Вы находитесь на странице: 1из 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A Definisi
Tumor ovarium merupakan suatu massa yang tumbuh pada ovarium. Tumor ovarium
dibedakan menjadi tumor jinak ovarium dan tumor ganas ovarium (kanker ovarium). Tumor
jinak ovarium atau yang juga dikenal sebagai atypical proliferating tumors adalah massa
ovarium yang terdiri dari kelompok tumor yang menunjukkan proliferasi epitel yang jinak
dan non-invasif (Monga, 2000).
Tumor ganas ovarium (kanker ovarium) merupakan suatu jenis keganasan yang
berkembang di sel-sel penunjang ovarium, termasuk sel epitel permukaan, sel germinal, dan
sel stroma. Sel kanker yang bermetastasis dari organ lain menuju ovarium tidak disebut
sebagai kanker ovarium. Berbagai neoplasma baik jinak maupun ganas dapat berasal dari
setiap jenis sel yang ada dalam ovarium (Heffner & Schust, 2010).
B Epidemiologi
Angka kejadian tumor ovarium yaitu sekitar 30% dari keseluruhan jenis tumor pada
sistem genitalia wanita, menempati peringkat keenam dari keseluruhan jenis tumor di
Indonesia. Angka kejadian tumor ovarium lebih rendah dibandingkan dengan tumor serviks
dan uterus, akan tetapi angka mortalitasnya relatif tinggi. Angka kejadian tumor jinak
ovarium sekitar 15% dari jumlah keseluruhan tumor epitel ovarium. Tumor ovarium
terutama yang bersifat jinak biasanya terjadi pada wanita kelompok usia kurang dari 35
tahun atau kelompok usia produktif, sedangkan tumor ovarium yang bersifat ganas lebih
banyak ditemukan pada kelompok usia mendekati menopause atau kelompok usia
postmenopause (Heffner & Schust, 2005; Monga, 2000; Tavasolli, 2003).
Kanker ovarium jarang terjadi pada wanita dengan usia di bawah 40 tahun, sebagian
besar terjadi pada wanita kelompok usia 40-65 tahun. Secara global, sebanyak lebih dari
23.000 kasus baru kanker ovarium ditemukan setiap tahunnya, sekitar 13.900 kasus di
antaranya meninggal dunia akibat kanker ovarium. Menurut data statistik American Cancer
Society insiden kanker ovarium sekitar 4% dari seluruh penyakit kanker pada wanita, dan

menempati peringkat kelima penyebab kematian akibat kanker (ACS, 2010; Lester, 2005;
Tavasolli, 2003).
Di Indonesia, kanker ovarium menduduki urutan ke enam terbanyak dari keganasan
pada wanita setelah kanker serviks, payudara, kolorektal, kulit, limfoma. Selain itu
berdasarkan laporan dari Badan Registrasi Kanker (BRK) Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2005 diketahui bahwa frekuensi relatif kanker ovarium menempati urutan
keempat di antara 10 tumor tersering dari keseluruhan tumor primer yang terjadi pada pria
dan wanita.
C Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab terjadinya tumor ovarium sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Beberapa faktor yang diduga berhubungan erat dengan kejadian tumor ovarium antara lain
(Huncharek, 2003; Wiknjosastro, 2005):
1

Faktor genetik/mempunyai riwayat keluarga dengan kanker ovarium atau payudara.

Faktor lingkungan meliputi polutan/zat radioaktif

Gaya hidup yang tidak sehat

Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesterone, misalnya akibat penggunaan


obat-obatan yang merangsang ovulasi maupun obat pelangsing tubuh yang bersifat
diuretik.

Kebiasaan menggunakan bedak tabur pada area genital termasuk lipatan paha.

D Patofisiologi dan Patogenesis


Menurut Monga (2000), ada beberapa teori yang menerangkan terjadinya tumor
ovarium, yaitu:
1

Teori ovulasi
Kapsul epitel mengalami invaginasi ke dalam stroma ovarium pasca ovulasi. Adanya
rangsangan hormon pada stroma mengakibatkan sel-sel epitel berpotensi untuk menjadi
kista-kista baru yang dapat berkembang menjadi tumor epitel ovarium.

Teori endokrin
Epitel pada kapsul ovarium berasal dari jaringan mullerian yang responsif
terhadap hormon. Adanya rangsangan hormon, epitel mullerian juga berespon saat

muncul dalam endometrium atau tuba falopii. Berdasarkan teori ini, lingkungan
hormonal yang tidak seimbang dapat menyebabkan neoplasia.
3

Teori substansial eksogen


Teori ini menduga bahwa bahan iritan seperti bedak tabur merupakan salah satu
faktor pemicu terjadinya tumor neoplastik jinak maupun ganas. Beberapa jenis bedak
mengandung bahan karsinogenik. Sifat karsinogenik ini disebabkan karena komposisi
bedak yaitu magnesium trisilikat yang bersifat basa. Sifat ini dapat melakukan ikatan
dengan DNA sel. Proses ini disebut dengan insersi atau penyusupan suatu basa nitrogen
ke dalam molekul DNA. Proses masuknya molekul ini ke dalam ovarium belum dapat
dipastikan secara kimiawi namun beberapa penelitian menyebutkan bahwa molekul yang
terkandung di dalam bedak mampu bermigrasi ke ovarium melalui saluran kelamin
(Huncharek, 2003).

