Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
SULAWESI SELATAN
PAPER
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Sejarah Lokal
Yang dibina oleh Bapak Drs. Marsudi, M.Hum.
oleh
Anjas Septiawan
140732602783
kurang keras tetapi juga masalah etnis antara Utara-Selatan. Munculnya masalah
etnik dalam perjuangan KRIS merupakan masalah non militer yang berdampak jauh.
Di Jawa Timur IF. Warouw lebih mempertegas keetnisannya dalam KRIS dengan
yang anggotanya hampir seluruhnya orang Minahasa (Sulawesi Utara). Melihat
realitas ini Abd. Lahar Muzakkar salah satu tokoh KRIS membentuk pula BKI
(batalyon Kemajuan Indonesia) yang anggotanya terdiri atas anak-anak Sulawesi
Selatan yang berintikan narapidana dari Nusakambangan.
Untuk merealisasikan persetujuan MBT (Markas besar Tentara) dalam upaya
membentuk TRI-PS, para tokoh pemuda Sulawesi Selatan Andi Mattalatta dan Saleh
Lahade yang diberi mandate membentuk TRI-PS mengajak Abd. Kahar Muzakkar
pimpinan BKI untuk memiliki persiapan tenaga dan senjata yang cukup. Tanggal 24
April 1946 TRI-PS resmi terbentuk Kahar Muzakkar komandannya. A Mattalatta
wakil Komandan dan Saleh Lahade Kepala Stafnya. 23 Mei 1946 kelompok pertama
dikirim ke Sulawesi. Dari 12 kali pengiriman 8 yang berhasil mendarat, 4 kelompok
gagal, ditangkap atau kembali.
Rasionalisasi Tentara di Sulawesi Selatan
Terbentuknya Brigade Hasanuddin yang merupakan penampungan para anggota
berbagai kelasykaran di Sulawesi Selatan oleh suasan perdebatan dikalangan para
tokoh AD tentang Profil Tentara Nasional Indonesia. Persoalan ini bersumber dari
rendahnya pendidikan orang SulSel dalam hubungannya dengan Rasionalisasi
Tentara. Persoalan Rasionalisasi Tentara bermula dari adanya silang pendapat yang
terjadi di Markas Besar Angkatan darat di Jakarta Tentang profil Tentara Nasional
Indonesia. Kolonel Bambang Supeno, Kepala Staf Teritorial Jawa . disatu pihak
berpendapat bahwa yang diutamakan dari seorang tentara adalah semangat
revolusioner yang tinggi dan keerat hubungan dengan rakyat. Sementara itu Kolonel
Nasution , Kepala Staf Angkatan Darat dipihak lain berpendapat bahwa tentara
haruslah terdiri atas orang-orang yang cakap secara teknis dan professional dan harus
diorganisir atas hirarki yang jelas. Karena itu faktor pendidikan sangat diutamakan.
Ketika perdebatan kian memuncak di MBAD, Panglima Sudirman sakit keras dan
meninggal tahun 1950, kelompok Kolonel Bambang Supeno terpojok dan akhirnya
golongan militer professional memegang peran di MBAD apalagi karena Menteri
Pertahanan Sultan HB IX disebut sebut sebagai pendukung golongan militer
Profesional. Dengan keadaan demikian dapat diduga akibatnya: ribuan orang
gerilyawan perang kemerdekaan yang pada umumnya berpendidikan rendah bahkan
banyak yang buat huruf, berhadapan dengan satu dilemma yang sangat menentukan
masa depannya. Persoalan inilah yang dihadapi oleh Brigade Hasanuddin Kahar
Muzakkar di Sulawesi Selatan. Tetap berkarier dalam kemiliteran sebagai TNI atau
kembali ke masyarakat. Pihak MBAD mengajukan surat bagi mereka(gerilya) yang
akan masuk ke TNI, antara lain:
a. Badan: Pemeriksaan atas berat/tinggi badab , lebar dada, mata, telinga, gigi,
penyakit kadas dll. melalui tim dokter tentara.
