Вы находитесь на странице: 1из 13

GEJALA BAHASA ARTIKEL

ARTIKEL GEJALA BAHASA INDONESIA


PROBLEM GEJALA BAHASA KONTAMINASI, PLEONASME, HIPERKOREK, SERTA
BEBERAPA GEJALA BAHASA YANG LAIN
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Problematika Berbahasa Indonesia

Disusun oleh :
Nama : Ferawati L
Kelas : 5C
Nim : K7108039

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
A. PENDAHULUAN
Perubahan bahasa terjadi karena banyak hal diantaranya karena :
1. Menyamakan sesuatu karena terjadinya kerancuan berbahasa.
2. Memudahkan pelavalan sehingga dalam pengucapannya pun terasa lebih enak.
3. Membetulkan kalimat sesuai dengan TBBBI.
B. PERMASALAHAN
1. Bagaimanakah problem gejala kontaminasi?
2. Bagaimanakah problem gejala pleonasme?
3. Bagaimanakah problem gejala hiperkorek?
4. Adakah problem gejala bahasa yang lain?
C. METODE
Dalam penulisan artikel gejala bahasa Indonesia ini penulis memilih metode liberaly riset dimana
penulis mengkaji permasalahan bersumber dari kajian kepustakaan. Dalam kajian kepustakaan
biasanya penulis lebih megutamakan sumber kajian dari buku-buku referensi, ataupun kalau
memungkinkan penulis juga mengambil dari perpustakaan on line . Dalam hal ini penulis menganalisis
buku Problematika Berbahasa Indonesia karya Prof. St. Y. Slamet, M.Pd. yang diterbitkan pada tahun
2010, beserta buku tulisan Harimurti Kridalaksana dan Alam Sutawijaya. Selain itu, penulis juga
mengambil referensi dari internet, diantaranya dari blog penulis di tiyapoenya.blogspot.com.
D. TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan penulis paparkan tentang problematika gejala bahasa Indonesia, yakni gejala
bahasa kontaminasi, pleonasme, hiperkorek, serta beberapa gejala bahasa yang lain.

PROBLEM GEJALA BAHASA INDONESIA


I. Problem Gejala Kontaminasi
Kontaminasi adalah suatu gejala bahasa yang rancu atau kacau susunan, baik susunan kalimat, kata,
atau bentukan katanya. Problem tersebut dapat diatasi jika kalimat yang rancu tersebut dikembalikan
kepada dua kalimat asal yang betul strukturnya. Demikian juga dengan susunan kata/frasa atau
bentukan kata. Gejala bahasa ini dalam bahasa Indonesia di namakan kerancuaan atau disebut juga
kekacauan.
Yang dirancukan ialah susunan, atau penggabungannya. Misalnya dua kata yang digabungkan dalam
satu gabungan baru yang tidak berpadanan. Gejala kontaminasi ini dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu:
1. Problem Kontaminasi kalimat
Pada dasarnya kalimat yang kacau (rancau) dapat dikembalikan kepada dua kalimat asal yang benar
susunan (struktur) nya. Susunan tersebut juga bias berupa susunan kata dalam suatu frasa yang rancu.
Penyebab timbulnya gejala kontaminasi ini ada dua hal, yaitu: (a) penguasaan penggunaan bahasa
seseorang dalam menyusu kalimat, frasa atau menggunakan imbuhan dalam membentuk kata kurang
tepat dan (b) seseorang dalam menggabungkan dua bentukan itu melahirkan susunan yang kacau.
Contoh :
Kalimat rancu
a. Di dalam kelas anak-anak dilarang tidak boleh ramai.
b. Nanti sore akan bertanding bulu tangkis antara Indonesia melawan Malaysia.
c. Kepada yang merasa kehilangan kunci mobil, harap datang di pos satpam.
Kalimat-kalimat di atas dikembalikan kepada kalimat asalnya (baku) nya:
a. Di dalam kelas anak-anak dilarang ramai.
Di dalam kelas anak-anak tidak boleh ramai
b. Nanti sore akan diadakan pertandingan bulu tangkis antara Indonesia melawan Malaysia.
c. Kepada yang merasa kehilangan kunci mobil, diberitahukan supaya mengambilnya di pos satpam.
2. Problem Kontaminasi Kata
Di dalam pemakaiaan bahasa sehari-hari, kita sering menjumpai bentukan kata seperti: barang kali
dan sering kali. Bentukan kata barang kali tersebut kalau dikembalikan kepada asalnya terjadi dari
kata-kata berulang-ulang dan berkali-kali. Demikian pula bentukan sering kali kontaminasi dari
sering dan banyak kali atau kerap kali atau acap kali. Selain dari kontaminasi, tampak pula bentukan
sering kali berupa gejala pleonasme, karena sering artinya banyak kali.
Kata-kata seperti di belakang kali seperti yang sering terdengar,seharusnya di kemudiaan hari.
Mungkin itu dirancukan dengan pengaruh kata lain kali.
Contoh:
a. Ani sudah berulang-ulang ayah nasehati, tetapi tidak juga berubah kelakuannya. ( berkali-kali).
b. Sering kali anak itu melanggar tata tertib sekolah. (kerap kali).
c. Jangan biarkan adik makan makanan yang pedas, karena kesehatannya belum puih benar. (tidak
boleh).
3. Problem Kontaminasi Kata
Kontaminasi bentukan kata ini sering dijumpai pada bentukan kata dengan imbuhan (afiks). Contoh
kata dipelajarkan, dalam kalimat: Di SMA kami dipelajarkan beberapa keterampilan. Bentukan untuk
kalimat di atas yang benar adalah diajarkan. Kata dipelajarkan dirancukan bentuk diajarkan dengan
dipelajari.
Kata dasar kata bentukan ke samping diberi awalan me- dan akhiran kan, jadi me + kata + kan
menjadi mengatakan, bukan mengkatakan karena hanya fonem /k/ pada awal kata kata yang luluh

