Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh :
Dimas Kurniawan
NIM : G3A 015 024
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERBILIRUBIN PADA NEONATUS
A. Definisi
Menurut Slusher (2013) Hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di mana
produksi bilirurin yang berlebihan di dalam darah. Menurut Lubis
(2013), Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis tersering
ditemukan pada bayi baru lahir, dapat disebabkan oleh proses fisiologis, atau
patologis, atau kombinasi keduanya.
Ikterus neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar
bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama dengan ditandai
adanya ikterus yang bersifat patologis (Alimun,H,A : 2005). Jadi, dari
beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa hiperbilirubin
merupakan suatu kondisi di mana kadar bilirubin yang berlebihan dalam darah
yang biasa terjadi pada neonatus baik secara fisologis, patologis maupun
keduanya.
B. Derajat Hiperbilirubin
Zona
1
2
3
4
5
Bagian Tubuh
Kepala sampai leher
Kepala, leher, sampai umbilikus
Kepala, leher, pusar sampai paha
Lengan + tungkai
Kepala sampai ke tumit kaki
C. Klasifikasi
1. Ikterus Fisiologis.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga
yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar
yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kernicterus dan
tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah
ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai
suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
hipoksia,
sindrom
gangguan
pernafasan,
infeksi,
D. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan
sebagai berikut;
1. Polychetemia (Peningkatan jumlah sel darah merah)
2. Isoimmun Hemolytic Disease
3. Kelainan struktur dan enzim sel darah merah
4. Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)
5. Hemolisis ekstravaskuler
6. Cephalhematoma
7. Ecchymosis
8. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu
(atresia
biliari),
infeksi,
masalah
metabolik
galaktosemia,
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti
dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)
F. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal
dari
pengrusakan sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan
masuk sirkulasi, diimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin.
Gloobin {protein} digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan diruah
menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab
bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia,
memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber
lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan
protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau
dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi
enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi,
misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu
intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan
otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini
yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat
menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut
kernikterus atau ensefalopati biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan
neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak
apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia,
hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena
trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat
peningkatan
penghancuran
Eritrosit,
Polisitemia.
Gangguan
G. Komplikasi
1. Bilirubin encephahalopathi
2. Kernikterus ;kerusakan neurologis ; cerebral palis, retardasi mental,
hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinat otot dan tangisan yang
melengking.
3. Asfiksia
4. Hipotermi
5. Hipoglikemi
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
a. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin
lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl
merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
b. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c. Protein serum total.
2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan
hapatitis dan atresia billiari.
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005
I. Penatalaksanaan
1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini
(pemberian ASI).
2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran,
misalnya sulfa furokolin.
3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
4. Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang
K. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik dan
komplikasi berkenaan phototerapi.
2. Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menelan
L. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA
Resiko tinggi
cedera b.d.
meningkatnya
kadar bilirubin
toksik dan
komplikasi
berkenaan
phototerapi.
NOC
Setelah di lakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam
klien membaik
dengan kriteria
1. Klien tidak
menunjukan
gejala sisa
neurologis dan
berlanjutnya
komplikasi
phototerapi
NIC
1. Kaji BBL terhadap
adanya
hiperbilirubinemia
setia 2-4 jam lima
hari pertama
kehidupan
2. Berikan phototerapy
3. Jelaskan fungsi
fototherapy
4. Kolaborasi
pemberian transfusi
tukar
RASIONAL
1. BBL sangat rentan
terhadap
hiperbilirubinemia
2. Phototerapi berfungsi
mendekomposisikan
bilirubin dengan
photoisomernya. Selama
phototerapi perlu
diperhatikan adanya
komplikasi seperti:
hipertermi, Konjungtivitis,
dehidrasi
3. Agar keluarga pahan
tentang prosdeur yang
akan di lakukan
4. Transfusi tukar dilakukan
bila terjadi
hiperbilirubinemia
pathologis karena
terjadinya proses
hemoliitik berlebihan yang
disebabkan oleh ABO
antagonis
Resiko tinggi
kekurangan
volume cairan
b.d. phototerapi
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam
pasien membaik
dengan kriteria hasil:
1. Tidak ada tandatanda dehidrasi
2. Turgor baik
3. Tidak terjadi
penurunan
kesadaran
1. Kaji Output
2. Pertahankan intake
cairan
3. Jelaskan kepada
keluarga tentang
penting
keseimbangan cairan
4. Kolaborasi dengan
dokter tentang
pemberian cairan
Kerusakan
integritas kulit
b.d phototherapi
Setelah di lakukan
intervensi
keperawatan selama
3x24 jam pasien
membaik dengan
kriteria hasil :
1. Tidak terjadi
kerusakan
integritas kulit
1. Monitor adanya
kerusakan integritas
kulit
2. Bersihkan kulit bayi
dari kotoran setelah
BAB, BAK
3. Lakukan perubahan
posisi setiap 2 jam
4. Jelaskan keluarga
tentang pentingnya
menjaga kelembaban
kulit
5. Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian salep
DIAGNOSA
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh b.d
ketidak
mampuan
menelan
NOC
Setelah di lakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam,
pasien membaik
dengan kriteria:
1. Tidak terjadi
penurunan BB
2. Tidak terdapat
tanda-tanda
malnutrisi
3. Terjadi
peningkatan BB
NIC
1. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
2. Berikan makanan
terpilih
3. Berikan informasi
kepada keluarga
tentang kebutuhan
nutrisi
4. Kolaborasi dengan
doktermaupun ahli
gizi tentang gizi yang
di butuhkan
RASIONAL
1. Untuk mengetahui intake
pasien
2. Agar tidak terjadi
penurunan BB dan gizi
tercukupi
3. Agar keluarga paham
tentang jumlah nutrisi yang
di butuhkan pasien
4. Agar dapat menentukan
makanan yang benar-benar
sesuai dengan kondisi
pasien
DAFTAR PUSTAKA