Вы находитесь на странице: 1из 53

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan kajian kepustakaan yang berhubungan dengan


konsep kanker payudara, kemoterapi, teori musik, serta kerangka
teori yang melandasi penelitian ini
1;

KANKER PAYUDARA

1.1; Pengertian
Kanker payudara adalah tumor ganas yang dimulai pada sel
payudara.Tumor ganas adalah sekelompok sel kanker yang
dapat tumbuh menyerang (invasive) jaringan sekitarnya atau
menyebar (metastase) ke jaringan tubuh lainnya (American
Cancer society, 2013). Kanker payudara merupakan suatu
penyakit

pertumbuhan

sel, akibat adanya onkogen yang

menyebabkan sel normal menjadi sel kanker pada jaringan


payudara (Karsono, 2006 dalam Lemon & Burke, 2008).
Keganasan pada sel-sel yang terdapat pada jaringan payudara,
bisa berasal dari komponen kelenjarnya (epitel saluran maupun
lobulusnya) maupun komponen selain kelenjar seperti jaringan
lemak, pembuluh darah dan persyarafan jaringan payudara
(Lewis, 2014).

1.2; Penyebab
Setiap perempuan mempunyai resiko untuk terkena kanker
payudara. Namun ada beberapa perempuan yang mempunyai
resiko lebih tinggi untuk terkena kanker payudara dibanding
dengan perempuan lain. Faktor resiko artinya faktor-faktor
yang memicu terjadinya kanker payudara pada perempuan.
Jika seorang perempuan mempunyai faktor resiko, belum tentu
dia akan terkena kanker payudara. Namun seorang perempuan
tadi mempunyai peluang yang lebih besar untuk terkena kanker
payudara dibandingkan dengan perempuan yang mempunyai
faktor resiko rendah dalam dirinya. Jika seseorang sering
terpapar faktor risiko dapat menimbulkan kanker. Kanker
disebabkan adanya genom abnormal yang terjadi karena
adanya kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan
diferensiasi sel. Kerusakan gen tersebut diakibatkan oleh
berbagai faktor risiko yang saling kait mengkait satu dengan
yang lainnya.
1.3; Faktor Risiko
Menurut Lewis (2014) mengemukakan beberapa faktor resiko
terjadinya kanker payudara diantaranya:

a;

Jenis Kelamin: 99% penderita kanker payudara adalah


wanita

b;

Usia: Pada umumnya kanker payudar terjadi pada usia


lebih dari 50 tahun. Mayoritas penderita kanker payudara
terjadi pada wanita yang telah menopause. Insiden kanker
payudara meningkat setelah usia 60 tahun.

c;

Penggunaan hormon: insiden kanker payudara meningkat


pada

penggunaan hormone estrogen dan atau

progesterone sebagai terapi hormone, khususnya pada


wanita yang telah post menopause.
d;

Riwayat keluarga: risiko terkena kanker payudara


meingkat 1,5 sampai 3 kali pada orang yang memiliki
riwayat keluarga yang terkena kanker (ibu, saudara, anak).
Sekitar 5%-10% kejadian kanker payudara diturunkan.

e;

Personal history: Jika penderita pernah mengalami kanker


lain, misalnya kanker kolon, kanker serviks, kanker
endometrial, maka memiliki risiko terkena kanker payudar
yang lebih tinggi.

f;

Menarche yang terlalu dini (sebelum usia 12 tahun), atau


menopause yang terlalu lama (setelah usia 55 tahun):
periode menstruasi yang lama meningkatkan risiko terkena
kanker payudara.

g;

Riwayat hamil pertama setelah usia lebih dari 30 tahun:


Estrogen

yang terlalu tinggi meningkatkan risiko

terjadinya kanker payudara.


h;

Jaringan payudara yang terlalu padat: Jaringan yang padat


dapat diasosiasikan dengan tumor yang lebih agresif.

Peningkatan berat badan dan obesitas setelah menopause:

i;

Sel-sel lemak menyimpan estrogen yang notabene


meningkatkan risiko kanker payudara.
j;

Terpapar radiasi: radiasi merusak DNA

k;

Konsumsi Alkohol: Wanita yang mengkonsumsi alkohol


lebih dari sekali

perhari memiliki risiko kanker payudara

yang lebih tinggi.


l;

Aktivitas fisik: kejadian kanker payudara lebih rendah


terjadi pada wanita yang aktif.

1.4; Manifestasi Klinis


Berikut ini beberapa manifestasi klinis yang sering terjadi
pada kanker payudara yang dikemukakan oleh Desen (2008).
1.4.1;Massa tumor
Teraba massa (benjolan) pada payudar. Umumnya, massa
tersebut

tidak menimbulkan rasa nyeri. Lokasi massa

terbanyak ditemukan di kuadran lateral atas, umunya lesi


soliter, konsistensi agak keras, batas tidak tegas, permukaan
tidak licin, mobilitas kurang, pada stadium lanjut dapat
terfiksasi ke dinding thoraks. Massa cenderung membesar
bertahap, dalam beberapa bulan bertambah besar secara
jelas.
1.4.2; Perubahan kulit

1.4.2.1;

Tanda lesung : ketika tumor mengenai ligamen glandula


mamae,

ligament tersebut memendek sehingga kulit

setempat

menjadi cekung yang disebut sebagai tanda

lesung.
1.4.2.2;

Perubahan kulit seperti kulit jeruk (peau dorange):


Terdapat perubahan tekstur kulit payudara. Kulit payudara
mengeras dengan permukann seperti kulit jeruk. Kondisi
ini terjadi ketika vasa limfatik tersumbat sel kanker,
hambatan drainase

limfe menyebabkan

udem

kulit,

folikel rambut tenggelam ke bawah tampak sebagai


tanda kulit jeruk.
1.4.2.3;

Nodul satelit kulit : terjadi ketika sel kanker di dalam


vasa limfatik subkutis

masing-masing

membentuk

nodul metastasis, disekitar lesi primer dapat muncul


banyak

nodul

tersebar,

secara

klinis disebut tanda

satelit.
1.4.2.4;

Invasi,

ulserasi

menginvasi

kulit

terjadi

ketika

tumor

kulit, tampak perubahan berwarna merah

atau merah gelap. Bila tumor terus bertambah besar,


lokasi itu dapat menjadi iskemik, ulserasi membentuk
bunga terbalik, ini disebut tanda bunga kol.
1.4.2.5;

Perubahan inflamatorik : secara klinis disebut sebagai


karsinoma mamae inflamatorik. Tampak keseluruhan

kulit mamae berwarna merah, bengkak mirip peradangan.


Tipe

ini

disebut

tanda

peradangan

dan

dapat

menimbulkan luka yang tak kunjung sembuh.


1.4.2.6;

Perubahan papilla mamae.

1.4.2.6.1 Retraksi, distorsi papilla mamae: umumnya

akibat

tumor menginvasi jaringan sub papilar.


1.4.2.6.2 Sekret papilar: sering terjadi karena karsinoma papilar
dalam duktus besar atau tumor mengenai duktus besar.
1.4.2.6.3 Perubahan

eksematoid:

merupakan

manifestasi

spesifik dari kanker eksematoid (penyakit paget). Secara


klinis, tampak areola, papilla mamae tererosi, berkrusta,
secret, deskuamasi, sangat mirip eksim.
1.4.2.7;

Pembesaran kelenjar limpe regional.


Pembesaran kelenjar limfe aksilar ipsilateral dapat
soliter

atau multipel. Pada awalnya mobil, kemudian

dapat saling berkoalisensi atau adhesi dengan jaringan


sekitarnya. Seiring dengan perkembangan penyakit,
kelenjar limfe supraklavikular turut membesar. Yang
perlu diperhatikan, kadang-kadang pasien kanker hanya
terdeteksi sebagai limfadenopati
teraba

massa

di

mamae,

hal

karsinoma mamae tipe tersembunyi.

aksilar,

tapi

tidak

ini disebut sebagai

1.5;

Jenis Kanker Payudara


Menurut

tempat

kejadiannya, terdapat

kanker payudara. Berikut ini

beberapa

jenis

gambaran tempat-tempat

yang sering mengalami karsinoma.


