Вы находитесь на странице: 1из 21

PENGARUH JENIS IKAN, SUHU DAN LAMA PENGERINGAN TERHADAP

KARAKTERISTIK FILLET IKAN KERING


[Effect of Fish Species, Temperature and Drying Time on the Characteristics of Dried Fish Fillets]

Angkeu Nur Rahmawati*, Leni Herliani Afrianti**, Willy Pranata Widjaja**


Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan, Bandung.
ABSTRACT
This study was conducted to determine the effect of fish species, temperature and
drying time and the interaction of species of fish, temperature and drying time on the
characteristics of the fish fillets dry. This study was carried out to increase the economic
value, develop the processing of fish into fillets and fish products to extend shelf life.
The species of fish used in the study are nile tilapia, catfish, snapper, and tuna.
The preliminary research is analyzing moisture and protein content the fourth species of
fish. The main research is the fourth species of fish has been given drying treatment with
different temperatures and times. The physical responses are yield and rehydration. The
chemical responses are the water content Gravimetry methode and protein content Lowry
methode. The organoleptic responses are analyzing of color, aroma and texture before
and after rehydration. Data were analyzed by Analysis of Variance (ANOVA) using
divided plot design with advanced test LSD.
The results show that the moisture content of nile tilapia 73.10%, catfish
80.49%, snapper 76.87% and tuna 70.05%. The protein content of nile tilapia 15,57%,
catfish 14.92%, snapper 18.73% and tuna 19.01%. The main research results are known
rehydration highest value obtained in tuna with T = 55 , t = 8 hours is 51.67%.

Lowest yield values obtained in tuna T = 55 , t = 24 hours is 20.90%. The highest


water levels in nile tilapia with T = 35 , t = 8 hours, while the lowest water levels
in tuna with T = 55 , t = 24 hours. The highest protein levels in snapper with T =
55, t = 24 hours. The average value of organoleptic fiillet dried fish before rehydration
were 3,73 for color, 3,78 for texture and 3,72 for aroma and after rehydration were 3,04
of color, 3,13 of texture and 3,02 of aroma.
Keywords: Drying, Fish, Rehydration
PENDAHULUAN
Ikan
dan
produk-produk
perikanan lainnya merupakan bahan
pangan sumber protein hewani yang
relatif murah harganya dibandingkan
dengan sumber-sumber protein lainnya,
seperti daging sapi, daging ayam, susu,
dan telur. Tetapi ikan merupakan bahan
pangan yang sangat mudah rusak
sehingga
memerlukan
penanganan
khusus untuk mempertahankan mutunya
(Anjarsari, 2010). Ikan
mempunyai
kadar air yang cukup tinggi yaitu 84%,

kadar
air
yang
tinggi
dapat
mempengaruhi daya tahan bahan pangan
terhadap serangan mikroorganisme yang
dinyatakan dalam aktivitas air (Aw)
(Afrianto,2011).
Perubahan kimiawi disebabkan
karena aktivitas enzim yakni perubahan
penampilan, citarasa, tekstur, dan
kualitas ikan tersebut. Aktivitas enzim
dapat
dihambat
dengan
cara
menurunkan kadar air melalui proses
1

pengeringan. Pengeringan merupakan


salah satu cara untuk mengawetkan
bahan pangan yang mudah rusak atau
busuk pada kondisi penyimpanan
sebelum digunakan (Muchtadi dkk,
2010).

diperoleh fillet ikan kering dengan


karakteristik
yang
diminati
dan
kandungan gizi yang baik.

METODOLOGI
Pentingnya pengeringan ini
karena pada proses pengeringan kadar
air bahan akan berkurang hingga batas
tertentu, sehingga dengan kadar air yang
sangat sedikit pada bahan aktivitas
mikroorganisme pada bahan pangan
dapat
dihambat,
hal
tersebut
menyebabkan umur simpan produk
kering akanlebih lama.
Suhu pengeringan adalah salah
satu
faktor
eksternal
yang
mempengaruhi mutu produk. Jika suhu
pengeringan yang digunakan terlalu
tinggi, maka akan mengakibatkan
penurunan nilai gizi dan perubahan
warna dari produk yang dikeringkan
(Histifarina dan Sinaga, 1999).
Setiap
perlakuan
yang
mempengaruhi elastisitas dinding sel
akan mempengaruhi volume rehidrasi.
Dinding sel akan menyerap air dan
melunak jika bahan kering direndam
dalam air. Dengan adanya elastisitas,
dinding sel akan kembali ke bentuk
semula. Adanya elastisitas pada dinding
sel disebabkan oleh kompoisisi dan
struktur dinding sel tersebut (Asgar dkk,
2006).
Maksud penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh jenis ikan dan
suhu pengeringan terhadap karakteristik
fillet ikan kering. Tujuan penelitian ini
untuk menentukan jenis ikan dan suhu
pengeringan yang tepat, sehingga
*Alumni Teknologi Pangan Universitas Pasundan
** Dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan

Bahan yang digunakan untuk


membuat ikan fillet kering adalah ikan
nila, ikan patin, ikan kakap merah, dan
ikan tuna dengan ukuran rata-rata berat
300 gram, yang berasal dari pasar
induk Ciroyom Bandung, dengan
kriteria ikan masih dalam keadaan segar
dengan ciri-ciri warna kulit cerah, mata
jernih tidak berkerut, daging keras,
lentur jika diberi tekanan dengan jari,
warna insang merah, bau segar, sedikit
lendir pada kulit. Bahan yang digunakan
untuk analisis kimia protein adalah
Na2CO3 ,NaOH, Natrium kalium Tartrat,
CuSO4, Reagen Folin-Ciocalteu (reagen
Fenol), standar protein.
Alat yang digunakan dalam
pembuatan ikan fillet kering adalah
tunnel dryer, tray, wadah, dan
seperangkat alat penyiangan. Alat yang
digunakan dalam analisis kimia yaitu
analisis protein neraca analitik dengan
kapasitas 200 gram (ketelitian 0,1 mg),
gelas kimia, corong, labu ukur 50 ml,
erlenmayer, buret, kondensor, labu
kjedahl, pipet, adapter . Analisis kadar
air dengan metode Gravimetri adalah
cawan, pisau (stailess steel) , tray,
timbangan analitik, tunnel dryer, dan
eksikator. Pada analisis fisika rehidrasi
adalah wadah.
Penelitian
pendahuluan
dilakukan dengan menganalisis bahan
baku ikan nila, patin, kakap dan tuna.
Analisis yang dilakukan adalah analisis

