Вы находитесь на странице: 1из 42

Teori mengenai patofisiologi hipertensi dalam kehamilan

1) Teori kelainan vaskularisasi plasenta tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi
tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami
distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi, dan
terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis., sehingga aliran darah uteroplasenta
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan
menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis hipertensi
dalam kehamilan.
2) Teori iskemi plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
- Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan. Salah
satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang
-

sangat toksis, khususnya terhadap membrane sel endotel pembuluh darah.


Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya
peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E pada hipertensi
dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak
yang relative tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis ini akan

beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membrane sel endotel.
Kerusakan membrane sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Pada waktu terjadi kerusakan sel
endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi :
o Gangguan metabolism prostaglandin yaitu menurunnya produksi prostasiklin
suatu vasodilator kuat.
o Agregasi sel-sel tormbosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
o
o
o
o

Agregasi trombosit memproduksi tromboksan suatu vasodilator kuat.


Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus
Peningkatan permeabilitas kapilar
Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor yaitu endotelin.
Peningkatan faktor koagulasi

3) Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin


Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya
HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua.

Sehingga lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri
spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. HLA-G juga
merangsang produksi sitikon, sehigga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi.
Kemungkinan terjadi Immune-maladaptation pada preeclampsia.
4) Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopresor.
5) Teori genetic
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotif ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan
dengan genotif janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami prekelampsia, 26% anak
perempuannya akan mengalami preeclampsia pula.
6) Teori defisiensi gizi
Konsumsi minyak ikan termasuk minyak hati halibut dapat mengurangi risiko
preeclampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat
menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit dan mencegah
vasokontriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi
kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeclampsia dan
eklampsia.
7) Teori stimulus inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan
rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris
trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas
normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeclampsia, dimana pada preeklampisa
terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik
trofoblas juga meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi pada
kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel
makrofag /granuosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi
yang menimbulkan gejala-gejala prekelampsia pada ibu.
Magnesium sulfat regimen
a. Loading dose : initial dose
4 gram MgSO4 : intravena (40% dalam 10 cc) selama 15 menit
b. Maintenance dose :

Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam atau diberikan 4 atau 5 gram IM.
Selanjutnya maintenance doses diberikan 4 gram IM tiap 4-6 jam.
c. Syarat syarat pemberian MgSO4:
- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi, yaitu kalsium glukonas 10
% = 1gr (10% dalam 10cc) diberikan IV 3 menit
- Reflex patella (+) kuat
- Frekuensi pernafasan >16x/menit, tidak ada tanda-tanda distress napas.
d. Magnesium sulfas dihentikan bila
- Ada tanda-tanda intoksikasi
- Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir
- Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeclampsia
ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada
perbaikan, keadaaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan
harus diterminasi.
Sikap terhadap kehamilannya
Berdasarkan Williams Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejla
prekelampsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi :
1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian
pengobatan medikamentosa.
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini :
Ibu
- Umur kehamilan >37 minggu untuk preeclampsia ringan dan batasan umur 37
-

minggu untuk preeklampisa berat


Ada tanda-tanda/gejala-gejala Impending eklampsia
Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan klinik dan laboratorium

memburuk
Diduga teradi solusio plasenta
Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan

Janin
-

Adanya tanda-tanda fetal distress


Adanya tanda-tnada intra uterine growth restriction (IUGR)
NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
Terjadi oligohidramnion

Laboratorik

Adanya tanda-tanda sindorma HELLP (Hemolysis, Elevated liver enzyme, Low

platelet count) khusunya menurunnya trombosit dengan cepat


Cara mengakhiri kehamilan dilakukan berdasarkan keadaan obstetric pada waktu itu,

apakah sudah inparut atau belum


2. Konservatif (ekspektatif) : berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan
pemberian pengobatan medikamentosanya
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm 37 minggu tanpa disertai
tanda-tanda impending eklmapsia denga keadaan janin baik. Diberikan pengobatan yang
sama degan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif.

Kriteria dari Zatuchni dan Andros untuk menilai persalinan letak sungsang (Zatuchni
Andros Breech Scoring Index) Merupakan suatu indeks prognosis untuk menilai lebih
tepat apakah persalinan presentasi bokong dapat dilahirkan pervaginam atau
perabdominam.
Indeks
Paritas
Pernah letsu
Taksiran berat

0
Primi
Tidak
3650

1
Multi
1x
3629-3176

janin
Umur

>39 minggu

38 minggu

37 minggu

kehamilan
Station
Pembukaan

<-3
2 cm

-2
3 cm

-1/ lebih rendah


4 cm

<3176

serviks
Arti nilai :

I.

- Skor 3 : persalinan perabdominal (melalui seksi sesarea)


- Skor 4
: perlu evaluasi, bila nilai tetap, persalinan dapat pervaginam
- Skor 5 : persalinan pervaginam
Protap Kunjungan Antenatal Care (ANC)
Jadwal melakukan pemeriksaan ANC sebanyak 12 -13 kali selama kehamilan.

Pemeriksaan pertama dilaksanakan segera setelah diketahui terlambatnya haid satu


bulan.
Kunjugan berikutnya interval kunjungan dilakukan setiap 4 minggu sekali sampai
minggu ke-28.
Pemeriksaan ulang setiap 2 minggu sekali dari usia 28 minggu sampai usia kehamilan
36 minggu.
Pemeriksaan ulang setiap minggu sesudah usia kehamilan 36 minggu sampai terjadinya
persalinan.
Perlu segera memeriksaan kehamilan bila dirasakan ada gangguan atau bila janin tidak
bergerak lebih dari 12 jam.
II.

Penanganan HPP pada Atonia Uteri

Masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir (maksimal 15 detik)

Ya

Uterus kontraksi ?

Evaluasi rutin

Tidak
Evaluasi/bersihkan bekuan darah/selaput ketuban
Kompresi bimanual interna (KBI) : maksimal 5 menit

Ya

Uterus kontraksi ?

Pertahankan KBI selama 1-2 menit


Keluarkan tangan secara hati-hati
Lakukan pengawasan kala IV

Tidak
Ajarkan keluarga melakukan KBE
Keluarkan tangan secara hati-hati
Suntikkan Methylergometrin 0,2 mg IM
Pasang IVFD RL + 20 IU oxytocin, guyur
Lakukan kembali KBI

Ya

Uterus kontraksi ?

Pengawasan kala IV

Tidak
Rujuk, siapkan laparatomi
Lanjutkan pemberian infus + 20 IU oksitosin minimal 500 cc/jam hingga mencapai tempat rujukan
Selama perjalanan dapat dilakukan kompresi aorta abdominalis atau KBI

Ligasi arteriuterina dan atau hipogastrika


B-Lynch method
tetap

Perdarahan ?

Histerektomi

berhenti
Pertahankan Uterus

Gambar 1. Penanganan Atonia Uteri


1. Resusitasi

Apabila terjadi perdarahan postpartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi
dengan sikap trendelenberg, memberikan oksigen, dan pemberian cairan intrevena cepat,
monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen.
Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
2. Merangsang kontraksi uterus dengan cara :
Masase fundus uteri dan kompresi bimanual.
Masase fundus uteri dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang
akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta
(maksimal 15 detik). Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di
fundus uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina.
1) Jika uterus berkontraksi
Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah
perineum/vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
2) Jika uterus tidak berkontraksi maka :
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks. Pastikan
bahwa kandung kemih telah kosong. Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama
5 menit.

Gambar 2. Kompresi Bimanual Interna.


a. Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahanlahan dan pantau kala IV dengan ketat.
b. Jika uterus tidak berkontraksi, maka: Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan
kompresi bimanual eksternal (Kompresi bimanual eksterna dilakukan dengan
meletakkan satu tangan pada dinding perut, sedapat mungkin meraba bagian
belakang uterus, tangan yang lain terkepal pada bagian depan korpus uteri, kemudian
jepit uterus di antara kedua tangan tersebut)

Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg IM (jangan diberikan


jika hipertensi); Pasang infuse menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan
500 ml RL +20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi
KBI.

