Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pendahuluan
Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarkoma adalah tumor ganas tulang
yang sering ditemukan, ditandai dengan pembentukan jaringan tulang oleh sel tumor.
Angka kejadiannya nomor dua pada tumor tulang primer setelah multiple myeloma.
Distribusinya pada dua puncak umur (10-25 tahun dan bisa pada umur lebih dari 60
tahun). Sarkoma sering terjadi di daerah metafisis dari tulang panjang, pada daerah
metafisis distal femur, proksimal tibia, dan humerus. Selain itu juga bisa terjadi di
humerus dan pelvis. (1-4)
Penyebab osteosarkoma masih belum jelas diketahui. Adanya hubungan
kekeluargaan
menjadi
suatu
predisposisi,
begitu
pula
adanya
hereditery
II.
III.
sebelum terjadinya osteosarkoma, lesi tumor jinak dapat disertai dengan peningkatan
risiko berkembangnya menjadi osteosarkoma, diantaranya dysplasia fibrous,
osteomielitis, dan infark bone marrow. Walaupun trauma menjadi perhatian terhadap
adanya osteosarkoma, tidak ada yang bukti bahwa hal itu bisa menyebabkan tumor
(1,6,7)
yang diperkeras oleh kristal organik. Tulang rawan serupa dengan tulang,
kecuali bahwa tulang rawan hidup tidak memiliki klasifikasi. (10)
Tulang panjang pada dasarnya terdiri dari bahan silindris yang cukup
uniform, diafisis, dengan bongkol sendi yang melebar di kedua ujungnya,
epifisis. Pada tulang yang sedang tumbuh, diafisis dipisahkan di kedua
ujungnya dari epifisis oleh suatu lapisan tulang rawan yang dikenal sebagai
lempeng epifisis. Rongga sentral tulang terisi oleh sumsum tulang, tempat
produksi sel darah. (10)
Penambahan ketebalan tulang dicapai melalui penambahan tulang
baru di atas permukann luar tulang yang sudah ada. Pertumbuhan ini
dihasilkan oleh osteoblas di dalam periosteum, suatu selubung jaringan ikat
yang menutupi bagian luar tulang. Sewaktu osteoblas aktif mengendapkan
tulang baru di permukaan eksternal, sel lain di dalam tulang, osteoklas
(penghancur tulang), melarutkan jaringan tulang di permukaan dalam di dekat
rongga sumsum. Dengan cara ini, rongga sumsum membesar untuk
mengeimbangi bertambahnya lingkar batang tulang. (10)
Pertambahan panjang tulang dicapai melalui mekanisme yang
berbeda. Tulang memanjang akibat aktivitas sel-sel tulang rawan atau
kondrosit, di lempeng epifisis. Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan di
tepi luar lempeng di samping epifisis membelah dan memperbanyak diri,
secara temporer memperlebar lempeng epifisis. Penebalan sisipan lempeng
tulang rawan ini mendorong lempeng epifisis. Seiring dengan terbentuknya
5
kondrosit-kondrosit baru di tepi episifisis, sel-sel tulang rawan yang sudah tua
ke arah batas diafisis membesar. Kombinasi prolifersi sel tulang rawan baru
dan hipertrofi kondrosit matang secara temporer memperlebar lempeng
epifisis. Penebalan sisipan lempeng tulang rawan ini mendorong epifisis
tulang semakin jauh dari diafisis. Matriks yang mengelilingi tulang rawan
paling tua segera mengalami kalsifikasi. Karena tulang rawan tidak memiliki
jaringan kapiler sendiri maka kelangsungan hidup sel tulang rawan
bergantung pada difusi nutrien dan O 2 melalui matriks, suatu proses yang
dihambat oleh pengendapan garam kalsium. Akibatnya, sel-sel tulang rawan
tua yang kekurarangan nutrient di tepi diafisis mati. Selagi osteoklas
membersihkan
kondrosit
yang
mati
dan
matriks
kalsifiaksi
yang
V.
