Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1. Pengertian
(definisi)
2. Klasifikasi
3. Kriteria diagnosis
UAP/NSTEMI
ICD X 120.0
Angina pektoris tak stabil (Unstable angina = UA) dan infark miokard akut
tanpa elevasi ST (non ST elevation myocardial infaction = NSTEMI) diketahui
merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran
klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda.
Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA
menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker
jantung
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah
satu gejala yang sering didapatkan pada pasien.
CCS Functional Classification of Angina :
Kelas I - Angina hanya selama aktivitas fisik yang berat atau berkepanjangan
4. Tatalaksana
6. Edukasi
disertai inversi gelornbang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang ikatan His
dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T.
Enzim
Troponin, CK NAC, CK-MB. Kadar enzim dapat normal atau meningkat tetapi
tidak melebihi nilai 50% di atas normal.
1. Anti ischaemik agent
Beta bioker (I-B)
Golongan nitrat oral maupun intravena (I-C)
CCB (I-B)
Nifedipin dan golongan dihidropiridin (III-B)
2. Anti koagulan(UFH,LMVVH, Fondaparinux, Bivalirudin (I,A)
Pada pasien iskemik dengan risiko perdarahan (I,B)
Pada strategi invasif dini UFH (1,0), enoxaparin (IIa,B) atau bivalirudin (I,
B)
Pada situasi non-urgent : Fondaparinux (I, A), Enoxaparin (IIa, B), LMWH
(IIa,B)
Pada prosedur PCI : UFH (I, C), enoxaparin (IIa,B), Bivalirudin (I,B),
tambahan UFF-1 50-100 iu/kg bolus diberikan pada penggunaan
fondaparinux (11a,C)
3. Anti-platelet agents
Aspirin loading inisial 160-325 mg (I,A) dan pemeliharaan 75-100 mg (I,A)
Clopidogrel loading inisial 300 mg (I,A) dan penggunaan minimal 12 bulan
berikutnya (I,A)
Pasien kontraindikasi aspirin, berikan clopidogrel (1,B)
Pasien PCI, loading dose 600 mg clopidogrel (lla,B)
Pasien CABG yg mendapat terapi clopidogrel, dilakukan penundaan operasi
selama 5 hari (11a,C)
4. GP Ilb/Illa Inhibitors (11a,A)
Pasien yang mendapat terapi inisial eptifibaatide dan tirofiban yang akan
dilakukan corangiografi harus mendapat terapi pemeliharaan dengan obat
yang sama selama dan setelah PCI (IIa,B)
GP IIb/IIIA Inhibitors harus dikombinasikan dengan antikoagulan (I,A)
Bivalirudin bisa sebagai alternatif GP IIb/IIIA inhibitors plus UFH/LMWH
(IIa,B)
5. Revaskularisasi
Urgent coronary angiografi pada pasien dengan gagal jantung, aritmia dan
ketidakstabilan hemodinamik (I,C)
Early (<72 jam) con angiografi dilkuti dengan revaskularisasi (PCI atau
CABG)pada pasien dengan risiko tinggi (I,A)
Evaluasi invasif secara rutin tanpa risiko tinggi (I, C)
PCI pada lesi yang tidak signifikan (III, C)
Menjelaskan faktor risiko terjadinya angina dan menyarankan untuk melakukan
modifikasi gaya hidup
1. Dapat Diubah (dimodifikasi)
a. Diet (hiperlipidemia)
b. Rokok
c.
d.
e.
f.
g.
h.
7. Komplikasi
8. Prognosis
9. Penatalaksanaan
pada kondisi
tertentu
10. Kepustakaan
Hipertensi
Stress
Obesitas
Kurang aktifitas
Diabetes Mellitus
Pemakaian kontrasepsi oral
1. Pengertian
(definisi) dan
Etiologi
cardiac arrest pada penderita yang sebenarnya tidak mempunyai kelainan pada
organ jantung.
2. Anamnesis
5. Diagnosis
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan
Penunjang
8. Terapi
9. Prognosis
bicarbonat selama
bicarbonat
asidosis
berlangsung
Hipokalemia
Gelombang
T Kehilangan kalium KCL,
fiat, gelombang abnormal,
Tambahkan
U, QRS melebar, pemakaian diuretik magnesium jika
QT
henti jantung
memanjang, wide
kompleks
takikardi
Hiperkatemia
Gelombang
T Riwayat gagal
Kalsium klorida,
tinggi dan lancip, ginjal, diabetes,
Natrium
gelombang
P dialisis, obatbikarbonat,
lebih kecil, QRS
obatan
glukosa
plus
melebar,
sineinsulin,
wave PEA
albuterol
Hipotermia
J atau gelombang Riwayat
Pemanasan
osbom
ekspos
suhu
sesuai protokol
dingin,
suhu
yg ada
tubuh
Tension
Kompleks
Nadi tdk teraba dg Dekompresi
pneumothorax sempit, slow rate CPR,
trakhea jarum,
Tube
deviasi,distensi
thorakostomi
vena
leher,
(Chest tube)
suara nafas tdk
seimbang, kesulitan
ventilasi
Tamponade
Kompleks
Nadi tdk teraba dg pericardlos rite
jantung
sempit, rapid rate CPR, distensi vena sis
leher
Toksin
Prolonged QT
Bradikardi, pupil Intubasi,
dan pemeriksaan antidotum
neurologi,
botol spesifik
kosong ditempat
Trombosis
Kompleks
Nadi tdk teraba dg
Bedah
paru
sempit, rapid rate CPR, distensi vena emboiekomi,
leher, riwayat tes fibrinolisis
DVT atau emboli
paru (+)
Trombosis
Gelombng Q, ST Riwayat,
enzim SOP SKA
jantung
changes,
T jantung, nadi baigk
inverted
dengan cpr
Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya dalam jangka waktu
8 sampai 10 menit dari seseorang tersebut mengalami henti jantung. Kondisi
tersebut dapat dicegah dengan pemberian resusitasi jantung paru dan defibrilasi
segera (sebelum melebihi batas maksimai waktu untuk terjadinya kerusakan
otak), untuk secepat mungkin mengembalikan fungsi jantung normal. Resusitasi
jantung paru dan defibrilasi yang diberikan antara 5 sampai 7 menit dari korban
11. Tingkat
Rekomendasi
12. Penelaah Kritis
Mengetahui / Menyetujui
Ka. Departemen Penyakit Dalam
Pengertian
(definisi)
Klasifikasi
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik :
Dapat saja normal, atau tergantung adanya faktor resiko seperti hipertensi, infark
jantung atau kelainan katub.