Gambar 3. Kompresi Bimanual Eksterna


c. Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala IV, 15 menit untuk
1 jam pertama, 30 menit untuk 1 jam kedua. Jika uterus tidak berkontraksi dalam 1-2
menit, segera rujuk ibu karena ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan
tindakan gawat darurat di fasilitas kesehatan rujukan yang mampu melakukan
tindakan operasi dan transfusi darah. Selama dalam perjalanan ketempat rujukan
penolong bisa tetap melakukan kompresi bimanual eksterna atau kompresi aorta
abdominalis yaitu dengan cara meraba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,
pertahankan posisi tersebut. Genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah
umbilicus, tegak lurus dengan sumbu badan, sehingga mencapai kolumna vertebralis.
Penekanan yang tepat, akan menghentikan atau sangat mempengaruhi denyut arteri
femoralis.

Gambar 4. Kompresi aorta abdominalis


Terapi Farmakologik
Pengobatan uterotonika merupakan terapi terpilih untuk pemberian obat-obatan
perdarahan post partum karena atonia uteri. Tabel dibawah ini menunjukkan obat-obat
uterotonik, dosis, efek samping, dan kontraindiksinya.

Penggunaan Tampon Uterus


Pada kondisi di mana rujukan tidak memungkinkan dan semua upaya menghentikan
perdarahan tidak berhasil maka alternatif yang mungkin dapat dilakukan adalah pemasangan
tampon utero-vaginal.
Pemasangan tampon uterovagina

1. Vagina dibuka dengan spekulum, dinding depan dan belakang serviks dipegang dengan
ring tang, kemudian tampon dimasukkan dengan menggunakan tampon yang melalui
serviks sampai ke fundus uteri.
2. Apabila perdarahan masih terjadi setelah pemasangan tampon ini, pemasangan tampon
tidak boleh diulangi, dan segera harus dilakukan laparotomi untuk melakukan
histerektomi ataupun ligasi arteria hipogastrika.

Gambar 5. Cara pemasangan tampon uterovaginalis


Alternatif dari pemasangan tampon selain dengan kasa, juga dipakai beberapa cara yaitu:
dengan menggunakan Sengstaken-Blakemore tube, Rusch hidrostatik balloon kateter (Folley
catheter) atau SOS Bakri tamponade balloon catheter. Cara penggunaannya adalah dengan
menginsersikan balon pada uterus kemudian dikembangkan dengan menggunakan cairan saline
sebanyak 500 ml lalu dapat dipasang tampon kasa pada vagina untuk menjaga balon tetap di
berada dalam uterus serta untuk mengevaluasi perdarahan, dan dilepas 24-48 jam kemudian.

Gambar 8 : Bakri ballon, Rusch hidrostatik balloon kateter (Folley catheter), dan
Sengstaken-Blakemore tube
III.

Penanganan His yang terlalu kuat (Hipertonik Uterine Contraction)

1.

Pemberian obat sedasi dan anlgesik jika diindikasikan janin tidak akan lahir dalam

2.

waktu dekat (4-6 jam)


Bila ada tanda-tanda obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan dengan Sectio

3.

Caesarea.
Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir dengan

4.

tiba-tiba.
Pada wanita yang berisiko mengalami partus presipitatus berulang, sebaiknya wanita
dirawat sebelum persalinan. Sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan baik.pada
waktu persalinan, keadaan diawasi dengan cermat dan episiotomi dilakukan pada waktu
yang tepat untuk menghindari terjadinya ruptur perinea.

1. Tatalaksana PEB
Perawatan preeclampsia berat sama halnya dengan perawatan preeclampsia ringan, dibagi
menjadi 2 unsur
- Sikap terhadap penyakitnya yaitu pemberian obat-obatan atau terapi medisinalis
- Sikap terhadap kehamilannya
1. Sikap terhadap penyakit
1)
Penderita preeclampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap
dan dianjurkan tirah baring miring ke sisi kiri. Perawatan yang penting ialah
pengelolaan caira karena pendertia preeklmapsia mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oliguria. Oleh karena itu, monitoring input cairan dan
output cairan menjadi sangat penting. Cairan yang dapat diberikan berupa ringer
dekstrose 5% atau cairan faali jumlah tetesan <125cc/jam atau infuse dekstrose 5%
yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse ringer laktat (60-125cc/jam ) 500 cc.
Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin.
2) Pemberian obat antikejang : obat antikejang adalah MgSO4 atau obat lain yang
dipakai untuk anti kejang :diazepam, fenitoin.
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan
serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuscular. Transmisi neuromuscular
membutuhkan kalsium pada sinaps. Pemberian magnesium sulfat, magnesium akan
menggeser kalsium, sehiga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition
antara ion kalsium dan magnesium). Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi
pilihan pertama untuk antikejang pada preeclampsia atau eklampsia.
Magnesium sulfat regimen

e. Loading dose : initial dose


4 gram MgSO4 : intravena (40% dalam 10 cc) selama 15 menit
f. Maintenance dose :
Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam atau diberikan 4 atau 5 gram IM.
Selanjutnya maintenance doses diberikan 4 gram IM tiap 4-6 jam.
g. Syarat syarat pemberian MgSO4:
- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi, yaitu kalsium glukonas
10 % = 1gr (10% dalam 10cc) diberikan IV 3 menit
- Reflex patella (+) kuat
- Frekuensi pernafasan >16x/menit, tidak ada tanda-tanda distress napas.
h. Magnesium sulfas dihentikan bila
- Ada tanda-tanda intoksikasi
- Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir
- Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeclampsia
ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada
perbaikan, keadaaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa
dan harus diterminasi.
3) Diuretikum tidak diberikan secara rutin kecuali bila ada edema paru, gagal jantung
kongestif. Diuretika yang dipakai adalah furosemida. Pemberian furosemid dapat
merugikan yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta,
meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin dan menurunkan
berat janin.
4) Pemberian antihipertensi
Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan
sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai <160/105 atau MAP <125.
2) Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.
Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam.
2. Sikap terhadap kehamilannya
Berdasarkan Williams Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan
gejala-gejla prekelampsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilannya dibagi
menjadi :
3. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian
pengobatan medikamentosa.
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini :
Ibu
- Umur kehamilan >37 minggu untuk preeclampsia ringan dan batasan umur 37
minggu untuk preeklampisa berat

Ada tanda-tanda/gejala-gejala Impending eklampsia


Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan klinik dan laboratorium

memburuk
Diduga teradi solusio plasenta
Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan

Janin
-

Adanya tanda-tanda fetal distress


Adanya tanda-tnada intra uterine growth restriction (IUGR)
NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
Terjadi oligohidramnion

Laboratorik
-

Adanya tanda-tanda sindorma HELLP (Hemolysis, Elevated liver enzyme, Low

platelet count) khusunya menurunnya trombosit dengan cepat


Cara mengakhiri kehamilan dilakukan berdasarkan keadaan obstetric pada waktu itu,

apakah sudah inparut atau belum


4. Konservatif (ekspektatif) : berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan
pemberian pengobatan medikamentosanya
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm 37 minggu tanpa disertai
tanda-tanda impending eklmapsia denga keadaan janin baik. Diberikan pengobatan yang
sama degan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif.
JENIS LETAK SUNGSANG

Frank Breech (Bokong Murni)


Kedua kaki dalam keadaan flexi pada sendi paha, tetapi extensi pada kedua sendi lutut, sehingga
bokong merupakan bagian tertendah pada pemeriksaan dalam hanya teraba bokong.
2. Complete Breech (Bokong Sempurna)