Teori transformasi
Tidak semua tumor yang jinak dapat menjadi ganas, akan tetapi ada kemungkinan terjadi
degenerasi maligna pada tumor tersebut sehingga berkembang menjadi tumor ganas.
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut

Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2,8
cm akan melepaskan oosit matur. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum yang
pada saat matang memiliki struktur 1,5-2 cm dengan kista di tengah-tengah. Bila tidak
terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara
progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian
secara gradual akan mengecil selama kehamilan (Moeloek, 2006).
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan
selalu jinak. Kista dapat berupa kista folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista
theca-lutein. Kista dapat terbentuk karena adanya stimulasi dari hormon gonadotropin,
termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multipel dapat terbentuk karena stimulasi
gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Kista folikel dan luteal,
kelainan yang tidak berbahaya ini berasal dari folikel graaf yang tidak pecah atau folikel
yang sudah pecah dan segera menutup kembali (Asworth, 2010)..

Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin


(FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom
hiperstimulasi ovarii, terutama bila disertai dengan pemberian HCG. Kista neoplasia dapat
tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak terkontrol dalam ovarium serta dapat
bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan
jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan
(mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan
keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous (Moeloek, 2006).
Dari gambaran klinis, kista ovarium yang berukuran kecil biasanya tidak menunjukan
gejala atau rasa sakit, kecuali kalau pecah atau terpuntir yang menyebabkan perdarahan
intraperitoneum dan gejala akut abdomen, sakit yang hebat di daerah perut bagian bawah,
dan kaku. Kista yang berukuran besar atau berjumlah banyak dapat menimbulkan gejala
seperti rasa sakit pada panggul, sakit pinggang, sakit saat berhubungan seksual, pendarahan
rahim yang abnormal (Fauzan, 2009).
Sampai saat ini penyebab pasti tumor ovarium belum diketahui dengan jelas namun
ditemukan beberapa faktor risiko yang dianggap dapat menjadi penyebab timbulnya tumor
ovarium, antara lain faktor genetik, umur, kehamilan, penggunaan obat kontrasepsi oral,
terapi hormon pengganti pada masa menopause, obat-obatan yang meningkatkan kesuburan,
pemakaian talk, pengikatan atau ligasi tuba, dan Indek Massa Tubuh (IMT) (Fauzan, 2009).
Hormon steroid seperti estrogen dan progesteron dikaitkan dengan faktor risiko
tumor ovarium, dimana estrogen memicu proliferasi dan pertumbuhan sel tumor ovarium
melalui reseptornya yakni reseptor estrogen yang bertanggung jawab dalam proliferasi
ovarium dan reseptor estrogen yang berfungsi dalam proses modulasi diferensiasi.
Beberapa

penelitian

menunjukkan

bahwa

gen-gen

tumor

suppressor

mengalami

hipermetilasi pada daerah promoternya sehingga gen-gen tersebut switched off dengan
akibat kontrol proliferasi sel terganggu. Gen-gen yang diduga berperan dalam
perkembangan menjadi ganas pada tumor ovarium adalah BRCA1 dan BRCA2 baik karena
mutasi genetik atau proses epigenetik. Ekspresi protein BRCA1 terdapat pada seluruh
manusia yang sebagian terdapat pada nukleus, sedangkan kadar tertinggi didapat dalam
ovarium, testis dan timus. Perubahan genetik maupun epigenetik yang dapat mengakibatkan
tidak terekspresinya protein BRCA1 dalam tumor ovarium sehingga terjadi transformasi sel-

