenta sehingga manipulasi eksternal dapat semakin merusak
pembuluh darah tersebut sehingga terjadi solusio plasenta.
3. Cacat uterus.
o Jaringan parut akibat sectio caesar atau miomektomi pada mioma intramural
merupakan locus minoris resistancea yang mudah mengalami ruptura uteri.
4. Kehamilan kembar.
5. Primitua, nilai sosial anak yang tinggi atau riwayat infertilitas
6. Insufisiensi plasenta atau gawat janin.
Faktor yang menentukan keberhasilan tindakan versi luar :
1. Paritas.
2. Presentasi janin.
3. Jumlah air ketuban.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kegagalan tindakan versi luar:
1. Bagian terendah janin sudah engage .
Tehnik :
1. Versi Luar harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas tindakan SC emergensi dan
dilakukan atas persetujuan penderita setelah mendapatkan informasi yang memadai dari dokter.
2. Sebelum melakukan tindakan VL, lakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk:
Kelainan kongenital.
Lokasi plasenta.
4. Pasang intravenous line sambil dilakukan pengambilan darah darah untuk pemeriksaan
darah lengkap (persiapan bilamana harus segera dilakukan tindakan sectio caesar).
5. Pasien diminta untuk mengosongkan kandung kemih.
6. (berikan terbutaline 0.25 mg subcutan sebagai tokolitik).
7. Tahapan versi luar :
3) Tahap mobilisasi : mengeluarkan bagian terendah janin dari panggul
1) Ibu berbaring telentang atau posisi Trendelenburg ringan dengan posisi tungkai
dalam keadaan fleksi pada sendi paha dan lutut.
2) Perut ibu diberi bedak (talcum) atau jelly.
3) Penolong berdiri disamping kanan dan menghadap kearah kaki ibu.
4) Dengan kedua telapak tangan diatas simfisis menghadap kebagian kepala ibu,
bokong anak dibawa keluar dari panggul.
4) Tahap eksenterasi : membawa bagian terendah ke fossa iliaca
o Setelah diluar panggul, bokong ditempatkan pada salah satu dari fossa iliaca agar
radius putaran tidak terlalu jauh.
2
2. Satu tangan memegang bokong (bagian terendah) dan tangan lain memegang
kepala ; dengan gerakan bersamaan dilakukan rotasi sehingga janin berada
presentasi yang dikehendaki.
Catatan :
Pemutaran dilakukan kearah dimana tahanannya paling rendah (kearah perut janin) atau
presentasi yang paling dekat (bila VL dilakukan pada presentasi lintang atau oblique)
Bila pemutaran kearah perut janin gagal maka dapat diusahakan pemutaran pada arah
sebaliknya.
Setelah tahap rotasi, dilakukan pemeriksaan NST ulang (baik pada tindakan VL yang berhasil
maupun gagal) ; bila kondisi janin baik maka dilanjutkan dengan tahap fiksasi.
4. Tahap fiksasi : mempertahankan presentasi janin agar tidak kembali presentasi semula
(pemasangan gurita)
Catatan : Versi Luar pada letak lintang dilakukan hanya melalui 2 tahap yaitu tahap
rotasi dan tahap fiksasi.
Kriteria Versi Luar dianggap gagal:
1. Ibu mengeluh nyeri saat dilakukan pemutaran.
2. Terjadi gawat janin atau hasil NST memperlihatkan adanya gangguan terhadap kondisi
janin.
3. Bagian janin tidak dapat diidentifikasi dengan baik oleh karena sering terjadi kontraksi
uterus saat dilakukan palpasi.
4. Terasa hambatan yang kuat saat melakukan rotasi.
DEFINISI KPD
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada saat akhir kehamilan
maupun jauh sebelumnya (Nugroho, 2010).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan mulai dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan
aterm lebih dari 37 minggu sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba,
2009).
KPD didefinisikan sesuai dengan jumlah jam dari waktu pecah ketuban sampai awitan persalinan
yaitu interval periode laten yang dapat terjadi kapan saja dari 1-12 jam atau lebih. Insiden KPD
banyak terjadi pada wanita dengan serviks inkopenten, polihidramnion, malpresentasi janin,
kehamilan kembar, atau infeksi vagina (Helen, 2003).
Mercer (2003) mendefinisikan KPD sebagai pecahnya selaput ketuban dan dalam 1 jam tidak
disertai tanda inpartu.
Menurut Menon (2007) KPD didefinisikan sebagai robeknya selaput ketuban pada setiap saat
sebelum persalinan dimulai.
Kriteria Eden
Kriteria Eden adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia. Kriteria Eden
antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke kelas ringan; bila dijumpai
2 atau lebih masuk ke kelas berat dan prognosis akan lebih buruk.
Jenis Antioksidan
Tubuh memiliki sistem pertahanan internal terhadap radikal bebas. Sistem pertahanan tersebut
dikelompokkan menjadi 3 golongan:
1. Antioksidan
primer,
(antioksidan
endogen/antioksidan
enzimatis).