Kedua tungkai dalam keadaan flexi pada sendi paha dan lutut, sehingga bokong dan kedua kaki
merupakan bagian terendah.
3. Incomplete Breech (Bokong tak sempurna)
Terjadi extensi pada salah satu kedua sendi paha. Sedangkan sendi lutut dapat dalam keadaan
flexi dan extensi, sehingga yang merupakan bagian terendah lutut atau kaki. Pada pemeriksaan
dalam bagian terendah yang dapat teraba lutut atau kaki.
Variasi dari incomplete breech antara lain:

PERSALINAN LETAK SUNGSANG


Jenis pimpinan persalinan sungsang
1. Persalinan pervaginam
Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam, persalinanper vaginam
dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Persalinan spontan (spontaneous breech). Janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu
sendiri. Cara ini lazim disebut cara Bracht.
b. Manual aid (partial breech extraction; assisted breech delivery).Janin dilahirkan sebagian
dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga penolong.
c. Ekstraksi sungsang (total breech extraction). Janin dilahirkan seluruhnya dengan memakai
tenaga penolong.
2. Persalinan per abdominam (seksio sesarea)

PROSEDUR PERTOLONGAN PERSALINAN SPONTAN


Tahapan
1. Tahap pertama: fase lambat, yaitu mulai lahirnya bokong sampai pusar (skapula
depan). Disebut fase lambat karena fase ini hanya untu melahirkan bokong, yaitu bagian
janin yang tidak berbahaya.
2. Tahap kedua: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusar sampai lahirnya mulut.
Disebut fase cepat karena pada fase ini kepala janin mulai masuk pintu atas panggul,
sehingga kemungkinan tali pusat terjepit. Oleh karena itu fase ini harus segera
diselesaikan dan tali pus.at segera dilonggarkan. Bila mulut sudah lahir, janin dapat
bernapas lewat mulut.
3. Tahap ketiga: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala lahir.
Disebut fase lambat karena kepala akan keluar dari ruangan yang bertekanan tinggi
(uterus), ke dunia luar yang tekanannya lebih rendah, sehingga kepala harus dilahirkan
secara perlahan-lahan untuk menghindari terjadinya perdarahan intra kranial (adanya
ruptura tentorium serebelli).
Teknik
1. Sebelum melakukan pimpinan persalinan penolong harus memperhatikan sekali lagi
persiapan untuk ibu, janin, maupun penolong. Pada persiapan kelahiran janin harus
selalu disediakan cunam Piper.
2. Ibu tidur dalam posisi litotomi, sedang penolong berdiri di depan vulva. Ketika timbul
his ibu disuruh mengejan dengan merangkul kedua pangkal paha. Pada waktu bokong
mulai membuka vulva (crowning) disuntikkan 2-5 unit oksitosin intra muskulus.
Pemberian oksitosin ini ialah untuk merangsang kontraksi rahim sehingga fase cepat
dapat diselesaikan dalam 2 his berikutnya.
3. Episiotomi dikerjakan pada saat bokong membuka vulva. Segera setelah bokong lahir,
bokong dicengkam secara Bracht, yaitu kedua ibu jari penolong sejajar sumbu panjang
paha, sedangkan jari-jari lain memegang panggul.
4. Pada setiap his ibu disuruh mengejan. Pada waktu tali pusat lahir dan tampak sangat
5.

teregang, tali pusat dikendorkan lebih dahulu.


Kemudian penolong melakukan hiperlordosis pada badan janin guna mengikuti gerakan
rotasi anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke perut ibu. Penolong hanya rnengikuti

gerakan ini tanpa melakukan tarikan, sehingga gerakan tersebut hanya disesuaikan
dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan dimulainya gerakan hiperlordosis ini,
seorang asisten melakukan ekspresi Kristeller pada fundus uterus, sesuai dengan sumbu
panggul. Maksud ekspresi Kristeller ini ialah :
a. Agar tenaga mengejan lebih kuat, sehingga fase cepar dapat segera diselesaikan
(berakhir).
b. Menjaga agar kepala janin tetap dalam posisi fleksi.
c. Menghindari terjadinya ruang kosong antara fundus uterus dan kepala janin,
sehingga tidak terjadi lengan menjungkit.
6. Dengan gerakan hiperlordosis ini berturut-rurut lahir pusar, perut bahu dan lengan, dagu,
mulut dan akhirnya seluruh kepala.
7. Janin yang baru lahir diletakkan di perut ibu. Seorang asisten segera menghisap lendir dan
bersamaan itu penolong memotong tali pusat.
Keuntungan
a. Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir, sehingga mengurangi bahaya infeksi.
b. Cara ini adalah cara yang paling mendekati persalinan fisiologik, sehinggamengurangi
trauma pada janin.
Kerugian
a. 510% persalinan secara Bracht mengalami kegagalan, sehingga tidak semua persalinan
letak sungsang dapat dipimpin dengan cara Bracht.
b. Persalinan secara Bracht mengalami kegagalan terutama dalam keadaan panggul sempit,
janin besar, jalan lahir kaku misalnya pada primigravida, adanya lengan menjungkit atau
menunjuk.

PROSEDUR MANUAL AID


(PARTIAL BREECH EXTRACTION)
Indikasi
1. Persalinan secara Bracht mengalami kegagalan. misalnya bila terjadi kemacetan baik pada
waktu melahirkan bahu atau kepala.
2. Dari semula .memang hendak melakukan pertolongan secara manual aid. Di negara Amerika
sebagian besar ahli kebidanan cenderung untuk melahirkan letak sungsang secara manual

aid, karena mereka menganggap bahwa sejak pusar lahir adalah fase yang sangat berbahaya
bagi janin, karena pada saat itulah kepala masuk ke dalam pintu atas panggul, dan
kemungkinan besar tali pusat terjepit di antara kepala janin dan pintu atas panggul.
Tahapan
1. Tahap pertama, lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan kekuatan tenaga ibu
sendiri.
2. Tahap kedua, lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong. Cara / teknik untuk
melahirkan bahu dan lengan ialah secara:
a. Klasik (yang seringkali disebut Deventer).
b. Mueller.
c. Lovset.
d. Bickenbach.
3. Tahap ketiga, lahirnya kepala.
Kepala dapat dilahirkan dengan cara:
a.
b.
c.
d.
e.

Mauriceau (Veit-Smellie).
Najouks.
Wigand Martin-Winckel.
Prague terbalik.
Cunam Piper.

Teknik
Tahap pertama

dilakukan persalinan secara Bracht sampai pusar lahir

Tahap kedua

melahirkan bahu dan lengan oleh penolong.

Cara Klasik
1. Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara klasik ini ialah melahirkan lengan belakang
lebih dahulu, karena lengan belakang berada di ruangan yang lebih luas (sakrum), baru
kemudian melahirkan lengan depan yang berada di bawah simfisis. Tetapi bila lengan
depan sukar dilahirkan, maka lengan depan diputar menjadi lengan belakang, yaitu
dengan memutar gelang bahu ke arah belakang dan baru kemudian lengan belakang ini
dilahirkan.

2. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan penolong pada pergelangan kakinya dan
dielevasi ke atas sejauh mungkin, sehingga perut janin mendekati perut ibu.
3. Bersamaan dengan iru tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan dengan
jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai pada fosa kubiti kemudian lengan
bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah mengusap muka janin.
4. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin diganti dengan
tangan. kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung janin mendekati
punggung ibu.
5. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan.
6. Bila lengan depan sukar dilahirkan, maka harus diputar menjadi lengan belakang. Gelang
bahu dan lengan yang sudah lahir dicengkam dengan kedua tangan penolong sedemikian
rupa sehingga kedua ibu jari tangan penolong terletak di punggung dan sejajar dengan
sumbu badan janin sedaiig jari-jari lain mencengkam dada. Putaran diarahkan ke perut
dan dada janin, sehingga lengan depan terletak di belakang. Kemudian lengan belakang
ini dilahirkan dengan teknik tersebut di atas.
7. Deventer melakukan cara Klasik ini dengan tidak mengubah lengan depan menjadi
lengan belakang. Cara ini lazim disebut cara Deventer. Keuntungan cara Klasik ialah
pada umumpya dapat dilakukan pada semua persalinan letak sungsang, tetapi
kerugiannya ialah lengan janin masih relatif tinggi di dalam panggul, sehingga jari
penolong harus masuk ke dalam jalan lahir yang dapat menimbulkan infeksi.
Cara Mueller
1. Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara Mueller ialah melahirkan bahu dan lengan depan
lebih dahulu dengan ekstraksi, baru kemudian melahirkan bahu dan lengan belakang.
2. Bokong janin dipegang secara femuro-pelviks (duimbekken greep) yaitu kedua ibu jari
penolong diletakkan sejajar spina sakralis media dan jari telunjuk pada krista iliaka dan jari-

jari lain mencengkam paha bagian depan. Dengan pegangan ini badan janin ditarik curam ke
bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak di bawah simfisis, dan lengan depan
dilahirkan dengan mengait lengan bawahnya.
3. Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, maka badan janin yang masih dipegang secara
femuro-pelviks ditarik ke atas, sampai bahu belakang lahir. Bila bahu belakang tidak lahir
dengan sendirinya, maka lengan belakang dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan
kedua jari penolong. Keuntungan dengan teknik Mueller ini ialah tangan penolong tidak
masuk jauh ke dalam jalan lahir, sehingga bahaya infeksi minimal.
Cara Lovset
1. Prinsip persalinan secara Lovset ialah memutar badan janin dalam setengah lingkaran bolakbalik sambil dilakukan traksi curam ke bawah sehingga bahu yang sebelumnya berada di
belakang akhirnya lahir di bawah simfisis. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa adanya
inklinasi antara pintu atas panggul dengan sumbu panggul dan bentuk lengkungan panggul
yang mempunyai lengkungan depan lebih pendek dari lengkungan di belakang, sehingga
setiap saat bahu belakang selalu dalam posisi lebih rendah dari bahu depan.
2. Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil dilakukan traksi curam ke bawah
badan janin diputar setengah lingkaran, sehingga bahu belakang menjadi bahu depan.
Kemudian sambil dilakukan traksi, badan janin diputar kembali kearah yang belawanan
setengah lingkaran, demikian seterusnya bolak-balik, sehingga bahu belakang tampak di
bawah simfisis dan lengan dapat dilahirkan.
3. Bila lengah japin tidak dapat lahir dengan sendirinya, maka lengan janin ini dapat, dilahirkan
4.

dengan mengait lengan bawah dengan jari penolong.


Keunrungan cara Lovset.
a. Teknik yang sederhana dan jarang gagal.
b. Dapat dilakukan pada segala macam letak sungsang tanpa memperhatikan
c. posisi lengan.
d. Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir, sehingga bahaya infeksiminimal.

5. Cara Lovset ini dianjurkan dalam memimpin persalinan letak sungsang pada keadaankeadaan di mana diharapkan akan terjadi kesukaran, misalnya:
a. Primigravida.
b. Janin yang besar.
c. Panggulyang relatif sempit.

Melahirkan lengan menunjuk (uchal arm)


1. Yang dimaksud lengan menunjuk ialah bila salah satu lengan janin melingkar di belakang
leher dan menunjuk ke suatu arah. Berhubung dengan posisi lengan semacam ini tidak
mungkin dilahirkan karena tersangkut di belakang lener, maka lengan tersebut harus dapat
diubah sedemikian rupa, sehingga terletak di depan dada.
2. Bila lengan belakang yang menunjuk, maka badan atas janin dicengkam dengan kedua
tangan penolong, sehingga kedua ibu jari diletakkan pada punggung janin sejajar sumbu
panjang badan. Sedang jari-jari lain mencengkam dada. Badan anak diputar searah dengan
arah lengan menunjuk ke arah belakang (sakrum), sehingga lengan tersebut terletak di depan
dada dan menjadi lengan belakang. Kemudian lengan ini dilahirkan dengan cara Klasik.
3. Bila lengan depan yang menunjuk, maka dilahirkan dengan cara yang sama, hanya cara
memegang badan atas dibalik, yaitu ibu jari diletakkan di dada dan jari lain mencengkam
punggung.
Melahirkan lengan menjungkit
Yang dimaksud lengan menjungkit ialah bila lengan dalam posisi lurus ke atas di samping
kepala Cara terbaik untuk melahirkan lengan menjungkit ialah dengan cara Lovset. Perlu diingat,
bila sedang melakukan pimpinan persalinan secara Bracht, kemudian terjadi kemacetan bahu dan
lengan, maka harus dilakukan periksa dalam apakah kemacetan tersebut karena kelainan posisi
lengan tersebut di atas.
Tahap ketiga: melahirkan kepala yang menyusul (after coming head).
Cara Mauriceau (Veit-Smellie)
1. Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam jalan lahir. Jari
tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk, dan jari keempat mencengkam fosa
kanina, sedang jari lain mencengkam leher. Badan anak diletakkan di atas lengan bawah
penolong, seolah-olah janin menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari ketiga penolong yang
lain mencengkam leher janin dari arah punggung.
2. Kedua tangan penolong meriarik kepala janin curam ke bawah sambil seorang asisten
melakukan ekspresi Kristeller. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh tangan penolong
yang mencengkam leher janin dari arah punggung. Bila suboksiput tampak di bawah

simfisis, kepala janin dielevasi ke atas dengan suboksiput sebagai hipomoklion sehingga
berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata, dahi, ubun-ubun besar dan akhimya lahirlah
seluruh kepala janin.
Cara Naujoks
Teknik ini dilakukan bila kepala masih tinggi, sehingga jari penolong tidak dapat dimasukkan ke
dalam mulut janin. Kedua tangan penolong mencengkam leher janin dari arah depan dan
belakang. Kedua tangan penolong menarik bahu curam ke bawah dan bersamaan dengan itu
seorang asisten mendorong kepala janin ke arah bawah. Cara ini tidak dianjurkan karena
menimbulkan trauma yang berat pada sumsum tulang di daerah leher.
Cara Prague terbalik
Teknik Prague terbalik dipakai bila oksiput dengan ubun-ubun kecil berada di belakang dekat
sakrum dan muka janin menghadap simfisis. Satu tangan penolong mencengkam leher dari arah
bawah dan punggung janin diletakkan pada telapak tangan penolong. Tangan penolong yang lain
memegang kedua pergelangan kaki. Kaki janin ditarik ke atas bersamaan dengan tarikan pada
bahu janin, sehingga perut janin mendekati perut ibu. Dengan taring sebagai hipomoklion, kepala
janin dapat dilahirkan.

Cara cunam Piper


1. Cunam Piper dibuat khuius untuk melahirkan kepala janin pada letak sungsang, sehingga
mempunyai bentuk khusus, yaitu:
a. daun cunam berfenestra, yang mempunyai lengkungan panggul yang agakmendatar (baik
untuk pemasangan yang tinggi).
b. tangkainya panjang, melengkung ke atas dan terbuka, keadaan ini dapatmenghindari
kompresi yang berlebihan pada kepala janin.

2. Seorang asisten memegang badan janin pada kedua kaki, dan kedua lengan janin diletakkan
di punggung janin. Kemudian badan janin dielevasi ke atas, sehingga punggung janin
mendekati punggung ibu.
3. Pemasangan cunam pada after coming bead tekniknya sama dengan pemasangan cunam pada
letak belakang kepala. Hanya pada kasus ini cunam dimasukkan dari arah bawah, yaitu
sejajar dengan pelipatan paha belakang. Setelah suboksiput. Tampak di bawah simfisis, maka
cunam dielevasi ke atas dan dengan suboksiput sebagai hipomoklion, berturut-turut lahir
dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya seluruh kepala lahir.

