Вы находитесь на странице: 1из 42

REFERAT

GANGGUAN PENDENGARAN
Disusun Oleh
Diah Andini, S.Ked
1118011031

PERSEPTOR:
dr. Fatah Satya Wibawa., Sp.THT-KL
dr. Mukhlis Imanto., Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN THT-KL


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya referat dengan judul Gangguan
Pendengaran ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa penyusunan referat ini, masih jauh dari


kesempurnaan.

Namun,

dengan

segala

kerendahan

hati,

penulis

mempersembahkan sebagai wujud keterbatasan kemampuan yang penulis miliki


dan untuk itu penulis sangat menghargai setiap koreksi, kritik, dan saran demi
kesempurnaan referat ini.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga referat ini dapat menambah


hasanah ilmu pengetahuan serta dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Desember 2015

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
1.4 Manfaat...........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
2.1 Fisiologi Pendengaran Normal.......................................................................7
2.2 Definisi Gangguan Pendengaran....................................................................7
2.3 Fisiologi Gangguan Pendengaran...................................................................8
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Pendengaran...................................9
2.4.1 Faktor Genetik.........................................................................................9
2.4.2 Faktor Didapat.........................................................................................9
2.5 Penilaian, Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran..................14
2.5.1 Penilaian Gangguan Pendengaran.........................................................14
2.5.2 Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran...........................16
2.6 Jenis gangguan pendengaran........................................................................19

2.7 Cara Pencegahan Gangguan Pendengaran...................................................23


BAB III SIMPULAN.............................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..........................................................26

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Kelainan telinga dapat menyebabkan tuli konduktif dan tuli


sensorineural. Dari semua kasus kehilangan pendengaran, 90% merupakan
tuli sensorineural. Tuli sensorineural adalah tuli yang terjadi karena adanya
gangguan pada telinga dalam atau pada jalur saraf dari telinga dalam ke
otak. Tuli sensorineural merupakan masalah

bagi jutaan orang.

Kehilangan pendengaran ini dibagi dalam beberapa derajat, yaitu ringan,


sedang dan berat. Tuli ini dapat mengenai segala usia dengan etiologi yang
berbeda-beda.Sekitar 50% kasus merupakan faktor genetik dan 50% lagi
didapat (acquired).
Tuli sensorineural dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan
retrokoklea.

Tuli

sensorineural

koklea

disebabkan

oleh

kelainan

kongenital, labirintitis (oleh bakteri/virus), intoksikasi obat, selain itu juga


dapat disebabkan oleh tuli mendadak, trauma kapitis, trauma akustik dan
pajanan bising. Sedangkan tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh
neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera
otak, perdarahan otak dan kelainan otak lainnya.
Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling sering
dijumpai.. Lebih dari 28 juta orang Amerika mengalami ketulian dengan
berbagai macam derajat, dimana 10 juta orang diantaranya mengalami
ketulian. Oetomo, A dkk (Semarang, 1993) dalam penelitiannya terhadap
105

karyawan pabrik dengan intensitas bising antara 79 s/d 100 dB

didapati bahwa sebanyak 74 telinga belum terjadi pergeseran nilai ambang,


sedangkan sebanyak 136 telinga telah mengalami pergeseran nilai ambang
dengar, derajat ringan sebanyak 116 telinga (55,3%), derajat sedang 17
(8%) dan derajat berat 3 (1,4%).

1.2

Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada referat gangguan pendengaran ini sebagai


berikut :
a. Bagaimana fisiologi pendengaran normal ?
b. Apa definisi gangguan pendengaran?
c. Bagaimana fisiologi gangguan pendengaran ?
d. Apa saja faktor penyebab terjadinya gangguan pendengaran?
e. Bagaimana

penilaian,

pemeriksaan

dan

diagnosis

gangguan

pendengaran?
f. Apa saja jenis gangguan pendengaran?
g. Bagaimana penatalaksanaan gangguan pendengaran?
h. Apa saja pencegahan gangguan pendengaran ?
1.3

Tujuan

Tujuan dari pembuatan

makalah gangguan pendengaran ini

sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui fisiologi pendnegaran normal
b. Untuk mengetahui pengertian gangguan pendengaran
c. Untuk mengetahui fisiologi gangguan pendengaran
d. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
gangguan pendengaran
e. Untuk mengetahui penilaian, pemeriksaan dan diagnosis gangguan
pendengaran
f. Untuk mengetahui jenis-jenis gangguan pendengaran
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan gangguan pendengaran
h. Untuk mengetahui cara pencegahan gangguan pendengaran

1.4

Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah gangguan pendengaran ini


sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui fisiologi pendnegaran normal
2. Dapat mengetahui pengertian gangguan pendengaran
3. Dapat mengetahui fisiologi gangguan pendengaran
4. Dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
gangguan pendengaran
5. Dapat mengetahui penilaian, pemeriksaan dan diagnosis gangguan
pendengaran
6. Dapat mengetahui jenis-jenis gangguan pendengaran
7. Dapat mengetahui penatalaksanaan gangguan pendengaran
8. Dapat mengetahui cara pencegahan gangguan pendengaran

9. BAB II
10. PEMBAHASAN
11.
2.1.

Definisi Gangguan Pendengaran


12.
13.Definisi gangguan pendengaran adalah ketidak mampuan secara
parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua
telinga. Tingkat penurunan gangguan pendengaran terbagi menjadi ringan,
sedang, sedang berat, berat, dan sangat berat.
14.

2.2.

Fisiologi Pendengaran Normal


15.
16. Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
tulang ke koklea. Suara sebagai suatu gelombang getaran akan diterima oleh
membrana timpani dan getaran ini akan diteruskan oleh tulang-tulang
pendengaran (maleus, incus, dan

stapes) di rongga telinga tengah.

Selanjutnya akan diterima oleh tingkap lonjong dan diteruskan ke rongga


koklea serta dikeluarkan lagi melalui tingkap bundar. Getaran suara tadi akan
menggerakkan membrana basilaris, dimana nada tinggi diterima di bagian
basal dan nada rendah diterima di bagian apeks. Akibat gerakan membran
basilaris maka akan menggerakkan sel-sel rambut dan terjadi perubahan dari
energi mekanik ke potensial kemolistrik dan akan dibawa oleh serabut aferen
nervus cochlearis ke inti dorsal dan ventral. Kemudian menginhibisi input,
bagian kontralateral bersifat mengeksitasi input. Tetapi ada juga yang
langsung ke nukleus lemniskus lateral. Dari kompleks olivari superior
serabutnya berjalan ke nukleus lemniskus lateralis dan sebagaian langsung ke
colliculus inferior. Serabut-serabut ini membentuk lemniskus lateralis. Dari
colliculus inferior serabutnya berlanjut lagi ke corpus genikulatum medial
sebagai brachium colliculus inferior. Dari corpus genikulatum medial ini