kadar air dengan metode Gravimetri


(AOAC Metode 930.15,2005) dan
analisis kadar protein dengan metode
Lowry (Sudarmadji, 1989).
Penelitian utama dilakukan
dengan menggunakan Rancangan Petak
Terbagi (RPT) yang terdiri dari 2 faktor.
Faktor pertama yaitu Suhu dan Lama
waktu Pengeringan (F) antara lain f 1 (T
= 350C, t = 8 jam), f2 (T = 350C, t = 12
jam), f3 (T = 350C, t = 24 jam), f4 (T =
450C, t = 8 jam), f5 (T = 450C, t = 12
jam), f6 (T = 450C, t = 24 jam), f7 (T =
550C, t = 8 jam), f8 (T = 550C, t = 12
jam), dan f9 (T = 550C, t = 24 jam).
Faktor kedua adalah Jenis ikan (I) antara
lain i1 (Ikan Nila), i2 (Ikan Patin), i3
(Ikan Kakap) dan i4 (Ikan Tuna).
Deskripsi
percobaan
yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pemilihan bahan baku
Ikan yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari 3 jenis ikan
air tawar dan 3 jenis ikan air laut,
yaitu untuk ikan air tawar adalah
ikan patin dan ikan nila. Ikan air laut
yaitu ikan kakap merah, dan ikan
tuna yang memiliki ukuran masingmasing berat 300 gram panjang
20 cm.
2. Trimming
Ikan di trimming dibersihkan dari
sisik ikan, sirip ikan, jeroan ikan,
kepala ikan, dan tulang ikan.
3. Filleting
Fillet adalah bentuk irisan daging
tanpa tulang tanpa sisik.Proses
filleting bertujuan untuk mengambiil
daging ikan dari tulangnya, sedapat

mungkin daging ikan yang diambil


maksimal sehingga tidak ada sisa
daging yang tertinggal pada tulang
ikan.
4. Pencucian
Proses
pencucian
memegang
peranan penting dalam proses
selanjutnya. Tindakan ini bertujuan
untuk
mengurangi
jumlah
mikroorganisme
yang
berada
dipermukaan daging ikan. Proses
pencucian ini dilakukan untuk
menghilangkan sisa kotoran dan
darah yang masih ada pada daging
ikan.
5. Penirisan
Proses penirisan ini dilakukan untuk
menghilang sebagian air pada
daging ikan untuk mempermudah
dan
mempercepat
proses
pengeringan ikan.
6. Pengeringan
Pengeringan pada penelitian utama
ini dilakukan dengan beberapa
perlakuan yaitu T = 35 0C, t = 8 jam,
T = 350C,t = 12 jam, T = 350C,t = 24
jam, T = 450C,t = 8 jam, T = 450C,t
= 12 jam, T = 450C,t = 24 jam, T =
550C,t = 8 jam, T = 550C,t = 12 jam,
dan T = 550C,t = 24 jam.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian Pendahuluan
Penelitian
pendahuluan
dilakukan untuk mengetahui kadar air
dan kadar protein keempat jenis ikan
yaitu ikan nila, ikan patin, ikan kakap
dan ikan tuna dalam keadaan segar.

Tabel 4.1 Hasil Analisis Kadar Air dan Kadar Protein Ikan Segar
Hasil
Jenis ikan
Kadar Air
Kadar Protein
Ikan Nila
73,10%
15,57%
Ikan Patin
80,49%
14,92%
Ikan Kakap
76,87%
18,73%
*Alumni Teknologi Pangan Universitas Pasundan
** Dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan

Ikan Tuna

Hasil analisis menunjukkan


kadar air ikan nila sebesar 73,10% ikan
patin 80,49% ikan kakap 76,87% dan
ikan tuna 70,05%. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa keempat jenis
ikan dalam keadaan segar. Ikan segar
umumnya memiliki kandungan air 7084% (Afrianto, 2011). Ikan merupakan
bahan pangan yang mudah rusak dan
memiliki umur simpan yang tidak lama
karena memiliki kandungan air yang
tinggi
yang
menyebabkan
mikroorganisnme mudah tumbuh dan
berkembang. Kadar air merupakan
jumlah air yang terkandung dalam
bahan pangan. Kadar air merupakan
karakteristik yang sangat penting pada
bahan
pangan
karena
dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur,
dan cita rasa pada bahan pangan.
Kandungan air dalam bahan pangan
ikut menentukan kesegaran dan daya
awet bahan pangan tersebut (Buckle
dkk, 2010).
Hasil analisis protein diperoleh
kadar protein ikan nila sebesar 15,57%
ikan patin 14,92% ikan kakap 18,73%
dan ikan tuna 19,01%. Kandungan
protein ikan segar rata-rata 18-30%
berat basah (Afrianto, 2011). Ikan
mengandung protein tinggi yang terdiri
atas asam amino essensial yang tidak
rusak
pada
waktu
pemasakan.
Kandungan protein ikan lebih tinggi
dibandingkan
protein
serealia
dikacang-kacangan, setara dengan
daging, sedikit dibawah telur.
Komponen kimia hasil analisis
memiliki perbedaan dengan teori dari
berbagai sumber. Hal tersebut dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
usia panen ikan, kondisi pertumbuhan
ikan yaitu suhu, kelembaban, pH, jenis
media pertumbuhan ikan, dan
komposisi nutrien pada pakan ikan
(Afrianto, 2011).
*Alumni Teknologi Pangan Universitas Pasundan
** Dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan

70,05%

19,01%

Penelitian Utama
Rehidrasi
Kriteria kualitas produk kering
dapat ditentukan dari sifat rehidrasi.
Sifat rehidrasi ialah kemampuan
produk kering dalam menyerap air,
sehingga produk kering kembali ke
dalam bentuk semula atau kondisi
segar. Rasio rehidrasi merupakan nilai
perbandingan antara berat bahan
kering dan setelah direhidrasi. Nilai
rehidrasi diperoleh dengan merendam
fillet ikan kering selama 1 jam dan
ditiriskan selama 5 menit lalu
ditimbang dan dinyatakan sebagai
persentase kenaikan berat bahan kering
(Asgar dkk, 2013).
Hasil perhitungan analisis
variansi menunjukkan pengaruh
nyata pada jenis ikan, suhu dan lama
pengeringan dan interaksi keduanya
terhadap respon fisik uji rehidrasi
fillet ikan kering.
Tabel 4.2 menunjukkan suhu
dan lama waktu pengeringan yang sama
dengan jenis ikan yang berbeda.
Karakteristik daging ikan yang berbedabeda yang memiliki kandungan air dan
kandungan protein yang berbeda-beda
yang menyebabkan elastisitas daging
ikan yang berbeda-beda. Nilai rehidrasi
sangat dipengaruhi oleh elastisitas
dinding sel, hilangnya permeabilitas
diferensial dalam bentuk membran
protoplasma, hilangnya turgor sel,
denaturasi protein, kristalinitas pati,
dan ikatan hidrogen makromolekul
(Neuma, 1972 di dalam Asgar dkk,
2006).
Tabel 4.2 menunjukkan suhu
dan lama pengeringan yang berbeda
dengan jenis ikan yang sama. Semakin

besar suhu pengeringan dan semakin


lama suhu pengeringan maka semakin
ada pengaruh nyata terhadap nilai
rehidrasi fillet ikan kering. Hal tersebut
didukung oleh Rohanah (2005) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi suhu
pengeringan maka semakin tinggi
rehidrasi. Semakin keringnya bahan
maka air yang keluar dari bahan
semakin besar sehingga kemampuan
untuk menyerap air juga besar, karena
air yang tersisa dalam bahan sudah
sedikit. Perbedaan elastisitas dinding
sel akibat panas selama pengeringan
yang
mempengaruhi
karakteristik
dinding sel fillet ikan.

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa


perlakuan yang dipilih berdasarkan
nilai rehidrasi adalah perlakuan f 7i4
dimana pada perlakuan tersebut
menghasilkan produk fillet ikan kering
dengan nilai rehidrasi tertinggi,
memiliki kadar air awal bahan rendah
yaitu 70,05%, dan efisiensi waktu
pengeringan yaitu 8 jam dengan suhu
550C. Selain itu dipengaruhi oleh
kandungan protein awal yaitu 19,07%
dimana rehidrasi dipengaruhi oleh
elastisitas dinding sel, elastisitas
dipengaruhi oleh jaringan pengikat dari
daging ikan yang berhubungan dengan
kandungan protein actin dan myosin.
Dilihat secara fisik daging ikan tuna dan
ikan nila lebih elastis dibanding dengan
daging ikan patin dan kakap.