1.5.1; Karsinoma in situ

Karsinoma in situ artinya adalah kanker yang masih berada


pada tempatnya, merupakan kanker dini yang belum
menyebar atau menyusup keluar dari tempat asalnya.
1.5.2;Karsinoma duktal
Karsinoma duktal berasal dari sel-sel yang melapisi
saluran yang menuju

puting

susu.

Sekitar

90%

kanker payudara merupakan karsinoma duktal. Kanker


ini biasanya

terjadi

sebelum

maupun sesudah masa

menopause. Kadang kanker ini dapat diraba dan pada


pemeriksaan mammogram, kanker ini tampak sebagai
bintik-bintik kecil dari endapan kalsium (mikrokalsifikasi).
Kanker ini biasanya terbatas pada daerah tertentu di
payudara dan bisa diangkat secara keseluruhan melalui
pembedahan. karsinoma duktal akan menderita kanker
invasive (biasanya pada payudara yang sama).
1.5.3;Karsinoma lobuler
Karsinoma lobuler mulai tumbuh di dalam kelenjar
susu, biasanya terjadi setelah menopause. Kanker ini
tidak dapat diraba dan tidak terlihat pada mammogram,
tetapi biasanya ditemukan secara tidak sengaja

pada

mammografi

yang dilakukan untuk keperluan

lain.

Sekitar 25-30% penderita karsinoma lobuler pada akhirnya


akan menderita kanker invasive.
1.5.4;Kanker invasive
Kanker invasive adalah kanker yang telah menyebar dan
merusak jaringan lainnya, bisa terlokalisir (terbatas pada
payudara) maupun metastatik (menebar kebagian tubuh
lainnya). Sekitar 80% kanker payudara invasive adalah
kanker duktal dan 10% adalah kanker lobular.

1.6; Stadium Kanker Payudara


Stadium dalam kanker, adalah untuk menggambarkan kondisi
kanker, yaitu letaknya, sampai dimana penyebarannya, sejauh
mana pengaruhnya terhadap organ tubuh yang lain. Para ahli
tenaga kesehatan biasanya menggunakan beberapa test untuk
menentukan stadium dari kanker. Jadi stadium belum bisa
ditentukan apabila test-test itu belum komplit / selesai. Dengan
mengetahui stadium, ini adalah salah satu cara yang membantu
dokter untuk menentukan pengobatan apa yang cocok untuk
pasien.
Menurut Perhimpunan

Anti Kanker (2002, dalam Desen,

2008) salah satu cara yang digunakan untuk menggambarkan


stadium dari kanker adalah sistem TNM. Sistem ini

menggunakan tiga kriteria untuk menentukan stadium kanker.


Yaitu :
1.6.1;Tumor itu sendiri. Seberapa besar ukuran tumornya dan
dimana lokasinya (T, Tumor )

Tx : tumor primer tidak dapat ditaksir

T 0 : tidak ditemukan tumor primer

T is : carsinoma in situ

T1, T2, T 3 : dari T1 sampai T3 tumor primer makin


besar dan

makin jauh infiltrasi di jaringan dan alat

berdampingan.

1.6.2; Kelenjar getah bening di sekitar tumor. Apakah tumor telah


menyebar

kekelenjar getah bening disekitarnya? ( N, Node

Nx : kelenjar limf tidak dapat ditaksir/diperiksa

N 0 :

tidak terdapat metastasis pada kelenjar limf

regional

N1,

N2,

regional

N3 :

menunjukkan

banyaknya

kelenjar

yang dihinggapi, dan ada/tidaknya infiltrasi

di alat dan struktur berdampingan.


1.6.3;

Kemungkinan tumor telah menjalar ke organ lain ( M,


Metastasis )
M x : metastasis jauh belum dapat dinilai

M 0 : tidak terdapat metastasis jauh


M 1 : terdapat metastasis jauh (ke organ hepar, paruparu, tulang, sumsum tulang, otak, saraf dan sebagainya)

1.7; Patofisiologi
Terjadinya sel kanker disebabkan adanya genom abnormal
yang mengakibatkan kerusakan gen yang mengatur
pertumbuhan dan diferensiasi sel. Sel-sel kanker dibentuk
dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut
transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi.
Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan
genetik sel yang memicu sel menjadi ganas. Perubahan dalam
bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut
karsinogen,

yang

berupa

bahan

kimia,

virus,

radiasi

(penyinaran) atau sinar matahari. Tetapi tidak semua sel


memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen.
Kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut
promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu
karsinogen. Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami
inisiasi akan berubah menjadi ganas.

Sel

yang

belum

melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi


(Desen, 2008).

1.8; Penatalaksanaan
Penatalaksanaan

kanker payudara pada dasarnya sama

dengan kasus kanker


radiasi,

kemotherapi,

lain yaitu meliputi

pembedahan,

terapi biologis dan masih ada

kemungkinan metoda lain yang dilakukan dalam mengatasi


masalah kanker payudara. Kemoterapi merupakan salah satu
modalitas

pengobatan

kanker yang

sering

dipilih

terutama

untuk mengatasi kanker stadium lanjut lokal

maupun dengan metastasis. Kemoterapi sangat penting dan


dirasakan

besar

manfaatnya

karena

bersifat

sistemik

mematikan sel-sel kanker, dan sering menjadi pilihan


metode efektif dalam mengatasi kanker terutama kanker
stadium lanjut lokal (Desen, 2008). Jenis terapi sistemik
pada

kanker

adalah

kemoterapi dengan obat sitotoksik,

terapi hormonal dan terapi biologi. Selain itu ada juga terapi
bantuan yaitu terapi untuk membantu tubuh tetap dapat
mempertahankan

kekuatannya, seperti: nutrisi, transfusi

darah, fisioterapi dan psikoterapi. Terapi sekunder digunakan


untuk

mengatasi

penyakit-

penyakit

yang

menyertai

(Sukardja, 2000).

Menurut Lewis, 2014, ada berbagai terapi yang dapat dilakukan pada
pendertia kanker payudara, diantaranya:
1.8.1;Pembedahan
a;

Breast-conserving surgery

b;

Modified radical mastectomy

1.8.2;Terapi radiasi
a;

Terapi radiasi primer

b;

Brachytherapy

c;

Terapi radiasi paliative

1.8.3;Terapi obat
a; Kemoterapi
b; Terapi hormone
c; Terapi biologic

Penelitian ini memfokuskan pada kemoterapi.

2;

KEMOTERAPI

2.1; Pengertian

Kemoterapi adalah pengobatan yang menggunakan obat keras


(beracun/kimia) untuk merusak atau membunuh sel-sel yang
tumbuh dengan cepat. Kemoterapi digunakan untuk mengobati
penyakit kanker. Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah
sel-sel kanker atau mengurangi ukuran tumor (Trevor, 2013).

Sumber

lain,

sebuah

situs

resmi

di

Australia

www.cancervic.org.au, pada tahun 2014 menjelaskan bahwa


kemoterapi adalah penggunaan obat untuk membunuh atau
memperlambat pertumbuhan dari sel kanker. Obat kemoterapi
disebut juga cytotoxics , yang berarti racun untuk sel.
Kemoterapi umumya masuk aliran darah dan menyebar ke

seluruh tubuh untuk mencapai sel kanker di berbagai organ dan


jaringan.

Berbagai jenis obat kemoterapi dapat digunakan secara tunggal


atau dikombinasikan bersama obat lain seperti antibiotik untuk
mengatasi infeksi yang mungkin terjadi. Sisi buruknya,
terdapat banyak efek samping di dalam kemoterapi, mulai dari
yang ringan hingga berat.

Kemoterapi pada kanker dapat diaplikasikan melalui beberapa


cara, diantaranya sebagai berikut:
a;

Primary induction chemotherapy:


Adjuvant chemotheraphy: Kemoterapi sebagai terapi
tambahan biasanya dilakukan pada pasien penderita tumor
yang baru saja melakukan pembedahan atau radiasi.
Dengan terapi ini diharapkan tumor diharapkan bersih dan
tak bersisa.

b;

Paliative chemotheraphy: Kemoterapi sebagai terapi


paliatif. Kemoterapi ini dilakukan pada pasien penderita
kanker yang sudah memasuki stadium lanjut atau 4B. Pada
stadium ini sel kanker telah menyerang bebrapa organ
penting dalam tubuh. Kemoterapi pada penderita kanker
stadium ini dilakukan untuk mengontrol pertumbuhan sel
kanker.