serabutnya berjalan ke korteks serebri di area acustikus (area Broadmann,


41,42) dan disadari sebagai rangsang.
17. Proses pendengaran terjadi mengikuti alur sebagai berikut:
gelombang suara mencapai membran tympani, membran tympani bergetar
menyebabkan tulang-tulang pendengaran bergetar. Tulang stapes yang
bergetar masuk-keluar dari tingkat oval menimbulkan getaran pada perilymph
di scala vestibuli. Karena luas permukaan membran tympani 22 x lebih besar
dari luas tingkap oval, maka terjadi penguatan 15-22 x pada tingkap oval.
Membran basilaris yang terletak dekat telinga tengah lebih pendek dan kaku,
akan bergetar bila ada getaran dengan nada rendah. Getaran yang bernada
tinggi pada perilymp scala vestibuli akan melintasi membrana vestibularis
yang terletak dekat ke telinga tengah. Sebaliknya nada rendah akan
menggetarkan bagian membrana basilaris di daerah apex. Getaran ini
kemudian akan turun ke perilymp scala tympani, kemudian keluar melalui
tingkap bulat ke telinga tengah untuk direndam.
18. Sewaktu membrana basilaris bergetar, rambut-rambut pada sel-sel
rambut bergetar terhadap membrana tectoria, hal ini menimbulkan suatu
potensial aksi yang akan berubah menjadi impuls. Impuls dijalarkan melalui
saraf otak statoacustikus (saraf pendengaran) ke medulla oblongata kemudian
ke colliculus Persepsi auditif terjadi setelah proses sensori atau sensasi
auditif. Sensori auditif diaktifkan oleh adanya rangsang bunyi atau suara.
Persepsi auditif berkaitan dengan kemampuan otak untuk memproses dan
menginterpretasikan berbagai bunyi atau suara yang didengar oleh telinga.
Kemampuan persepsi auditif yang baik memungkinkan seorang anak dapat
membedakan berbagai bunyi dengan sumber, ritme, volume, dan pitch yang
berbeda.
19.
2.3.

Fisiologi Gangguan Pendengaran


20.
21.Gangguan pada telinga luar, tengah, dan dalam dapat menyebabkan
ketulian. Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campur.
Tuli konduktif terjadi akibat kelainan telinga luar, seperti infeksi, serumen
5

atau kelainan telinga tengah seperti otitis media atau otosklerosis. Tuli
sensorineural melibatkan kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear. Salah
satu penyebabnya adalah pemakaian obat-obat ototoksik seperti streptomisin
yang dapat merusak stria vaskularis. Selain tuli konduksi dan sensorineural,
dapat juga terjadi tuli campuran. Tuli campuran adalah tuli baik konduktif
maupun sensorineural akibat disfungsi konduksi udara maupun konduksi
tulang.
22.Tuli sensorineural adalah tuli yang terjadi karena terdapatnya
gangguan jalur hantaran suara pada sel rambut koklea (telinga tengah),
nervus VIII (vestibulokoklearis), atau pada pusat pendengaran di lobus
temporalis otak. Tuli sensorineural disebut juga dengan tuli saraf atau tuli
perseptif. Tuli sensorineural ini dibagi 2.
a. Tuli koklea, yaitu apabila gangguan terdapat pada reseptor atau
mekanisme penghantar pada koklea (Dorland, ed 29). Pada tuli koklea ini
terjadi suatu fenomena rekrutmen dimana terjadi peningkatan sensitifitas
pendengaran yang berlebihan di atas ambang dengar. Pada kelainan
koklea pasien dapat membedakan bunyi 1 dB, sedangkan orang normal
baru dapat membedakan bunyi 5 dB8.
b. Tuli retrokoklea, yaitu apabila terdapat gangguan pada nervus
vestibulokoklearis atau satu dari area pendengaran di lobus temporalis
otak. Pada tuli retrokoklea terjadi kelelahan (fatigue) yang merupakan
adaptasi abnormal, dimana saraf pendengaran cepat lelah bila dirangsang
terus menerus. Bila diberi istirahat, maka akan pulih kembali.
23.
2.4.

Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Pendengaran


24.
25. Secara

garis

besar

faktor

penyebab

terjadinya

gangguan

pendengaran dapat berasal dari genetik maupun didapat.


a. Faktor genetik
26.

Gangguan pendengaran karena faktor genetik pada

umumnya berupa gangguan pendengaran bilateral tetapi dapat pula


asmetrik dan mungkin bersifat statik maupun progresif. Kelainan dapat
6

bersifat dominan, resesif, berhubungan dengan kromosom X (contoh :


Hunters syndrome, Alport syndrome, Norries disease) kelainan
mitokondria (contoh : Kearns-Sayre syndrome), atau merupakan suatu
malformasi pada satu atau beberapa organ telinga (contoh : stenosis atau
atresia kanal telinga eksternal sering dihubungkan dengan malformasi
pinna dan rantai osikuler yang menimbulkan tuli konduktif.
27.
b. Faktor Didapat
28.

Antara lain dapat disebabkan :

1. Infeksi.
29. Rubela konginel, Cytomegalovirus, toksoplasmosis, virus
herpes, simpleks (tabel 1), meningitis bakteri, otitis media kronik
purulenta, mastoiditid, endolabrintitis, kongenital sifilis. Toksoplasma,
rubela, cytomegalovirus menyebabkan gangguan pendengaran dimana
gangguan pendengaran sejak lahir akibat infeksi cytomogavirus
sebesar 50% dan toksoplasma konginetal 10-15%, sedangkan untuk
infeksi herpes simpleks sebesar 10%. Gangguan pendengaran yang
terjadi bersifat tulis sensorineural. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa 70 % anak yang mengalami infeksi sitomegalovirus konginital
mengalami gangguan pendengaran sejak lahir atau selama masa
neonatus. Pad meningitis bakteri melalui laporan post-motem dan
beberapa studi klinis menunjukkan adanya kerusakan di koklea atau
saraf pendengaran, namun proses patologi yang terjadi tidka begitu
diketahui sehingga menyebabkan gangguan pendnegaran masih belum
dapat dipastikan.
2. Neonatal hiperbilirubinemia.
30.Neonatal hiperbilirubinemia merupakan penyakit hemolisis
pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh neonatal jaundice. Penyakit
neonatal jaundice kebanyakan disebabkan oleh jalur metabolisme
bilirubin yang belum matang pada bayi baru lahir. Neonatal
hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana kadar bilirubon total >5

mg/dl. Hiperbilirubinemia tampak secara ikterus. Ikterus neonatum


adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan
ikhterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin yak
terkonjugasi yang berlebih. Penyebab terbanyak neonatum adalah
peningkat kadar bilirubin indirek. Bilirubin indirek inilah yang
bersifat neurotoksik bagi bayi.
3. Masalah perinatal.
31. Masalah perinatal adalah masalah-masalah yang terjadi
pada masa perinatal. Masa perinatal adalah yakni masa antara 28
minggu dalam kandungan sampai 77 hari setelah kelahiran yang
merupakan mas adalam proses tumbuh kembang anak khususnya
kembang otak.