Pada saat serangan dapat dijumpai aritmia, gallop bahkan murmur, split S2
paradoksal, ronkhi basal dikedua paru, yang menghilang lagi pada saat nyeri
berhenti. Foto thorak biasanya normal, kecuali pada beberapa keadaan yang
mendasari.
Algoritme I. Diagnostik Awal Pasien dengan Angina Pektoris Stabil
Pemeriksaan Penunjang :
Rekomendasi
Laboratorium :
Troponin
Darah lengkap (Hb, Ht, Wbc, trombosit, Diff.
Count)
BSS, BSN, BSPP, TTGO, HbA1C
Kreatinin, CCT
Profil Lipid (kolesterol total, HDL, LDL,
trigliserida)
Fungsi tiroid (FT4, TSH, jika indikasi)
Tes fungsi hati (SGOT, SGPT, Bilirubin, pada
awal terapi dengan statin)
Kreatin kinase (pada pasien yang diterapi
dengan statin dan gejala myopati)
BNP/NT-proBNP (jika ada kecurigaan gagal
jantung)
Kelas
Level of
evidence
I
I
A
B
I
I
I
B
B
C
I
I
C
C
IIa
EKG (resting)
EKG (ambulatory)
- dengan suspek aritmia
- dengan suspek angina vasospastik
I
IIa
IIa
B
C
C
Ekokardiografi
C
USG arteri karotis
Rontgen Thorax
- pada atipikal dan suspek penyakit pulmoner
- suspek gagal jantung
I
IIa
C
C
Algoritme 2. Pemeriksaan Non Invasiv Pasien Suspek Angina Pektoris Stabil &
PTP intermediate
Tatalaksana
Penatalaksanaan :
Rekomendasi Terapi Farmakologi pada Pasien dengan Angina Pektoris Stabil
Indikasi
Kelas
Level
Pertimbangan umum
Pengobatan medic yang optimal dengan 1 obat untuk
I
C
menguranai angina/iskemik ditambah dengan obat
preventif
Dianjurkan mengedukasi pasien tentang penyakitnya,
I
C
faktor resiko, dan strategi pengobatan
Diindikasikan untuk me-review respon pasien segera
I
C
setelah memulai terapi
Angina/lschaemia relief
Direkomendasikan short acting nitrates
I
B
Terapi lini perteama adalah beta bloker dan atau CCB
I
A
untuk mengontrol gejala dan heart rate
Terapi lini kedua direkomendasikan untuk pemberian long
IIa
B
acting nitrates, ivabradine atau nicorandil atau ranolazine,
tergantung dari heart rate, tekanan darah dan toleransi
Berdasarkan komorbiditasitoleransi, dianjurkan untuk
IIb
B
menggunakan terapi lini kedua, terapi lini pertama hanya
untuk pasien tertentu.
Pada pasien yang asimptomatik dengan iskemia luas
I
C
(>10%), disarankan pe mberian beta bloker
Pada pasien dengan angina vasospastik, CCB dan nitrat
IIa
C
hams diberikan, dan hindari pemberian beta bloker
Untuk Pencegahan
Low dose aspirin perhari direkomendasikan pada semua
I
A
Edukasi
Komplikasi
Prognosis
Kepustakaan
Infark miokard
Disfungsi ventrikel
Pada umumnya ringan, estimasi mortalitas 1,2 2,4%
Kejadian henti jantung 0,6 dan 1,4%
Prognosis buruk pada :
- penurunan fraksi ejeksi dan gagal jantung,
- menderita penyakit vaskuler,
- lokasi stenosis koroner yg proksimal,
- iskemia ekstensif, kerusakan kapasitas fungsi,
- usia lanjut,
- depresi signifikan
- angina berat
ESC Guidelines 2013
Braunwald's Heart Disease: Review And Assessment,Ninth Edition, 2012
Buku Ajar limo Penyakit Dalam edisi ke-6, 2014
Pengertian
(Definisi)
Klasifikasi
Anamnesis
'
Kriteria
Diagnosis
.