2.2; Bentuk atau Macam Kemoterapi

Beberapa bentuk tindakan kemoterapi diantaranya adalah


sebagai berikut:

2.2.1; Melalui tablet atau kapsul. Kemoterapi dengan cara ini paling

praktis karena dapat dilakukan penderita sendiri di rumah


dengan mengikuti saran dari dokter.
2.2.2; Melalui suntikan atau injeksi. Pemberian kemoterapi jenis ini

hanya bisa dilakukan oleh petugas kesehatan saja di klinik,


rumah sakit, ruang praktek dokter atau jika dimungkinkan
dokter bisa datang kerumah.
2.2.3;

Melalui infus. Pemberian kemoterapi melalui infus harus


dilakukan oleh paramedis yang berpengalaman. Pemberian
kemoterapi ini harus dilakukan di rumah sakit atau klinik
khusus.

Semua bentuk tindakan kemoterapi pada prinsipnya memiliki cara


kerja yang sama, dimana tujuannya adalah untuk menghabat
pertumbuhan

dan

perkembangan

sel

kanker.

Tubuh

kita

memproduksi sel baru untuk menggantikan sel-sel yang sudah mati


atau rusak. Proses ini dilakukan secara teratur dan seimbang.
Sedangkan sel-sel kanker tidak memiliki keteraturan, proses
reproduksi (pembelahan dan pertumbuhan) sel kanker diluar kendali,
akan semakin banyak sel kanker yang diproduksi dan selanjutnya
menempati lebih banyak tempat dan ruang, sampai akhirnya
mendorong keluar ruang yang ditempati oleh sel-sel tubuh normal.
Pada saat kondisi seperti itulah diperlukan kemoterapi, obat
kemoterapi akan mengganggu kemampuan sel kanker untuk
membelah dan berkembang biak.

Frekunesi pemberian kemoterapi pada pasien sangat tergantung dari


jenis, stadium dan tingkat kanker yang diderita. Oleh karena itu
keputusan untuk kemoterapi tidak langsung dapat seketika
dikeluarkan, harus tahu secara pasti penyakit yang diderita pasien.
Dalam sebagian besar kasus kanker, untuk memperoleh hasil terbaik
maka kemoterapi dilakukan dalam jangka waktu tertentu.

Kemoterapi bisa saja hanya dilakukan dalam satu hari, atau dapat
juga berlangsung selama beberapa minggu. Hal ini tergantung pada
jenis dan stadium kanker. Jika pasien membutuhkan lebih dari satu
pengobatan, maka akan ada masa jeda/istirahat agar tubuhnya pulih
kembali. Misalnya kemoterapi satu hari diikuti dengan waktu
istirahat satu minggu, diikuti dengan pengobatan di satu hari lain
yang diikuti masa istirahat tiga minggu, dan lain-lain. Hal ini dapat
dilakukan berulang kali.

2.3;

Pola Sensitivitas Kanker Terhadap Obat Kemoterapi


Menurut Abdulmuthalib (2006) terdapat tiga kelompok pola
sensitivitas kanker terhadap kemoterapi, yaitu :

2.3.1; Kelompok I
Kanker

dengan

sitoreduktif
pada

kanker

sitostatika

mutakhir

menghasilkan

yang cepat dan kesembuhan umumnya terjadi


yang

secara

intrinsic

sensitive

terhadap

kemoterapi sitostatika (contoh: leukeumia limfoblastik akut


pada anak-anak, penyakit Hodgkin, kanker testis )
2.3.2; Kelompok II

Kanker yang biasanya berespons baik pada saat permulaan


diberikan sitostatika namun kemudian sering berubah menjadi
refrakter terhadap sitostatika berikutnya (contoh: kanker
payudara, kanker paru sel kecil, kanker ovarium residif /
kambuh)

2.3.3; Kelompok III


Tumor yang secara instrinsik resisten terhadap hampir
semua kemoterapi / sitostatika (contoh: melanoma maligna,
kanker kolon)

2.4; Kontra Indikasi Pemberian Kemoterapi


Abdulmuthalib (2006) dalam Ani (2009) mengemukakan
kontraindikasi kemoterapi terbagi atas dua macam, yaitu
kontraindikasi absolut dan relatif. Termasuk kontraindikasi
absolut adalah penyakit terminal (harapan hidup sangat
pendek), kehamilan trimester pertama (kecuali akan
digugurkan), septikemia,

dan koma. Sedangkan

yang

termasuk kontraindikasi relatif adalah bayi dibawah tiga


bulan, usia lanjut (terutama pada pasien dengan tumor
yang tumbuh lambat dan kurang sensitif terhadap
kemoterapi), status penampilan yang buruk, terdapat
gagal

organ

yang

parah, metastasis otak (jika tidak

dapat diobati dengan radioterapi), demensia, pasien tidak


dapat datang secara reguler, pasien tidak kooperatif,
serta jenis tumornya resisten terhadap obat antikanker.

2.5; Efek Samping Kemoterapi


Meskipun tampaknya menjanjikan, kemoterapi tentu saja
memiliki risiko. Ada beberapa efek samping yang dapat
membuat pasien membatalkan sesi kemoterapi berikutnya.
Ada berapa pasien yang mengeluhkan efek kemoterapi
secara langsung, ada pula yang tidak mengeluhkan efek
samping kemoterapi ini. Ada efek smping yang bersifat
ringan, ada pula efek samping yang dianggap berat oleh
pasien. Semua efek samping kemoterapi itu akan bervariasi
pada tiap pasien, bergantung pada kondisi tubuh pasien,
stadium kanker, jenis dan bentuk pemberian kemoterapi.

Jhon Barron, tahun 2013 dalam artikel yang berjudul


Chemoterapy, an interisting choice mengatakan bahwa
kerugian utama yang diderita oleh pasien yang menggunakan
kemoterapi adalah terbunuhnya sel-sel sehat yang memiliki
model pembelahan diri yang cepat dan unik. Efek samping ini
merupakan hal yang utama dalam kemoterapi sehingga sel
sehat yang memiliki karakteristik hampir sama dengan sel
kanker ikut terbasmi sehingga berpengaruh terhadap kesehatan
pasien.
Sel yang memiliki karakterisik membelah diri secara cepat
adalah sel yang terdapat di dalam sumsum tulang belakang
yang merupakan penghasil sel utama sel darah merah. Sel
lainnya adalah folikel rambut. Hal inilah yang membuat kita
sering melihat pasien yang menjalani kemoterapi akan
mengalami kerontokan rambut. Efek kemoterapi juga dapat
meracuni darah, sehingga penderita kanker yang menjlani
kemoterapi mengalami mual, muntah, kram, lemas dan kurang
nafsu makan.

Kemoterapi tidak spesifik hanya menyerang sel kanker saja,


tetapi sel normal juga ikut terpengaruh oleh kemoterapi.
Berbagai jenis obat kemoterapi tidak hanya akan merusak atau
membunuh sel-sel kanker, tetapi juga dapat merusak sebagian
sel-sel normal dalam tubuh. Pada saat sel normal rusak akibat
kemoterapi, pada saat itulah timbul efek samping kemoterapi.

Hal ini akan menimbulkan efek samping bervariasi. Beberapa


efek samping yang sering terjadi dalam kemoterapi antara lain:
a;

Mual dan/atau muntah

b; Diare atau sembelit


c;

Kehilangan nafsu makan

d; Rambut rontok
e;

Jumlah sel darah merah rendah atau anemia

f;

Sistem kekebalan tubuh melemah dan meningkatnya kerentanan

terhadap infeksi
g; Rasa lemah
h; Mudah memar dan/atau perdarahan
i;

Sariawan

j;

Mati rasa dan kesemutan di tangan dan/atau kaki, atau kelemahan


akibat kerusakan saraf

k; Kerusakan ginjal
l;

Kerusakan otot jantung

m; Infertilitas (tingkat kesuburan menurun)


n; Periode menstruasi terhenti

Efek kemoterapi pada pasien dapat mempengaruhi secara biologis,


fisik, psikologis, dan sosial. Efek kemoterapi sangat beragam
tergantung kepada obat yang diberikan. Efek samping yang berat

sering timbul pada pasien pasca kemoterapi dan sering kali tidak
dapat ditoleransi oleh pasien, bahkan menimbulkan kematian.
Demikian juga frekuensi pemberian kemoterapi dapat menimbulkan
beberapa efek yang dapat memperburuk status fungsional pasien
salah satunya kecemasan. Menurut penelitian Umi dan Arinadi
(2010) RSUD Dr. Moewardi Surakarta menjelaskan adanya
pengaruh adaptasi pasien tentang kemoterapi terhadap tingkat
kecemasan pasien kemoterapi. Kecemasan dapat di timbulkan akibat
efek dari kemoterapi.