Masalah perinatal meliputi Prematuritas (suatu

keadaan yang belu matang, yang ditemukan pada bayi yang lahir pada
saat usia kehamilan belum mencapai 37 minggu), anoksia berat,
hiperbilirubinemia, obat ototoksik (gangguan yang terjadi pada alat
pendengaran yang terjadi karena efek samping dari konsumsi obatobatan).
4. Obat ototoksik
32. Obat-obatan

yang

dapat

menyebabkan

gangguan

pendengaran adalah golongan antibiotika; Erythromycin, Gentamicin,


Streptomycin, Netilmicin, Amikacin, Neomycin (pada pemakaian
tetes telinga), kanamycin, etiomycin, vancomycin. Glongan diuretika :
furosemide.
5. Trauma
33. Fraktur tulang temporal, pendarahan pada telinga tengah
atau koklea, dislokasi osikular, trauma suara.
6. Neoplasma
7. Bilateral aoustic neurinoma (neurofibromatosis 2), cerebellopontine
tumor, tumor pada telinga tengah (contoh : rhabdomyosarcoma,
glomustumor).
34.
35. Penyebab tuli sensorineural dibagi menjadi:
a. Koklea
36. Penyebab tuli sensorineural yang berasal dari koklea terdiri dari:
1. Labirinitis (oleh bakteri/ virus)
8

37.Merupakan suatu proses radang yang melibatkan telinga dalam,


paling sering disebabkan oleh otitis media kronik dan berat. Penyebab
lainnya bisa disebabkan oleh meningitis dan infeksi virus. Pada otitis,
kolesteatom

paling

sering

menyebabkan

labirinitis,

yang

mengakibatkan kehilangan pendengaran mulai dari yang ringan


sampai yang berat.
2. Obat ototoksik
38.Obat ototoksik merupakan obat yang dapat menimbulkan
gangguan fungsi dan degenerasi seluler telinga dalam dan saraf
vestibuler. Gejala utama yang dapat timbul akibat ototoksisitas ini
adalah tinnitus, vertigo, dan gangguan pendengaran yang bersifat
sensorineural.
39.Ada beberapa obat yang tergolong ototoksik, diantaranya:
Antibiotik
40.- Aminogliksida : streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin,
Tobramisin, Amikasin dan yang baru adalah Netilmisin dan Sisomisin.
41.- Golongan macrolide: Eritromisin
42.- Antibiotic lain: kloramfenikol
Loop diuretic : Furosemid, Ethyrynic acid, dan Bumetanides
Obat anti inflamasi: salisilat seperti aspirin
Obat anti malaria: kina dan klorokuin
Obat anti tumor : bleomisin, cisplatin
43.Kerusakan yang ditimbulkan oleh preparat ototoksik tersebut
antara lain:

Degenerasi stria vaskularis. Kelainan patologi ini terjadi pada

penggunaan semua jenis obat ototoksik


Degenerasi sel epitel sensori. Kelainan patologi ini terjadi pada
organ korti dan labirin vestibular, akibat penggunaan
antibiotika aminoglikosida sel rambut luar lebih terpengaruh
daripada sel rambut dalam, dan perubahan degeneratif ini
terjadi dimulai dari basal koklea dan berlanjut terus hingga

akhirnya sampai ke bagian apeks


Degenerasi sel ganglion. Kelainan ini terjadi sekunder akibat

adanya degenerasi dari sel epitel sensori


3. Presbikusis

44.Merupakan tuli sensorineural frekuensi tinggi yang terjadi pada


orang tua, akibat mekanisme penuaan pada telinga dalam. Umumnya
terjadi mulai usia 65 tahun, simetris pada kedua telinga, dan bersifat
progresif. Pada presbikusis terjadi beberapa keadaan patologik yaitu
hilangnya sel-sel rambut dan gangguan pada neuron-neuron koklea.
Secara kilnis ditandai dengan terjadinya kesulitan untuk memahami
pembicaraan terutama pada tempat yang ribut/ bising. Presbikusis ini
terjadi akibat dari proses degenerasi yang terjadi secara bertahap oleh
karena efek kumulatif terhadap pajanan yang berulang.
45.Presbikusis dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama faktor
lingkungan, dan diperburuk oleh penyakit yang menyertainya. Adapun
faktor- faktor tersebut diantaranya adalah adanya suara bising yang
berasal dari lingkungan kerja, lalu lintas, alat-alat yang menghasilkan
bunyi, termasuk musik yang keras. Selain itu, presbikusis juga bisa
dipengaruhi oleh faktor herediter, dan penyakit-penyakit seperti
aterosklerosis, diabetes, hipertensi, obat ototoksik, dan kebiasaan
makan yang tinggi lemak. Proses degenerasi yang terjadi secara
bertahap ini akan menyebabkan perubahan struktur koklea dan n.VIII.
Pada koklea perubahan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi selsel rambut penunjang pada organ Corti. Proses atrofi disertai dengan
perubahan vascular juga terjadi pada stria vaskularis, pada dinding
lateral

koklea.

Selain

itu

terdapat

pula

perubahan,

berupa

berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang
sama terjadi juga pada myelin akson saraf.
4. Tuli mendadak
46.Tuli mendadak merupakan tuli sensorineural berat yang terjadi
tiba-tiba

tanpa

diketahui

pasti

penyebabnya.Tuli

mendadak

didefinisikan sebagai penurunan pendengaran sensorineural 30 dB


atau lebih paling

sedikit

tiga

frekuensi berturut-turut

pada

pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam waktu kurang dari


tiga hari. Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli mendadak,
keadaan ini dapt disebabkan oleh karena spasme, trombosis atau

10

perdarahan arteri auditiva interna. Pembuluh darah ini merupakan


suatu end artery sehingga bila terjadi gangguan pada pembuluh darah
ini

koklea

sangat

mudah

mengalami

kerusakan.

Iskemia

mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vaskularis


dan ligamen spiralis, kemudian diikuti dengan pembentukan jaringan
ikat dan penulangan. Kerusakan sel-sel rambut tidak luas dan
membrana basilaris jarang terkena.
5. Kongenital
47.Menurut Konigsmark, pada tuli kongenital atau onset-awal yang
disebabkan oleh faktor keturunan, ditemukan bahwa 60-70 % bersifat
otosom resesif, 20-30% bersifat otosom dominan sedangkan 2%
bersifat X-linked. Tuli sensorineural kongenital dapat berdiri sendiri
atau sebagai salah satu gejala dari suatu sindrom, antara lain Sindrom
Usher

(retinitis pigmentosa dan tuli sensorineural kongenital) ,

Sindrom Waardenburg (tuli sensorineural kongenital dan canthus


medial yang bergeser ke lateral, pangkal hidung yang melebar, rambut
putih bagian depan kepala dan heterokromia iridis) dan Sindrom
Alport (tuli sensorineural kongenital dan nefritis).
6. Trauma
48.Trauma pada telinga dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu trauma
akustik dan trauma mekanis. Trauma tertutup ataupun langsung pada
tulang temporal bisa mengakibatkan terjadinya tuli sensorineural.
Diantara semua trauma, trauma akustik merupakan trauma paling
umum penyabab tuli sensorineural.
7. Tuli akibat bising
49.Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu dan tidak
dikehendaki. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat
subyektif, tergantung dari masing-masing individu, waktu dan tempat
terjadinya bising. Sedangkan secara audiologi, bising adalah
campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekwensi.
50.Bising dengan intensitas 80 dB atau lebih dapat mengakibatkan
kerusakan reseptor pendengaran corti pada telinga dalam. Hilangnya
pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh

11

setelah istirahat beberapa jam ( 1 2 jam ). Bising dengan intensitas


tinggi dalam waktu yang cukup lama ( 10 15 tahun ) akan
menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ Corti sampai terjadi
destruksi total organ Corti.
51.
b. Retrokoklea
52. Penyebab tuli sensorineural yang berasal dari retrokoklea terdiri
dari:
1. Penyakit Meniere
53.Penyakit Meniere merupakan penyakit yang terdiri dari trias atau
sindrom Meniere yaitu vertigo, tinnitus dan tuli sensorineural.
2. Neuroma Akustik
54.Neuroma akustik adalah tumor intrakrania yang berasal dari
selubung sel Schwann nervus vestibuler atau nervus koklearis. Lokasi
tersering berada di cerebellopontin angel.
55.Tuli akibat neuroma akustik ini terjadi akibat:
56.- trauma langsung terhadap nervus koklearis
57.- gangguan suplai darah ke koklea
58.
2.5.

