Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
GANGGUAN PENDENGARAN
Disusun Oleh
Diah Andini, S.Ked
1118011031
PERSEPTOR:
dr. Fatah Satya Wibawa., Sp.THT-KL
dr. Mukhlis Imanto., Sp.THT-KL
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya referat dengan judul Gangguan
Pendengaran ini dapat terselesaikan.
Namun,
dengan
segala
kerendahan
hati,
penulis
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
1.4 Manfaat...........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
2.1 Fisiologi Pendengaran Normal.......................................................................7
2.2 Definisi Gangguan Pendengaran....................................................................7
2.3 Fisiologi Gangguan Pendengaran...................................................................8
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Pendengaran...................................9
2.4.1 Faktor Genetik.........................................................................................9
2.4.2 Faktor Didapat.........................................................................................9
2.5 Penilaian, Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran..................14
2.5.1 Penilaian Gangguan Pendengaran.........................................................14
2.5.2 Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran...........................16
2.6 Jenis gangguan pendengaran........................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tuli
sensorineural
koklea
disebabkan
oleh
kelainan
1.2
Rumusan Masalah
penilaian,
pemeriksaan
dan
diagnosis
gangguan
pendengaran?
f. Apa saja jenis gangguan pendengaran?
g. Bagaimana penatalaksanaan gangguan pendengaran?
h. Apa saja pencegahan gangguan pendengaran ?
1.3
Tujuan
sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui fisiologi pendnegaran normal
b. Untuk mengetahui pengertian gangguan pendengaran
c. Untuk mengetahui fisiologi gangguan pendengaran
d. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
gangguan pendengaran
e. Untuk mengetahui penilaian, pemeriksaan dan diagnosis gangguan
pendengaran
f. Untuk mengetahui jenis-jenis gangguan pendengaran
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan gangguan pendengaran
h. Untuk mengetahui cara pencegahan gangguan pendengaran
1.4
Manfaat
9. BAB II
10. PEMBAHASAN
11.
2.1.
2.2.
atau kelainan telinga tengah seperti otitis media atau otosklerosis. Tuli
sensorineural melibatkan kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear. Salah
satu penyebabnya adalah pemakaian obat-obat ototoksik seperti streptomisin
yang dapat merusak stria vaskularis. Selain tuli konduksi dan sensorineural,
dapat juga terjadi tuli campuran. Tuli campuran adalah tuli baik konduktif
maupun sensorineural akibat disfungsi konduksi udara maupun konduksi
tulang.
22.Tuli sensorineural adalah tuli yang terjadi karena terdapatnya
gangguan jalur hantaran suara pada sel rambut koklea (telinga tengah),
nervus VIII (vestibulokoklearis), atau pada pusat pendengaran di lobus
temporalis otak. Tuli sensorineural disebut juga dengan tuli saraf atau tuli
perseptif. Tuli sensorineural ini dibagi 2.
a. Tuli koklea, yaitu apabila gangguan terdapat pada reseptor atau
mekanisme penghantar pada koklea (Dorland, ed 29). Pada tuli koklea ini
terjadi suatu fenomena rekrutmen dimana terjadi peningkatan sensitifitas
pendengaran yang berlebihan di atas ambang dengar. Pada kelainan
koklea pasien dapat membedakan bunyi 1 dB, sedangkan orang normal
baru dapat membedakan bunyi 5 dB8.
b. Tuli retrokoklea, yaitu apabila terdapat gangguan pada nervus
vestibulokoklearis atau satu dari area pendengaran di lobus temporalis
otak. Pada tuli retrokoklea terjadi kelelahan (fatigue) yang merupakan
adaptasi abnormal, dimana saraf pendengaran cepat lelah bila dirangsang
terus menerus. Bila diberi istirahat, maka akan pulih kembali.
23.