menjadi bunyi sengau /ng/ pada kata perlu diluluhkan. Jadi, bentuk mengkatakan adalah rancu dari
bentuk-bentuk mengatakan.
II. Problem Gejala Pleonasme
Kata pleonasme berarati kata-kata yang berlebih-lebihan. Kata tersebut berasal dari kata ploenazein
(bahasa Grika) atau berasal dari kata plenasnus (bahasa latin). Oleh sebab itu, gejala pleonasme dalam
bahasa Indonesia berarti pemakaiaan kata yang berlebih-lebihan, yang sebenarnya tidak perlu.
Penyebab timbulnya problem gejala pleonasme tersebut karena beberapa kemungkinan antara lain:
1) Pembicara tidak tahu bahwa kata-kata yang digunakannya mengungkapkan pengertian yang
berlebih-lebihan.
2) Pembicara dengab sengaja sebagai salah satu bentuk gaya bahasa untuk memberikan tekanan pada
arti.
3) Pembicara tidak sadar bahwa apa yang diucapkannya itu mengandung sifat berlebih-lebihan.
Ada beberapa contoh gejala pleonasme sebagai berikut:
1. Di dalam satu frasa dua atau lebih kata yang searti,misalnya:
Sejak dari Jakarta ayah sudah kelihatan lemah badannya. (sejak= dari; kata tersebut dipakai salah satu
saja).
2. Di dalam satu frasa yang berbentuk jamak masih lagi dinyatakan dua kali, misalnya:
a. Semua anak-anak wajib mengikuti upacara pada hari senin.
b. Para hadirin harap duduk kembali.
Bentukan para hadirin. Bentukan tersebut termasuk gejala pleinasme. Yang di maksudkan gejala
pleonasme adalah suatu penggunaan unsure-unsur bahasa secara tidak efektif.
Kata-kata: semua, para di atas, mengandung pengertian jamak, oleh karenanya kata benda yang
mengikuti kata-kata tersebut tidak perlu lagi dibuat jamak dengan perulangan.
III. Problem Gejala Hiperkorek
Gejala hiperkorek ini sebagai proses bentukan betul dibalik betul. Problemnya, bentukan yang sudah
betul kemudian dibetulkanlagi akhirnya menjadi salah. Gejala hiperkorek selalu menunjukkan sesuatu
yang salah, baik ucapan maupun di dalam ejaan(tulisan). Timbulnya gejala hiperkorek ini ada beberapa
alasan yang menyebabkan hal tersebut di antaranya:
1. Orang tidak tahu mana yang asli, yang betul, lalu meniru saja yang diucapkan atau yang dituliskan
oleh orang lain.
2. Karena gengsi(gagah), ingin hebat.
3. Dari segi linguistic ( f, kh, sy, z) bukan fonem-fonem bahasa Indonesia asli. Itu sebabnya variasi
antara f p, kh k, sy s, z j, tidak menimbulkan perbedaan arti.
Contoh:
a. Sy/ diganti dengan /s/ atau sebaliknya
Syarat dijadikan sarat atau sebaliknya, padahal kedua kata itu masing-masing mempunyai arti yang
berbeda. Syarat artinya ketentuan, sarat artinya penuh.
- Kita harus mengikuti syarat itu.
- Mobil itu sarat muatan.
Beberapa contoh gejala hiperkorek dalam bahasa Indonesia yaitu:
1. Gejala hiperkorek /s/ dijadikan /sy/
Contoh: sah syah, sahadat syahadat, setan syetan.
2. Gejala hiperkorek /z/ dijadikan /j/
Contoh: zaman jaman, izin ijin, izasah ijasah, ziarah jiarah, zenasah jenasah.
3. Gejala hiperkorek /h/ dijadikan /kh/
Contoh: ihtiar ikhtiar, hayal khayal, husus khusus, ahir akhir