panggul. Penilaian pasien dengan dugaan sarkoma dimulai dengan anamnesis yang
lengkap, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiografi. (6)
Osteosarkoma diklasifikasikan menjadi lesi intramedullari (75 %) yang
terdiri dari : tipe klasik/konvensional, telangiektasis, diferensiasi baik (intraosseous
derajat rendah). Lesi juxtakortikal/permukaan (7-10%), yang terdiri dari : parosteal,
periosteal, dan derajat tinggi. Selain itu juga terdapat osteosarkoma intrakortikal
(2%). Osteosarkoma sekunder biasanya pada orang yang lebih tua dan diseratai
dengan beberapa keadaan, seperti Pagets disease (69-90%), post radioterapi (6-22%),
infark tulang, fibrous dysplasia, osteomielitis. Osteosarkoma juga bisa disertai dengan
sindrom spesifik dengan keterkaitan familial seperti pada retinoblastoma. (5,11,12)
A. Gambaran Klinik
1. Nyeri (+)
2. Massa (ada + pada periostel; kadang tidak ada pada intramedulari )
3. Edema jaringan lunak ( )
4. Fraktur tulang ( pada stadium lanjut )
5. Keterbatasan gerak (+ )
6. Penurunan berat badan (13)
Keluhan awal adalah nyeri, pada mulanya nyeri samar, lalu menjadi kontinu
dan secara bertahap bertambah hebat, terutama pada malam hari. Selanjutnya timbul
pembengkakan setempat, yang membesar progresif. Nyeri dan bengkak dapat
mempengaruhi gerakan sendi yang berdekatan. Riwayat penyakit umumnya 2-4
bulan, sebagian besar pasien telah menjalani fisioterapi, pemberian obat luar dan
terapi tidak tepat lainnya. nyeri bengkak tidak jelas mereda, sebaliknya bertambah
9
hebat secara bertahap. Sejalan progresi penyakit dapat timbul demam, pengurusan,
dan anemia. Kausa kematian adalah metastasis hematogen yang jauh. (2)
Pada pemeriksaan dapat ditemukan pembengkakan lokal, nyeri tekan di
samping sendi dan bukan di dalam sendi. Ukuran tumor atau derajat bengkak
bervariasi menurut lingkup invasi tumor dan kedalaman lokasinya, berbatas tidak
tegas. Kekerasan konsistensinya bervariasi menurut komponen pembentuk tumor.
Membesarnya tumor membuat regangan kulit permukaannya bertambah, kulit
mengkilap, suhu kulit dapat meningkat, vena superfisial melebar. (2)
B. Gambaran Radiologi
Pencitraan memainkan peran penting dalam penegakan diagnosis awal
tumor tulang dan kemudian dijadikan pedoman pada manajemen awal. Lesi yang
tidak didiagnosis sebaiknya dibagi dalam kategori agresif dan nonagresif. Biopsi
diindikasikan bila lesi yang ada bersifat ganas. Di sisi lain, pemeriksaan pencitraan
dapat dilakukan untuk mengejar penegakan diagnosis. Lesi keganasan pada radiograf
dilakukan dengan menilai karakteristik dari pencitraan yang ada, seperti ada tidaknya
tepi, ekspansi dari korteks, dan reaksi periosteal. Penemuan klinis, seperti nyeri, juga
berkontrinbusi dalam penegakan diagnosis. (14)
10
11
2. CT Scan
12
ekstremitas, untuk memahami luas invasi tumor dalam sumsum tulang dan
lingkup invasi dalam jaringan lunak., berguna bagi penentuan bidang
amputasi dan lingkup eksisi. (2)
C. Pemeriksaan Histopatologi
Diagnosis osteosarkoma harus selalu diverifikasi secara histologis. Karena
spektrum yang luas dari penampilan histologist dan kelangkaan tumor, sangat
disarankan pemeriksaan di lakukan di pusat-pusat khusus, sehingga teknik biopsi
yang digunakan tepat dan bahan yang diperiksa sudah terjamin, termasuk evaluasi
genetik yang diperlukan. Biopsi terbuka dianggap teknik yang paling cocok untuk
mendapatkan materi yang cukup untuk evaluasi histologis dan studi tambahan. Ciri
dari diagnosis adalah proliferasi sel tumor mesenchymal ganas dan produksi osteoid
14
oleh sel-sel tumor tersebut. Jumlah osteoid bervariasi antara tumor dan dalam
masing-masing individu. Dengan demikian, identifikasi osteoid diagnostik mungkin
memerlukan sampel yang luas. Matriks kondroit dan berserat juga dapat ditemukan,
yang mencerminkan asal mesenkimal dari sel-sel ganas. WHO mengklasifikasikan 3
tipe dari osteosarkoma klasik : osteoblastik, kondroblastik, dan fibroblastik. Hal
tersebut sesuai dengan matriks yang dominan dalam tumor tersebut. (6)
15
2.