PROSEDUR EKSTRAKSI SUNGSANG


Teknik ekstraksi kaki
1. Setelah persiapan selesai, tangan yang searah dengan bagian-bagian kecil janin dimasukkan
secara obstetrik kedalam jalan lahir, sedang tangan yang lain membuka labia. Tangan yang
di dalam mencari kaki depan dengan menelusuri bokong, pangkal paha sampai lutut,
kemudian melakukan abduksi dan fleksi pada paha janin sehingga kaki bawah menjadi
fleksi. Tangan yang di luar mendorong fundus uterus ke bawah. Setelah kaki bawah fleksi
pergelangan kaki dipegang oleh jari kedua dan jari ketiga dan dituntun keluar dari vagina
sampai batas lutut.
2. Kedua tangan penolong memegang betis janin, yaitu kedua ibu jari diletakkan di belakang
betis sejajar sumbu panjang betis, dan jari-jari lain di depan betis. Dengan pegangan ini,
kaki janin ditarik curam ke bawah sampai pangkal paha lahir.
3. Pegangan dipindahkan pada pangkal paha setinggi mungkin dengan kedua ibu jari di
belakang paha, sejajar sumbu panjang paha dan jari-jari lain di depan paha.
4. Pangkal paha ditarik curam ke bawah sampai trokhanter depan lahir. Kemudian pangkal
paha dengan pegangan yang sama dielevasi ke atas sehingga trokhanter belakang lahir. Bila
kedua trokhanter telah lahir berarti bokong lahir.
5. Sebaliknya bila kaki belakang yang dilahirkan lebih dulu, maka yang akah lahir lebih dulu
ialah trokhanter belakang dan untuk melahirkan trokhanter depan maka pangkal paha ditarik
terus curam ke bawah.

6. Setelah bokong lahir, maka untuk melahirkan janin selanjutnva dipakai teknik pegangan
femuro-pelviks.. Dengan pegangan ini badan janin ditarik curam ke bawah sampai pusar
lahir.
7. Selanjutnya untuk melahirkan badan janin yang lain dilakukan cara persalinan yang sama
seperti pada manual aid.

Teknik ekstraksi bokong


1. Ekstraksi bokong dikerjakan bila jenis letak sungsang adalah letak bokong murni (frank
breech), dan bokong sudah berada di dasar panggul, sehingga sukar untuk menurunkan kaki.
2. Jari telunjuk tangan penolong yang searah dengan bagian kecil janin, dimasukkan ke dalam
jalan lahir dan diletakkan di pelipatan paha depan. Dengan jari telunjuk ini, pelipatan paha
dikait dan ditarik curam ke bawah. Untuk memperkuat tenaga tarikan ini, maka tangan
penolong yang lain mencengkam pergelangan tangan tadi, dan turut menarik curam ke
bawah.
3. Bila dengan tarikan ini trochanter depan mulai tampak di bawah simfisis, maka jari telunjuk
penolong yang lain segera mengait pelipatan paha ditarik curam ke bawah sampai bokong
lahir.
4. Setelah bokong lahir, bokong dipegang secara femuro-pelviks (duimbekken greep),
kemudian janin dapat dilahirkan dengan cara manual aid.

DISTOSIA

1.

Definisi
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan.

2.

Etiologi
Distosia dapat disebabkan karena kelainan his ( his hipotonik dan his hipertonik ), karena
kelainan besar anak, bentuk anak ( hidrocefalus, kembar siam, prolaps tali pusat ), letak
anak (letak sungsang, letak melintang ), serta karena kelainan jalan lahir.

3.

Jenis-jenis distosia

a. Kelainan His
Kelainan his dapat berupa inersia uteri hipotonik atau inersia uteri hipertonik.
1) Inersia uteri hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk melakukan
pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his lemah dan
frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang
baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau
kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada
penderita dengan keadaan emosi kurang baik.
Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun pada
kala pengeluaran.Inertia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu:
a) Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat
( kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan ), sehingga sering sulit
untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
b) Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada keadaan
selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.
Penanganan :
a. Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus
diperhatikan.

b. Penderita

dipersiapkan

menghadapi

persalinan,

dan

dijelaskan

tentang

kemungkinan-kemungkinan yang ada.


c. Teliti keadaan serviks, presentasi dan posisi, penurunan kepala / bokong
bila sudah masuk PAP pasien disuruh jalan, bila his timbul adekuat
dapat dilakukan persalinan spontan, tetapi bila tidak berhasil maka akan
dilakukan sectio cesaria.
2) Inersia uteri hipertonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi
normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus,
sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar.
Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. Contoh misalnya tetania uteri karena
obat uterotonika yang berlebihan.
Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-menerus.
Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter.
Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan pada uterus,
misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai
infeksi, dan sebagainya.
Penanganan
Dilakukan pengobatan simtomatis untuk mengurangi tonus otot, nyeri, mengurangi
ketakutan. Denyut jantung janin harus terus dievaluasi. Bila dengan cara tersebut tidak
berhasil, persalinan harus diakhiri dengan sectio cesarea.
b. Kelainan Letak
1) Letak Sungsang
Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala di fundus
uteri dan bokong dibawah bagian cavum uteri.
Macam Macam Letak Sungsang :
a) Letak bokong murni ( frank breech )
Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat ke atas.
b) Letak sungsang sempurna (complete breech)

Kedua kaki ada disamping bokong dan letak bokong kaki sempurna.
c) Letak sungsang tidak sempurna ( incomplete breech )
Selain bokong sebagian yang terendah adalah kaki atau lutut.
Etiologi:
a) Fiksasi kepala pada PAP tidak baik atau tidak ada ; pada panggul sempit,
hidrocefalus, anencefalus, placenta previa, tumor.
b) Janin mudah bergerak ; pada hidramnion, multipara, janin kecil (prematur).
c) Gemelli
d) Kelainan uterus ; mioma uteri
e) Janin sudah lama mati
f) Sebab yang tidak diketahui.
Diagnosis :
a) Pemeriksaan luar, janin letak memanjang, kepala di daerah fundus uteri
b) Pemeriksaan dalam, teraba bokong saja, atau bokong dengan satu atau dua kaki.
Syarat Partus Pervagina Pada Letak Sungsang :
a) Janin tidak terlalu besar
b) Tidak ada suspek CPD
c) Tidak ada kelainan jalan lahir
Jika berat janin 3500 g atau lebih, terutama pada primigravida atau multipara dengan
riwayat melahirkan kurang dari 3500 g, sectio cesarea lebih dianjurkan.
3) Prolaps Tali Pusat
Yaitu tali pusat berada disamping atau melewati bagian terendah janin setelah
ketuban pecah. Bila ketuban belum pecah disebut tali pusat terdepan.Pada keadaan
prolaps tali pusat ( tali pusat menumbung ) timbul bahaya besar, tali pusat terjepit pada
waktu bagian janin turun dalam panggul sehingga menyebabkan asfiksia pada janin.
Prolaps tali pusat mudah terjadi bila pada waktu ketuban pecah bagian terdepan janin
masih berada di atas PAP dan tidak seluruhnya menutup seperti yang terjadi pada
persalinan ; hidramnion, tidak ada keseimbangan antara besar kepala dan panggul,

premature, kelainan letak. Diagnosa prolaps tali pusat ditegakkan bila tampak tali pusat
keluar dari liang senggama atau bila ada pemeriksaan dalam teraba tali pusat dalam liang
senggama atau teraba tali pusat di samping bagian terendah janin.
Kelainan Jalan Lahir
Distosia karena kelainan jalan lahir dapat disebabkan adanya kelainan pada jaringan
keras / tulang panggul, atau kelainan pada jaringan lunak panggul.
a)

kelainan panggul/bagian keras

Dapat berupa :
1.