Tabel 4.2 Data Pengaruh Jenis Ikan, Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Uji
Rehidrasi Fillet Ikan Kering
Suhu dan Lama Pengeringan (F)
f1
(T : 350C, t : 8 jam)
f2
(T : 35 C, t : 12 jam)
0

f3
(T : 350C, t : 24 jam)
f4
(T : 450C, t : 8 jam)
f5
(T : 450C, t : 12 jam)
f6
(T : 450C, t : 24 jam)
f7
*Alumni Teknologi Pangan Universitas Pasundan
** Dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan

i1 (Nila)
A
23,61
b
A
25,66
b
A
26,74
b
A
25,83
b
A
30,10
b
A
30,20
b
B

Jenis Ikan (I)


i2 (Patin)
i3 (Kakap)
A
15,29
a
A
18,86
ab
A
16,48
a
B
25,58
b
A
19,51
ab
A
19,71
ab
B

A
7,41
a
A
12,24
a
A
7,20
a
A
8,00
a
A
12,93
a
A
13,45
a
AB

i4 (Tuna)
A
10,76
a
A
12,77
a
A
9,65
a
AB
15,65
ab
AB
15,63
a
B
25,93
b
C

45,28
c
B
47,26
b
B
44,45
B

(T : 550C, t : 8 jam)
f8
(T : 550C, t : 12 jam)
f9
(T : 550C, t : 24 jam)

28,85
b
C
23,54
a
BC
27,41
a

17,49
a
B
26,46
a
C
33,76
ab

51,67
c
C
50,46
b
C
40,84
b

Keterangan :
Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dibaca secara
horizontal dan angka yang diikuti huruf besar yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dibaca
secara vertikal pada taraf 5%.

Rendemen
Hasil perhitungan analisis
variansi menunjukkan pengaruh nyata
pada jenis ikan, suhu dan lama waktu
pengeringan dan interaksi keduanya

terhadap respon fisik uji rendemen


fillet
ikan
kering.
Selanjutnya
dilakukan uji lanjut LSD pada taraf
5%.

Tabel 4.3 Data Pengaruh Jenis Ikan, Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Uji
Rendemen Fillet Ikan Kering
Suhu dan Lama Pengeringan (F)
f1
(T : 350C, t : 8 jam)
f2
(T : 35 C, t : 12 jam)
0

f3
(T : 350C, t : 24 jam)
f4
(T : 450C, t : 8 jam)
f5
(T : 450C, t : 12 jam)
*Alumni Teknologi Pangan Universitas Pasundan
** Dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan

i1 (Nila)
D
70,85
a
CD
59,88
a
A
41,34
a
C
57,24
a
B
49,52
a

Jenis Ikan (I)


i2 (Patin)
i3 (Kakap)
F
67,81
a
E
64,69
a
B
47,42
a
C
55,89
a
D
60,44
b

E
74,14
a
DE
66,48
a
B
53,39
a
DE
67,38
b
C
59,51
b

i4 (Tuna)
E
75,01
b
DE
66,53
a
C
49,22
b
D
60,00
a
D
59,52
b

f6
(T : 450C, t : 24 jam)
f7
(T : 550C, t : 8 jam)
f8
(T : 550C, t : 12 jam)
f9
(T : 550C, t : 24 jam)

A
31,06
a
AB
39,15
a
A
34,63
a
A
28,76
ab

AB
43,44
b
B
47,05
a
AB
44,23
a
A
36,30
bc

AB
45,43
b
D
64,35
b
AB
45,23
b
A
39,55
c

BC
41,72
b
B
38,17
a
B
37,60
a
A
20,90
a

Keterangan :
Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dibaca secara
horizontal dan angka yang diikuti huruf besar yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dibaca
secara vertikal pada taraf 5%.

Tabel 4.3 menunjukkan suhu


dan lama pengeringan yang sama
dengan jenis ikan yang berbeda. Jenis
ikan yang berbeda-beda, memiliki
kandungan air dan protein yang berbeda
pula yang dapat mempengaruhi nilai
rendemen fillet ikan kering. Suhu
merupakan salah satu faktor penentu
dalam proses pengeringan. Selain itu
sifat bahan yang dikeringkan seperti
kadar air awal dan ukuran produk
akan
mempengaruhi
proses
pengeringan. Menurut Martunis (2012)
perbedaan tinggi
dan
rendahnya
rendemen suatu bahan pangan sangat
dipengaruhi oleh kandungan air suatu
bahan pangan dan didukung oleh
Hidayat (2012) dimana kandungan
protein tinggi tidak menyebabkan air
keluar dari jaringan karena air terikat
secara kimia, sehingga tingkat juiceness
daging masih tinggi.
Tabel 4.3 menunjukkan suhu
dan lama pengeringan yang berbeda
dengan jenis ikan yang sama. Semakin
tinggi suhu pengeringan dan semakin
lama waktu pengeringan maka
*Alumni Teknologi Pangan Universitas Pasundan
** Dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan

semakin berpengaruh nyata terhadap


rendemen fillet ikan kering dimana
rendemen yang dihasilkan semakin
menurun, seperti pada perlakuan suhu
550C waktu 24 jam menghasilkan nilai
rendemen terkecil yaitu 20,90%.
Menurut Winarno (1997), dengan
adanya
proses
pengeringan
menyebabkan kandungan air dalam
bahan pangan selama proses pengolahan
berkurang sehingga mengakibatkan
penurunan kadar rendemen suatu bahan
pangan. Ditambahkan oleh Rahmawati
(2008), semakin kecil kadar air yang
dihasilkan menyebabkan penurunan
bobot air bahan karena air dalam bahan
merupakan komponen utama yang
mempengaruhi bobot bahan sehingga
akan mempengaruhi rendemen produk
akhir.
Kadar Air
Tabel 4.4 menunjukkan suhu
dan lama pengeringan yang sama
dengan jenis ikan yang berbeda. Jenis

ikan yang berbeda beda menyebabkan


kandungan air yang terkandung
didalammnya berbeda pula. Hal ini juga
dapat dipengaruhi oleh ukuran dan luas
permukaan bahan yang berbeda
ataupun cenderung sama pada fillet
ikan sehingga penguapan air saat
pengeringan tidak jauh berbeda,
selain itu kadar air awal bahan
sebelum
pengeringanpun
mempengaruhi
kadar
air
akhir
pengeringan, seperti pada ikan patin
memiliki kadar air awal sekitar 80,49 %
diberikan perlakuan suhu pengeringan
550C waktu 24 jam memiliki kadar air
akhir yaitu 15,97% dan pada ikan kakap
memiliki kadar air awal sekitar 76,87%
dengan perlakuan pengeringan yg sama
memiliki kadar air akhir sebesar
22,62%.
Tabel 4.4 menunjukkan suhu
dan lama pengeringan yang berbeda
dengan jenis ikan yang sama pada.
Semakin tinggi suhu pengeringan dan
semakin lama pengeringan, kadar air
fillet ikan kering yang dihasilkan
semakin menurun. Hal ini terkait
dengan makin tingginya suhu dan lama
pengeringan
menyebabkan energi
panas yang dibawa udara makin besar,
sehingga makin banyak jumlah massa
cairan yang ada dipermukaan bahan
yang dikeringkan.