Gambar 9. Sarkoma Ewing's hampir sepenuhnya telah menghancurkan tulang.
Arah
panah menunjukkan fraktur patologis. tepi dari lesi sangat tidak teratur
2. Osteomielitis
(month eaten, zona transisi yang luas). Periosteum berusaha mengisi tumor
tapi proses ini digantikan (Dikutip dari Kepustakaan 15)
16
Gambar 10. Osteomyelitis. A. Plain film dari proksimal humerus pada anak
dengan nyeri bahu menunjukkan lesi litik batas tegas pada daerah medial
metafisis. B. T2W1 menunjukkan lesi disertai dengan efusi pada sendi (tanda
panah), terdiri dari abses. Pada aspirasi akan ditemukan nanah, fokus ini pada
osteomielitis atau Brodie abses (Dikutip dari Kepustakaan 19)
17
VII. Komplikasi
Kekambuhan tumor adalah masalah yangpaling signifikan untuk pasien
dengan osteosarkoma. Namun, kelangsungan hidup secara keseluruhan pasien
dengan osteosarkoma telah meningkat selama beberapa dekade terakhir, efek
samping jangka panjang pengobatan telah menjadi lebih jelas. Selain dari
kambuhnya keganasan primer, hal yang menghawatirkan adalah berkembangnya
keganasan sekunder. Insidens dari keganasan sekunder pada penelitian kohort telah
dilaporkan antara 2,2% dan 3,4%. Leukemia adalah yang paling umum, diikuti oleh
payudara, jaringan lunak, paru-paru, ginjal, sistem saraf pusat, dan kanker lainnya
efek jangka panjang pada terapi osteosarkoma banyak, berpotensi mengancam
nyawa. meskipun relatif jarang terjadi, toksisitas jantung akibat anthracycline dapat
terjadi dan berakibat fatal. Komplikasi yang lain dapat terjadi secara lambat yaitu
nefrositas dari ifosfamide dan cisplatin.(20)
VIII. Penatalaksanaan
Terapi pada osteosarkoma meliputi terapi pembedahan (limb sparing surgery
atau amputasi), kemoterapi dan radioterapi yang diberikan konkuren ataupun
sekuensial sesuai indikasi. (13)
Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma,
terbukti dalam 30 tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah
melakukan prosedur operasi penyelamatan ekstremita (limb salvage procedure) dan
menghasilkan survival rate dari penderita. Kemoterapi juga mengurangi metastase ke
18
saraf,
19
6 fraktur patologis, adanya hematoma besar terkait tindakan biopsi. Limb sparing
surgery dilakukan pada high grade osteosarcoma dan respon baik terhadap
kemoterapi ( sel viable < 10 % dan
Terapi setelah
pembedahan terbagi menjadi dua tergantung ada tidaknya margin jaringan setelah
operasi. Sedangkan pembedahan dengan margin (+) yang memberikan respon
buruk maka pertimbangkan mengganti kemoterapi dan juga terapi tambahan secara
lokal ( surgical resection ). Pada pasien dengan margin jaringan () dilanjutkan
dengan kemoterapi2 siklus. Pada osteosarkoma derajat keganansan tinggi yang
setelah restaging tetap unresectable maka langsung lakukan radioterapi dan
kemoterapi tanpa pembedahan terlebih dahulu. Pada pasien osteosarkoma yang
sudah bermetastasis maka penatalaksanaannya terbagi juga menjadi dua yaitu
resectable dan unresectable. Pada yang resectable (pulmonary, visceral, atau skeletal
metastasis) maka terapi untuk tumor primernya sama dengan penatalaksanaan
20
osteosarkoma derajat keganasan tinggi dan didukung dengan kemoterapi dan juga
metastasektomi.