Kelainan bentuk panggul yang tidak normal gynecoid, misalnya panggul jenis

Naegele, Rachitis, Scoliosis, Kyphosis, Robert dan lain-lain.


2.

Kelainan ukuran panggul.


Panggul sempit (pelvic contaction). Panggul disebut sempit apabila ukurannya 1 2 cm
kurang dari ukuran yang normal.
Kesempitan panggul bisa pada :

1.

Kesempitan pintu atas panggul

2.

Inlet dianggap sempit apabila cephalopelvis kurang dari 10 cm atau diameter transversa

kurang dari 12 cm. Diagonalis (CD) maka inlet dianggap sempit bila CD kurang dari 11,5 cm.
3.

Kesempitan midpelvis

4.

Diameter interspinarum 9 cm

5.

Kalau diameter transversa ditambah dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 13,5

cm.
Kesempitan midpelvis hanya dapat dipastikan dengan RO pelvimetri.Midpelvis
contraction dapat member kesulitan sewaktu persalinan sesudah kepala melewati pintu
atas panggul.
1.
Kalau

Kesempitan outlet
diameter

Kesempitan

transversa

outlet,

dan

meskipun

diameter
mungkin

sagitalis
tidak

posterior

kurang

menghalangi

dari
lahirnya

15

cm.
janin,

namun

dapat

menyebabkan

rupture

perineal

yang

hebat.

Karena

arkus

pubis

sempit, kepala janin terpaksa melalui ruang belakang.

Ukuran rata-rata panggul wanita normal


1.

Pintu atas panggul (pelvic inlet) :

Diameter transversal (DT) + 13.5 cm. Conjugata vera (CV) + 12.0 cm. Jumlah rata-rata
kedua diameter minimal 22.0 cm.
2. Pintu tengah panggul (midpelvis) :
Distansia interspinarum (DI) + 10.5 cm. Diameter anterior posterior (AP) + 11.0 cm.
Jumlah rata-rata kedua diameter minimal 20.0 cm.
3. Pintu bawah panggul (pelvic outlet) :
Diameter anterior posterior (AP) + 7.5 cm. Distansia intertuberosum + 10.5 cm. Jumlah
rata-rata kedua diameter minimal 16.0 cm. Bila jumlah rata-rata ukuran pintu-pintu
panggul tersebut kurang, maka panggul tersebut kurang sesuai untuk proses persalinan
pervaginam spontan.
c)

Kelainan jalan lahir lunak


Adalah kelainan serviks uteri, vagina, selaput dara dan keadaan lain pada jalan lahir yang

menghalangi lancarnya persalinan.


1.Distosia Servisis
Adalah terhalangnya kemajuan persalinan disebabkan kelainan pada servik uteri.
Walaupun harus normal dan baik, kadang kadang permukaan servik menjadi macet karena
ada kelainan yang menyebabkan servik tidak mau membuka.
Ada 4 jenis kelainan pada servik uteri :
-

Servik kaku (rigid cervix)

Servik gantung (hanging cervix)

Servik konglumer (conglumer cervix)

Edema servik

2.Kelainan selaput dara dan vagina


-

Selaput dara yang kaku, tebal

Penanganannya : dilakukan eksisi selaput dara (hymen)

Septa vagina Sirkuler Anteris posterior

Penanganan :
-Dilakukan

eksisi

sedapat

mungkin

sehingga

persalinan

berjalan

lancar

- Kalau sulit dan terlalu lebar, dianjurkan untuk melakukan sectio caesaria

3.Kelainan kelainan lainnya


-

Tumor tumor jalan lahir lunak : kista vagina ; polip serviks, mioma
uteri, dan sebagainya.

Kandung kemih yang penuh atau batu kandung kemih yang besar.

Rectum yang penuh skibala atau tumor.

Kelainan

letak

serviks

yang

dijumpai

pada

multipara

dengan

uterus

bikornus,

uterus

perut

gantung.
-

Ginjal yang turun ke dalam rongga pelvis.

Kelainan

kelainan

bentuk

uterus

septus,

uterus arkuatus dan sebagainya.

VERSI
VERSI adalah prosedur untuk melakukan perubahan presentasi janin melalui manipulasi fisik
dari satu kutub ke kutub lain yang lebih menguntungkan bagi berlangsungnya proses persalinan
pervaginam dengan baik.
Klasifikasi:
1. Berdasarkan arah pemutaran

1. Versi Sepalik : merubah bagian terendah janin menjadi presentasi kepala


2. Versi Podalik : merubah bagian terendah janin menjadi presentasi bokong
2. Berdasarkan cara pemutaran
1. Versi luar (external version)
2. Versi internal ( internal version)
3. Versi Bipolar ( Braxton Hicks version)
VERSI LUAR
Versi luar pada 2 dekade terakhir ini menjadi populer kembali seiring dengan adanya
penggunaan yang luas dari alat ultrasonografi, peralatan elektronik untuk pengamatan kesehatan
janin (electronic fetal monitoring) dan obat-obat tokolitik yang efektif.
American College Of Obstetrics and Gynecology (2001), memberikan rekomendasi usaha untuk
mengurangi kejadian presentasi sungsang dengan tindakan versi luar bilamana memungkinkan.
Keberhasilan tindakan versi luar berkisar antara 35-85% atau rata-rata 60%. (American College
of Obstericians and Gynecologist 2000)
Chan dkk (2004) dan Vezina dkk (2004) : keberhasilan tindakan versi luar tidak selalu diikuti
dengan penurunan angka kejadian sectio caesar. Distosia, kelainan presentasi kepala, gawat janin
sering terjadi pasca keberhasilan versi luar dan hal ini pada akhirnya memerlukan tindakan sectio
caesar.
Batasan : proses pemutaran kutub tubuh janin dimana proses manipulasi seluruhnya dilakukan
diluar cavum uteri.

Syarat :
1. Janin dapat lahir pervaginam atau diperkenankan untuk lahir pervaginam ( tak ada
kontraindikasi )
2. Bagian terendah janin masih dapat dikeluarkan dari pintu atas panggul (belum engage)
3. Dinding perut ibu cukup tipis dan lentur sehingga bagian-bagian tubuh janin dapat
dikenali (terutama kepala) dan dapat dirasakan dari luar dengan baik
4. Selaput ketuban utuh.
5. Pada parturien yang sudah inpartu : dilatasi servik kurang dari 4 cm dengan selaput
ketuban yang masih utuh.
6. Pada ibu yang belum inpartu :
1. Pada primigravida : usia kehamilan 34 36 minggu.
2. Pada multigravida : usia kehamilan lebih dari 38 minggu.
Indikasi :
1. Letak bokong.
2. Letak lintang.
3. Letak kepala dengan talipusat atau tangan terkemuka.
4. Penempatan dahi.
Kontra indikasi :
1. Perdarahan antepartum.

o Pada plasenta praevia atau plasenta letak rendah, usaha memutar janin
dikhawatirkan akan menyebabkan plasenta lepas dari insersionya sehingga akan
menambah perdarahan.
2. Hipertensi.
o Pada penderita hipertensi pada umumnya sudah terjadi perubahan pembuluh
arteriole plasenta sehingga manipulasi eksternal dapat semakin merusak
pembuluh darah tersebut sehingga terjadi solusio plasenta.
3. Cacat uterus.
o Jaringan parut akibat sectio caesar atau miomektomi pada mioma intramural
merupakan locus minoris resistancea yang mudah mengalami ruptura uteri.
4. Kehamilan kembar.
5. Primitua, nilai sosial anak yang tinggi atau riwayat infertilitas
6. Insufisiensi plasenta atau gawat janin.
Faktor yang menentukan keberhasilan tindakan versi luar :
1. Paritas.
2. Presentasi janin.
3. Jumlah air ketuban.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kegagalan tindakan versi luar:
1. Bagian terendah janin sudah engage .