2.6. Peran Perawat Dalam Kemoterapi


Pengetahuan dan pengalaman perawat didalam melaksanakan
kemoterapi memberikan pengaruh yang besar terhadap respon
pasien yang menjalani kemoterapi. Untuk itu diperlukan
wawasan yang luas mengenai teori dan aplikasi kemoterapi
terhadap pasien. Perawat harus memperhatikan pasien secara
holistik mulai kebutuhan secara biologis, psikologis, sosial,
kultural dan spiritual. Perawat harus bisa memberikan rasa
nyaman dan memahami riwayat penyakit pasien agar
kemoterapi yang dilakukan tepat guna. Adapun peran perawat
dalam pemberian kemoterapi:
a; Memastikan bahwa dosis obat kemoterapi, rute pemberian

dan pasien yang tepat.


b; Perawat memberikan asuhan keperawatan sebagai care

provider kepada pasien yang menjalani kemoterapi dan


membuat prioritas masalah pasien dan membantu dalam
evaluasi gejala dan intervensi.

c; Memberi dukungan kepada pasien kanker dan keluarga

karena perawat menghabiskan lebih banyak waktu dengan


pasien yang mengalami sakit.
d; Meningkatkan

kenyamanan

pasien

melalui

asuhan

keperawatan
e; Menjalin kerja sama multidisiplin dalam manajemen

kemoterapi.

3. KECEMASAN
3.1 Pengertian
Menurut Freud dalam Saleh, 2013 mengatakan bahwa
kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu
tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat
disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Fungsinya adalah untuk
memperingatkan adanya ancaman bahaya, yakni sinyal bagi
ego yang akan terus meningkat jika tindakan-tindakan yang
layak untuk mengatasi ancaman tidak diambil. Apabila tidak
bisa mengendalikan kecemasan melalui cara-cara yang rasional
dan langsung, maka ego akan mengandalkan cara-cara yang
tidak realistis yakni tingkah laku yang berorientasi pada
pertahanan ego/defend mechanism (Freud dalam Corey, 2005).

Kecemasan

adalah

suatu

perasaan

takut

yang

tidak

menyenangkan yang disertai dengan meningkatnya ketegangan


fisiologis. Dalam teori pembelajaran dianggap sebaga suatu
dorongan yang menjadi perantara antara suatu situasi yag
mengancam dan perilaku menghindar. Kecemasan dapat

diukur

denga self

report, dengan

mengukur

ketegangan

fisiologis, dengan mengamati perilaku yang tampak (Davison


dkk, 2006).

Lefrancois (1980) juga menyatakan bahwa kecemasan


merupakan reaksi emosi yang tidak menyenangkan, yang
ditandai dengan ketakutan. Hanya saja, menurut Lefrancois,
pada kecemasan bahaya bersifat kabur, misalnya ada ancaman,
adanya hambatan terhadap keinginan pribadi, adanya perasaanperasaan tertekan yang muncul dalam kesadaran (Saleh,2013).

Kecemasan

berhubungan

dengan

sesuatu

yang

dirasa

mengancam. Berbeda dengan rasa takut yang jelas objeknya,


kecemasan terkadang tidak jelas objek mengapa seseorang
menjadi cemas. Bahkan, jika seseorang sering cemas terhadap
sesuatu, bisa mengembangkan kepribadian cemas. Menurut
Nevid (2005), Kecemasan dapat menjadi reaksi emosional
yang normal dibeberapa situasi, tetapi tidak disituasi lain.
Sumadinata (2004) mengatakan bahwa seseorang yang merasa
khawatir

karena

menghadapi

situasi

yang

tidak

bisa

memberikan jawaban yang jelas, tidak bisa mengharapkan


sesuatu pertolongan, dan tidak ada harapan yang jelas akan
mendapatkan hasil. Kecemasan dan kekhawatiran yang ringan
dan menjadi sebuah motivasi. Sedangkan kecemasan dan
kekhawatiran yang kuat dan negatif dapat menimbulkan
gangguan fisik maupun psikis.

Kecemasan sering menyertai pasien dengan kanker dan harus


menjalani kemoterapi. Hal ini berkaitan dengan adanya
ketidakpastian (uncertainty) akan
efektifitas pengobatan
sering

ditemukan pada

prognosa

penyakit,

terhadap pemulihan kondisi yang


pasien-pasien

kanker

terutama

stadium lanjut (Shaha, 2008).

3.2 Teori-Teori Dalam Kecemasan


3.2.1 Teori Interpersonal
Sulivan mengemukakan bahwa kecemasan timbul akibat
ketidak mampuan untuk berhubungan interpersonal dan
sebagai akibat penolakan.
3.2.3 Teori Prilaku
Teori prilaku menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil
frustasi akibat berbagai hal yang mempengaruhi individu
dalam mencapai tujuan yang di inginkan.
3.2.4 Teori Keluarga
Studi pada keluarga dan epidemiologi memperlihatkan bahwa
kecemasan selalu ada pada tiap-tiap keluarga dalam berbagai
bentukdan sifatnya heterogen.
3.2.5 Teori Biologik
Otak memiliki reseptor khusus terhadap benzodiazepin,
reseptortersebut berfungsi membantu regulasi kecemasan.
(Suliswati, 2005)

3.3 Penyebab
3.3.1 Pandangan psikoanalitis
Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua
elemen kepribadian Id dan super ego. Id mewakili dorongan
insting

dan

impuls

primitif,

sedangkan

super

ego

mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma


budaya. Fungsi cemas

mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

3.3.2 Pandangan interpersonal


Kecemasan

timbul dari

ketidaksetujuan
berhubungan

dan

perasaan

takut

terhadap

penolakan interpersonal. Kecemasan

dengan

perkembangan

trauma

seperti

perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan


fisik.Orang dengan harga diri yang rendah mudah mengalami
perkembangan kecemasan yang berat.
3.3.3;Pandangan perilaku
Kecemasan
kemampuan

adalah
individu

sesuatu
untuk

yang
mencapai

mengganggu
tujuan

yang

diinginkan. Ada hubungan timbal balik antara konflik dan


kecemasan,

konflik

menimbulkan

kecemasan,

dan

kecemasan menimbulkan perasaan tidak berdaya sehingga


meningkatkan konflik yang dialami
3.3.4;Keluarga

Kecemasan biasanya terjadi dalam keluarga karena adanya


konflik.
3.3.5;Kajian biologis
Bahwa

otak

benzodiazepin,

mengandung

reseptor

obat-obatan

yang

khusus

untuk

meningkatkan

neuroregulator inhibisi asam gama aminobutirat (GAMA),


yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang
berhubungan dengan kecemasan.
Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik dan
selanjutnya menurunkan kemampuan individu

untuk

mengatasi stress.
3.3.6; Faktor presipitasi
3.3.6.1; Ancaman terhadap integritas
fisiologis yang akan terjadi

fisik meliputi disabilitas


atau penurunan kemampuan

untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari seperti karena


trauma fisik dan penyakit (Stuart,2006).
3.3.6.2;

Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan


identitas, harga diri, dan fungsi sosial

Menurut Smeltzer & Bare, 2001 dalam Maryani 2009, faktor yang
mempengaruhi kecemasan pasien adalah :
1. Faktor eksternal
1.1 Dukungan keluarga

Sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita


yang sakit.Anggota keluarga memandang bahwa orang yang
bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan
bantuan yang diperlukan (Friedman,1998). Jenis dukungan
keluarga adalah:dukungan informatif, emosional, penilaian, dan
instrumental.
1.2; Dukungan sosial
Dukungan sosial bahwa dirinya diperhatikan dan dicintai oleh
orang lain,

merasa dirinya dianggap atau dihargai, dan

membuat seseorang merasa bahwa dirinya bagian dari jaringan


komunikasi oleh anggotanya.(Smeltzer & Bare,2001)