Penilaian, Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran


A. Penilaian Gangguan Pendengaran
59.

Anak

terlalu

kecil

bukan

sebagai

halangan

untuk

melakukan penilaian definitif gangguan pendnegaran pada anak terhadap


status fungsi telinga tengah dan sensitifitas koklea serta jalur suara.
Kecurigaan terhadap adanya gangguan pendengaran pada anak harus
dilakukan secara tepat. Jenis-jenis pemeriksaan pendengaran yang
direkomendasikan oleh American Academyca of Pediatrics (AAP) adalah
pemeriksaan yang disesuaikan dengan umur anak, anak harus merasa
nyaman terhadap situasi pemeriksaan, pemeriksaan harus dilakukan pada
tempat yang cukup sunyi dengan gangguan visual dan audio yang
minimal. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan :
1. Untuk segala usia, tes yang dilakukan yaitu ovoked otoacoustic
emissions. Teknik ini dilakukan selama 10 menit. Proses
12

pemeriksaannyab yaitu probe kecil yang berisi microphone sensitif


ditempatkan pada liang tlingan untuk mendeteksi hantaran stimulus
dan respon. Keuntungan dari metode ini yaitu utnuk mengetahui
fungsi outer hair cell pada koklea, tidak tergantung pada keasaan
anak tidur atau tidak, waktu pengerjaan cepat. Kerugian pada metode
ini bayi atau anak harus relatif tak aktif selama pemeriksaan, bukan
pemeriksaan pendengeran yang teliti karena tidak menilai prose
akses kortikal suara.
2. Untuk anak saat lahir hingga berumur 9 tahun. Pengujian dengan
menggunakan jenis tes automated auditory brainsteim respone
(ABR) selama 15 menit. Tipe pengukurannya yaitu elektrofiisologi
aktivitas sarap pendengaran dan jalur batang otak. Prosedur kerja
dari alat ini : elektroda pad akepala anak mendeteksi stimulus
saluran yang dihasilkan earphone pada salah satu telinga pada saat
pemeriksaan. Keuntungan

menggunakan metode ini yaitu lebih

spesifik menggambarkan keadaan telingga, terurama mengukur


terutama mengukur fungsi morfologi hingga batang otak. Kerugian
dari metodfe ini yaitu bayi atau anak harus tenang selama
pemeriksaan; tidak menilai proses akses kortikal suara.
60.
B. Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran
1. Anamnesis
61.

Anamnesis

menunjukkan gejala penurunan pendengaran, baik yang


terjadi secara mendadak maupun yang terjadi secara
progresif. Gejala klinis sesuai dengan etiologi masingmasing penyakit.
2. Pemeriksaan Fisik
62.

Penderita

tuli sensorineural cenderung berbicara lebih keras dan


mengalami gangguan pemahaman kata sehingga pemeriksa
sudah dapat menduga adanya suatu gangguan pendengaran

13

sebelum dilakukan pemeriksaan yang lebih lanjut. Pada


pemeriksaan otoskop, liang telinga dan membrana timpani
tidak ada kelainan.
3. Pemeriksaan lain yang biasa digunakan adalah tes bisik, tes
penala, merupakan tes kualitatif dengan menggunakan garpu
tala 512 Hz. Terdapat beberapa macam tes penala, seperti tes
Rinne, tes Weber dan tes Schwabach, lalu audiometri,
Brainstem Evoked Respone Audiometry (BERA) untuk
menilai fungsi pendengaran dan fungsi N.VIII dan juga
otoacustic emittion/OAE (Emisi Otoakustik)
63.
64.

Tes

bisik

merupakan suatu tes pendengaran dengan memberikan suara bisik


berupa kata-kata kepada telinga penderita dengan jarak tertentu. Hasil
tes berupa jarak pendengaran, yaitu jarak antara pemeriksa dan
penderita di mana suara bisik masih dapat didengar enam meter. Pada
nilai normal tes berbisik ialah 5/6 6/6.
65. Tes garputala merupakan tes kualitatif. Garputala 512 Hz
tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya. Menurut Guyton
dan Hall, cara melakukan tes Rinne adalah penala digetarkan,
tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus. Setelah tidak terdengar
penala dipegang di depan teling kira-kira 2 cm. Bila masih
terdengar disebut Rinne positif. Bila tidak terdengar disebut Rinne
negatif.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75. Cara melakukan tes Weber adalah penala digetarkan dan
tangkai garputala diletakkan di garis tengah kepala (di vertex, dahi,
pangkal hidung, dan di dagu). Apabila bunyi garputala terdengar lebih
14

keras

pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga

tersebut.
Bila

tidak

dapat
dibedakan

ke

arah teling mana

bunyi

terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.


76.
77.
78.
79.
80. Cara melakukan tes
Schwabach

garputala

adalah

digetarkan, tangkai garputala

diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi.


Kemudian tangkai garputala segera dipindahkan pada prosesus
mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila
pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek,
bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan
cara sebaliknya, yaitu garputala diletakkan pada prosesus mastoideus
pemeriksa lebih dulu. Bila penderita masih dapat mendengar bunyi
disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kirakira sama-sama mendengarnya disebut Schwabach sama dengan
pemeriksa.

15

81. Tes audiometri merupakan tes pendengaran dengan alat


elektroakustik. Tes ini meliputi audiometri nada murni dan audometri
nada tutur. Audiometri nada murni dapat mengukur nilai ambang
hantaran

udara

dan

hantaran

tulang

penderita

dengan

alat

elektroakustik. Alat tersebut dapat menghasilkan nada-nada tunggal


dengan frekuensi dan intensitasnya yang dapat diukur. Untuk
mengukur nilai ambang hantaran udara penderita menerima suara dari
sumber suara lewat heaphone, sedangkan untuk mengukur hantaran
tulangnya penderita menerima suara dari sumber suara lewat vibrator.
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90. Manfaat dari tes ini adalah dapat mengetahui keadaan
fungsi

pendengaran

(pendengaran
gangguan

masing-masing

normal,

gangguan

pendengaran

jenis

telinga

pendengaran
sensorineural,

secara

kualitatif

jenis

hantaran,

dan

gangguan

pendengaran jenis campuran). Dapat mengetahui derajat kekurangan


pendengaran secara kuantitatif (normal, ringan, sedang, sedang berat,
dan berat).
91.
C. Audiologi
92. Audiologi Dasar
93. Audiologi Dasar ialah Pengetahuan mengenai Nada Murni , Bising,
Ganngguan pendengaran serta cara pemeriksaannya . Pemeriksaan
Pendengaran yang dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
1. Tes Penala
2. Tes Berbisik
3. Audiometer Nada murni
94.
16

95.Audiologi Khusus
1.
2.
3.
4.
5.

Untuk membedakan Tuli Saraf Koklea dengan Retro Koklea


Audiometri obyektif
Test tuli untuk tuli anorganik
Audiologi anak
Audiologi industry

96.
97.Cara Pemeriksaan Pendengaran
98.TES PENALA
99.Test Penala merupakan test kuantitatif terbagi atas:

Test Rinne ialah test untuk membandingkan hantaran melalui udara


dan hantaran melalui tulang pada telinga yang di periksa
100.
101.