2. Bagian janin sulit diidentifikasi (terutama kepala).


3. Kontraksi uterus yang sangat sering terjadi.
4. Hidramnion.
5. Talipusat pendek.
6. Kaki janin dalam keadaan ekstensi (frank breech)

Tehnik :
1. Versi Luar harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas tindakan SC emergensi dan
dilakukan atas persetujuan penderita setelah mendapatkan informasi yang memadai dari dokter.
2. Sebelum melakukan tindakan VL, lakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk:

Memastikan jenis presentasi.

Jumlah cairan amnion.

Kelainan kongenital.

Lokasi plasenta.

(ada tidaknya lilitan talipusat).

3. Sebelum melakukan tindakan VL, harus dilakukan pemeriksaan kardiotokografi (non-stress


test) untuk memantau keadaan janin.

4. Pasang intravenous line sambil dilakukan pengambilan darah darah untuk pemeriksaan
darah lengkap (persiapan bilamana harus segera dilakukan tindakan sectio caesar).
5. Pasien diminta untuk mengosongkan kandung kemih.
6. (berikan terbutaline 0.25 mg subcutan sebagai tokolitik).
7. Tahapan versi luar :
3) Tahap mobilisasi : mengeluarkan bagian terendah janin dari panggul
1) Ibu berbaring telentang atau posisi Trendelenburg ringan dengan posisi tungkai
dalam keadaan fleksi pada sendi paha dan lutut.
2) Perut ibu diberi bedak (talcum) atau jelly.
3) Penolong berdiri disamping kanan dan menghadap kearah kaki ibu.
4) Dengan kedua telapak tangan diatas simfisis menghadap kebagian kepala ibu,
bokong anak dibawa keluar dari panggul.
4) Tahap eksenterasi : membawa bagian terendah ke fossa iliaca
o Setelah diluar panggul, bokong ditempatkan pada salah satu dari fossa iliaca agar
radius putaran tidak terlalu jauh.
2

Tahap rotasi : memutar janin ke kutub yang dikehendaki


1. Pada waktu akan melakukan rotasi, penolong menghadap kearah muka ibu.

2. Satu tangan memegang bokong (bagian terendah) dan tangan lain memegang
kepala ; dengan gerakan bersamaan dilakukan rotasi sehingga janin berada
presentasi yang dikehendaki.
Catatan :
Pemutaran dilakukan kearah dimana tahanannya paling rendah (kearah perut janin) atau
presentasi yang paling dekat (bila VL dilakukan pada presentasi lintang atau oblique)
Bila pemutaran kearah perut janin gagal maka dapat diusahakan pemutaran pada arah
sebaliknya.
Setelah tahap rotasi, dilakukan pemeriksaan NST ulang (baik pada tindakan VL yang berhasil
maupun gagal) ; bila kondisi janin baik maka dilanjutkan dengan tahap fiksasi.
4. Tahap fiksasi : mempertahankan presentasi janin agar tidak kembali presentasi semula
(pemasangan gurita)
Catatan : Versi Luar pada letak lintang dilakukan hanya melalui 2 tahap yaitu tahap
rotasi dan tahap fiksasi.
Kriteria Versi Luar dianggap gagal:
1. Ibu mengeluh nyeri saat dilakukan pemutaran.
2. Terjadi gawat janin atau hasil NST memperlihatkan adanya gangguan terhadap kondisi
janin.
3. Bagian janin tidak dapat diidentifikasi dengan baik oleh karena sering terjadi kontraksi
uterus saat dilakukan palpasi.
4. Terasa hambatan yang kuat saat melakukan rotasi.

Masalah kontroversial dalam tindakan versi luar :


1. Penggunaan tokolitik
2. Penggunaan analgesia epidural
Komplikasi Versi Luar :
1. Solusio plasenta
2. Ruptura uteri
3. Emboli air ketuban
4. Hemorrhagia fetomaternal
5. Isoimunisasi
6. Persalinan Preterm
7. Gawat janin dan IUFD

DEFINISI KPD
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada saat akhir kehamilan
maupun jauh sebelumnya (Nugroho, 2010).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan mulai dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan
aterm lebih dari 37 minggu sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba,
2009).
KPD didefinisikan sesuai dengan jumlah jam dari waktu pecah ketuban sampai awitan persalinan
yaitu interval periode laten yang dapat terjadi kapan saja dari 1-12 jam atau lebih. Insiden KPD
banyak terjadi pada wanita dengan serviks inkopenten, polihidramnion, malpresentasi janin,
kehamilan kembar, atau infeksi vagina (Helen, 2003).
Mercer (2003) mendefinisikan KPD sebagai pecahnya selaput ketuban dan dalam 1 jam tidak
disertai tanda inpartu.
Menurut Menon (2007) KPD didefinisikan sebagai robeknya selaput ketuban pada setiap saat
sebelum persalinan dimulai.
Kriteria Eden
Kriteria Eden adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia. Kriteria Eden
antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

koma yang lama (prolonged coma)


Nadi diatas 120
Suhu 39,4 C atau lebih
Tekanan darah di atas 200 mmHg
Konvulsi lebih dari 10 kali
Proteinuria 10 g atau lebih
Tidak ada edema, edema menghilang

Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke kelas ringan; bila dijumpai
2 atau lebih masuk ke kelas berat dan prognosis akan lebih buruk.

Jenis Antioksidan
Tubuh memiliki sistem pertahanan internal terhadap radikal bebas. Sistem pertahanan tersebut
dikelompokkan menjadi 3 golongan:
1. Antioksidan

primer,

(antioksidan

endogen/antioksidan

enzimatis).

Contohnya

superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase. Enzim enzim ini
mampu menekan atau menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus
reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk lebih stabil. Reaksi ini disebut sebagai
chain-breaking-antioxidant.
2. Antioksidan sekunder (antioksidan eksogen atau antioksidan non enzimatis). Contoh
antioksidan sekunder ialah vitamin E, vitamin C, -karoten, isoflavon, asam urat,
bilirubin, dan albumin. Senyawa-senyawa ini dikenal sebagai penangkap radikal bebas
(scavenger free radical).
3. Antioksidan tersier, misalnya enzim DNA-repair dan metionin sulfoksida reduktase yang
berperan dalam perbaikan biomolekul yang dirusak oleh radikal bebas (Winarsi, 2005).
Senyawa antioksidan sintesis seperti butil hidroksi anisol (BHA) dan butil hidroksi toluen
(BHT) bukan merupakan solusi untuk kontrol positif yang baik, sebab pada pemaparan yang
lama diketahui dapat mempengaruhi genetika sel-sel tubuh (Poormorad et al., 2006).
Sumber antioksidan
Antioksidan sangat beragam jenisnya. Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam
dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi
kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami).
1. Antioksidan sintetik Diantara beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan untuk
makanan, ada lima antioksidan yang penggunaannya meluas dan menyebar di seluruh
dunia, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat, tertbutil 13 hidroksi quinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan tersebut merupakan
antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintesis untuk tujuan komersial (Pokorni
et al., 2001).
2. Antioksidan alami Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari:
a. Senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan.
b. Senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan.
c. Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan.

Kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah berasal dari
tumbuhan. Kingdom tumbuhan, Angiosperm memiliki kira-kira 200.000 sampai 300.000 spesies
dan dari jumlah ini kurang lebih 400 spesies yang telah dikenal dapat menjadi bahan pangan
manusia. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi
tidak selalu dari bagian yang dapat dimakan. Antioksidan alami terbesar di beberapa bagian
tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, biji, dan serbuk sari (Pokorni et al.,
2001).
Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik
yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam
organik polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon,
flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi
asam kafeat, asam ferulat, asam 14 klorogenat, dan lain-lain. Senyawa antioksidan polifenolik ini
adalah multifungsional dan dapat bereaksi sebagai:
a.
b.
c.
d.