2. Faktor internal
2.1 Potensi stressor
Merupakan

setiap

keadaan

atau

peristiwa

yang

menyebabkan stressor
psikososial

perubahan

dalam

kehidupan

seseorang

sehingga

orang itu terpaksa mengadakan adaptasi (Smeltzer & Bare,


2001)
2.2 Maturitas
Individu yang memiliki kematangan

kepribadian
lebih

mengalami

sukar

gangguan akibat kecemasan, karena individu

yang
mempunyai

daya

adaptasi

yang

matur

lebih besar terhadap

kecemasan
2.3 Pendidikan dan status ekonomi
Pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang
akan

menyebabkan

orang

tersebut

mudah

kecemasan. Tingkat pendidikan seseorang


terhadap

kemampuan

berfikir,

mengalami

akan berpengaruh

semakin

pendidikan akan semakin mudah berfikir

tinggi

tingkat

rasional

dan

menangkap informasi baru termasuk menguraikan masalah


baru (Stuart, 2006)
2.4 Keadaan fisik
Seseorang yang mengalami gangguan fisik, penyakit kronis,
penyakit keganasan akan mudah mengalami kelelahan fisik,
sehingga akan lebih mudah mengalami kecemasan.
2.5 Tipe kepribadian
Tidak semua orang yang mengalami stressor psikososial akan
menderita gangguan kecemasan, hal ini juga tergantung pada
struktur

atau

tipe

kepribadian

seseorang.

Orang

yang

berkepribadian A akan lebih mudah mengalami gangguan


akibat kecemasan daripada orang dengan kepribadian B. Ciriciri orang

yang berkepribadian A adalah : tidak sabar,

ambisius, menginginkan kesempurnaan, merasa terburu-buru


Waktu, mudah tersinggung, mudah gelisah. Sedang tipe B

adalah orang yang penyabar, tenang, teliti, dan rutinitas (


Stuart, 2006).
2.6 Lingkungan dan situasi
Seseorang yang berada pada lingkungan yang asing akan
mudah mengalami kecemasan dibandingkan bila ia berada di
lingkungan yang biasa ditempati.
2.7 Usia
Seseorang yang mempunyai usia lebih muda ternyata

lebih

mudah mengalami gangguan kecemasan daripada orang yang


lebih tua, tetapi ada yang berpendapat sebaliknya.
2.8 Jenis kelamin
Gangguan

kecemasan

lebih

sering

dialami

perempuan

dibandingkan dengan laki-laki.

3.3. Proses Terjadinya Kecemasan


Neurotransmitters adalah bahan kimia pembawa pesan di
dalam otak yang mengatur perasaan dan pikiran seseorang.
Kadang-kadang suatu masalah kecemasan berkaitan dengan
fungsi pembawa pesan di otak yang berhubungan

dengan

ketidakseimbangan neurotransmitter atau kimiawi otak. Ada


dua neurotransmitter utama yang mempengaruhi perasaan
seseorang yaitu serotonin dan dopamine. Bila terjadi suatu
ketidakseimbangan
menderita cemas.

bahan-kimia

ini,

seseorang

dapat

Pemajanan terhadap stressor mengakibatkan stimulus pada


sistim saraf pusat yang pada akhirnya akan merangsang
system kelenjar sebagai respon fisiologis tubuh baik secara
menyeluruh maupun local. Tiga neurotransmitter utama yang
berhubungan dengan kecemasan berdasarkan penelitian adalah
Norephineprin (NE), serotonin dan gamma aminobutyric
(GABA). Sistem norephineprin merupakan pikiran yang
menjembatani

respon

fight-flight,

dihubungkan

dengan

neurotransmitter ke struktur lain dari otak yang berhubungan


dengan kecemasan yaitu amigdala, hipokampus dan korteks
cerebral (berfikir, menginterpretasikan dan perencanaan).
Disregulasi
penyebab

serotonin
dari

akan

memainkan

peran

kecemasan seseorang yang

pengalaman gangguan

memiliki

sebagai

mempunyai

reseptor

5HT

hipersensitifitas.
Aktivitas neurotransmitter gamma aminobutyric (GABA),
mengontrol

aktivitas

bertanggungjawab

neuron

pada

memproduksi

bagian

terjadinya

otak

yang

kecemasan.

Dalam kehidupan sehari-hari individu berespon terhadap


stressor dimana ia akan dihadapkan dengan berbagai
ansietas (kecemasan) yang

selalu berada dalam rentang

respon dari ringan, sedang, berat, sampai panik (Doenges,


2003; Stuart and Laraia, 2005; Perry & Potter, 2006).

3.4 Pengukuran Kecemasan


Kecemasan dapat diukur dengan State-Trait Anxiety (STAI)
yang dibuat oleh Spielberger pada tahun 1983. STAI dirancang
untuk mengukur A-State (keadaan cemas) dan A-Trait (ciri
cemas). Skala

bentuk state dirancang dirancang bagaimana

untuk mengukur perasaan subjek terhadap kejadian-kejadian


tertent. Sedangkan skala untuk Trait dirancang untuk mengukur
kecemasan sebagai sebuah karakteristik personal atau ciri
menetap yang stabil, atau untuk menilai predisposisi individu
dalam menilai keadaan sebagai suatu bahaya yang mengancam.

3.5 Tingkatan cemas


3.5.1 Cemas ringan
Biasanya berhubungan dengan peristiwa dan ketegangan
kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini terjadi peningkatan
lapang

persepsi

dan

individu

akan

berhati-hati,

meningkatkan kewaspadaan dan meningkatkan pembelajaran


untuk menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas..
3.5.2; Cemas sedang
Pada tingkatan ini lapang persepsi menurun, individu
lebih memfokuskan pada hal
mengesampingkan

penting

saat

itu

dan

hal yang lain, tapi masih dapat

melakukan sesuatu dengan arahan orang lain.Kemampuan

berfokus pada masalah utama, kesulitan untuk tetap


perhatian dan mampu belajar
3.5.3 Cemas berat
Pada tingkatan ini lapang persepsi individu sangat sempit.
Individu tidak mampu memfokuskan pada penyelesaian
masalah, cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan
mengabaikan hal yang lain. Individu tidak mampu berpikir
realistis dan membutuhkan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pada area lain. Pusat perhatiannya pada detail
yang kecil (spesifik). Seluruh perilaku dimaksudkan untuk
mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah/arahan
untuk terfokus pada area lain.
3.5.4;Panik
Pada tingkatan ini lahan persepsi sudah sangat sempit
sehingga individu tidak dapat mengendalikan diri lagi
dan

tidak

dapat melakukan apa-apa walaupun sudah

diberikan pengarahan. Terjadi peningkatan aktifitas motorik,


menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain,
kehilangan pemikiran rasional dan tidak mampu berfungsi
secara efektif. Biasanya disertai dengan disorganisasi
kepribadian..

Ketidakmampuan

total

untuk

berfokus;

disintegrasi kemampuan koping; gejala fisiologik dari


respon figth of flight., Contoh: individu dengan kepribadian
pecah/despersonalisasi (Suliswati, 2005: 48).

3.5. Penanganan Cemas


Berikut ini akan dikemukakan tindakan keperawatan pada
pasien

yang mengalami kecemasan, menurut modul Inter

Course Community Mental Health Nursing

(2006) dalam

Maryani (2009)
b; Intervensi Generalis
Tujuan :
1) Pasien mampu mengenal kecemasanya
2)

Pasien mampu mengatasi kecemasan melalui latihan

relaksasi
3) Pasien mampu memperagakan dan menggunakan
teknik relaksasi untuk mengatasi kecemasan
Intervensi :
a. Cemas ringan
1) Menggunakan strategi kognitif
2) Pemberian penyuluhan manajeman stres
3) Pendekatan pemecahan masalah
b. Cemas sedang
1) Anjurkan pasien mengurangi asupan kafein dan nikotin

2) Menggunakan pernafasan teknik relaksasi


3) Mendorong pengungkapan verbalisasi perasaan
4) Membantu

dalam

penggunaan

pendekatan

pemecahan masalah
5) Mengajarkan strategi koping
c. Cemas berat
1) Bantu klien mengekspresikan

perasaannya dengan

mendengar secara aktif dan memberikan respon empati


2) Tetap bersama pasien dan beri dukungan
3) Batasi stimulus lingkungan, matikan suara musik
yang keras (heavy metal, rock), tinggalkan ruangan yang
penuh orang
4) Anjurkan pasien melakukan aktifitas fisik seperti jalanjalan guna melepaskan energi.
d. Panik
1) Gunakan suara yang tenang, lembut dan memberikan
kenyamanan
2)

Tetap bersama pasien, tidak meninggalkan pasien

dalam keadaan sendirian


3) Bila perlu pengawasan satu orang satu

4) Bantu pasien meningkatkan kebutuhan tidur dengan


pemberian tindakan yang memberikan rasa kenyamanan
(mandi air hangat, mendengar jenis musik lembut, usapan
dipunggung)
5) Beri informasi tentang sistem pendukung yang ada di
komunitas seperti nomor telephon, rujukan ke pusat
kesehatan

jiwa, kelompok swadaya dan klinik serta

program manajemen stres


6) Ajarkan

pada

pengobatan

pasien

yang

dan

diresepkan

keluarga
termasuk

tentang
alasan

penggunaannya, dosis, waktu minum obat, tindakan untuk


mengatasi efek samping yang kecil, efek samping yang
memerlukan perhatian penyedia jasa layanan kesehatan dan
apa yang perlu dilakukan bila dosisnya terlewati.