Cara Pemeriksaan :
Penala digetarkan, tangkainya diletakkan di processus

mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang di depan telinga kirakira 2,5cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak
terdengar disebut Rinne negatif (-).

102.
Test Waber ialah test untuk membandingkan hantaran tulang
pendegaran telinga kiri dan telinga kanan
103.
104.

Cara pemeriksaan :
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis

tengah kepala ( di vertex, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi


seri atau di dagu), apbila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah
satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut.
105.
Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi
terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.
106.

Test Schwabach ialah membandingkan hantaran tulang yang


diperiksa dengan Pemeriksa

dengan syarat pendegaran pemeriksa

normal
107.
108.

Cara pemeriksaan :
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan pada

processus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi, kemusdian

17

tangkai penala segera dipindahkan pada processus mastoideus telinga


pemeriksa yang pendengarannya normal.
109.
Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach
memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan
diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada
processus mastoideus pemeriksa lebih dulu, bila pasien masih dapat
mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan
pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut schwabach
sama dengan pemeriksa.
110.
111.
Pada umumya Penala yang sering dipakai 512 Hz,1024
Hz,2048 Hz. Jika Memakai 1 penala gunakan 512 Hz
112.
Tes Rinne
+
+

129.
130.
131.

114. Tes
Waber
118. Tidak
ada
Lateralisasi
122. Laterli
sasi Ke sisi
sakit
126. Leteral
isasi sisi sehat

115. Tes
Schwabach
119. Sama dng
Pemeriksa

116. Diagnosis

123.
g

Memajan

124. Tuli
konduktif

127.

Memedek

128. Tuli
sensonural

120. Normal

Tes Bing (tes Oklusi)


Cara: Tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai

menutup liang telinga, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30


dB. Penala digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti
pada tes Weber)
132.
Penilainan : Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang
ditutup berarti telinga tersebut normal atau tuli saraf. Bila bunyi pada
telinga yang ditutup tidak bertambah keras berarti telinga tersebut tuli
konduktif.
133.
134.
Tes Stenger digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik
(simulasi atau pura-pura tuli)
135.
Cara : Menggunakan prinsip Masking.

18

136.

Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada

telinga kiri.
137.
Dua buah penala yang identik digetarkan dan masingmasing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan cara yang
tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan
diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas
terdengar. Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan
diletakkan di depan teling yang kiri (yang pura-pura tuli).
138.
Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya
telinga kiri yang mendengar bunyi, jadi telinga kanan tidak akan
mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap
mendengar bunyi.
139.
140.
TES BERBISIK
141.
Pemeriksaan ini bersifat semi kuantitatif menentukan
derajat ketulian secara kasar. Hal ini dilakukan pada Ruangan yang
tenang dengan panjang menimal 6 meter . pada nilai normal tes
berbisik 5/6 - 6/6
142.
143.
AUDIOMETRI NADA MURNI
144.
Pemeriksaan audiometri nada murni perlu dipahami hal-hal
seperti ini: nada murni, bising NB (narrow Band) dan WN (white
noise), frekuensi, intensitas bunyi, ambang dengar, nilai nol
audiometrik, standar ISO dan ASA, notasi pada audiogram, jenis dan
derajat ketulian serta gap dan masking
145.
Untuk membuat audiogram diperlukan alat audiometer
146.
Bagian dari audiometer : Tombol pengatur intensitas bunyi,
tombol pengatur frekuensi, headphone untuk memeriksa AC
( hantaran udara), bone conductor untuk memeriksa BC (hantaran
tulang)
147.

Nada murni (pure tone) merupakan bunyi yang hanya

mempunyai satu fekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik.


148.

19

149.

Bising

merupakan

bunyi

yang

mempunyai

banyak

frekuensi, terdiri dari narrow band : spektrum terbatas dan white noise
: spektrum luas.
150.
151.
Frekuensi ialah nada murni yang dihasilkan oleh getaran
suatu benda yang sifatnya harmonis sederhana (simple harmonic
motion). Jumlah getaran per detik dinyatakan dalam Hertz. Bunyi
(suara) yang dapat didengar oleh telinga manusia mempunyai
frekwensi antara 20-18.000 Hertz.
152.
153.
Intensitas bunyi dinyatakan dalam dB (decibel), dikenal
dB HL (hearing level), dB SL (sensation level), dB SPL (sound
pressure level)
154.
Pada audiometer yang digunakan dB HL dan dB SL
( dasarnya subjektif) sedangkan dB SPL digunakan apabila ingin
mengetahui intensitas bunyi yang sesungguhnya secar fisika (ilmu
alam)
155.
156.

Ambang dengar ialah bunyi nada murni yang terlemah

pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga


seseorang. Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara (AC) dan
menurut konduksi tulang (BC). Bila ambang dengar ini dihubungkan
dengan garis , baik AC maupun BC maka akan didapatkan audiogram.
Dari audiogram dapat diketahui jenis dan derajat ketulian.
157.
158.
Nilai nol Audiometrik (audiometric zero) dalam dB HL
dan dB SL, yaitu intensitas nada murni yang terkecil pada suatu
frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga rata-rata
orang dewasa muda yang normal (18-30 tahun)
159.
0 dB ISO = -10 dB ASA, atau
160.
10 dB ISO = 0 dB ASA
161.
Pada audiogram angka-angka intensitas dalam dB bukan
menyatakan kenaikan linier, tetapi merupakan kenaikan logaritma
secar perbandingan, contoh 20 dB bukan 2 kali lebih keras dari pada
10 dB, tetapi 20/10=2, jadi 10 kuadrat = 100 kali lebih keras.

20

162.
163.
164.

Notasi pada audiogram


Grafik AC, yaitu dibuat garis lurus penuh (Intensitas yang

diperiksa antara 125-8000 Hz) Grafik BC dibuat dengan garis


terputus-putus (Intensitas yang diperiksa 125-4000Hz), untuk telinga
kiri dipakai warna biru sedangkan telinga kanan warna merah.
165.
Pada interpretasi audiogram harus ditulis: (a) telinga yang
mana, (b) Apa jenis ketuliannya, (c) bagaimana derajat ketuliannya.
166.
167.
168.
JENIS DAN DERAJAT KETULIAN SERTA GAP
169.
Jenis Ketulian terbagi atas
1. Tuli konduktif
2. Tuli sensoneural
3. Tuli Campur
170.
171.

1.

CONTOH

AUDIOGRAM

PENDENGARAN

NORMAL (TELINGA KANAN)


172.

173.
174.
175.

Normal : AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB


AC dan BC berimpit, tidak ada air-

bone gap

21

176.
177.

2. CONTOH AUDIOGRAM TULI SENSORI NEURAL

(TELINGA KANAN)
178.

179.
180.
181.
182.

Tuli sensori neural : AC dan BC lebih dari 25 dB


AC dan BC berimpit, tidak ada air-bone gap
3. CONTOH AUDIOGRAM TULI KONDUKTIF

(TELINGA KANAN)

22

183.

184.
185.

Tuli Konduktif

dB
186.
187.
bone gap
188.
189.
4.

BC normal atau kurang dari 25

AC lebih dari 25 dB
Antara AC dan BC terdapat air-

CONTOH

AUDIOGRAM

TULI

CAMPUR

(TELINGA KANAN)

23

190.

191.
192.
193.
194.

Tuli Campur : BC lebih dari 25 dB


AC lebih besar dari BC, terdapat air-bone gap
Catatan :

Disebut terdapat air-bone gap apabila antara AC dan

BC terdapat perbedaan lebih atau sama dengan 10 dB, minimal pada 2


frekuensi yang berdekatan.
195.