4. Gejala hiperkorek dengan /au/ pengganti /o, e/


Contoh: taubat tobat, sentausa sentosa, tauladan teladan, taurot torat, taupan topan.
IV. Beberapa gejala Bahasa yang lain
a. Gejala Bahasa Metatesis
Metatesis artinya pertukaran (urutan atau tempat) fonem di dalam sebuah kata. Misalnya: berantas
menjadi banteras, kerikil menjadi kelikir, kaca menjdi acak, milih menjadi limih.
b. Gejala bahasa adaptasi
Artinya penyesuaian kata-kata serapan yang diambil dari bahasa asing berubah bunyinya sesua dengan
penerimaan pendengaran atau ucapab lidah orang indinesia. Misalnya: lobi dari loby(bahasa inggris),
klaim dari claim(bahasa inggris), majelis dari majlis (bahasa arab), akal dari aqal (bahasa arab), karier
dari carrier (bahasa belanda), seluler dari celluair (bahasa belanda).
c. Gejala Bahasa Kontraksi
Artinya penghilangan. Gejala kontraksi ini memperlihatkan adanya saty atau lebih fonem yang
dihilangkan. Misalnya: rembulan menjadi bulan, mahardika menjadi merdeka, matahari menjadi
mentari.
d. Gejala penambahan fonem
Gejala penambahan fonem dapat dibedakan menjadi tiga macam,yaitu:
-gejala protesis adalah penambahan fonem di depan. Misalnya: mas, lang, sa menjadi emas, elang esa.
-gejala epentesis adalah penambahan fonem di tengah. Misalnya: sapu, mukin, sajak menjadi sampu,
mungkin, sanjak.
-gejala parogo adalah penambahan fonem di belakang. Misalnya: hulubala, sila, ina menjadi hulu
baling, silah, inang.
e. Gejala Penghilangan Fonem
Gejala penghilangan fonem juga dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: penghilangan fonen pada awal
kata disebtu afaresis, penghilangan fonem di tengah kata disebut sinkp, penghilangan fonem di akhir
kata disebut apokop.
Contoh:
Gejala afaresis: umaju menjadi maju.esa menjadi sa.
Gejala sinkop: bahasa, sahaya, kelemarin memjadi basa, saya, kemarin.
Gejala apakop: eksport menjadi ekspor, import menjadi impor.
f. Gejala bahasa yang lain
Protesis (penambahan di awal)
Contoh: mas emas, lang elang
Efentesis (penambahan di tengah)
Contoh: kapak kampak, tubuh tumbuh
Paragog (di akhir)
Contoh: hulubala hulubalang
Pengulangan atau penghilangan fonem
Afanesis
Contoh: stani tani, telentang tentang
Hapologi (berkurang dua fonem di tengah)
Contoh: baharu baru
Sinkop
Contoh: sahaya saya, bahasa basa
Apakop
Contoh: tidak tida, Import impor
Assimilasi total