Tatalaksana
- Cushing
- Feokromasitorna,
- Perkembangan tidak proporsionalnya tubuh atas dibanding bawah yang sering
ditemukan pada koartasio aorta.
- Pengukuran tekanan darah ditangan kiri dan kanan saat tidur dan berdiri.
- Funduskopi dengan klasifikasi Keith-Wagener-Barker sangat berguna untuk
menilai prognosis.
Palpasi dan auskultasi arteri karotis untuk menilai stenosis atau oklusi.
Pemeriksaan jantung :
- Batas jantung yang melebar
- S2 mengeras di katup aorta
- Murmur diastolik
- Regurgitasi aorta
- S4 (gallop atrial atau presistolik)
- S3 (gallop ventrikel atau protodiastolik)
Pemeriksaan paru :
- Ronkhi basah atau ronkhi kering (mengi)
Pemeriksaan abdomen, adalah:
- Aneurisma
- Hepatomegali
- Spleenomegali
- Kelainan gin al
- Ascites
- Bising sekitar kiri dan kanan umbilikus (stenosis arteri renalis)
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratoriurn :
- Darah lengkap (Hb, Leukosit, Ht, Trombosit, hitung jenis)
- BSN
- Ureum, kreatinin
- Profit Lipid (kolesteroi total, HIDE, LDL, trigliserida)
- Fungsi tiroid (FT4/TSH, jika ada indikasi)
- Elektrolit (Na, K, Ca)
- Urinal isa
Elektrokardiografi
Rontgen Thorax
Ekokardiografi
1. Penatalaksanaan pasien hipertensi berdasarkan.INC VIII2013, ESH/ESC
2013 :
Hipertensi Pasca lnfark :
- Beta blocker
- ACE inhibitor atau Antagonis aldosteron
Hipertensi dengan resiko PJK :
- Diuretik
- Beta blocker
- Ca Channel Blocker
Hipertensi dengan gangguan fungsi ventrikel :
- Diuretik
Edukasi
Komplikasi
Prognosis
Kepustakaan
- ARB/ACE inhibitor
- Beta Blocker
- Antagonis aldosteron
Gagal jantung hipertensi :
- Diuretik
- ARB/ACE inhibitor
- Beta Blocker
- Antagonis aldosteron
Penatalaksanaan dislipidemia
Pemberian anti agregasi platelet
2. Penatalaksanaan terhadap penyakit penyerta (diabetes, dll)
3. Penatalaksanaan terhadap komplikasi
Mengontrol faktor resiko, edukasi pasien dan keluarga
Gagal jantung
Prognosis buruk pada :
- penurunan fraksi ejeksi dan gagal jantung
- menderita penyakit vaskuler
- kerusakan kapasitas fungsi
- usia lanjut
Braunwald's Heart Disease: Review And Assessment, Ninth Edition, 2012
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ke-6, 2014
1. Pengertian dan
etiologi
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
SYOK KARDIOGENIK
Kode : ICD. 253. R57.0
Syok kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung mengalirkan cukup darah ke
jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal akibat gangguan fungsi
pompa jantung. Definisi klinis di sini mencakup curah jantung yang buruk dan bukti
adanya hipoksia dengan adanya volume darah intravaskular yang cukup. Ventrikel kin
gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang
memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan.
Etiologi Syok Kardiogenik :
1. Gangguan kontraktilitas miokardium.
2. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru
dan/atau hipoperfusi iskemik.
3. infark miokard akut (AMI),
4. Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary,
ruptur
septum, atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi
(menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada pasien dengan infark-infark
yang lebih kecil.
5. Valvular stenosis.
6. Myocarditis (inflamasi miokardium, peradangan otot jantung).
7. kardiomiopati (myocardiopathy, gangguan otot jantung yang tidak diketahui
penyebabnya).
8. Acute mitral regurgitation.
9. Valvular heart disease.
10.Hypertrophic obstructive cardiomyopathy.
Bila dibandingkan dengan pasien infark miokard akut yang tidak mengalami
syok, maka pasien yang mengalami syok biasanya berumur lebih tua, lebih
sering mengalami infark miokard di anterior, seringkali dengan riwayat infark
sebelumnya, dan lebih sering pada mereka yang mempunyai riwayat 4ngina atau
riwayat gagal jantung kongestif.
Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah,
hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan
produksi urin, serta kulit yang dingin dan lembab.
1. Gejala klinis
sindrom klinis yang terdiri dari hipotensi seperti yang disebut di atas; tanda-tanda
perfusi jaringan yang buruk, yaitu oliguria (urin < 30 ml/jam), sianosis ektremitas
dingin, perubahan mental, serta menetapnya syok setelah dilakukan koreksi
5. Diagnosis
6. Diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan
Penunjang
8. Terapi
8. Prognosis
9. Tingkat
Evidens
10. Tingkat
Rekomendasi
11. Penelaah
Kritis
12. Indikator
Medis
13. Lama
Perawatan
14. Kepustakaan
Mengetahui / Menyetujui
Ka. Departemen Penyakit Dalam
1. Pengertian Dan
etiologi
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis
Diagnosis Banding
Pemeriksaan
Penunjang
Riwayat sesak nafas yang bertambah hebat dalam waktu singkat (jam atau hari)
disertai gelisah, batuk dengan sputum berbusa kemerahan.