Untuk menghitung

ambang

dengar

(AD),

akumulasikan AD pada frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, dan 2000 Hz


(merupakan ambang dengar percakapan sehari-hari), kemudian dirataratakan.
196.
197.
199.
200.
201.
202.
203.
204.
205.
206.

AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz


198.
3

Derajat ketulian (menurut buku FKUI) :


Normal
:
0 25 dB
Tuli ringan
:
26 40 dB
Tuli sedang
:
41 60 dB
Tuli berat
:
61 90 dB
Tuli sangat berat :
> 90 dB
Ada pula referensi yang menggolongkan derajat

ketulian sebagai berikut (berlaku di Poliklinik THT RSWS) :


207.
Normal
:
-10 26 dB

24

208.
209.
210.
211.
212.
213.
214.
215.
216.
217.
218.
219.

:
27 40 dB
:
41 55 dB
:
56 70 dB
71 90 dB
> 90 dB

Pada diagnosis dapat ditulis hasil pemeriksaan:

NH (Normal Hearing)

SNHL (Sensory Neural Hearing Lose)

CHL (Conductive Hearing Lose)

MHL (Mix Hearing Loose)


220.Norma
l
223.Tuli
Sensoneura
l
226.Tuli
Konduktif
229.Tuli
Campur

233.
234.
235.

Tuli ringan
Tuli sedang
Tuli sedang-berat
Tuli berat
:
Tuli total
:

221. AC BC sama
atau kurang dari 25 db
224. AC- BC lebih
dari 25 db

222. AC BC Berimpit ,
Tidak ada gap
225. AC- BC Berimpit
Tidak ada gap

227. AC lebih dari 25


db tetapi BC Normal
atau kurang dari 25 db
230. AC Lebih Besar
dari BC
231. BC lebih dari 25
gap

228. AC BC ada Gap


232. AC BC ada Gap

Audiometri Khusus
Untuk mempelajari audiometri Khusus di perlukan

pemahaman istilah recuiment dan decay


1. Recuiment ialah suatu fenomena terjadi sensitifitas pendengaran yang
berlebihan di atas abang dengar keadaan ini khas untuk tuli koklea .
Pada kelainan koklea pasien dapat membedakan bunyi 1 db sedangkan
pada orang normal baru bisa membedakan ya pada 5 db
2. Decay: ( Kelelahan) merupakan adaptasi abnormal merupakan tanda
khas pada tuli retrokoklea, saraf pendegaran cepat lelah bila dirasang
terus menerus. Bila dibeli istirahat akan pulih kembali
236.

Fenomena tersebut dapat dilacak dengan Pemeriksaan

sebagai berikut

Tes SISI ( Short sensitivity Index )


Tes ABLB ( Alternate Binaural loudness)
Test kelelahan ( Tone Decay )
Audiometri tutur

25

Audiometri bekesay
237.
238.
239.

Tes SISI ( Short increment sensitivity Index )


Tes ini khas untuk mengetahui adaya kelainan koklea

dengan memakai fenomena rekuitmen cara pemeriksaan: Menentkan


abang dengar pasien terlebih dahulu Misalnya 30db kemudian diberi
20 db diatas abang rangsang yaitu 50 db. Setelah itu diberikan
tambahan 5 db lalu diturunkan 4 db lalu 3 kemudian 2 dan 1 db bila
pasien dapat membedakan maka TEST dinyatakan +
240.
241.
Tes ABLB ( Alternate Binaural loudness)
242.
Pada Test ABLB diberikan intesitas bunyi tertentu pada
ferkwensi yg sama pada kedua telinga, sampai kedua telingah
mencapai presepsi yang sama ,Yang disebut balans negative. Bila
balans tercapai terdapat recuitmen positif
243.
244.
Test Kelelahan ( Tone Decay)
245.
Terjadi kelelahan saraf oleh karena perasangan terus
menerus . Jadi kalau telinga yang diperiksa dirangsang terus menerus
terjadi kelelahan .Tanda pasien tidak dapat mendengar dengan telinga
yang diperiksa
246.
Ada 2 cara
1. TTD = Treshold tone decay
2. STAT= Supra threshold Adaptasi tes
247.

TTD Cara Gerhart memberikan Persangan secara terus

menerus dengan intensitas sesuai dengan ambang dengar . Misalnya


40 db bila setelah 60 detik masih tetap mendengar maka test
dinyatakan negative , jika sebaliknya terjadi kelelelahan atau tidak
mendegar maka test dinyatakan +
248.
Kemudian intesitas Bunyi ditambah 5 db jadi 45 db maka
pasien dapat mrndengar lagi,rangsangan dilakukan dengan 45 db
selama 60 detik dan seterusnya
249.
250.
Penambahan 0-5
= Normal
251.
10-15 = Ringan
252.
20-25 = Sedang
26

253.
254.
255.

>30

= Berat

STAT

Cara pemeriksaan ini dimulai oleh Jegger


Prinsipnya pemeriksaan pada 3 Frekwensi( 500 hz 1000 hz dan 2000
hz) pada 110 db SPL = 100 db Sl
Artinya Nada Murni pada frekwensi ( 500 hz 1000 hz dan 2000 hz)
pada 110 db SPL diberikan secara terus menerus selama 60 detik ,
terjadi kelelahan maka tes dinyatakan +
256.
257.

Audiometri tutur

Pada tes ini dipakai satu suku kata dan 2 suku kata,
Kata kata ini disusun dalam daftar Phonetically balance Word LBT

( PB,UST)
Pasien disuruh mengulanngi kata kata yang di dengar melalui kaset

tape recorder
Pada tuli saraf koklea , Pasien sulit membedakan bunyi S,R,H,C,H,CH
Sedangkan pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi
258.

90 100 % berari Pendengaran Normal


75 90 % Tuli Ringan
60 75 % Tuli sedang
50 - 60 % Kesukaran dalam mengikuti pembicaraan
< 50 % Tuli Berat
259.
260.

Dinilai dengan menggunakan speech discrimination score

Audiometri Bekessy

Prinsipnya mengunakan Nada yang terputus dan Continyu


Bila ada suara masuk maka pasien menekan tombol
Ditemukan grafik seperti gigi gergaji
Garis yang Menaik adalah priode suara yang dapat didengar
Garis yang turun ialah suara yang tidak di dengar
Pada telinga normal amplitude 10 db sedangkan pada Recuitmen
amplitude lebih kecil
261.
262.
l
264.

Norma

263. Nada Terputus dan terus menerus Berimpit

Tuli

265. Nada terputus dan terus menerus berimpit hanya

27

Saraf Koklea
266. Tuli
Saraf
Retro
koklea

sampai frekwensi 1000 hz dan grafi kotinue makin kecil


267. Nada Terputus dan terus menerus berpisah

268.
269.
270.

Audiometri Obyektif
Terdapat 3 cara pemeriksaan yaitu

Audiometri Impedans
Electro kokleo grafi
Envoke rensponse Audiometri
271.
1. Audiometri
impedans pada pemeriksaan kelenturan membrane
timpani dengan tekanan tertentu pada Meatus Acusticus Eksterna
a. Timpanometri yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani
Misalnya ada cairan , gangguan rangkaian tulang pendegaran ,
Kekakuan pada membrane Timpani dan membrane timpani sangat
Lutur
b. Fungsi Tuba Estacius : Untuk mengetahui Fungsi Tuba ( Terbuka atau
Tertutup )
c. Refleks stapedius Pada telinga Normal Reflek satapedius muncul
pada Rangsangan 70 80 db
272.