Contoh: ad+simiatio assimilasi asimilasi


al+salam assalam asalam
Asimilasi parsial/sejalan
Contoh: in+perfect imperfect imperfek

E. DAFTAR PUSTAKA
St.Y. Slamet, 2010. Problematika berbahasa Indonesia. Surakarta: Widya Sari.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik (edisi ke-Edisi Keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. ISBN 978-979-22-3570-8.
Kridalaksana, Harimurti. 1996. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Alam Sutawijaya, dkk. 1996. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan
Kebudayaan.
www.tiyapoenya.blogspot.com-gejala-bahasa-diunduh tanggal 12 Desember 2010.
http://bundaarik.multiply.com/journal/item/29 -diunduh hari Senin, 21 November 2010.
http://www.scribd.com/doc/8963368/Th-Js-Badudu- diunduh hari Senin, 21 November 2010.
http://www.scribd.com/doc/30828869/Gejala-Bahasa- diunduh hari Senin, 21 November 2010.

penggunaan gejala bahasa pleonasme di harian Koran kompas

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat dan rahmatnyalah kami bisa
bekerja dan berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul penggunaan gejala bahasa pleonasme di
harian Koran kompas tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk mengulas
gejala bahasa pleonasme yang di gunakan dalam harian Koran kompas.
Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak dosen mata kuliah bahasa Indonesia
dan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang konstuktif
dari pembaca demi perbaikan dan pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi semua.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang..............................................1
B. Rumusan masalah.........................................2
C. Tujuan penulisan..............................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian pleonasme ................3
B. Jenis-jenis dalam gejala bahasa pleonasme.....4
C. Faktor-faktor gejala bahasa pleonasme...5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................7
B. Saran....................................8
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Di dalam pemakaian bahasa Indonesia sehari-hari banyak di dengar dan di baca. Ternyata masih
banyak kata-kata yang rancu maupun kata-kata yang berlebihan. Pengucapan atau penulisan bahasa
tersebut secara sadar dan tidak sadar kata-kata yang berlebihan ini sebenarnya tidak perlu di
tambahkan, tetapi kadang-kadang untuk memperjelas suatu kata atau kalimat. Untuk meluruskan
penggunaan gejala bahasa tersebut.
B. Rumusan masalah
Beberapa rumusan masalah yang akan di bahas pada bab pembahasan antara lain :

Apa saja jenis-jenis bahasa pleonasme di dalam harian Koran kompas ?

Factor apa yang menyebabkan bahasa pleonasme ?


C. Tujuan penelitian

Secara umum makalah ini untuk memberikan pemahaman, wawasan dan pengetahuan tentang bahasa
pleonasme kepada pembaca dan kepada masyarakat.

Secara khusus makalah ini memberikan pengetahuan dan wawasan di dalam bahasa Indonesia agar
dapat memenuhi tugas kuliah bahasa Indonesia, mengetahui jenis-jenis gejala bahasa pleonasme dan
factor yang menyebabkan penggunaan bahasa pleonasme.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian gejala bahasa pleonasme
Kata pleonasme berasal dari bahasa bahasa latin yaitu pleonasmus yang artinya kata yang
berlebihan. Sebenarnya kata ini memperlihatkan pemakaian kata yang berlebihan sebenarnya tidak di
perlukan.
B. Jenis-jenis atau macam pleonasme
Di dalam bahasa Indonesia ada 3 (tiga) jenis bahasa pleonasme yaitu :
1.