Contohnya
superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase. Enzim enzim ini
mampu menekan atau menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus
reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk lebih stabil. Reaksi ini disebut sebagai
chain-breaking-antioxidant.
2. Antioksidan sekunder (antioksidan eksogen atau antioksidan non enzimatis). Contoh
antioksidan sekunder ialah vitamin E, vitamin C, -karoten, isoflavon, asam urat,
bilirubin, dan albumin. Senyawa-senyawa ini dikenal sebagai penangkap radikal bebas
(scavenger free radical).
3. Antioksidan tersier, misalnya enzim DNA-repair dan metionin sulfoksida reduktase yang
berperan dalam perbaikan biomolekul yang dirusak oleh radikal bebas (Winarsi, 2005).
Senyawa antioksidan sintesis seperti butil hidroksi anisol (BHA) dan butil hidroksi toluen
(BHT) bukan merupakan solusi untuk kontrol positif yang baik, sebab pada pemaparan yang
lama diketahui dapat mempengaruhi genetika sel-sel tubuh (Poormorad et al., 2006).
Sumber antioksidan
Antioksidan sangat beragam jenisnya. Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam
dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi
kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami).
1. Antioksidan sintetik Diantara beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan untuk
makanan, ada lima antioksidan yang penggunaannya meluas dan menyebar di seluruh
dunia, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat, tertbutil 13 hidroksi quinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan tersebut merupakan
antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintesis untuk tujuan komersial (Pokorni
et al., 2001).
2. Antioksidan alami Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari:
a. Senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan.
b. Senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan.
c. Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan.
Kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah berasal dari
tumbuhan. Kingdom tumbuhan, Angiosperm memiliki kira-kira 200.000 sampai 300.000 spesies
dan dari jumlah ini kurang lebih 400 spesies yang telah dikenal dapat menjadi bahan pangan
manusia. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi
tidak selalu dari bagian yang dapat dimakan. Antioksidan alami terbesar di beberapa bagian
tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, biji, dan serbuk sari (Pokorni et al.,
2001).
Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik
yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam
organik polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon,
flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi
asam kafeat, asam ferulat, asam 14 klorogenat, dan lain-lain. Senyawa antioksidan polifenolik ini
adalah multifungsional dan dapat bereaksi sebagai:
a.
b.
c.
d.
Pereduksi
Penangkap radikal bebas
Pengkelat logam
Peredam terbentuknya singlet oksigen
Kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi
flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya, sehingga flavonoid merupakan salah satu
golongan fenol alam terbesar. Lebih lanjut disebutkan bahwa sebenarnya flavonoid terdapat
dalam semua tumbuhan hijau, sehingga pastilah ditemukan pula pada setiap telaah ekstrak
tumbuhan. Kebanyakan dari golongan dan senyawa yang berkaitan erat dengannya memiliki
sifat-sifat antioksidan baik di dalam lipida cair maupun dalam makanan berlipida (Pokorni et al.,
2001).
Etiologi KET
Beberapa hal dibawah ini ada hubungannya dengan terjadinya kehamilan
ektopik:7
2.3.1. Pengaruh faktor mekanik
Faktor-faktor mekanis yang menyebabkan kehamilan ektopik antara lain:
riwayat operasi tuba, salpingitis, perlekatan tuba akibat operasi nonginekologis
seperti
apendektomi,
pajanan
terhadap
diethylstilbestrol,
yang
mengandung
progesteron
yang
meningkatkan
frekuensi
ektopik,
tetapi
bila
terjadi
kehamilan
pada
wanita
yang
menggunakan
AKDR,
besar
kemungkinan
kehamilan
tersebut
adalah
kehamilan ektopik.
2.3.4. Peningkatan afinitas mukosa tuba
Dalam hal ini terdapat elemen endometrium ektopik yang berdaya
meningkatkan implantasi pada tuba.
Sumber Bacaan :
1. Cunningham FG (editorial) : Breech Presentation and Delivery in William
Obstetrics22nd ed p 409- 441, Mc GrawHill Companies 2005
2. American College of Obstetricians and Gynecologists : External Cephalic version.
Practice Bulletin No 13, February 2000
3. Chan LY, Tang JL et al: Intrapartum caesarean delivery after succesful external cephalic
version: A meta-analysis. Obstet Gynecol 104:155, 2004
4. Cruikshank DP : Breech, other malpresentations, and umbilical cord complications. In
JR Scott et al., eds., Danforth's Obstetrics and Gynecology, 9th ed., pp. 381395.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. (2003).
5. Vezina Y et al : Caesarean delivery after successful external cephalic version of breech
presentation at term: A comparative study. Am J Obstet Gynecol 190:763,2004
6. Menon, R. 2007. Infection and the Role of Imflammation in Preterm Premature Rupture
of the Membranes. BPract Res Clin Obstet Gyn, 21(3):467-478
7. Mercer, B.M. 2003. Preterm Premature Rupture of the Membranes. High Risk Pregnancy
Series: an Experts view, 101(1):178-191.