3.3.7;Intervensi Spesialis
Pemberian terapi keperawatan spesialis meliputi :
1) Terapi Individu
(a) Deep breathing relaxation
(b) Thought stoping
(c) Progressive muscle relaxation
(d) Meditasi visualisasi
(e) Terapi musik

2) Terapi Kelompok : Terapi suportif


3) Terapi Keluarga
(a) Family sistem terapi
(b) Family Pscyoedukasi
(c) Case management

3.6; Kecemasan pada Pasien Kanker Payudara yang Menjalani


Kemoterapi
Diagnosis kanker p a y u d a r a dapat menimbulkan
bermacam-macam perasaan negatif yang dapat
sangat

berat

ketika

sudah

menjadi

ditentukan stadium dari

kankernya serta cara pengobatan yang tepat untuk kankernya.


(Baradero, 2006). Perasaan cemas akan timbul karena dampak
yang terjadi dari pengobatan seperti :

anemia, stomatitis,

malaise, mual, muntah, lesu, lemas, perubahan kulit, berat


badan menurun, nyeri, kerontokan rontok, dan disfungsi
sexual yang dapat mengancam harga diri dan

perubahan

citra tubuh pasien, bahkan cemas akan kematian. (Smeltzer &


Bare, 2001).

4; TERAPI MUSIK
4.1; Pengertian Terapi Musik
Aleksandr pada 2012 menjelaskan bahwa terapi musik
didefenisikan sebagai musik yang digunakan oleh tenaga

kesehatan profesional untuk mendukung proses kesembuhan


dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Terapi musik tidak
mengobati penyakit, tetapi banyak literatur yang mengatakan
bahwa terapi musik dapat mengurangi banyak gejala penyakit,
mempercepat kesembuhan, memperbaiki aktifitas fisik dan
meningkatkan kualitas hidup pasien. Aleksandr menambahkan
bahwa

terapi

musik

dilakukan

dengan

pendekatan

komplementeri meminimalisir kecemasan pasien.

Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan


mental dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi,
ritme, harmoni, timbre, bentuk dan gaya yang diorganisir
sedemikian rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat untuk
kesehatan fisik dan mental (Yanto, 2015). Musik memiliki
kekuatan untuk mengobati penyakit dan meningkatkan
kemampuan pikiran seseorang. Ketika musik diterapkan
menjadi

sebuah

memulihkan,

dan

terapi,

musik

memelihara

dapat

kesehatan

meningkatkan,
fisik,

mental,

emosional, sosial dan spiritual.

Menurut Suhartini, 2008, terapi musik adalah sebuah terapi


kesehatan yang menggunakan musik di mana tujuannya adalah
untuk meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik, emosi,
kognitif, dan sosial bagi individu dari berbagai kalangan usia.
Hal ini disebabkan musik memiliki beberapa kelebihan, yaitu

karena musik bersifat nyaman, menenangkan, membuat rileks,


berstruktur, dan universal. Perlu diingat bahwa banyak dari
proses dalam hidup kita selalu ber-irama. Sebagai contoh,
nafas kita, detak jantung, dan pulsasi semuanya berulang dan
berirama.
Terapi musik adalah terapi yang universal dan bisa diterima
oleh semua orang karena kita tidak membutuhkan kerja otak
yang berat untuk menginterpretasi alunan musik. Terapi musik
sangat mudah diterima organ pendengaran kita dan kemudian
melalui saraf pendengaran disalurkan ke bagian otak yang
memproses emosi (sistem limbik).
Dari berbagai sumber diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
terapi musik adalah penggunaan musik sebagai terapi yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional untuk mendukung
proses kesembuhan, meningkatkan kualitas fisik dan mental
dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme,
harmoni, timbre, bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian
rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan
dan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien, dari berbagai
kalangan usia
4.2; Jenis Musik Untuk Terapi Musik
Pada dasarnya hampir semua jenis musik bisa digunakan untuk
terapi musik. Namun kita harus tahu pengaruh setiap jenis musik
terhadap pikiran. Setiap nada, melodi, ritme, harmoni, timbre,

bentuk dan gaya musik akan memberi pengaruh berbeda kepada


pikiran dan tubuh kita. Dalam terapi musik, komposisi musik
disesuaikan dengan masalah atau tujuan yang ingin kita capai.

Musik sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Musik


memiliki 3 bagian penting yaitu beat, ritme, dan harmony. Beat
mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan
harmony mempengaruhi roh. Terapi Musik yang efektif
menggunakan musik dengan komposisi yang tepat antara beat,
ritme dan harmony yang sesuaikan dengan tujuan dilakukannya
terapi musik. Jadi memang terapi musik yang efektif tidak bisa
menggunakan sembarang musik.
4.3; Jenis Terapi Musik
Dalam dunia penyembuhan dengan musik, dikenal 2 macam
terapi musik, yaitu:
4.3.1;Terapi Musik Aktif
Dalam terapi musik aktif pasien diajak bernyanyi, belajar main
menggunakan alat musik, menirukan nada-nada, bahkan
membuat lagu singkat. Dengan kata lain pasien berinteraksi
aktif dengan dunia musik. Untuk melakukan Terapi Musik
katif tentu saja dibutuhkan bimbingan seorang pakar terapi
musik yang kompeten.

4.3.2;Terapi Musik Pasif.


Inilah terapi musik yang murah, mudah dan efektif. Pasien
tinggal mendengarkan dan menghayati suatu alunan musik
tertentu yang disesuaikan dengan masalahnya. Hal terpenting
dalam Terapi Musik Pasif adalah pemilihan jenis musik harus
tepat dengan kebutuhan pasien. Oleh karena itu, kami
membuat puluhan jenis CD Terapi Musik yang disesuaikan
dengan kebutuhan Anda

4.4; Manfaat Terapi Musik


Ada beberpa manfaat terapi musik, diantaranya:
4.4.1;Relaksasi, Mengistirahatkan Tubuh dan Pikiran
Manfaat yang pasti dirasakan setelah melakukan terapi musik
adalah perasaan rileks, tubuh lebih bertenaga dan pikiran lebih
fresh. Terapi musik memberikan kesempatan bagi tubuh dan
pikiran untuk mengalami relaksasi yang sempurna. Dalam
kondisi relaksasi (istirahat) yang sempurna itu, seluruh sel
dalam tubuh akan mengalami re-produksi, penyembuhan alami
berlangsung, produksi hormon tubuh diseimbangkan dan
pikiran mengalami penyegaran.
4.4.2;Meningkatkan Kecerdasan
Sebuah efek terapi musik yang bisa meningkatkan
intelegensia seseorang disebut Efek Mozart. Hal ini telah
diteliti secara ilmiah oleh Frances Rauscher et al dari

Universitas California. Penelitian lain juga membuktikan


bahwa masa dalam kandungan dan bayi adalah waktu yang
paling tepat untuk menstimulasi otak anak agar menjadi
cerdas. Hal ini karena otak anak sedang dalam masa
pembentukan, sehingga sangat baik apabila mendapatkan
rangsangan yang positif. Ketika seorang ibu yang sedang
hamil sering mendengarkan terapi musik, janin di dalam
kandungannya juga ikut mendengarkan. Otak janin pun
akan terstimulasi untuk belajar sejak dalam kandungan. Hal
ini dimaksudkan agar kelak si bayi akan memiliki tingkat
intelegensia yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak
yang dibesarkan tanpa diperkenalkan pada musik.
4.4.3;Meningkatkan Motivasi
Motivasi adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan
perasaan dan mood tertentu. Apabila ada motivasi, semangat
pun akan muncul dan segala kegiatan bisa dilakukan. Begitu
juga sebaliknya, jika motivasi terbelenggu, maka semangat pun
menjadi luruh, lemas, tak ada tenaga untuk beraktivitas. Dari
hasil

penelitian,

ternyata

jenis

musik

tertentu

bisa

meningkatkan motivasi, semangat dan meningkatkan level


energi seseorang.
4.4.4;Meningkatkan Kemampuan Mengingat
Terapi musik bisa meningkatkan daya ingat dan mencegah
kepikunan. Hal ini bisa terjadi karena bagian otak yang

memproses musik terletak berdekatan dengan memori.