- Sianosis sentral
- Sesak nafas dengan bunyi nafas seperti mukus berbuih
- Ronki basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan
paru, kadang-kandang disertai ronki kering dan ekspirasi memanjang akibat
bronkospasme,
dahulu dikenal dengan asma kardiale
- Takikardia dengan gallop S3
- Murmur bila ada kelainan katup
1. Gejala klinis
Riwayat sesak nafas yang bertambah hebat dalam waktu singkat (jam atau hari)
disertai gelisah, batuk dengan sputum berbusa kemerahan.
2. Pemeriksaan fisik :
- Sianosis sentral
- Sesak nafas dengan bunyi nafas seperti mukus berbuih
- Ronki basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh
lapangan paru, kadang-kandang disertai ronki kering dan ekspirasi
memanjang akibat bronkospasme, dahulu dikenal dengan asma kardiale
- Takikardia dengan gallop S3
- Murmur bifa ada kelainan katup
3. Pemeriksaan penunjang
- EKG : Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibirilasi
atrium, tergantung penyebab gagal jantung, gambaran infark, hipertrofi
ventrikel kid atau aritmia bisa ditemukan
- Laboratorium : Darah rutin, urinalisis, ureum/kreatinin, eiektrolit, Analisis
gas darah, Enzim jantung (CPK, CKMB, troponin 1-) dapat meningkat jika
penyebabnya infark miokard
- Foto Toraks : Opasifikasi hilus dan bagian basal paru kemudian dapat
meluas ke arah apeks paru. Kadang-kadang ditemukan efusi pleura
- Ekokardiografi
Dapat menooambarkan penyebab gagal jantung: kelainan katup, hipertrofi
ventrikel kiri (hipertensi), segmental wall motion abnormality (penyakit
jantung koroner). Pada umumnya ditemukan dilatasi ventrikel dan atrium
kiri.
Gejala sesak, batuk dengan riak berbuih kemerahan, sesak bila berbaring disertai
kardiomegali, iktus bergeser kelateral, bradi-takiaritmia, suara galop, bising,
rhonki basah basal paru bilateral, whezing (asma kardial), akral dingin dan basah,
saturasi 02 kurang dari 90% sebelum pemberian 02, foto folos dada tampak
bendungan "batswing appearance.
Edema paru akut non kardiak
Emboli paru
Asma bronkial
1. Saturasi oksigen
2. EKG
3. Laboratorium : elektrolit, analisa gas darah, enzim jantung, ureum, kreatinin,
dli
4. Rontgent thorax
Terapi
7. Prognosis
5. Echocardiografi
Ada 3 tindakan untuk mengatasi edema paru akut
A. Tindakan pertama :
- Letakan pasien posisi duduk sehingga meningkatkan volume dan kapasitas
vital paruparu, mengurangi usaha otot pernafasan, dan menurunkan aliran
darah vena balik kejantung.
- Oksigen 6-15 liter/menit, bila perlu dengan masker sungkup muka non
rebreathing (NRM) target SpO2 >90%. Jika memburuk: pasien semakin sesak,
takipnu, ronki bertambah, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara
adekuat: dilakukan intubasi endotrakeal suction dan ventilator/bipep
- Infus emergensi
- Monitor tekanan darah, EKG, oksimetri bila ada
- Morfin sulfat 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25 menit sampai total dosis 15 mg
- Diuretik: furosemid 0,5-1 mg/KgBB adalah obat pokok pada kasus edema
paru. Furosemid memiliki efek bifasik, pertama efek venodilatasi yang dicapai
dalam 5 menit pertama, sehingga tekanan pengisian (preload) berkurang. Efek
kedua adalah diuresis yg mencapai puncaknya setelah 30-60 menit, keefektifan
furosemid tidak harus dicapai dengan diuresis beriebihan. Bila furosemid sudah
rutin diminum sebelumnya maka dosis bisa digandakan. Bila dalam 20 menit
belurn didapat hasil yang diharapkan, ulangi IV dua kali dosis awal dan dosis
bisa lebih tinggi bila retensi cairan menonjol ddan bila fungsi ginjal terganggu.
Dosis 40-80 mg iv bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau
dilanjutkan drip kontinyu sampai dicapai produksi urin 1 ml/kgBB/jam
- Morfin sulfat diencerkan dengan 9 cc NaCl 0,9% berikan 2-4 mg IV bila TD >
100 mmHg. Obat ini merupakan salah satu obat pilihan edema paw namun
dianjurkan pemberian dirumah sakit, efek venodilator meningkatkan kapasitas
vena, mengurangi aliran batik ke vena sentral dan paru.
Mengurangi tekanan pengisian ventrikel kiri (preload), dan jugs efek
vasodilator ringa sehingga afterload berkurang. Efek sedasi dah marlin
menurunkan laju pernafasan.
B. Tindakan kedua :
- Jika respon pasien baik setelah tindakan pertama, maka tidak diperlukan
pemeriksaan tambahan, bila normotensi dapat dilanjutkan pemberian
nitrogliserin IV 10-20 mcg/menit dengan tetap memantau TD. Nitroprusside IV
0,5- 5mcg/KaBB/menit diberikan bila edema paru disertai TD tinggi
- Bila perlu (tekanan darah turun/terdapat tanda-tanda hipoperfusi): drip
dobutamin 2-20 ug/kgBB/menit bila hipotensi tanpa syok Drip dopamin 2-20
ug/kgBB/menit bila TD 70-100 mmHg dengan syok, atau kombinasi keduanya,
utuk menstabilkan hemodinamik.