Pada Lesi koklea ambang rangsang reflex Stapedius

Menurun sedangkan pada Lesi Retrokolea ambang rangsang itu naik


273.
2. Elektrokokleografi
274.
Pemeriksaan ini digunakan untuk merekam gelombang
gelombang yang khas dari evoke elctro potensial koklea
275.
Caranya Dengan Elektroda jarum , Membran timpani
ditusuk sampai ke Promontorium kemudian dilihat grafiknya
276.
277.
3. Envoke Rensponce Audiometri
278.
Pada pemiriksaan ini di pakai elektroda permukaan ,
Kemudian direkam gelombang gelombang yang datang dari batang
otak , Terdapat 5 macam gelombang
279.
Gelombang I
: Datang Dari koklea
280.
Gelombang II
: Datang dari Nucleus Koklearis
281.
Gelombang III
: Datang dari Nucleus oliva superior

28

282.
283.
284.

Gelombang IV
Gelombang V

: Datang dari leminiscus lateralis


: Datang Dari Folikulus Inferior

285.
286.

Pemeriksaan Tuli Anorganik :


Pemeriksaan ini di perlukan untuk memeriksa seseorang

yang pura pura tuli ( menginkan asuransi )


1. Cara Stenger memberikan 2 nada suara yang bersamaan pada ke 2
teliga, Kemudian pada sisi yang sehat nada di jauhkan
2. Dengan Audiometri nada murni secara berulang dalam satu minggu ,
Hasil audiogram berbeda
3. Dengan Impedans
287.
288.
289.

Audiologi Anak
Untuk memeriksa ambang dengar anak dilakukan didalam

ruangan Khusus ( Free Field)


290.
Cara memeriksanya dengan beberapa cara
1. Neometer dibunyikan suara kemudian perhatikan reaksi anak
2. Free field test- Dilakukan pada ruangan Kedap suara anak sedang
bermain kemudian diberikan rangsang bunyi , Perhatikan reaksiya
3. Screening Untuk screening ( Tapis masal ) dipakai hantaran udara
saja dengan Frekwensi 500 hz, 1000 hz, 2000 hz
291.
2.6. Jenis gangguan pendengaran

29

301.

Ada tiga jenis gangguan pendengaran, yaitu konduktif,

sensorineural, dan campuran.


a. Gangguan Pendengaran Jenis Konduktif
302.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention pada

gangguan pendengaran konduktif terdapat masalah di dalam telinga luar atau


tengah. Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara
tidak dapat mencapai telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena
beberapa gangguan atau lesi pada kanal telinga luar, rantai tulang
pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra rotunda, dan tuba
auditiva. Pada bentuk yang murni (tanpa komplikasi) biasanya tidak ada
kerusakan pada telinga dalam, maupun jalur persyarafan pendengaran nervus
vestibulokoklearis.
303.

Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini

adalah seperti berikut:

Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi telinga

sebelumnya.
Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak

dengan perubahan posisi kepala.


Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau mendengung).
Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan suara

lembut (soft voice) khususnya pada penderita otosklerosis.


Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai.
304.

Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, dijumpai ada sekret

dalam kanal telinga luar, perforasi gendang telinga, ataupun keluarnya cairan
dari telinga tengah. Kanal telinga luar atau selaput gendang telinga tampak
normal pada otosklerosis. Pada otosklerosis terdapat gangguan pada rantai
tulang pendengaran.
305.
Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai
penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar
mendengar kata-kata yang mengandung nada rendah. Melalui tes garputala
dijumpai Rinne negatif. Dengan menggunakan garputala 250 Hz dijumpai
hantaran tulang lebih baik dari hantaran udara dan tes Weber didapati

30

lateralisasi ke arah yang sakit. Dengan menggunakan garputala 512 Hz, tes
Scwabach didapati Schwabach memanjang.
306.
b. Gangguan Pendengaran Jenis Sensorineural
307.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention pada

gangguan pendengaran sensorineural terdapat masalah di telinga bagian


dalam dan saraf pendengaran. Gangguan pendengaran jenis ini umumnya
irreversibel. Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah
seperti berikut :

Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara


percakapan penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti
suasana yang tegang dibanding orang normal. Perbedaan ini lebih jelas
bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari penderita gangguan

pendengaran jenis hantaran, khususnya otosklerosis.


Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan

dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi.


Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian obatobat ototoksik, ataupun penyakit sistemik sebelumnya.
308. Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, kanal telinga luar maupun

selaput gendang telinga tampak normal. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu
tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar percakapan bisik pada
jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata yang mengundang nada
tinggi (huruf konsonan). Pada tes garputala Rinne positif, hantaran udara
lebih baik dari pada hantaran tulang. Tes Weber ada lateralisasi ke arah
telinga sehat. Tes Schwabach ada pemendekan hantaran tulang.
309.
c. Gangguan Pendengaran Jenis Campuran
310. Menurut Centers for Disease Control and Prevention pada
gangguan pendengaran tuli campuran disebabkan oleh kombinasi tuli
konduktif dan tuli sensorineural. Gangguan jenis ini merupakan kombinasi
dari gangguan pendengaran jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis
sensorineural. Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis

31

hantaran (misalnya otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut menjadi


gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan
pendengaran jenis sensorineural, lalu kemudian disertai dengan gangguan
hantaran (misalnya presbikusis), kemudian terkena infeksi otitis media.
Kedua gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama. Misalnya trauma
kepala yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga dalam.
311. Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua
komponen gejala gangguan pendengaran jenis hantaran dan sensorineural.
Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi tanda-tanda yang dijumpai sama seperti
pada gangguan pendengaran jenis sensorineural. Pada tes bisik dijumpai
penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar
mendengar kata-kata baik yang mengandung nada rendah maupun nada
tinggi. Tes garputala Rinne negatif. Weber lateralisasi ke arah yang sehat.
Schwabach memendek.
312.
2.7.

Penatalaksanaan
313.
314.

Penatalaksanaan tuli sensorineural disesuaikan

dengan penyebab ketulian. Tuli karena pemakaian obatobatan yang bersifat ototoksik, diatasi dengan penghentian
obat. Jika diakibatkan oleh bising, penderita sebaiknya
dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak
memungkinkan dapat menggunakan alat pelindung telinga
terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup
teling (iear muff) dan pelindung kepala (helmet). Apabila
gangguan

pendengaran

sudah

mengakibatkan

kesulitan

berkomunikasi bisa menggunakan alat bantu dengar.


a. Alat Bantu Dengar (ABD)
315.
Rehabilitasi
mengembalikan

sebagai
fungsi

upaya

pendengaran

untuk
dilakukan

dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid).

32

Memasang suatu alat bantu dengar merupakan suatu


proses yang rumit yang tidak hanya melibatkan
derajat dan tipe ketulian, namun juga perbedaan
antar telinga, kecakapan diskriinasi dan psikoakustik
lainnya. Selain itu pertimbangan kosmetik, tekanan
sosial dan keluarga. Peraturan dari Food and Drug
Administration mengharuskan masa uji coba selam
30 hari untuk alat bantu dengr yang baru, suatu
masa untuk mengetahui apakah alat tersebut cocok
dan efektif bagi pemakai.
316.
Alat bantu dengar merupakan miniatur dari
sistem pengeras untuk suara umum. Alat ini memiliki
mikrofon,
baterei

suatu
sebagai

amplifier,
sumber

pengeras

suara

dan

tenaga.