Hasil perhitungan analisis


variansi menunjukkan pengaruh nyata
pada jenis ikan, suhu dan lama waktu
pengeringan dan interaksi keduanya
terhadap respon kimia uji kadar air
fillet
ikan
kering.
Selanjutnya
dilakukan uji lanjut LSD pada taraf
5%.
Taib, dkk (1988) di dalam
Histifarina
(2004),
menyatakan
bahwa kemampuan bahan untuk
melepaskan air dari permukaannya akan
semakin besar dengan meningkatnya
suhu
udara
pengering
yang
digunakan. Selain itu penggunaan
suhu dan waktu pengeringan yang
berbeda, menyebabkan laju proses
pengeringan yang dihasilkan juga
akan berbeda, sehingga kadar air
yang dihasilkan semakin rendah
dengan makin tingginya suhu dan
makin lamanya proses pengeringan,
seperti pada perlakuan f9 dimana suhu
pengeringan 550C dengan waktu 24 jam
memiliki kadar air terendah yaitu, ikan
nila 14,12%, ikan patin 15,97%, ikan
kakap 22,62% dan ikan tuna 13,80%,
dimana kadar air awal bahan masingmasing berturut-turut sebesar 73,10%,
80,49%, 76,87% dan 70,05%.

Tabel 4.4 Data Pengaruh Jenis Ikan, Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Kadar Air
Fillet Ikan Kering
Suhu dan Lama Pengeringan (F)
f1
(T : 350C, t : 8 jam)
f2
(T : 350C, t : 12 jam)
f3
*Alumni Teknologi Pangan Universitas Pasundan
** Dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan

i1 (Nila)
F
63,87
b
E
54,73
b
D

Jenis Ikan (I)


i2 (Patin)
i3 (Kakap)
G
62,77
b
F
51,28
ab
CD

D
58,83
bc
C
51,39
ab
B

i4 (Tuna)
E
50,27
a
E
48,45
a
CD

(T : 350C, t : 24 jam)
f4
(T : 450C, t : 8 jam)
f5
(T : 450C, t : 12 jam)
f6
(T : 450C, t : 24 jam)
f7
(T : 55 C, t : 8 jam)
0

f8
(T : 550C, t : 12 jam)
f9
(T : 550C, t : 24 jam)

48,05
b
E
57,21
c
C
40,06
a
B
30,96
a
BC
35,17
a
B
30,17
a
A
14,21
a

35,56
a
D
40,11
a
CD
36,08
a
C
33,89
ab
E
41,95
b
B
26,85
a
A
15,97
a

38,36
a
C
51,61
bc
C
53,52
c
B
42,12
c
C
50,79
c
B
38,53
b
A
22,62
b

40,01
a
E
48,28
b
E
46,33
b
C
38,70
bc
D
44,83
bc
B
31,53
ab
A
13,80
a

Keterangan :
Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dibaca secara
horizontal dan angka yang diikuti huruf besar yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dibaca
secara vertikal pada taraf 5%.

Kadar Protein
Hasil perhitungan analisis
variansi menunjukkan pengaruh nyata
pada jenis ikan, suhu dan lama waktu

pengeringan dan interaksi keduanya


terhadap kadar protein fillet ikan
kering. Selanjutnya dilakukan uji
lanjut LSD pada taraf 5%.

Tabel 4.5 Data Pengaruh Jenis Ikan, Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Kadar
Protein Fillet Ikan Kering
Suhu dan Lama Pengeringan (F)
f1
(T : 350C, t : 8 jam)

*Alumni Teknologi Pangan Universitas Pasundan


** Dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan

i1 (Nila)
AB
17,00
a

Jenis Ikan (I)


i2 (Patin)
i3 (Kakap)
AB
16,25
a

A
20,62
b

i4 (Tuna)
A
19,85
b

10

f2
(T : 350C, t : 12 jam)
f3
(T : 350C, t : 24 jam)
f4
(T : 450C, t : 8 jam)
f5
(T : 450C, t : 12 jam)
f6
(T : 450C, t : 24 jam)
f7
(T : 550C, t : 8 jam)
f8
(T : 55 C, t : 12 jam)
0

f9
(T : 550C, t : 24 jam)

A
16,39
a
D
23,87
b
AB
17,68
a
B
18,59
a
EF
27,56
b
C
19,86
a
D
23,36
a
F
28,60
a

A
15,84
a
B
18,84
a
AB
17,76
a
B
18,04
a
C
23,61
a
B
18,24
a
C
22,13
a
D
27,79
a

AB
22,17
b
C
26,17
c
AB
21,98
b
B
22,97
b
C
27,79
b
B
23,01
b
C
27,01
b
D
32,86
b

B
22,05
b
C
25,89
c
AB
21,46
b
B
24,59
b
C
27,12
b
B
22,33
b
D
27,46
b
E
32,73
b

Keterangan :
Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dibaca secara
horizontal dan angka yang diikuti huruf besar yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dibaca
secara vertikal pada taraf 5%.

Tabel 4.5 menunjukan suhu


dan lama pengeringan yang sama
dengan jenis ikan yang berbeda
menghasilkan kandungan protein yang
berbeda-beda pula. Hal tersebut
disebabkan karena kandungan protein
awal dari ikan sebelum pengeringan
berbeda-beda dengan jenis ikan yang
berbeda-beda pula, seperti pada ikan
nila, ikan pati, ikan kakap, dan ikan
tuna memiliki kadar protein awal
berturut-turut 15,57%, 14,92%, 18,73%
*Alumni Teknologi Pangan Universitas Pasundan
** Dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan

dan 19,07% kemudian diberikan


perlakuan pengeringan suhu 550C
dengan
waktu
12
jam
dan
menghasilkan kadar protein berturutturut sebesar 23,36%, 22,13%, 27,015
dan 27,46%.
Tabel 4.5 menunjukkan suhu
dan lama pengeringan yang berbeda
dengan jenis ikan yang sama. Semakin
tinggi
suhu
pengeringan
dan
semakin lama waktu pengeringan
kadar protein fillet ikan kering yang

11

dihasilkan semakin besar. Hal ini


didukung oleh Adawyah (2007) yang
menyatakan kadar air yang mengalami
penurunan
akan
mengakibatkan
kandungan protein di dalam bahan
mengalami peningkatan, dinyatakan
dalam kadar protein dalam berat basah
dan berat kering.
Perlakuan f9i3 manghasilan
kadar protein terbesar dimana kadar
protein awal bahan sebesar 15,57%
dengan kadar air 76,87% (berat basah)
kemudian
setelah
dilakuan
pengeringan dengan suhu 55 0C
dengan waktu 24 jam kadar protein
menjadi 32,86% dengan kadar air
22,62% (berat kering). Penggunaan
panas dalam pengolahan bahan pangan
dapat menurunkan persentase kadar air
yang mengakibatkan persentase kadar
protein meningkat. Semakin kering
suatu bahan maka semakin tinggi kadar
proteinnya.