C. Tindakan ketiga :
- Dipersiapkan bila tindakan pertama dan kedua tidak memberi hasil yang
memadai atau terdapat komplikasi spesifik.
- Perlu dilakukan monitor hemodinamik invasif dengan fasilitas spesialistik
- Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard akut
- Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
Tergantung penyebab, beratnya gejala, dan respon terapi. Pendekatan sistematis
menjadi kunci utama penangan kasus edema paru. Penyakit dasar dapat segera
dikenali dengan meneliti keluhan, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan
1.
2.
3.
4.
5.
Mengetahui / Menyetujui
Ka. Departemen Penyakit Dalam
1. Pengertian
(definisi)
2. Klasifikasi
3. Kriteria
diagnosis
4. Pemeriksaan
penunjang
5. Tatalaksana
13. Edukasi
14. Komplikasi
15. Prognosis
16.
Penatalaksanaan
pada penyakit
penyerta
17. Kepustakaan
Olahraga
Stroke
Infark miokard
Emboli pulmonal
Hipertensi
Tergantung penyebab, beratnya gejala, dan reson terapi
ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart
failure 2012
Pengertian
(definisi)
Gambaran klinik
ARITMIA
Kode : ICD, I.49
adalah variasi-variasi di luar irama normal jantung yang kelainannya mungkin
mengenai kecepatan, keteraturan, tempat asal impuls atau urutan aktivasi, dengan
atau tanpa adanya penyakit jantung struktural yang mendasari
Terdapat 2 jenis aritmia :
- Bradiaritmia
- Takiaritmia
Bradiaritmia :
Gejala : Sesak napas, Nyeri dada, pusing, kesadaran menurun, lemah, pingsan
(sinkop)
Tanda : denyut jantung < 60 menit, hipotensi atau syok, oedem paru, akaral dingin,
Diagnosis
dan EKG
Terapi
Takiaritmia
Kardioversi, direkomendasikan untuk SVT tidadk stabil, atrial fibrilasi tidak
stabil, atrial flutter tidak stabil, VT monomorfik tidak stabil
Dosis energi pada atrial fibrilasi 120-200J. Jika gagal, dosis ditingkatkan secara
bertahap
Kardioversi pada atrial flutter dan SVT energi inisial 50-100 J. Jika gagal dosis
ditingkatkan secara bertahap
VT monomorfik dimulai pada dosis 100 J dan ditingkatkan secara bertahap bila
gagal
Pada SVT terapi awal dengan melakukan manuver vagal. Bila tidak respon,
berikan adenosin 6 mg iv secara cepat diikuti flush menggunakan caftan salin 20
ml. Jika irama tidak berubah dalam 1-2 menit, berikan adenosin 12 mg iv secara
cepat diikuti flush dengan salin 20 ml. Adenosin tidak boleh diberikan pada psien
asma.
Bila manuver vagal dan adenosin gagal, berikan CCB non dihiropiridin
(verapamil dan diltiazem) atau Beta Blocker:
(1) Verapamil 2,5-5mg iv bolus selama 2 merit. Jika tidak ada respon dan tidak
ada efek samping obat, dosis berulang 5- 10mg diberikan 15-30 menit
dengan total dosis 20 mg. Kontraindikasi verapamil pasien dengan fungsi
ventrikel menurun atau gagal jantung.
(2) Diltiazem, dosis 15-20mg (0,25 mg/kgBB) iv selama 2 menit. Jika
diperlukan berikan dosis tambahan 20-25 mg iv (0,35 mg/kgBB) dalam 15
menit. Dosis infus rumatan 5-15 mg/jam dititrasi sesuai dengan kecepatan
denyut jantung
(3) Beta blocker : metoprolol, atenolol, esmolol.
Efek samping : bradikardi, hipotensi, keterlambatan konduksi AV. Hati-hati pada
pasien PPOK dan CHF
Algoritma Takiaritmia
Komplikasi
Pemeriksaan
Lanjutan
Prognosis
Kepustakaan
mg/kgBB. Dosis rumatan 1-4 mg/menit. Jangan diberikan jika terdapat CHF atau
QT memanjang
Amiodarone, dosis awal 150 mg diberikan selama 10 menit. Dosis rumatan 1
mg/menit selama 6 jam
Sotatol 100mg (1,5mg/kg) dalam 5 menit. Jangan diberikan jika terdapat QT
memanjang
sinkop, fenomena tromboemboli, gagal jantung, syok kardiogenik, henti jantung dan
mati mendadak.
Untuk menilai tingkat beratnya dan jenis aritmia perlu dilakukan pemeriksaan Holter
monitoring dan telaah elektrofisiologi berkas his melalui kateterisasi jantung.
dubia ad bonam bila ditangani secara tuntas.
1. Nasution SA, Ranitya R, Ginanjar E, Fibrilasi Atrial, In : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. 2014, p 1365-1379
2. Makmun L, Aritmia Supra Ventrikular, In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
2014, p 1380-1384
3. Yamin M, Harun S, In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2014, p 13851384
4. AHA Guidelines for CPR and ECC. 2010
5. ESC Acute Myocardial Infarction Guidelines 2013
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Pengertian
(definisi)
2. Anamnesa
3. Pemeriksaan
Fisik
4. Kriteria
Diagnosis
MITRAL REGURGITASI
ICD
Suatu keadaan di mana terdapat aliran darah batik dari ventrikel kiri ke dalam
atrium kiri pada saat sistol, akibat tidak dapat menutupnya katup mitral secara
sempurna.