2.4.
garis
besar
faktor
penyebab
terjadinya
gangguan
1. Infeksi.
29. Rubela konginel, Cytomegalovirus, toksoplasmosis, virus
herpes, simpleks (tabel 1), meningitis bakteri, otitis media kronik
purulenta, mastoiditid, endolabrintitis, kongenital sifilis. Toksoplasma,
rubela, cytomegalovirus menyebabkan gangguan pendengaran dimana
gangguan pendengaran sejak lahir akibat infeksi cytomogavirus
sebesar 50% dan toksoplasma konginetal 10-15%, sedangkan untuk
infeksi herpes simpleks sebesar 10%. Gangguan pendengaran yang
terjadi bersifat tulis sensorineural. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa 70 % anak yang mengalami infeksi sitomegalovirus konginital
mengalami gangguan pendengaran sejak lahir atau selama masa
neonatus. Pad meningitis bakteri melalui laporan post-motem dan
beberapa studi klinis menunjukkan adanya kerusakan di koklea atau
saraf pendengaran, namun proses patologi yang terjadi tidka begitu
diketahui sehingga menyebabkan gangguan pendnegaran masih belum
dapat dipastikan.
2. Neonatal hiperbilirubinemia.
30.Neonatal hiperbilirubinemia merupakan penyakit hemolisis
pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh neonatal jaundice. Penyakit
neonatal jaundice kebanyakan disebabkan oleh jalur metabolisme
bilirubin yang belum matang pada bayi baru lahir. Neonatal
hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana kadar bilirubon total >5
keadaan yang belu matang, yang ditemukan pada bayi yang lahir pada
saat usia kehamilan belum mencapai 37 minggu), anoksia berat,
hiperbilirubinemia, obat ototoksik (gangguan yang terjadi pada alat
pendengaran yang terjadi karena efek samping dari konsumsi obatobatan).
4. Obat ototoksik
32. Obat-obatan
yang
dapat
menyebabkan
gangguan
paling
sering
menyebabkan
labirinitis,
yang
koklea.
Selain
itu
terdapat
pula
perubahan,
berupa
berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang
sama terjadi juga pada myelin akson saraf.
4. Tuli mendadak
46.Tuli mendadak merupakan tuli sensorineural berat yang terjadi
tiba-tiba
tanpa
diketahui
pasti
penyebabnya.Tuli
mendadak
sedikit
tiga
frekuensi berturut-turut
pada
10
koklea
sangat
mudah
mengalami
kerusakan.
Iskemia
11
Anak
terlalu
kecil
bukan
sebagai
halangan
untuk
Anamnesis
Penderita
13
Tes
bisik
keras
tersebut.
Bila
tidak
dapat
dibedakan
ke
bunyi
garputala
adalah
15
udara
dan
hantaran
tulang
penderita
dengan
alat
pendengaran
(pendengaran
gangguan
masing-masing
normal,
gangguan
pendengaran
jenis
telinga
pendengaran
sensorineural,
secara
kualitatif
jenis
hantaran,
dan
gangguan
95.Audiologi Khusus
1.
2.
3.
4.
5.
96.
97.Cara Pemeriksaan Pendengaran
98.TES PENALA
99.Test Penala merupakan test kuantitatif terbagi atas:
Cara Pemeriksaan :
Penala digetarkan, tangkainya diletakkan di processus
mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang di depan telinga kirakira 2,5cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak
terdengar disebut Rinne negatif (-).
102.
Test Waber ialah test untuk membandingkan hantaran tulang
pendegaran telinga kiri dan telinga kanan
103.
104.
Cara pemeriksaan :
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis
normal
107.
108.
Cara pemeriksaan :
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan pada
17
129.
130.
131.
114. Tes
Waber
118. Tidak
ada
Lateralisasi
122. Laterli
sasi Ke sisi
sakit
126. Leteral
isasi sisi sehat
115. Tes
Schwabach
119. Sama dng
Pemeriksa
116. Diagnosis
123.
g
Memajan
124. Tuli
konduktif
127.
Memedek
128. Tuli
sensonural
120. Normal
18
136.
telinga kiri.
137.
Dua buah penala yang identik digetarkan dan masingmasing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan cara yang
tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan
diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas
terdengar. Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan
diletakkan di depan teling yang kiri (yang pura-pura tuli).
138.
Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya
telinga kiri yang mendengar bunyi, jadi telinga kanan tidak akan
mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap
mendengar bunyi.
139.
140.
TES BERBISIK
141.
Pemeriksaan ini bersifat semi kuantitatif menentukan
derajat ketulian secara kasar. Hal ini dilakukan pada Ruangan yang
tenang dengan panjang menimal 6 meter . pada nilai normal tes
berbisik 5/6 - 6/6
142.