Sehingga ketika seseorang melatih otak dengan terapi musik,
maka secara otomatis memorinya juga ikut terlatih. Atas dasar
inilah terapi musik banyak digunakan di sekolah-sekolah
modern di Amerika dan Eropa untuk meningkatkan prestasi
akademik siswa. Sedangkan di pusat rehabilitasi, terapi musik
banyak digunakan untuk menangani masalah kepikunan dan
kehilangan ingatan.
4.4.5;Mengurangi Rasa Nyeri, Kecemasan dan Stress
Musik bekerja pada sistem saraf otonom yaitu bagian sistem
saraf yang bertanggung jawab mengontrol tekanan darah,
denyut jantung dan fungsi otak, yang mengontrol perasaan dan
emosi. Menurut penelitian, kedua sistem tersebut bereaksi
sensitif terhadap musik. Ketika kita merasa sakit, kita menjadi
cemas, frustasi, stress dan marah yang membuat kita
menegangkan otot-otot tubuh, hasilnya rasa sakit menjadi
semakin parah. Mendengarkan musik secara teratur membantu
tubuh relaks secara fisik dan mental, sehingga membantu
menyembuhkan dan mencegah rasa sakit, kecemasan dan stess.
Hal ini sejalan dengan penelitian Xiao-Mei Li pada tahun 2011
dalam penelitiannya mengatakan bahwa terapi musik dapat
rasa nyeri, kecemasan dan stress.
4.4.6;Meningkatkan Kekebalan Tubuh

Dr John Diamond dan Dr David Nobel, 2012, telah melakukan


riset mengenai efek dari musik terhadap tubuh manusia dimana
mereka menyimpulkan bahwa: Apabila jenis musik yang kita
dengar sesuai dan dapat diterima oleh tubuh manusia, maka
tubuh akan bereaksi dengan mengeluarkan sejenis hormon
(serotonin ) yang dapat menimbulkan rasa Nikmat dan senang
sehingga tubuh akan menjadi lebih kuat (dengan meningkatnya
sistem kekebalan tubuh) dan membuat kita menjadi lebih
sehat.

4.4.7;Musik Bisa Mempengaruhi Tubuh Dan Pikiran


Pemahaman tentang aspek biologis suara berawal dengan
pengertian bahwa perubahan getaran udara sebenarnya adalah
musik. Jauh sebelum pembentukan ontogenetik dan filogenetik
suara musik, fenomena akustik yang ditemukan sudah
merupakan nilai-nilai terapi musik. Fenomena akustik ini
membuat orang dapat menghargai dan menemukan kembali
suara eksternal serta menerjemahkan suara tersebut ke dalam
bahasa musik.
Akustik, suara, vibrasi, dan fenomena motorik sudah
ditemukan sejak ovum dibuahi oleh sperma untuk membentuk
manusia baru. Pada saat itu terdapat berbagai proses yang
melingkupi telur dalam kandungan, berproduksi dengan
gerakan dinamis, mempunyai vibrasi, dan memiliki suara

tersendiri. Misalnya, bunyi yang dihasilkan oleh dinding


rahim, denyut jantung, aliran darah, bisikan suara ibu, suara
dan desah napas, mekanisme gerakan dan gesekan tubuh
bagian dalam, gerakan otot, proses kimiawi dan enzim, serta
banyak lainnya. Semua ini dapat dikelompokkan sebagai
sebuah kesempurnaan suara.

4.5; Mekanisme Dasar Terapi Musik


Musik dihasilkan dari stimulus yang dikirim dari akson-akson
serabut sensori asenden ke neuron-neuron Reticular Activating
System (RAS). Stimulus ini kemudian akan ditransmisikan oleh
nuclei spesifik dari thalamus melewati area-area korteks
cerebral, sistem limbik dan korpus collosum serta melewati
area-area sistem saraf otonom dan sistem neuroendokrin. Sistem
saraf otonom berisi saraf simpatis dan parasimpatis. Musik dapat
memberikan rangsangan pada saraf simpatik dan saraf
parasimpatik untuk menghasilkan respon relaksasi. Karakteristik
respon relaksasi yang ditimbulkan berupa penurunan frekuensi
nadi, relaksasi otot, tidur (Tuner, 2010 dalam Dyna 2010).

Sistem Limbik dibentuk oleh cincin yang berhubungan dengan


Cigulate gyrus, hippocampus, forniks, badan-badan mamilari,
hipotalamus, traktus mamilotalamik, thalamus anterior dan

bulbus olfaktorius, ketika musik dimainkan maka semua area


yang berhubungan dengan sistem limbik akan terstimulasi
sehingga menghasilkan perasaan dan ekspresi (Kemper dan
Denheur, 2005) selain itu Ketika musik dimainkan semua bagian
yang Pengaruh terapi berhubungan dengan sistem limbik
terstimulasi sehingga menghasilkan perasaan dan ekspresi.
Musik juga menghasilkan sekresi Phenylethylamin dari sistem
limbik yang merupakan Neuroamine yang berperan dalam
perasaan cinta (Tuner, 2010 dalam Dyna 2010)

4.6; Cara Kerja Terapi Musik


Beberapa pendekatan dalam terapi musik meyakini bahwa tubuh
kita adalah sumber suara dan bahwa organ-organ tubuh
sekaligus dapat dianalogikan sebagai seperangkat alat musik.
Tubuh manusia sebenarnya sarat dengan bunyi. Proses biologis
yang dilakukan oleh organ-organ tubuh misalnya lambung atau
jantung menghasilkan berbagai macam suara. Dokter dapat
mendengarkan suara-suara tersebut dengan menggunakan
stetoskop. Tanpa alat bantu kita tidak dapat mendengar suarasuara tadi, karena suara-suara yang terlalu tidak beraturan
diredam oleh tulang-tulang rawan di telinga bagian dalam.

Di sisi lain, jika setiap organ tubuh berfungsi dengan baik


sebagaimana seperangkat alat musik menghasilkan bunyi yang

indah, maka seharusnya yang dihasilkan adalah musik yang


indah. Artinya tubuh kita sehat. Karena itu terapi musik
dimaksudkan untuk menyelaraskan kembali kinerja organ tubuh
yang sedang terganggu, agar dapat berfungsi normal kembali.
Sejak lebih dari seabad lalu, penelitian yang dilakukan sejumlah
dokter, khususnya para pakar di bidang Fisiologi menunjukkan
keterkaitan antara aspek-aspek Biologi dan musik. Bersama
Hector Berlioz (seorang komponis Perancis), M. Getry
melakukan observasi mengenai kinerja musik pada nadi dan
sirkulasi darah. Dilaporkan bahwa dengan memainkan alat
perkusi genderang, akan melipatgandakan cardiac output.
Dua orang pakar Fisiologi dari Perancis, La Salpetire dan Fr
mengukur pengaruh musik terhadap kapasitas kerja fisik
manusia. Penemuan pertama menunjukkan bahwa irama
merupakan stimuli terkuat terhadap kinerja fisik, sementara dari
penemuan kedua ditemukan bahwa efek stimuli musik
dipengaruhi oleh kebebasan irama dan intensitas nada-nada
musikal

yang

dimainkan.