Warna
Hasil perhitungan analisis
variansi menunjukkan pengaruh
nyata pada jenis ikan, tetapi suhu dan
lama waktu pengeringan dan interaksi
keduanya tidak berpengaruh nyata
terhadap respon organoleptik warna
fillet ikan kering. Selanjutnya
dilakukan uji lanjut LSD pada taraf
5%.
Tabel 4.6 menunjukan suhu dan
lama pengeringan yang berbeda dengan
jenis ikan yang sama. Perlakuan yang
berbeda menghasilkan pengaruh yang
tidak berbeda nyata dapat dipengaruhi
oleh penilaian panelis mengingat panelis
menilai berdasarkan tingkat kesukaan,
namun warna yang dihasilkan dari
fillet ikan kering disebabkan oleh
*Alumni Teknologi Pangan Universitas Pasundan
** Dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan

karakteristik
daging
ikan
yang
berbeda-beda dimana diungkapkan
oleh Forrest (1975) di dalam Suradi
(2009) bahwa perubahan muatan
protein akan mengubah jarak antara
serat-serat
daging
sehingga
mempengaruhi kemampuannya dalam
menyerap dan memantulkan cahaya
dimana hal tersebut akan mempengaruhi
penampakan (warna) daging secara
visual.
pH yang semakin menurun
menyebabkan warna daging memucat.
Warna pucat tersebut disebabkan oleh
karena banyaknya air bebas yang berada
diluar serabut daging. Kandungan air
ekstraseluler yang tinggi tersebut dapat
menyebabkan kemampuannya untuk
memantulkan cahaya akan meningkat
dan penyerapan cahaya menurun
sehingga
intensitas
warna
akan
menurun. Kapasitas mengikat air oleh
jaringan otot akan berdampak pada
pengekerutan daging ikan selama
penyimpanan dan sifat fisik dari daging
yaitu warna, tekstur, kekenyalan,
juiceness, dan kekerasannya. Seperti
pada ikan nila yang memiliki daging
berwarna putih setelah dilakukan
pengeringan dengan suhu yang berbedabeda cenderung lebih disukai panelis
karena daging ikan nila dapat
mempertahankan
kandungan
air
(bebas)nya pada saat diberikan tekanan
dari
luar
seperti
pemanasan,
penggilingan atau pengepressan.
Reaksi yang terjadi selama
proses pengeringan reaksi pencoklatan
non enzimatis yang menyebabkan
warna daging ikan menjadi coklat.
Warna kecoklatan pada fillet ikan kering
dimungkinkan
karena
proses
pengeringan yang kurang sempurna
sehingga
mengalami
proses
pencoklatan. Berdasarkan tabel 4.6
untuk ikan nila panelis lebih menyukai
ikan nila pada pengeringan T : 550C, t :
24 jam, ikan patin T : 550C, t : 12 jam,
ikan kakap T : 450C, t : 24 jam dan ikan
tuna T : 350C, t : 24 jam. Respon warna

12

memiliki nilai rata-rata 3,73 dimana

panelis memberikan respon agak suka


terhadap warna dari fillet ikan kering.

Tabel 4.6 Data Pengaruh Jenis Ikan Terhadap Atribut Warna Fillet Ikan Kering
Jenis Ikan (I)
Suhu dan Lama Pengeringan (F)
i1 (Nila)
i2 (Patin)
i3 (Kakap)
i4 (Tuna)
A
B
A
A
f1
(T : 350C, t : 8 jam)
4,23
3,57
3,77
3,70
A
A
A
A
f2
0
(T : 35 C, t : 12 jam)
3,84
2,70
4,04
3,77
A
B
A
A
f3
0
(T : 35 C, t : 24 jam)
3,44
3,54
3,77
3,87
A
AB
A
A
f4
0
(T : 45 C, t : 8 jam)
3,64
3,17
3,97
3,47
C
B
A
A
f5
0
(T : 45 C, t : 12 jam)
4,30
3,40
4,07
3,30
AB
AB
A
A
f6
0
(T : 45 C, t : 24 jam)
4,00
3,20
4,24
3,50
B
B
A
A
f7
0
(T : 55 C, t : 8 jam)
4,17
3,57
3,77
3,33
A
D
A
A
f8
0
(T : 55 C, t : 12 jam)
3,77
4,04
3,94
3,54
C
C
A
A
f9
0
(T : 55 C, t : 24 jam)
4,34
3,87
3,93
3,77
Keterangan :
Angka yang diikuti huruf besar yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dibaca secara vertikal
pada taraf 5%.

Tekstur
Hasil perhitungan analisis
variansi menunjukkan pengaruh
nyata pada jenis ikan dan interaksi
jenis
ikan,
suhu
dan
lama
pengeringan, tetapi suhu dan lama
waktu pengeringan tidak berpengaruh
nyata terhadap tekstur fillet ikan
kering. Selanjutnya dilakukan uji
lanjut LSD pada taraf 5%.
Tabel 4.7 menunjukan suhu
dan lama pengeringan yang sama
dengan jenis ikan yang berbeda. Jenis
*Alumni Teknologi Pangan Universitas Pasundan
** Dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan

ikan yang berbeda-beda menyebabkan


tekstur fillet ikan kering yang berbedabeda, dimana kandungan air dan
protein ikan yang menyebabkan tekstur
berbeda-beda.
Hidayat
(2012)
menyatakan kandungan protein tinggi
tidak menyebabkan air keluar dari
jaringan karena air terikat secara kimia,
sehingga tingkat juiceness daging
masih tinggi. Tingkat juiceness daging
yang tinggi akan membuat daging jauh
lebih kenyal/elastis, tidak mudah
hancur jika ditekan dengan jari dan jika
dilakukan proses pengeringan.

13

Tabel 4.7 Data Pengaruh Jenis Ikan, Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Tekstur
Fillet Ikan Kering
Jenis Ikan (I)
Suhu dan Lama Pengeringan (F)
i1 (Nila)
i2 (Patin)
i3 (Kakap)
i4 (Tuna)
A
B
BC
BC
f1
3,60
3,57
3,77
3,70
(T : 350C, t : 8 jam)
a
b
ab
a
A
A
C
C
f2
3,84
2,70
4,04
3,77
(T : 350C, t : 12 jam)
b
a
b
a
A
B
BC
C
f3
3,44
3,54
3,77
3,87
(T : 350C, t : 24 jam)
b
b
ab
a
A
B
C
ABC
f4
3,64
3,17
3,97
3,47
(T : 450C, t : 8 jam)
b
b
b
a
A
B
B
ABC
f5
4,30
3,40
4,07
3,30
(T : 450C, t : 12 jam)
c
bc
ab
a
A
A
BC
ABC
f6
4,00
3,20
4,24
3,50
(T : 450C, t : 24 jam)
c
ab
bc
a
A
A
B
AB
f7
4,17
3,57
3,77
3,33
(T : 550C, t : 8 jam)
b
b
b
a
A
A
B
A
f8
3,77
4,04
3,94
3,54
(T : 550C, t : 12 jam)
c
bc
b
a
B
A
A
AB
f9
4,34
3,87
3,93
3,77
(T : 550C, t : 24 jam)
c
b
a
a
Keterangan :
Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dibaca secara
horizontal dan angka yang diikuti huruf besar yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dibaca
secara vertikal pada taraf 5%.