143.
AUDIOMETRI NADA MURNI
144.
Pemeriksaan audiometri nada murni perlu dipahami hal-hal
seperti ini: nada murni, bising NB (narrow Band) dan WN (white
noise), frekuensi, intensitas bunyi, ambang dengar, nilai nol
audiometrik, standar ISO dan ASA, notasi pada audiogram, jenis dan
derajat ketulian serta gap dan masking
145.
Untuk membuat audiogram diperlukan alat audiometer
146.
Bagian dari audiometer : Tombol pengatur intensitas bunyi,
tombol pengatur frekuensi, headphone untuk memeriksa AC
( hantaran udara), bone conductor untuk memeriksa BC (hantaran
tulang)
147.
19
149.
Bising
merupakan
bunyi
yang
mempunyai
banyak
frekuensi, terdiri dari narrow band : spektrum terbatas dan white noise
: spektrum luas.
150.
151.
Frekuensi ialah nada murni yang dihasilkan oleh getaran
suatu benda yang sifatnya harmonis sederhana (simple harmonic
motion). Jumlah getaran per detik dinyatakan dalam Hertz. Bunyi
(suara) yang dapat didengar oleh telinga manusia mempunyai
frekwensi antara 20-18.000 Hertz.
152.
153.
Intensitas bunyi dinyatakan dalam dB (decibel), dikenal
dB HL (hearing level), dB SL (sensation level), dB SPL (sound
pressure level)
154.
Pada audiometer yang digunakan dB HL dan dB SL
( dasarnya subjektif) sedangkan dB SPL digunakan apabila ingin
mengetahui intensitas bunyi yang sesungguhnya secar fisika (ilmu
alam)
155.
156.
20
162.
163.
164.
1.
CONTOH
AUDIOGRAM
PENDENGARAN
173.
174.
175.
bone gap
21
176.
177.
(TELINGA KANAN)
178.
179.
180.
181.
182.
(TELINGA KANAN)
22
183.
184.
185.
Tuli Konduktif
dB
186.
187.
bone gap
188.
189.
4.
AC lebih dari 25 dB
Antara AC dan BC terdapat air-
CONTOH
AUDIOGRAM
TULI
CAMPUR
(TELINGA KANAN)
23
190.
191.
192.
193.
194.
Untuk menghitung
ambang
dengar
(AD),
24
208.
209.
210.
211.
212.
213.
214.
215.
216.
217.
218.
219.
:
27 40 dB
:
41 55 dB
:
56 70 dB
71 90 dB
> 90 dB
NH (Normal Hearing)
233.
234.
235.
Tuli ringan
Tuli sedang
Tuli sedang-berat
Tuli berat
:
Tuli total
:
221. AC BC sama
atau kurang dari 25 db
224. AC- BC lebih
dari 25 db
222. AC BC Berimpit ,
Tidak ada gap
225. AC- BC Berimpit
Tidak ada gap
Audiometri Khusus
Untuk mempelajari audiometri Khusus di perlukan
sebagai berikut
25
Audiometri bekesay
237.
238.
239.
253.
254.
255.
>30
= Berat
STAT
Audiometri tutur
Pada tes ini dipakai satu suku kata dan 2 suku kata,
Kata kata ini disusun dalam daftar Phonetically balance Word LBT
( PB,UST)
Pasien disuruh mengulanngi kata kata yang di dengar melalui kaset
tape recorder
Pada tuli saraf koklea , Pasien sulit membedakan bunyi S,R,H,C,H,CH
Sedangkan pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi
258.
Audiometri Bekessy
Norma
Tuli
27
Saraf Koklea
266. Tuli
Saraf
Retro
koklea
268.
269.
270.
Audiometri Obyektif
Terdapat 3 cara pemeriksaan yaitu
Audiometri Impedans
Electro kokleo grafi
Envoke rensponse Audiometri
271.
1. Audiometri
impedans pada pemeriksaan kelenturan membrane
timpani dengan tekanan tertentu pada Meatus Acusticus Eksterna
a. Timpanometri yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani
Misalnya ada cairan , gangguan rangkaian tulang pendegaran ,
Kekakuan pada membrane Timpani dan membrane timpani sangat
Lutur
b. Fungsi Tuba Estacius : Untuk mengetahui Fungsi Tuba ( Terbuka atau
Tertutup )
c. Refleks stapedius Pada telinga Normal Reflek satapedius muncul
pada Rangsangan 70 80 db
272.