Selanjutnya

dilengkapi kontrol penerimaan, kontrol nada dan


tenaga maksimum. Akhir-akhir ini dilengkapi pula
dengan alat pemproses sinyal otomatis dalam rangka
memperbaiki rasio sinyal bising pada latar belakang.
Komponen-komponen ini dikemas agar dapat dipakai
dalam telinga (DT), atau dibelakang telinga (BT) dan
pada tubuh. ABD dibedakan menjadi beberapa jenis :
317.
318.
319.
320.
321.
322.

Tipe

Jenis saku (pocket type, body worrn type)


Jenis belakang telinga (BTE = behind the ear)
Jenis ITE (In The Ear)
Jenis ITC (In The Canal)
Jenis CIC (Completely In the Canal)
dalam telinga yang terkecil adalah alat bantu

dengar kanalis dengan beberapa komponen dipasang


lebih

jauh

didalam

kanalis

dan

lebih

dekat

dengan

membrana timpani. Alat bantu tipe kanalis ini sangat


populer karena daya tarik kosmetiknya. Alat ini dapat
membantu pada gangguan pendengaran ringan sampai

33

sedang. Akan tetai alat ini kurang fleksibel dalam respon


frekuansi dan penerimaannya dibanding alat bantu DT dan
BT. Kanalis juga tidak cocok untuk telingan yang kecil
karena ventilasi menjadi sulit.
323.
b. Implan Koklea
324.
Implan koklea merupakan perangkat elektronik
yang memepunyai kemampuan menggantikan fungsi
koklea untuk meningkatkan kemampuan mendengar
dan berkomunikasi pada pasien tuli sensorineural
berat dan total bilateral. Indikasi pemasangan implan
koklea adalah :
325. -

Tuli sensorineural berat bilateral atau tuli total

bilateral (anak maupun dewasa) yang tidak / sedikit


mendapat manfaat dari ABD.
326. Usia 12 bulan 17 tahun
327. Tidak ada kontra indikasi medis
328. Calon pengguna mempunyai perkembangan
kognitif yang baik
329. Kontra Indikasi pemasangan implan koklea antara
lain :
330. -

Tuli akibat kelainan pada jalur pusat

(tuli

sentral)
331. Proses penulangan koklea
332. Koklea tidak berkembang
333. Adapun cara kerja Implan koklea adalah, impuls
suara ditangkap oleh mikrofon dan diteruskan menuju
speech

processor

melalui

kabel

penghubung.

speech

processor akan melakukan seleksi informasi suara yang


sesuai dan mengubahnya menajdi kode suara yang akan
disampaikan ke transmiter. Kode suara akan dipancarkan
menembus kulit menuju stimulator. Pada bagian ini kode
suara akan dirubah menjadi sinyal listrik dan akan dikirim
menuju elektrode-elektrode yang sesuai di dalam koklea
34

sehingga menimbulkan stimulasi serabut-serabut saraf.


Pada speech processor terdapat sirkuit khusus yang
berfungsi untuk meredam bising lingkungan. Keberhasilan
implan koklea

ditentukan denga menilai kemampuan

mendengar, pertambahan kosa kata dan pemahaman


bahasa.
334.
2.8.

Cara Pencegahan Gangguan Pendengaran


335.

a. Gunakanlah pelindung pendengaran, jika berada di lingkungan yang


memiliki tingkat kebisingan tinggi gunakanlah pelindung pendengaran
seperti penutup telinga. Alat ini juga bisa digunakan saat melakukan
kegiatan sehari-hari seperti memotong rumput.
b. Waspadai kebisingan, kapan pun waktunya

usahakan

untuk

mengecikan volume radio, televisi atau speaker.


c. Berhati-hatilah menggunakan earphone. Jika menggunakan earphone
maka aturlah volume agar tidak terlalu keras, jika orang yang
disebelah Anda bisa mendengar suara dari earphone maka volumenya
sudah terlalu keras.
d. Berikan waktu bagi telinga untuk beristirahat, semakin sering
seseorang terpapar suara maka bisa mempengaruhi gangguan
pendengaran, bahkan suara dengan volume rendah sekalipun jika
terpapar dalam jangka waktu lama bisa jadi berbahaya. Untuk itu
berilah waktu bagi telinga untuk beristirahat dengan berada di dalam
ruangan yang tenang.
e. Periksalah telinga secara teratur, tes pendengaran dan pemeriksaan
telinga sebaiknya menjadi kegiatan kesehatan yang rutin, karena
semakin cepat gangguan diketahui maka penanganannya akan menjadi
lebih mudah dan mencegah kerusakan lebih lanjut.
336.

35

337.

BAB III

SIMPULAN

1. Fisiologi pendengaran diawali dari getaran suara ditangkap oleh daun telinga
yang diteruskan ke liang telinga dan mengenai membran timpani sehingga
membran timpani bergetar, rambut-rambut pada sel-sel rambut bergetar
terhadap membrana tectoria, hal ini menimbulkan impuls dan impuls
diteruskan ke saraf otak dan diterjemahkan sebagai suara.

2. Gangguan pendengaran adalah ketidak mampuan secara parsial atau total


untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga

3. Fisiologi gangguan pendengaran, gangguan pendengaran, yaitu konduktif,


sensorineural, dan campuran, pada gangguan pendengaran konduktif terdapat
masalah di dalam telinga luar atau tengah, sedangkan pada gangguan
pendengaran sensorineural terdapat masalah di telinga bagian dalam dan saraf
pendengaran. Sedangkan, tuli campuran disebabkan oleh kombinasi tuli
konduktif dan tuli sensorineural.

4. Faktor penyebab terjadinya gangguan pendengaran yaitu faktor genetik dan


faktor didapat.

5. Penilaian gangguan pendengaran dengan menggunakan ovoked otoacoustic


emissions, dan automated auditory brainsteim respone (ABR), sedangkan
pemeriksaan dan diagnosis yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik atau otoskopi
36

telinga, hidung dan tenggorok, tes pendengarn, yaitu tes bisik, tes garputala
dan tes audiometri dan pemeriksaan penunjang.

6. Jenis gangguan pendengaran yaitu gangguan pendengaran konduktif,


sensorineural, dan campuran.

7. Penatalaksanaan gangguan pendengaran dapat dilakukan dengan alat bantu


dengar dan implan koklea.

8. Cara

pencegahan

gangguan

pendengaran

gunakanlah

pelindung

pendengaran, waspadai kebisingan, berhati-hatilah menggunakan earphone,


periksalah telinga secara teratur, berikan waktu bagi telinga untuk
beristirahat.

37

DAFTAR PUSTAKA

Adam GL, Boies LR, Higler PA. 1997. Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6.
Jakarta: EGC, 1997.
Corwin EJ. 2008. Handbook of Pathophysiology 3rd Ed. USA: Lippincott
Williams & Wilkins.
Isselbacher B, Wilson M., Fauci K. 2010. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: EGC.
Joseph A. 2002. The Epidemiology of Occupational Hearing Loss. Vol 5 no 3.
Diakses dari www.oem.msu.edu/news/Hv5n3.pdf
Soepardi EA, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher Edisi Keenam. Jakarta: FKUI.

38

Вам также может понравиться