Panelis
cenderung
lebih
menyukai tekstur ikan nila dibanding
ikan patin, kakap dan tuna, karena
tekstur ikan nila lebih kering, elastis
dan padat. Dilihat dari kandungan air
awal bahan dimana kandungan air ikan
*Alumni Teknologi Pangan Universitas Pasundan
** Dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan

nila lebih sedikit dibanding jenis ikan


patin dan kakap yaitu sekitar 73,10%
dan kandungan protein 15,57% yang
dapat mempengaruhi tekstur ikan
selama pengeringan. Kandungan air
yang diuapkan sampai batas air kritis

14

akan mempengaruhi tekstur daging ikan


dimana air yang tersisa hanya tinggal
air yang terikat secara fisik yang
berhubungan
dengan
kandungan
protein dari bahan seperti ikan nila
yang dikeringkan pada T= 500C t=24
jam memiliki kadar air akhir 14,21%
dan kadar protein akhir 28,60%.
Menurut Lawrie (2003) didalam Tiven
(2011),
salah
satu
hal
yang
mempengaruhi tekstur daging adalah
kandungan jaringan ikat serta ukuran
berkas otot yang berhubungan dengan
kandungan protein ikan. Kondisi
protein ini akan berpengaruh terhadap
daya ikat air (WHC) dan juiciness, daya
emulsi, kemampuan membentuk gel,
kekerasan, warna dan umur simpan.
Tabel 4.7 menunjukan suhu dan
lama pengeringan yang berbeda dengan
jenis ikan yang sama. Semakin tinggi
suhu dan semakin lama waktu
pengeringan maka semakin banyak
kandungan air yang hilang sehingga
tekstur ikan semakin kering dan tidak
basah. Tekstur fillet ikan kering
dipengaruhi oleh perubahan yang
terjadi selama pengeringan, dimana
semakin rendah kadar air fillet ikan
kering maka teksturnya semakin kering.
Menurut Labuza (2004), pengeringan
dengan suhu tertentu akan memberikan
pengaruh yang berbeda pada kandungan
nutrisi bahan pangan tersebut. Namun
selain berpengaruh terhadap kandungan
nutrisi juga berpengaruh terhadap
perubahan secara fisik, contohnya pada
tekstur dan warna bahan yang
dikeringkan.
Aroma
Hasil perhitungan analisis
variansi menunjukkan tidak adanya
pengaruh nyata pada jenis ikan, suhu
dan lama pengeringn dan interaksi
jenis
ikan,
suhu
dan
lama
pengeringan, tetapi suhu dan lama

waktu pengeringan terhadap aroma


fillet ikan kering.
Ikan yang memeliki aroma bau
amis yang sama dan setelah dilakukan
pengeringan aroma ikan menguap. Hal
ini didukung oleh Wasono (2013) yang
menyatakan bahwa perubahan aroma
dapat dipengaruhi oleh senyawa volatil
yang mudah menguap terutama jika
terjadi kenaikkan suhu. Fillet ikan
dilakukan
pengeringan
sehingga
senyawa volatil yang mempengaruhi
aroma fillet ikan akan menguap.
Komponen ini dapat hilang selama
pengolahan dan dapat mengurangi
intensitas
flavor
dan
aroma
(Kusumawati, 2012).
Penilaian terhadap aroma
dipengaruhi oleh faktor psikis dan
fisiologis yang menimbulkan kesan
berlainan. Aroma bahan pangan sangat
erat kaitannya dengan senyawa volatil
yang terkandung dalam bahan pangan
tersebut (Winarno, 1997). Respon
aroma memiliki nilai rata-rata 3,78
dimana panelis memberikan respon
agak suka terhadap aroma dari fillet ikan
kering.
Warna Hasil Rehidrasi
Hasil perhitungan analisis
variansi menunjukkan pengaruh
nyata
pada
suhu
dan
lama
pengeringan dan interaksi jenis ikan,
suhu dan lama pengeringan, tetapi
jenis ikan tidak berpengaruh nyata
terhadap warna fillet ikan kering.
Selanjutnya dilakukan uji lanjut LSD
pada taraf 5%.
Tabel 4.8 menunjukan suhu
dan lama pengeringan yang sama
dengan jenis ikan yang berbeda
menunjukkan perbedaan yang nyata
terhadap warna fillet ikan kering hasil
rehidrasi. dimana karakteristik awal
warna daging ikan yang berbeda-beda.

Tabel 4.8 Data Pengaruh Jenis Ikan, Suhu dan Lama PengeringanTerhadap Warna Fillet
Ikan Kering Hasil Rehidrasi
*Alumni Teknologi Pangan Universitas Pasundan
** Dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan

15

Suhu dan Lama Pengeringan (F)

i1 (Nila)

Kontrol

f1
(T : 35 C, t : 8 jam)
0

f2
(T : 350C, t : 12 jam)
f3
(T : 350C, t : 24 jam)
f4
(T : 450C, t : 8 jam)
f5
(T : 450C, t : 12 jam)
f6
(T : 450C, t : 24 jam)
f7
(T : 550C, t : 8 jam)
f8
(T : 55 C, t : 12 jam)
0

f9
(T : 550C, t : 24 jam)

Jenis Ikan (I)


i2 (Patin)
i3 (Kakap)

i4 (Tuna)

D
4,83
a
B
3,47
b
B
3,27
ab
C
2,73

E
4,23
bc
D
3,67
b
C
3,07
ab
CD
3,43

D
3,80
c
BC
3,40
b
BC
3,40
b
A
2,67

D
3,43
d
AB
2,70
a
B
2,93
a
D
3,33

a
B
2,70
a
B
3,30
c
B
3,33
a
AB
2,47
a
A
2,30
a
B
3,07
a

b
BC
3,23
b
BC
3,17
bc
A
2,43
a
A
2,63
a
A
2,60
a
BC
3,13
a

a
BC
3,40
b
A
2,63
a
B
3,03
a
BC
3,30
b
CD
3,53
b
BC
3,33
a

b
A
2,47
a
BC
2,83
ab
C
3,13
a
AB
2,67
ab
AB
2,73
a
D
4,03
a

Keterangan :
Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dibaca secara
horizontal dan angka yang diikuti huruf besar yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dibaca
secara vertikal pada taraf 5%.

Tabel 4.8 menunjukan suhu


dan lama pengeringan yang sama
dengan jenis ikan yang berbeda.
Perlakuan-perlakuan
tersebut
menunujukan perbedaan yang nyata
*Alumni Teknologi Pangan Universitas Pasundan
** Dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan

dengan nilai rata-rata yang tidak terlalu


signifikan.
Hal
tersebut
dapat
disebabkan fillet ikan kering hasil
rehidrasi
memiliki
kemampuan
menyerap air yang berbeda-beda sesuai

16

dengan perlakuan yang diberikan.