28
282.
283.
284.
Gelombang IV
Gelombang V
285.
286.
Audiologi Anak
Untuk memeriksa ambang dengar anak dilakukan didalam
29
301.
Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi telinga
sebelumnya.
Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak
dalam kanal telinga luar, perforasi gendang telinga, ataupun keluarnya cairan
dari telinga tengah. Kanal telinga luar atau selaput gendang telinga tampak
normal pada otosklerosis. Pada otosklerosis terdapat gangguan pada rantai
tulang pendengaran.
305.
Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai
penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar
mendengar kata-kata yang mengandung nada rendah. Melalui tes garputala
dijumpai Rinne negatif. Dengan menggunakan garputala 250 Hz dijumpai
hantaran tulang lebih baik dari hantaran udara dan tes Weber didapati
30
lateralisasi ke arah yang sakit. Dengan menggunakan garputala 512 Hz, tes
Scwabach didapati Schwabach memanjang.
306.
b. Gangguan Pendengaran Jenis Sensorineural
307.
selaput gendang telinga tampak normal. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu
tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar percakapan bisik pada
jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata yang mengundang nada
tinggi (huruf konsonan). Pada tes garputala Rinne positif, hantaran udara
lebih baik dari pada hantaran tulang. Tes Weber ada lateralisasi ke arah
telinga sehat. Tes Schwabach ada pemendekan hantaran tulang.
309.
c. Gangguan Pendengaran Jenis Campuran
310. Menurut Centers for Disease Control and Prevention pada
gangguan pendengaran tuli campuran disebabkan oleh kombinasi tuli
konduktif dan tuli sensorineural. Gangguan jenis ini merupakan kombinasi
dari gangguan pendengaran jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis
sensorineural. Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis
31
Penatalaksanaan
313.
314.
dengan penyebab ketulian. Tuli karena pemakaian obatobatan yang bersifat ototoksik, diatasi dengan penghentian
obat. Jika diakibatkan oleh bising, penderita sebaiknya
dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak
memungkinkan dapat menggunakan alat pelindung telinga
terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup
teling (iear muff) dan pelindung kepala (helmet). Apabila
gangguan
pendengaran
sudah
mengakibatkan
kesulitan
sebagai
fungsi
upaya
pendengaran
untuk
dilakukan
32
suatu
sebagai
amplifier,
sumber
pengeras
suara
dan
tenaga.
Selanjutnya
Tipe
jauh
didalam
kanalis
dan
lebih
dekat
dengan
33
(tuli
sentral)
331. Proses penulangan koklea
332. Koklea tidak berkembang
333. Adapun cara kerja Implan koklea adalah, impuls
suara ditangkap oleh mikrofon dan diteruskan menuju
speech
processor
melalui
kabel
penghubung.
speech
usahakan
untuk
35
337.
BAB III
SIMPULAN
1. Fisiologi pendengaran diawali dari getaran suara ditangkap oleh daun telinga
yang diteruskan ke liang telinga dan mengenai membran timpani sehingga
membran timpani bergetar, rambut-rambut pada sel-sel rambut bergetar
terhadap membrana tectoria, hal ini menimbulkan impuls dan impuls
diteruskan ke saraf otak dan diterjemahkan sebagai suara.
telinga, hidung dan tenggorok, tes pendengarn, yaitu tes bisik, tes garputala
dan tes audiometri dan pemeriksaan penunjang.
8. Cara
pencegahan
gangguan
pendengaran
gunakanlah
pelindung
37
DAFTAR PUSTAKA
Adam GL, Boies LR, Higler PA. 1997. Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6.
Jakarta: EGC, 1997.
Corwin EJ. 2008. Handbook of Pathophysiology 3rd Ed. USA: Lippincott
Williams & Wilkins.
Isselbacher B, Wilson M., Fauci K. 2010. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: EGC.
Joseph A. 2002. The Epidemiology of Occupational Hearing Loss. Vol 5 no 3.
Diakses dari www.oem.msu.edu/news/Hv5n3.pdf
Soepardi EA, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher Edisi Keenam. Jakarta: FKUI.
38