Dua kata atau lebih yang sama maknanya di pakai sekaligus dalam suatu ungkapan ( bersinonim,
maksudnya mempunyai makna dasar yang sama tetapi konotasinya berbeda ) contohnya, kata agar
supaya, di dalam kalimat : saya belajar dengan rajin agar supaya lulus.
Dalam kata itu sebenarnya cukup menulis salah satunya, keduanya memiliki makna yang sama karena
kata itu juga bersinonim. Contoh lainnya yaitu mulai sejak, demi untuk, dan sebagainya.

2.

Dalam sebuah ungkapan terdiri atas dua kata. Gejala bahasa pleonasme jenis yang kedua ini yaitu
penggunaan kata yang tidak di perlukan lagi karena makna yang terkandung oleh kata itu sudah
terkandung dalam kata yang pertama. Sering orang mengucapkan turun ke bawah, naik ke atas tampil
kedepan dan seterusnya. Ungkapan seperti itu sudah di anggap sebagai gaya bahasa walaupun
sebenarnya kalau di pikirkan penggunaan kata kedua itu tidak perlu di gunakan lagi.

3.

Gejala bahasa pleonasme jenis ketiga ( di nyatakan dalam ungkapan terjadi penjamakan atau
gramatikal ). Misalnya di katakan :
1). Dalam perjalanan keluar negeri itu presiden kunjungi beberapa Negara sahabat.
2). Para tamu-tamu berdiri ketika upacara di mulai.

Perhatikan ungkapan beberapa Negara-negara dalam kalimat pertama tidak sesuai dengan
kalimat bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia tidak terdapat gejala concord yaitu penyesuaian
seperti dalam bahasa inggris dan belanda. Bila kata bilangannya satu, kata bendanya pun berbentuk
tunggal, bila kata bilangannya dua atau lebih, maka kata bendanya pun berbebtuk jamak.
Perhatikan bentuk para tamu-tamu dalam kalimat ke dua. Kata para mengacu pada pengertian
jamak, perulangan kata benda tamu-tamu juga menunjukkan pengertian jamak. Jadi, pengertian jamak
di nyatakan dua kali. Berlebih-lebihan, bukan ? oleh karena itu, cukup bila di katakan para tamu, atau

dengan bentuk perulangan tamu-tamu.


C. Faktor-faktor yang menyebabkan gejala bahasa pleonasme
Ada beberapa hal yang menyebabkan orang memakai kata-kata yang berlebihan atau bahasa
pleonasme, antara lain :
1. Seseorang atau masyarakat sudah terlalu biasa membacanya atau menggunakannya, tidak terasa lagi
bahwa ungkapan itu mengandung pernyataan yang berlebihan.
2. Di gunakannya bahasa daerah misalnya di alek manado
3. Masuknya pengaruh bahasa asing misalnya gejala concord yaitu persesuaian contohnya lima orang
anak-anak, di dalam pemakaian bahasa Indonesia cukup di sebut lima anak .
4. Keinginan seseorang menegaskan kata dengan tujuan agar menarik dan menegaskan kalimat.

D. Faktor-faktor pemakaian pemakaian bahasa tidak mengetahui perbedaan bahasa yang baik dan benar
dalam harian Koran kompas
Ada beberapa faktor penyebabnya antara lain :

Kesalahan wartawan dalam menulis berita

Ke tidak hatian editor mengubah tulisan

Memperindah kata-kata agar ceritanya menarik untuk di baca.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi berdasarkan hasil penelitian dugaan mengenai dugaan sementara saya yang ada di bab 1,
ternyata masih di temukan kerancauan dan kata yang berlebihan.
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan di atas di sampaikan kepada pihak terkait di dalam penulisan
harian Koran kompas sebagai berikut :
1. Kepada semua wartawan agar sebelum memberikan editor tulislah cerita yang benar di dalam
penggunaan kata-kata, kalimat.
2. Kepada para editor agar berhati-hati memilih dan menyunting berita yang di berikan oleh wartawan

DAFTAR PUSTAKA
SARIRA, HARDIANTI. 2012. Materi pokok bahasa Indonesia. Kendari : Stain kendari

Вам также может понравиться