sel menjadi kanker. BRCA1 adalah tumor suppresor yang ekspresi berkurang dihubungkan
dengan proses transformasi dan etiologi dari kanker payudara dan kanker ovarium sporadik.
Berkurangnya ekspresi BRCA1 sangat mungkin berhubungan dengan adanya metilasi gen
(Pradjatmo, 2012).
Gen BRCA1 memiliki fungsi antara lain DNA-repair, cell-cycle checkpoint control,
protein ubiquitylation, serta chromatin remodeling. Dalam proses DNArepair, baik gen
BRCA1 dan BRCA2 terlibat dalam proses perbaikan kerusakan DNA dengan jalan
berikatan dengan RAD51. Pada sel normal yang terpapar oleh radiasi ionisasi, baik gen
BRCA1 dan BRCA2 bersama RAD51 akan menginisiasi adanya rekombinan homolog serta
perbaikan kerusakan double strand dari DNA. Sedangkan jika sel mengalami mutasi kedua
gen ini, sel tersebut akan cenderung hipersensitif terhadap radiasi ionisasi serta akan
menunjukkan proses perbaikan yang cenderung salah (error-prone repair) (Balmana et al,
2009; Robson et al, 2007).
Selama proses checkpoint control terjadi mutasi pada gen BRCA1 dan BRCA2 yang
akan menyebabkan inaktivasi protein BRCT yang berperan dalam mengatur siklus sel.
Hilangnya kontrol checkpoint sel pada kasus ini merupakan dasar dari munculnya sel tumor
ganas pada sel ovarium (karsinogenesis). Ubiquitylation adalah proses dimana protein
dipasang untuk mengalami degradasi oleh proteasom. Fungsi gen BRCA1 dalam hal ini
adalah membantu proses ini dengan jalan membentuk kompleks BRCA1-BARD1.
Sedangkan dalam proses chromatin remodeling, BRCA1 berfungsi dalam proses perbaikan
DNA dengan membentuk kompleks multimerik dengan chromatin-remodelling complexes
(SW1 dan SNF), serta bisa berfungsi sebagai kompleks histon deasetilase. Mutasi pada gen
ini akan mengganggu proses remodelling kromatin pada kerusakan DNA (Balmana et al,
2009; Robson et al, 2007).
Mutasi KRAS terjadi pada 75% karsinoma primer musinosum. Mutasi KRAS dapat
mencegah microRNA let-7 untuk berikatan dengan KRAS untuk mengontrol produksi
produksi protein. Setiap individu memiliki gen KRAS yang berfungsi memproduksi protein.
Ketika microRNA let-7 berikatan dengan gen KRAS yang normal, maka produksi protein
dapat dikontrol dalam kadar yang normal untuk perkembangan sel. Namun pada gen KRAS
yang mengalami mutasi, let-7 tidak dapat berikatan dengan gen untuk mengontrol produksi

protein, mengakibatkan perkembangan sel yang berlebih dan berkembang menjadi sel tumor
maligna (Balmana et al, 2009; Robson et al, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. 2010. Cancer Facts and Figures 2010. Available
http://documents.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003130-pdf.pdf
[Accessed: 10th October 2015]

at:

Ashworth, A., Weber BL., Domchek SM. 2010. Inherited genetic factors and breast cancer In:
Harris JR, Morrow M, Lipmann ME, Osborne CK, eds. Disease of the breast. 4th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Balmana, J., Diez O., Castiglione M. 2009. BRCA in Breast Cancer: ESMO Clinical
Recommendations. Annals of Oncology 20(4): 1920
Fauzan, R. 2009. Gambaran faktor penggunaan kontrasepsi terhadap angka kejadian kanker
ovarium di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta berdasarkan pemeriksaan
histopatologik tahun 2003-2007 (tesis). Jakarta: Universitas Indonesia
Heffner, LJ & Schust DJ. 2010. At a Glance Sistem Reproduksi. Jakarta: Erlangga
Hunchareck, M., Geschwind JF., Kupelnick B. 2003. Perineal Application of Cosmetic Talk and
Risk of Invasive Ephitelial Ovarian Cancer. Anticancer Research 23:1955-60
Lester, SC. 2005. The Breast Dalam Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease 7 th
Edition. New York: Elsevier hlm 1119-51
Moeloek, FA, Nuranna L, Wibowo N, Purbadi S. 2006. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Hlm 130-1
Monga, ASH. 2000. Benign Tumors of The Ovary Dalam Gynaecology by Ten Teachers 18 th
Edition. New York: Edward Arnold Publisher
Pradjatmo, H. 2012. Status Metilasi Gen BRCA1 Gen BRCA2 Ekspresi Protein BRCA1 Protein
BRCA2 Hubungannya dengan Terjadinya Tumor Epitelial Ovarium Derajad Diferensiasi
Jenis Histopatologi Stadium dan Survival Penderita Kanker Epitelial Ovarium. Available
at: http://repository.ugm.ac.id/95349/ Diakses pada tanggal 25 Oktober 2015
Robson, M & Offit K. Clinical Practice: Management of An Inherited Predisposition to Breast
Cancer. New England Journal of Medicine 357(2): 154-62
Tavasolli, FA. 2003. Tumours of The Ovary and Peritoneum in WHO Classification of Tumours
Pathology & Genetics Tumours of The Breast and Female Genital Organs. International
Agency for Research on Cancer Press Lyon 1: 114-92

Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Yayasan Bina Pustaka

Вам также может понравиться