Sesak napas dan rasa lamas yang berlebihan yang timbul secara tiba-tiba apabila
adanya ruptur chorda.
Nyeri dada, orthopnea, paroxysmal nocturnal dispnea dan rasa lelah.
hemoptisis
Pada MR akut berat hampir selalu ada gejala, biasanya berat sedangkan pada MR
kronis gejala dapat tidak muncul.
Pada sindrom MVP gejala yang paling sering muncul adalah sakit dada, gejala
RM organik adalah letih/Ielah sedangkan pada RM fungsional gejala yang
muncul adalah CHF.
Pada pemeriksaan palpasi, apeks biasanya terdorong ke lateral/kiri sesuai dengan
pembesaran ventrikel kiri.
Thrill pada apeks pertanda terdapatnya MR berat.
Bisa terdapat tight ventrikular heaving, atau bisa juga didapatkan pembesaran
ventrikel kanan.
Bunyi jantung pertama biasanya bergabung dengan murmur, umumnya normal,
namun dapat mengeras pada RM karena penyakit jantung rematik.
Murmur diastolik bersifat rumbling pada awal diastolik bisa juga terdengar akibat
adanya peningkatan aliran darah pada fase diastole, walau tidak disertai oleh
adanya stenosis mitral.
Gallop atrial biasanya terdengar pada MR dengan awitan yang masih biru dan
pada MR fungsional atau iskemia serta pada irama yang masih sinus.
MR akut ditandai dengan S1 halus, murmur sistolik awal sampai holosistolik.
MR kronis ditandai dengan adanya impuls apikal dinamis berpindah halus atau
normal pada palpasi kardiak, S1 holositolik.
Sindrom MVP ditandai dengan click sistolik ringan dan murmur sistolik.
RM organik ditandai dengan murmur holosistolik yang keras S3.
RM fungsional ditandai dengan murmur sistolik awal halus S3.
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. EKG
Fibralasi atrial sering ditemukan pada MR karena kelainan organik.
MR karena iskemia, Q patologis dan LBBB bisa terlihat sedangkan pada
MVP bisa terlihat perubahan segmen ST-T yang tidak spesifik. LAH dan
RAH bisa ditemukan bila sudah ada hipertensi pulmonal yang berat.
LVH pada MR kronik.
6. Diagnosis
7. Diagnosis
Banding
8. Pemeriksaan
Penunjang
9. Terapi
10. Edukasi
11. Prognosis
4. Foto Thoraks
5. Echokadiografi
Mitral Regurgitasi
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Foto Thoraks
EKG
Echokardiografi
Vasodilator arterial seperti sodium nitropusid secara intravena jika
tidak terjadi hipotensi
Intra aortic ballon counter pulsation
Untuk pasien AF perlu diberikan digoksin atau beta bloker untuk
kontrol frekuensi detak jantung
Antikoagulan harus diberikan
Beta bloker merupakan obat pilihan utama pada sindrom MVP
Diuretik
Ace inhibitor
Intervensi perkutan
Terapi Operasi
Ad vitam
: dubia ad bonam/malam
Mengetahui/Menyetujui
Ka. Departemen Penyakit Dalam
Palembang,
Maret 2015
Ka. Divisi Kardiologi
BAB IV
DOKUMENTASI
(format ppk)
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
Pengertian
(definisi)
Anamnesa
Pemeriksaan Fisik
Kriteria Diagnosis
Diagnosis
Diagnosis Banding
Pemeriksaan
Penunjang
Terapi
AORTA STENOSIS
ICD
Aorta stenosis merupakan suatu keadaari di mana terjadi gangguan aliran darah dari
ventrikel kiri melalui katup aorta karena obstruksi pada level katup aorta. Kelainan
struktur aorta ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul total cardiac
output pada saat sistol.
Kebanyakan bebas keluhan dan biasanya keluhan utama berupa sesak nafas, dapat
juga nyeri dada, dizziness dan pingsan.
Pada stenosis aorta yang bermakna dapat mengalami gagal jantung tanpa penyebab
yang jelas.
Murmur sistolik & thrill di aorta dan apex
Perabaan nadi menurun (pulsus parvus et tardus)
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Foto Thoraks : gambaran klasiknya adalah hipertrofi konsentrik ventrikel kiri
4. Ekokardiografi Doppler
5. Ekokardiografi Transesofageal
6. Kateterisasi
Stenosis aorta
1. Regurgitasi aorta
1. EKG
2. Foto Thoraks
3. Ekokardiografi Doppler
4. Ekokardiografi Transesofageal
1. AS asimptomatik tidak ada terapi medikamentosa
2. AS simptomatik repair or replace katub sebelumnya
echocardiography dahulu :
Trans valvular velocity > 4 m/detik operasi
Trans valvular velocity < 3m/detik observasi echo /6-12 bulan
Trans valvular 3-4/detik 4 treadmil exercise test 4 bila (+) operasi
repair/replace
3. Obat-obatan digoxin, diuretik, ACE inhibitor/ARB 4 bila didapatkan gagal
jantung
4. Obat NTG angina
5. Obat statin untuk mencegah kalsifikasi katub
6. Indikasi Ballon Valvuloplasty:
Pasien hemodinamik stabil sebelum tindakan operasi
Pasien dgn AS berat bergejala yg memerlukan operasi non jantung segera
Kasus dimana pembedahan mjd kontraindikasi
Tingkat Evidens
Tingkat
Rekomendasi
Kepustakaan
Mengetahui/Menyetujui
Ka. Departemen Penyakit Dalam
Palembang,
Maret 2015
Ka. Divisi Kardiologi
BAB IV
DOKUMENTASI
(format ppk)
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
Pengertian
(definisi)
Anamnesa
Pemeriksaan
Fisik
Kriteria
Diagnosis
AORTA REGURGITASI
ICD
Aorta regurgitasi merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran darah
dari ventrikel kiri melalui katup aorta karena obstruksi pada level katup aorta.