Nada-nada

tinggi

terbukti

menghasilkan efek yang lebih besar daripada nada-nada rendah.


Di pusat rehabilitasi di Amerika, para pasien stroke disuruh
berbaris sambil mendengarkan musik berirama march lewat
walkman. Ternyata, jenis musik ini mampu menstimulasi otak.
Tujuan perawatan ini agar si pasien terbiasa dengan irama dan

kebutuhan telinga dalam bisa terpenuhi. Dengan ini, lama


kelamaan mereka dapat bergerak normal lagi walau tanpa
musik.

Hasil

penyelidikan

menunjukkan,

kemampuan

koordinasi motorik otak yang terlatih tadi lama kelamaan akan


menunjukkan perbaikan.

5.7. Hal yang perlu Diperhatikan dalam terapi musik


Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam terapi musik:
a; Hindari interupsi yang diakibatkan cahaya yang remangremang
b; Usahakan pasien untuk tidak menganalisa musik, dengan
prinsip nikmati musik kemanapun musik membawa.
c; Gunakan jenis musik sesuai dengan kesukaan pasien terutama
yang berirama lembut dan teratur, misalnya musik klasik.

4.7. Musik Klasik


Istilah musik klasik umumnya lebih dikenal luas sebagai musik
yang serius. Walaupun demikian secara khusus dalam diskusi
etnomusikologi, istilah musik klasik tidak hanya merujuk pada
musik klasik Eropa saja, melainkan juga pada musik-musik di
Asia dan Timur seperti misalnya musik klasik Persia, India,

Tiongkok, dan lain-lain. Dalam lingkup musikologi, penggunaan


kata klasik bisa mengandung tiga makna, yaitu:
4.7.1 Musik Kuno, yaitu musik yang berkembang pada era Yunani
Kuno (masa Antiquity).
4.7.2 Musik pada era Klasik, yang didominasi oleh gaya Wina pada
abad ke-18 dengan tiga tokoh komposer yang terkenal yaitu
Haydn, Mozart, dan Beethoven.
4.7.3 Musik Seni, kata klasik yang diterapkan pada musik klasik
pada saat ini ialah sebagai musik seni (art music); yang
pengertiannya berbeda dengan istilah seni musik atau musical
arts. Yang dimaksud klasik dalam konteks ini ialah lawan dari
musik hiburan. Secara khusus, di Indonesia ada istilah lagu
seriosa untuk menamai musik vokal yang intinya mirip dengan
musik klasik pada umumnya.
Kata klasik memiliki makna yang berarti sesuatu yang
ber-kelas

tinggi,

bukan

sesuatu

yang

berkualitas

sembarangan. Beberapa komposer musik klasik Yunani Kuno


oleh para komposer hebat seperti Joseph Haydn, Wolgang
Amadeus Mozart, Christoph Willibald Gluck, dan Ludwig van
Beethoven. (Suryana, 2012)
Adapun ciri-ciri musik klasik (Novianti, 2011):
a; Penggunaan dinamika dari keras menjadi lembut, crassendo
dan decrassendo.

b; Perubahan tempo dengan accelerando (semakin cepat) dan


ritarteando (semakin lembut)
c; Didominasi oleh musik gesek dan tiup
d; Tidak menggunakan beat (drum-set) secara konstan
e; Ada dinamik keras (forte), lunak (piano)
f; Harmoni tiga nada atau lebih bunyi bersamaan (homofonik)
g; Melodi seakan berkomunikasi

5. Relakasi Tarik Nafas Dalam


5.1. Pengertian
Teknik relaksasi tarik nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada
klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat
(menahan inspirasi secara maksimal) melalui hidung dan
bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan melalui mulut.
Relaksasi tarik nafas dalam dapat meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer dan Bare, 2002).
Oksigenasi yang adekuat dalam tubuh dapat memberikan rasa
tenang dan nyaman, sehingga dapat mengurangi rasa cemas.

Teknik relaksasi tarik nafas dalam merupakan metode yang


efektif menurunkan tingkat kecemasan pasien. Hal tersebut

sejalan dengan pakar kecemasan dari Australia Chaterine


Madigan (2016) yang mengemukakan bahwa tarik nafas dalam
secara perlahan-lahan dapat menimbulkan sensi tenang, nyaman
dan menghidari tumbulnya kecemasan dan panik.

Latihan

pernafasan dan teknik relaksasi menurunkan konsumsi oksigen,


frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, dan ketegangan otot,
yang

menghentikan

siklus

nyeri-ansietas-ketegangan

otot

(McCaffery, 1998).

5.2. Tujuan Tehnik Relaksasi Tarik Nafas Dalam


National Safety Council (2004), mengatakan bahwa teknik
relaksasi nafas dalam saat ini masih menjadi metode relaksasi
yang termudah. Metode ini mudah dilakukan karena pernafasan
itu sendiri merupakan tindakan yang dapat dilakukan secara
normal tanpa perlu berfikir atau merasa ragu. Tujuan teknik
relaksasi napas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi
alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru,
meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stress baik stress
fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan
menurunkan kecemasan Smeltzer & Bare (2002). Pada awal
tahun 2016, David Cornel dalam penelitiannya menyimpulkan
bahwa dengan melakukan relakasi tarik nafas dalam secara
teratur memberikan efek yang positif dalam menurunkan rasa

cemas. Ia menambahkan bahwa tarik nafas dalam adalah kunci


dari relaksasi.

5.3. Prosedur Relaksasi Tarik Nafas Dalam


Secara umum ada 2 cara yang dapat dilakukan dalam relaksasi
tarik nafas dalam.
5.3.1. Teknik relaksasi nafas diafragma (posisi berbaring)
a; Ciptakan suasana yang nyaman, baik lingkungan ataupun
posisi saat akan melakukan teknik relaksasi nafas dalam.
b; Setelah mengatur posisi nyaman. Buatlah tubuh menjadi
rileks dan tenang. Pikirkan 1 fokus pada saat ini. Jangan
memikirkan hal lain yang dapat mengganggu upaya untuk
rileks, menciptakan rasa tenang, kosentrasi.
c; Pejamkan mata, telapak tangan dan kaki rileks.
d; Ketika sudah rileks,tenang dan berkosentrasi tariklah nafas
dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
menggunakan hitungan 1..2..3.
e; Perlahan-lahan keluarkan udara melalui mulut sambil
merasakan keluarnya udara dengan tubuh yang rileks.
f; Rileks dan nafas normal sampai 3 kali

g; Lakukan kembali tarik nafas melalui mulut dan hembuskan


melalui mulut secara berlahan.
h; Tetap kosentrasi dengan mata terpejam.
i; Ulangi prosedur tersebut sampai 5 kali, diselingi istirahat
singkat.
5.3.2. Teknik relaksasi pernafasan secara umum (posisi duduk)
a; Ambil Pastikan kondisi lingkungan tenang. Atur posisi
duduk yang tenang serta nyaman.
b; Pejamkan mata.
c; Ciptakan rasa relaks pada seluruh tubuh dari atas sampai
bawah terutama pada semua otot-otot.
d; Relakskan otot jika tegang.
e; Kosongkan pikiran fokus pada saat ini.
Atur pernapasan dengan cara bernafas melalui hidung dan keluarkan
dengan mulut secara berlahan. Hitunglah dengan mulut (Ketika
ekspirasi) dengan berlahan.
d; Lakukan secara berulang-ulang selama 10 menit.
f;

Kerangka Teori

Relaksasi
tarik nafas
Faktor

Risiko

kanker

Mengatur pernafasan: Nafas

payudara

perlahan melalui hidung,

Terapi musik

dikeluarkan melalui mulut


Kanker Payudara

Musik bekerja pada sistem


saraf otonom: mengontrol
Oksigenisasi

perasaan dan emosi.

dalam darah

Kemoterap

adekuat

Memberikan
rasa tenang,

Efek kemoterapi mempengaruhi

lebih rileks
Kecemasan

secara biologis, fisik, psikologis,


dan sosial.

Faktor eksternal: Dukungan keluarga,


dukungan sosial

Faktor internal: Potensi stressor: Kanker


Payudara,

Maturitas,

Pendidikan

dan

status ekonomi, Keadaan fisik, Tipe


kepribadian, Usia, Jenis kelamin

Sumber: Dimodifikasi dari Smeltzer & Bare,2001

Вам также может понравиться