Sedangkan pada
yang
unresectable
penatalaksanaan yang
X. Daftar Pustaka
21
1. Hoch BL, Klein MJ, Schiller AL. Bone and joints. In: Emanuel R, Reisner HM,
editors. Essential of Rubins Pathology. 5th edition. North Carolina: Lippincott
William and Wilkins; 2009. p. 558
2. Desen W. Buku ajar onkologi klinis. Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2011. Hal. 614-625
3. Dahnert W. Radiology review manual. 6th edition. Wisconsin: Lippincott William
and Wilkins; 2007. p. 142
4. Kemp WL, Burns DK, Brown TG. The big picture pathology. United States
America: Mc Graw Hill Medical; 2008. p. 369
5. Kawiyana S. Osteosarkoma diagnosis dan penangannya. [ Cited 7 Februari 2016].
Available
from
URL:
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=13188&val=927
6. Ritter J, Bielack SS. Osteosarcoma. Annals of oncology. 2010 [ Cited 4 February
2016].
Available
from
URL:
http://annonc.oxfordjournals.org/content/21/suppl_7/vii320.full.pdf
7. Cobby M, Watt I. Tumours and tumour-like conditions of bone. In: Sutton D,
editor. Textbook of radiology and imaging. Edisi 7. Cina: Elseiver; 2003. p. 1261-68
8. Broadhead ML, Clark JC, Myers DE, Dass CR, Choong PF. The molecular
pathogenesis of osteosarcoma. Handawi publishing corporation. 2011 [ Cited 7
February
2016].
Available
from
URL
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3087974/pdf/SRCM2011-959248.pdf
22
9. Buranda T, Djayalangkara NH, Lisal JL, Datu AR, Rafiah S, Latief N, et al. Diktat
anatomi biomedik I. Makassar: Bagian Anatomi FK-Unhas; 2011. hal. 4-5
10. Sherwood L. Fisiologi manusia. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2011. hal. 742-43
11. Kindblom LG. Bone tumors; epidemiology, classification, pathology. In: Leuven
AL, Gottingen MK, editors. Imaging of bone tumours and tumor-like lesions.
Germany: Spinger; 2009. p. 4
12. Wittig JC. Osteosarcoma and its variants. Orthopedic oncology of Mount Sinai
Medical center. Slide: 1-34 [Cited 21 Februari 2016]. Available from URL:
http://www.tumorsurgery.org/Portals/0/PDF/Didactic%20Lectures/Osteosarcomaan
itsVariantsCompressedPowerPoint.pdf
13. Komite nasional penanggulan kanker. Panduan nasional penanganan kanker
tulang (osteosarkoma). Kementerian kesehatan republik Indonesia. 2015 [ Cited 7
Februari
2016].
Available
from
URL:
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKOsteosarkoma.pdf
14. Costelloe CM, Madewell JE. Radiography in the initial diagnosis of primary
bone tumors. AJR 2013, 200:3-7 [Cited 7 Februari 2016] Available from URL:
http://www.ajronline.org/doi/pdf/10.2214/AJR.12.8488
15. Eastman GW, Wald C, Crossin J. Getting started in clinical radiology. New York:
Thieme; 2006. p. 127-28
16. Ekayuda I. Tulang. Dalam: Ekayuda I, editor. Radiologi diagnostik sjahriar rasad.
Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2013. hal. 31-74
23
17. Kransdorf MJ, Murphey MD. Osseous tumors. In: Leuven AL, Gottingen MK,
editors. Imaging of bone tumours and tumor-like lesions. Germany: Spinger; 2009. p.
269-99
18. Ahuja AT, Antonio GE, Wong KT, Yuen HY. Cases studies in medical imaging.
Ney York: Cambridge University Press; 2006. p. 206-9
19. Brant WE, Helm CA. Fundamentals of diagnostic radiology. Second edition.
California: Lippincott William and Wilkins; 2007. p. 1080
20. Noah F, Nicholas B, Fritz CE, William DT. The multidisciplinary management of
osteosarcoma. Current treatment options in oncology. 2009: 10: 82-93 [Cited 15
February 2016]. Available from URL: http://escholarship.org/uc/item/7jm2207t.pdf
21. Rech A, Castro CG, Mattei J, Gregianin L, Leone LD, David A, et al. Clinical
features in osteosarcoma and prognostic implications. Jorna de pediatria. 2004;80(1):
65-70
[Cited
15
February
2016].
Available
from
URL:
http://www.scielo.br/pdf/jped/v80n1/en_v80n1a13.pdf
24