Kelainan struktur aorta ini menyebabkan gangguan penutupan sehingga timbul
gangguan total cardiac output pada saat sistol.
Kebanyakan bebas keluhan dan biasanya keluhan utama berupa sesak nafas saat
aktifitas, dapat juga artifisial nokturna dispneu dan angina pectoris pada tahap
akhir.
Nadi selar (tekanan nadi yg besar & tekanan artifisial rendah)
Gallop & bising artifisial besarnya curah sekuncup dan regurgitasi darah dari
aorta ke ventrikel kiri
Tabrakan regurgitasi aorta yg besar & aliran darah dari katub mitral bising
mid/late diastolik (bising Austin Flint)
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. EKG
4. Foto Thoraks : pembesaran ventrikel kiri, elongasi aorta dan pembesaran atrium
kiri
5. Ekokardiografi Doppler
6. Ekokardiografi Transesofageal
7. Cardiac RMI atau MSCT
Regurgitasi Aorta
Stenosis Aorta
1. EKG
2. Foto Thoraks
3. Ekokardiografi Doppler
4. Ekokardiografi Transesofageal
5. Cardiac RMI atau MSCT
1. Digitalis : regurgitasi berat dan dilatasi jantung walau asimtomatik
2. Antibiotik : bila penyebab AR adalah jantung rematik atau endokarditis bakterialis
3. Penyekat beta : dilatasi aorta akibat sindrom marfan
4. Vasodilator (felodipine & ACE inhibitor) : mempengaruhi ukuran dan beban
ventrikel kiri menghmbt progresifitas dari disfungsi miokardium
5. Pengobatan pembedahan
Hanya untuk AR akibat deseksi aorta
Bila krn penyebab lain, penggantian katub lebih disarankan
Indikasi tindakan pembedahan :
Tingkat Evidens
Tingkat
Rekomendasi
Kepustakaan
Journal
Mengetahui/Menyetujui
Ka. Departemen Penyakit Dalam
Palembang,
Maret 2015
Ka. Divisi Kardiologi
Pengertian
(definisi)
Anamnesa
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan
Penunjang
Kriteria
Diagnosis
Klasifikasi
Diagnosis
Diagnosis
Banding
Terapi
Penanganan di IGD
Manajernen, terrnasuk diagnosis dan tatalaksana dimulai pada saat kontak
pertama kali dengan petugas kesehatan (First Medical Contact / FMC)
Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen
Segera berikan oksigen 41/menit via nasal kanul, pertahankan saturasi oksigen >
90%
Berikan aspirin 160-325 mg dikunyah, dosis rumatan 75-100mg/hari
kontradikasi
Terapi dual antiplatelet yaitu aspirin dan ADP receptor blocker yang
direkomendasikan adalah :
- Prasugel, bila ada riwayat stroke TIA dan usia < 75 tahun
- Ticagrelor
- Atau clopidogrel bila prasugrel atau ticagrelor tidak tersedia atau kontraindikasi
Antikoagulan
Antikoagulan direkomendasikan pada pasien STEMI yang mendapat pengobatan
dengan lytics hingga tercapai revaskularisasi atau bila lama tinggal dirurnah sakit
sarnpai 8 hari. Antikoagulan dapat berupa :
- Enoxaparin i.v dilanjutkan dengan s.c
- Unfractionated heparin diberikan berdasarkan berat badan secara i.v bolus dan
infus
- Pada pasien yang diterapi dengan streptokinase, Fondaparinux i.v bolus
dilanjutkan dengan s.c 24 jam kemudian
Antikoagulan injeksi diberikan
- Bivalirudin lebih disarankan daripada heparin dan GPIlbillla blocker
- Enoxaparin dapat disarankan dibanding unfractionated heparin -Unfractionated
heparin dapat diberikan pada pasien yang tidak mendapat bivalirudin dan
enoxaparin
Terapi Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik direkomendasikan dalam 12 jam setelah gejala timbul pada
pasien tanpa kontraindikasi apabila primary PCI tidak dapat dilakukan oleh tim
yang berpengalaman dalam 120 menit setelah first medical contact (FMS)
Pada pasien dengan waktu < 2 jam setelah timbul gejala memiliki infark yang luas
dan resiko perdarahan yang rendah, fibrinolisis dapat dipertimbangkan bila waktu
dari first medical contact ke infalasi balon > 90 menit
Bila memungkinkan fihronolisis dapat dilakukan pada saat persiapan ke rumah
sakit
Agen fibrin spesilik (tenecteplase, alteplase, reteplase, streptokinase) lebih
direkomendasikan dibandingkan dengan agen non fibrin spesifik
Dosis streptokinase 1,5 juta U dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% atau dextrose 5
% diberikan secara infus selama 30-60 menit.