Pereduksi
Penangkap radikal bebas
Pengkelat logam
Peredam terbentuknya singlet oksigen

Kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi
flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya, sehingga flavonoid merupakan salah satu
golongan fenol alam terbesar. Lebih lanjut disebutkan bahwa sebenarnya flavonoid terdapat
dalam semua tumbuhan hijau, sehingga pastilah ditemukan pula pada setiap telaah ekstrak
tumbuhan. Kebanyakan dari golongan dan senyawa yang berkaitan erat dengannya memiliki
sifat-sifat antioksidan baik di dalam lipida cair maupun dalam makanan berlipida (Pokorni et al.,
2001).
Etiologi KET
Beberapa hal dibawah ini ada hubungannya dengan terjadinya kehamilan
ektopik:7
2.3.1. Pengaruh faktor mekanik
Faktor-faktor mekanis yang menyebabkan kehamilan ektopik antara lain:
riwayat operasi tuba, salpingitis, perlekatan tuba akibat operasi nonginekologis

seperti

apendektomi,

pajanan

terhadap

diethylstilbestrol,

salpingitis isthmica nodosum (penonjolan-penonjolan kecil ke dalam lumen


tuba yang menyerupai divertikula), dan alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR). Hal-hal tersebut secara umum menyebabkan perlengketan intramaupun ekstraluminal pada tuba, sehingga menghambat perjalanan zigot
menuju kavum uteri. Faktor mekanik

lain adalah pernah menderita

kehamilan ektopik, pernah mengalami operasi pada saluran telur seperti


rekanalisasi atau tubektomi parsial, induksi abortus berulang, tumor yang
mengganggu keutuhan saluran telur.
2.3.2. Pengaruh faktor fungsional
Faktor fungsional yaitu perubahan motilitas tuba yang berhubungan dengan
faktor hormonal. Dalam hal ini gerakan peristalsis tuba menjadi lamban,
sehingga implantasi zigot terjadi sebelum zigot mencapai kavum uteri.
Gangguan motilitas tuba dapat disebabkan oleh perobahan keseimbangan
kadar estrogen dan progesteron serum. Dalam hal ini terjadi perubahan
jumlah dan afinitas reseptor adrenergik yang terdapat dalam utrus dan otot
polos dari saluran telur. Ini berlaku untuk kehamilan ektopik yang terjadi
pada akseptor kontrasepsi oral yang mengandung hanya progestagen saja,
setelah memakai estrogen dosis tinggi pascaovulasi untuk mencegah
kehamilan. Merokok pada waktu terjadi konsepsi dilaporkan meningkatkan
insiden kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan
jumlah dan afinitas reseptor adrenergik dalam tuba.
2.3.3. Kegagalan kontrasepsi
Sebenarnya insiden sesungguhnya kehamilan ektopik berkurang karena
kontrasepsi sendiri mengurangi insidensi kehamilan. Akan tetapi dikalangan
para akseptor bisa terjadi kenaikan insiden kehamilan ektopik apabila terjadi
kegagalan pada teknik sterilisasi. Alat kontrasepsi dalam rahim selama ini
dianggap sebagai penyebab kehamilan ektopik. Namun ternyata hanya
AKDR

yang

mengandung

progesteron

yang

meningkatkan

frekuensi

kehamilan ektopik. AKDR tanpa progesteron tidak meningkatkan risiko


kehamilan

ektopik,

tetapi

bila

terjadi

kehamilan

pada

wanita

yang

menggunakan

AKDR,

besar

kemungkinan

kehamilan

tersebut

adalah

kehamilan ektopik.
2.3.4. Peningkatan afinitas mukosa tuba
Dalam hal ini terdapat elemen endometrium ektopik yang berdaya
meningkatkan implantasi pada tuba.

Sumber Bacaan :
1. Cunningham FG (editorial) : Breech Presentation and Delivery in William
Obstetrics22nd ed p 409- 441, Mc GrawHill Companies 2005
2. American College of Obstetricians and Gynecologists : External Cephalic version.
Practice Bulletin No 13, February 2000
3. Chan LY, Tang JL et al: Intrapartum caesarean delivery after succesful external cephalic
version: A meta-analysis. Obstet Gynecol 104:155, 2004
4. Cruikshank DP : Breech, other malpresentations, and umbilical cord complications. In
JR Scott et al., eds., Danforth's Obstetrics and Gynecology, 9th ed., pp. 381395.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. (2003).
5. Vezina Y et al : Caesarean delivery after successful external cephalic version of breech
presentation at term: A comparative study. Am J Obstet Gynecol 190:763,2004
6. Menon, R. 2007. Infection and the Role of Imflammation in Preterm Premature Rupture
of the Membranes. BPract Res Clin Obstet Gyn, 21(3):467-478
7. Mercer, B.M. 2003. Preterm Premature Rupture of the Membranes. High Risk Pregnancy
Series: an Experts view, 101(1):178-191.

Вам также может понравиться

  • Daftar Hadir Penyuluhan
    Daftar Hadir Penyuluhan
    Документ2 страницы
    Daftar Hadir Penyuluhan
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Документ27 страниц
    Bab Ii
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Portofolio Medik PPOK SVT
    Portofolio Medik PPOK SVT
    Документ32 страницы
    Portofolio Medik PPOK SVT
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • BAB II Dikit
    BAB II Dikit
    Документ23 страницы
    BAB II Dikit
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Документ6 страниц
    Bab Iv
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Документ2 страницы
    Bab Iii
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Latian Osce
    Latian Osce
    Документ2 страницы
    Latian Osce
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Terapi Pre Eklampsia Ringan
    Terapi Pre Eklampsia Ringan
    Документ67 страниц
    Terapi Pre Eklampsia Ringan
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Diare Pada Anak
    Diare Pada Anak
    Документ10 страниц
    Diare Pada Anak
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
    Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
    Документ81 страница
    Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
    cokdesurya
    Оценок пока нет
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Документ12 страниц
    Bab Iii
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Refer at
    Refer at
    Документ23 страницы
    Refer at
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Gangguan Neurosis
    Gangguan Neurosis
    Документ42 страницы
    Gangguan Neurosis
    Ika Krastanaya
    100% (3)
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Документ15 страниц
    Bab Ii
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Tifoid 2
    Tifoid 2
    Документ4 страницы
    Tifoid 2
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ2 страницы
    Bab I
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Referat Tifoid Kehamilan
    Referat Tifoid Kehamilan
    Документ24 страницы
    Referat Tifoid Kehamilan
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Jatuh
    Jatuh
    Документ9 страниц
    Jatuh
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Tifoid
    Tifoid
    Документ6 страниц
    Tifoid
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Jurnal Translate
    Jurnal Translate
    Документ4 страницы
    Jurnal Translate
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Sub Hi Groma
    Sub Hi Groma
    Документ4 страницы
    Sub Hi Groma
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Lapkas GDD
    Lapkas GDD
    Документ34 страницы
    Lapkas GDD
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Lapkas CP
    Lapkas CP
    Документ30 страниц
    Lapkas CP
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Status Ujian Fix
    Status Ujian Fix
    Документ18 страниц
    Status Ujian Fix
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Sub Hi Groma
    Sub Hi Groma
    Документ4 страницы
    Sub Hi Groma
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Croup
    Croup
    Документ3 страницы
    Croup
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Bahan Croup 3
    Bahan Croup 3
    Документ9 страниц
    Bahan Croup 3
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Penyajian Kasus
    Penyajian Kasus
    Документ13 страниц
    Penyajian Kasus
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет
  • Status Pasien
    Status Pasien
    Документ18 страниц
    Status Pasien
    Ika Krastanaya
    Оценок пока нет