b. Jiwa: Kecerdasan berpikir, kelancaran berbicara (Bahasa Indonesia),
pengetahuan umum, pemeriksaan yang dilakukan oleh sebuah tim
Bagi sebagian besar gerilyawan di Sulawesi selatan yang tergabung dalam Brigade
Hasanuddin persyaratan yang diajukan oleh MBAD tidak lebih dari satu kemunafikan
belaka. Karena jika rasionalisasi dijalankan berdasarkan syarat itu maka banyak
gerilya yang tidak dapat diterima dalam TNI, karena sebagian besar ditolak sebelum
diseleksi oleh tim. Persoalan rasionalisasi ini, ternyata kemudian membawa bencana
besar yang tidak hanya menimpa masyarakat dan daerah Sulawesi Selatan sajatetapi
juga Indonesia Timur pada umumnya. Pada tanggal 22 Juni 1950, Abd. Kahar
Muzakkar tiba di Sulawesi Selatan untuk melaksanakan tugasnya. Ia berkeliling dan
mendatangi kesatuan-kesatuan gerilya untuk menyatukan mereka agar mau menerima
syarat yang diajukan pemerintah . Sementara itu Kahar mengajukan pula syarat agar
mereka diakui sebagai prajurit dulu.barulah rasionalisasi dijalankan kemudian.
Karena adalah hak sejarah mereka untuk diakui sebagai TNI. Setelah itu, apakah
mereka masih dibutuhkan atau tidakitu soal kemudian. Sekembali dari perjalanannya
menjumpai kesatuan-kesatuan gerilya di pedalaman, Kahar mengajukan usul kepada
Kolonel AE. Kawilarang , panglima Teritorium Indonesia Timur agar gerilya
ditrerima sebagai tentara dan sedikitnya berkekuatan satu brigade dan diresmikan
dalam satu brigade initidak terpencar-pencar dalam sejumlah satuan-satuan yang
berbeda . mereka yangtidak dapat diterima akan dimasukkan dalam satu depot khusus
sambil menunggu akan dikembalikan dalam masyarakat.
Usul KGGS lewat Kahar tidak dapat diterima oleh Kawilarang. Panglima
Teritorial Indonesia Timur Kawilarang bahkan mengeluarkan pengumuman untuk
membubarkan KGGS. Alasannya adalah karena persyaratan resmi untuk menjadi
tentara, secara umum tidak dapat dipenuhi oleh anggota gerilya KGGS.Kawilarang
sebagai seorang militer professional dengan latar belakang berpendidikan militer
yang baik , sulit menerima ususlan Kahar dan bahkan dianggap lucu, dan tidak masuk
akal karena penempatan dalam tugas militer baginya haruslah berdasarkan garis
komando dan hirarki kemiliteran yang jelas. Sedang usul Kahar lebih mengutamakan
ikatan emosional, kekeluargaan dan ikatan sosial yang lebih mengarahkan ke
hubungan Bapak-Anak dalam patron klien Joa-Ajoareng (Bhs. Bugis), bukan
hubungan Komandan Bawahan dalam militer yang sesungguhnya.
Tanggal 1 Juli 1950 kahar mencopot tanda pangkat dipundaknya dan semua
symbol-simbol kemiliteran yang dimilikinya atas kemauan nya sendiri dan kemudian
menyerahkan dengan hormat kepada Kolonel Kawilarang, panglima Teritorial
Indonesia Timur. Sejak itu ia menyatakan diri keluar dari tentara dan bergabung
bersama kesatuan gerilya Sulawesi Selatan di hutan-hutan pedalaman Sulawesi
selatan. Apa yang dilakukan oleh Kahar Muzakkar ini adalah manifestasi dari puncak
perdebatan dalam MBAD sendiri, dan perdebatan perbuatan Kahar itu ternyata tidak
dapat dukungan secara langsung dari perwira-perwira tinggi di MBAD, termasuk
Kolonel bambang Supeno, karena pada dasarnya sejak kematian Panglima Sudirman
corak militer professional yang ditanamkan oleh Nasution mendominasi MBAD,
dimana Kawilarang termasuk salah seorang pendukungnya yang sangat keras.