Perlakuan
pengeringan,
dimana
semakin tinggi suhu dan semakin lama
waktu pengeringan makan fillet ikan
kering semakin kering dan kemampuan
menyerap air semakin tinggi pula, air
yang diserap menyebabkan warna dari
fillet ikan kering pun berbeda beda
dimana hal tersebut diungkapkan oleh
Forrest
(1975)
Kandungan
air
ekstraseluler yang tinggi tersebut dapat
menyebabkan kemampuannya untuk
memantulkan cahaya akan meningkat
dan penyerapan cahaya menurun
sehingga intensitas warna akan
menurun.
Tabel
4.9
menunjukkan
perlakuan kontrol lebih disukai panelis
dibandingkan
dengan
perlakuan
lainnya, karena fillet ikan tidak
dilakuan perlakuan pengeringan dan
daging ikan dalam keadaan utuh secara
fisik dan kimia dibandingkan dengan
fillet ikan yang telah dilakukan
pengeringan
sehingga
terjadi
perubahan fisik dan kimia dan tidak
dapat kembali seperti semula. Hal
tersebut didukung oleh Asgar, dkk
(2006) proses rehidrasi pada sayuran
yang
sudah
dikeringkan sering
memberikan
hasil yang kurang
memuaskan, karena proses penyerapan
air kembali pada produk kering tidak
sesederhana kebalikan mekanisme
pengeringan, hal tersebut terjadi akibat
dari lapisan paling luar bahan
mengalami tekanan cukup besar. Respon
warna hasil rehidarai memiliki nilai ratarata 3,04 dimana panelis memberikan
respon agak tidak suka terhadap warna
fillet ikan kering hasil rehidrasi.
Tekstur Hasil Rehidrasi

Hasil perhitungan analisis


variansi menunjukkan pengaruh
nyata pada jenis ikan, suhu dan lama
pengeringan dan interaksi jenis ikan,
suhu dan lama pengeringan terhadap
tekstur fillet ikan kering hasil
rehidrasi. Selanjutnya dilakukan uji
lanjut LSD pada taraf 5%. Hasil
analisis data dapat dilihat pada Tabel
4.9.
Tabel 4.9 menunjukan suhu
dan lama pengeringan yang sama
dengan jenis ikan yang berbeda. Jenis
ikan yang berbeda dengan suhu dan
lama
pengeringan
yang
sama
memberikan perbedaan yang nyata
terhadap tekstur fillet ikan kering hasil
rehidrasi, dimana karakteristik daging
ikan yang berbeda yang memiliki
komponen kimia yang berbeda pula
yang menyebabkan perbedaan pada
tekstur fillet ikan kering hasil rehidrasi.
Tabel 4.9 menunjukan suhu dan
lama pengeringan yang sama dengan
jenis ikan yang berbeda. Kemampuan
menyerap air yang berbeda-beda
menyebabkan tekstur fillet ikan yang
berbeda-beda pula, dimana semakin
tinggi nilai rehidrasi maka semakin
banyak pula air yang diserap yang akan
mempengaruhi tekstur dari fillet ikan
kering hasil rehidrasi. Edwards (1995)
mengatakan bahwa komponen terbesar
dari bahan pangan adalah air (55-85%),
sehingga komponen tersebut merupkana
faktor utama yang akan mempengaruhi
struktur dan tekstur dari bahan pangan.
Tekstur fillet ikan kering hasil rehidrasi
memiliki nilai rata-rata 3,13 dimana
panelis memberikan respon agak tidak
suka terhadap tekstur fillet ikan kering
hasil rehidrasi.

Tabel 4.9 Data Pengaruh Jenis Ikan, Suhu dan Lama PengeringanTerhadap Tekstur
Fillet Ikan Kering Hasil Rehidrasi
Suhu dan Lama Pengeringan (F)
*Alumni Teknologi Pangan Universitas Pasundan
** Dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan

i1 (Nila)

Jenis Ikan (I)


i2 (Patin)
i3 (Kakap)

i4 (Tuna)

17

Kontrol

f1
(T : 350C, t : 8 jam)
f2
(T : 350C, t : 12 jam)
f3
(T : 350C, t : 24 jam)
f4
(T : 450C, t : 8 jam)
f5
(T : 450C, t : 12 jam)
f6
(T : 45 C, t : 24 jam)
0

f7
(T : 550C, t : 8 jam)
f8
(T : 550C, t : 12 jam)
f9
(T : 550C, t : 24 jam)

F
4,87
b
A
2,63
a
AB
2,97
a
AB
2,77
b
B
3,13
ab
AB
2,77
a
AB
3,03
b
C
3,23
a
D
3,57
a
E
3,70
b

G
4,03
a
B
2,90
a
AB
2,70
a
A
2,40
a
CD
2,93
a
D
2,97
ab
AB
2,47
a
AB
2,60
ab
F
4,33
a
E
3,07
a

F
4,13
a
B
3,20
a
BC
3,53
b
A
3,47
b
C
3,07
b
A
3,77
a
EF
2,83
c
DE
3,87
c
BC
3,80
a
B
3,53
ab

E
3,77
a
B
3,30
a
D
3,00
b
A
3,40
a
AB
2,53
a
CD
2,73
b
A
3,20
a
C
2,57
b
DE
3,13
a
DE
3,60
ab

Keterangan :
Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dibaca secara
horizontal dan angka yang diikuti huruf besar yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dibaca
secara vertikal pada taraf 5%.

*Alumni Teknologi Pangan Universitas Pasundan


** Dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan

18

Aroma Hasil Rehidrasi


Tabel 4.10 Data Pengaruh Jenis Ikan, Suhu dan Lama PengeringanTerhadap Aroma
Fillet Ikan Kering Hasil Rehidrasi
Suhu dan Lama Pengeringan (F)

Kontrol

f1
(T : 350C, t : 8 jam)
f2
(T : 350C, t : 12 jam)
f3
(T : 350C, t : 24 jam)
f4
(T : 450C, t : 8 jam)
f5
(T : 45 C, t : 12 jam)
0

f6
(T : 450C, t : 24 jam)
f7
(T : 550C, t : 8 jam)
f8
(T : 550C, t : 12 jam)
f9
(T : 550C, t : 24 jam)

i1 (Nila)
F
4,87
c
E
3,07
b
E
3,17
c
D
3,50
c
C
3,07
a
A
3,63
a
B
3,10
a
AB
3,40
a
CD
2,80
ab
AB
3,33
a

Jenis Ikan (I)


i2 (Patin)
i3 (Kakap)
A
4,03
a
B
2,43
a
E
2,53
b
A
2,43
a
A
3,17
a
D
2,90
b
C
3,00
a
BC
2,80
a
A
2,87
a
BC
3,37
b

D
4,13
b
AB
2,87
a
AB
3,30
b
AB
2,73
b
AB
3,10
a
AB
3,10
b
C
3,03
b
AB
3,00
a
B
3,27
b
A
4,00
ab

i4 (Tuna)
C
3,77
b
A
2,77
a
A
2,80
a
AB
2,97
ab
D
2,63
b
AB
2,90
ab
BC
2,97
a
AB
3,13
a
A
2,67
a
AB
2,87
ab

Keterangan :
Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dibaca secara
horizontal dan angka yang diikuti huruf besar yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dibaca
secara vertikal pada taraf 5%.

Hasil perhitungan analisis


variansi
pada
lampiran
14
*Alumni Teknologi Pangan Universitas Pasundan
** Dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan

menunjukkan pengaruh nyata pada


jenis ikan, suhu dan lama pengeringan

19

dan interaksi jenis ikan, suhu dan


lama pengeringan terhadap aroma
fillet ikan kering. Selanjutnya
dilakukan uji lanjut LSD pada taraf
5%. Hasil analisis data dapat dilihat
pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 menunjukan suhu
dan lama pengeringan yang sama
dengan jenis ikan yang berbeda. Adanya
air yang diserap maka aktivitas enzim
berjalan kembali. aktivitas enzim
menyebabkan terjadinya perubahan
kimiawi yakni penampilan, citarasa,
tekstur, dan kualitas ikan tersebut
(Muchtadi dkk, 2010). Aroma yang
ditimbulkan
berbeda-beda
karena
keempat jenis ikan tersebut memiliki
masing-masing aroma yang khas.
Tabel 4.10 menunjukan suhu
dan lama pengeringan yang sama
dengan jenis ikan yang berbeda. Air
yang
diserap
bergantung
pada
kemampuan dinding sel daging ikan,
semakin tinggi suhu dan semakin lama
waktu pengeringan maka fillet ikan
semakin kering dan fillet ikan semakin
banyak menyerap air. Air yang masuk
akan mempercepat kerja enzim,
semakin banyak air maka enzim akan
semakin aktif dan akan menimbulkan
aroma dari fillet ikan hasil rehidrasi.
Aroma fillet ikan kering hasil rehidrasi
memiliki nilai rata-rata 3,02 dimana
panelis memberikan respon agak tidak
suka terhadap aroma fillet ikan kering
hasil rehidrasi.

Kesimpulan
1. Jenis ikan berpengaruh terhadap
nilai rendemen, rehidrasi, kadar air,
kadar protein, warna dan tekstur
sebelum rehidrasi dan tekstur
setelah rehidrasi dari fillet ikan
kering.
2. Suhu dan lama pengeringan
berpengaruh
terhadap
nilai
rendemen, rehidrasi, kadar protein,
warna, tekstur dan aroma setelah
rehidrasi dari fillet ikan kering.
3. Interaksi antara jenis ikan , suhu dan
lama pengeringan berpengaruh
terhadap nilai rendemen, rehidrasi,
kadar air, kadar protein, warna dan
tekstur sebelum rehidrasi dan warna,
tekstur serta aroma setelah rehidrasi
dari fillet ikan kering.
4. Nilai rehidrasi tertinggi diperoleh
pada ikan tuna dengan suhu
pengeringan 550C waktu 8 jam yaitu
51,67%. Nilai rendemen terendah
diperoleh pada ikan tuna dengan
suhu pengeringan 550C waktu 24
jam yaitu 20,90%. Kadar air
tertinggi diperoleh pada ikan nila
dengan suhu pengeringan 350C
waktu 8 jam, sedangkan kadar air
terendah diperoleh pada ikan tuna
dengan suhu pengeringan 550C
waktu 24 jam. Kadar protein
terbesar diperloleh pada ikan kakap
dengan suhu pengeringan 550C
waktu 24 jam.
5. Nilai rata-rata organoleptik fillet
ikan kering sebelum rehidrasi untuk
warna 3,73, tekstur 3,72 dan aroma
3,78 dan. Setelah rehidrasi untuk
warna 3,04, tekstur 3,13 dan aroma
3,02.

KESIMPULAN DAN SARAN

Saran

*Alumni Teknologi Pangan Universitas Pasundan


** Dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan

20

Penelitian yang akan datang


disarankan untuk menambahkan jeruk
nipis sebelum pengeringan untuk
menghilangkan bau amis pada saat uji
organoleptik
dan
agar
dapat
menghambat
pertumbuhkan
mikroorganisme.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet,


and M. Wooton, 1987. Ilmu
Pangan. Diterjemahkan oleh
Hadi
Purnomo
dan
Adiono.Universitas Indonesia.
Jakarta.
Edwards, M. 1995. Change in cell
structure. In Physico-chemical
aspects of food processing. S.T.
Beckett. Blackie Academic and
Professional. New York.

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah. R, 2007. Pengolahan dan


Pengawetan
Ikan.
Aksara.Jakarta.

Penelitian Tanaman Sayuran.


Bandung.

Bumi

Afrianto,
Eddy,
dan
Evi
L,
2011.Pengawetan
dan
Pengolahan Ikan ,Cetakan
kedua,
Penerbit
Kanisius,
Yogyakarta.
Anjarsari, B., 2010, Pangan Hewani
(Fisiologi Pasca Mortem dan
Teknologi),
Graha
Ilmu.Yogyakarta.
AOAC. 2005. Official Methods of
Analysis of The AOAC. 16th
Edition, Volume II. AOAC Inc.
USA.
Asgar, A dan D. Musaddad. 2006.
Optimalisasi Cara, Suhu,
dann
Lama
Blansing
sebelum Pengeringan pada
Wortel. Balai
Penelitian
Tanaman Sayuran. Bandung.
Asgar, A., Zain, S., Widyasanti, A.,
dan Wulan,A.. 2013. Kajian
Karakteristik
Proses
Pengeringan jamur Tiram
(Pleurotus
sp.)
Menggunakan
Mesin
Pengering Vakum. Balai
*Alumni Teknologi Pangan Universitas Pasundan
** Dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan

Forrest, J.C., E.B. Aberle, H.B. Hedrick,


M.D. Judge, dan R.A. Merkel.
1975. Principles of Meat
Science. W.H. Freeman and Co.,
San Fransisco.
Hidayat, 2012.Mekanisme Terjadinya
Pre
rigor
Pada
Daging.http://hidayatpeternakan.blogspot.com.
Diakses : 04 November 2014.
Histifarina, D dan Musaddad, D. 2004,
Teknik Pengeringan dalam
Oven untuk Irisan Wortel
Kering Bermutut.
Kusumawatim D.D., Amanto, B.S., dan
Muhammad, D.R.A., 2012.
Pengaruh
Perlakuan
Pendahuluan
dan
Suhu
Pengeringan Terhadap Sifat
Fisik, Kimia dan Sensori
Tepung
Biji
Nangka
(Artocarpus Heterophyllus).
Jurnal Penelitian Jurusan Ilmu
dan
Teknologi
Pangan
Universitas
Sebelas
maret
Surakarta.
Martunis. 2012. Pengaruh Suhu dan
Lama Pengeringan Terhadap
Kuantitas dan Kualitas Pati
Kentang Varietas Granola.
Jurnal Teknologi dan Industri
Pertanian Indonesia.
Muchtadi,D, 2013.Prinsip Teknologi
Pangan
Sumber
Protein,

21

Cetakan
kedua,
Alfabeta, Bandung.

Penerbit

Rahmawati, I. 2008. Penentuan Lama


Pengeringan pada Pembuatan
Serbuk
Biji
Alpukat
(Persea Americana
mill ).
Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian.
Universitas
Brawiajaya. Malang.
Rohanah. A, Daulay S.B, dan
Maunurng, G, 2005. Uji Alat
Pengering Tipe Cabinet Dryer
untuk Pengeringan Kunyit
(Testing of a Cabinet Dryer in
Drying of Turmeric). Jurnal
Penelitian Jurusan Ilmu dan
Teknologi Pangan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera
Utara.
Tiveen,

Nafly.C, Veerman, Marcus.


2011. Pengaruh Penggunaan
Bahan
Pengenyal
Yang
Berbeda Terhadap Komposisi

*Alumni Teknologi Pangan Universitas Pasundan


** Dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan

Kimia, Sifat Fisik Dan


Organoleptik Bakso Daging
Ayam. Jurnal Penelitian Jurusan
Peternakan, Fakultas Pertanian,
Universitas Pattimura, Ambon.
Wasono, M. S. Edi, Sudarminto, S.Y.
2013. Pendugaan Umur
Simpan
Tepung
Pisang
Goreng
Menggunakan
Metode Accelerated Shelf
Life
Testing
Dengan
Pendekatan
Arrhenius.
Jurusan
Teknologi
Hasil
Pertanian, FTP Universitas
Brawijaya Malang.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan
dan Gizi. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.

Вам также может понравиться