Fibrinolitik diberikan pada pasien : ST Elevasi, LBBB baru, infark miokard luas,
usia muda.
Kontraindikasi absolut : perdarahan intrakranial, stroke iskemik 3 jam 3 bulan,
diseksi aorta, tumor intrakranial, perdarahan internal aktif atau gangguan
pembekuan darah, cedera kepala tertutup 3 bulan terakhir.
Kontraindikasi relatif : TD tidak terkontrol (sistolik >180minHg, diastolik > 110
mmHg), riwayat stroke iskemik > 3 bulan, demensia, trauma atau RJP lama (> 10
Prognosis
Kepustakaan
menit), operasi besar < 3 bulan. Perdarahan internal 2-4 minggu. ruptur pembuluh
darah yang sulit dilakukan penekanan, riwayat mendapat streptokinase > 5 hari
yang lalu, alergi terhadap streptokinase, hamil, ulkus peptikum aktif, mendapat
antikoagulan dengan INR tinggi
Merujuk ke pusat pelayanan PCI diindikasikan bagi semua pasien yang mendapat
fibrinolisis
Rescue PCI diindakasikan segera apabila fibrinolisis gagal (ST segment <50%
dalam 60 menit)
Emergency PCI diindikasikan pada kasus iskemik yang rekuren atau reeklusi
setelah pemberian awal fibrinolitik
Emergency angiography diindikasikan pada pasien dengan gagal jantung /syok
setelah pemberian awal fibrinolitik
Angiography diindikasikan setelah n brinol it ik berhasil
Waktu optimal angiography pada pasien stable setelah lysis adalah 3-24 jam
Terapi Jangka Panjang
Kontrol faktor resiko, terutama merokok harus dihentikan
Antiplatelet diberikan tanpa Batas waktu
Dual antiplatelet diberikan sampai 12 bulan
Pengobatan oral dengan beta blocker diindikasikan bagi pasien dengan gagal
jantung atau left ventricular dysfunction
Target profit lipid harus tercapai pada semua pasien
Statin dosis tinggi sebaiknya dimulai sejak awal pada semua pasien tanpa
kontraindikasi atau riwayat intolerasi
ACE inhibitors diindikasikan pada pasien dengan gagal jantung, LV systolic
dysfunction, diabetes atau infark anterior
ARB dapat diberikan sebagai alternatif dari ACE inhibitor
Antagonis aldosteron diindikasikan bila EF < 40% atau gagal jantung atau
diabetes apabila tidak terdapat gagal ginjal atau hiperkalemia
Dubia, tergantung luasnya infark
1. Alwi 1, infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2014. p. 1457-1464
2. Setyohadi B, Arsana PM, Suryanto A, Soeroto A, Abdullah M, In : EIMED PAPDI
Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2014. p. 372-384
3. ESC Acute Myocardial Infarction Guidelines 2013
4. AHA Guidelines for CPR and ECC. 2010
Mengetahui/Menyetujui
Ka. Departemen Penyakit Dalam
Palembang,
Maret 2015
Ka. Divisi Kardiologi
BAB IV
DOKUMENTASI
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
Pengertian
(definisi)
MITRAL STENOSIS
ICD
Mitral stenosis merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran darah dari
atrium kiri melalui katup mitral karena obstruksi pada level katup mitral. Kelainan
struktur mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan
pengisisan ventrikel kin pada saat diastol.
Berdasarkan luasnya area katup mitral, derajat mitral stenosis sebagai berikut.
Anamnesa
Kebanyakan bebas keluhan dan biasanya keluhan utama berupa sesak nafas, dapat
juga fatigue.
Pada stenosis mitral yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktifitas sehari-
hari, paroksismal nokturnal dispnea, ortopnea atau edema paru yang tegas.
Hemoptisis yang terjadi karena (1) apopleksi pulrrional akibat rupturnya akibat
Pemeriksaan fisik
Kriteria diagnosis
Diagnosis
Diagnosis
banding
Pemeriksaan
penunjang
rupturnya vena bronkial yang melebar, (2) sputum dengan bercak darah pada saat
serangan paroksismal nokturnal dispnea, (3) sputum seperti karat (pink frothy) oleh
karena edema paru yang jelas, (4) infark paru, (5) bronkitis kronis oleh karena edema
mukosa bronkus.
Nyeri dada pada sebagian kecil pasien
Komplikasi mitral stenosis, seperti tromboemboli, infektif endokarditis atau simtom
karena kompresi akibat besamya atrium kin seperti disfagi dan suara serak.
Atrial fibrilasi
Opening snap dan bising diastol kasar (diastolic rumble) pada daerah mitral
Terdengar S1 yang rnengeras
Di apeks rumbel diastolik dapat diraba sebgai thrill.
Terdengar P2 yang mengeras
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Foto Thoraks : gambaran klasiknya adalah pembesaran atrium kiri serta
pembesaran arteri pulmonalis Edema intersisial berupa garis Kerley.
4. Ekokardiografi Doppler
5. Ekokardiografi Transesofageal
6. Kateterisasi
Mitral Stenosis
1. ASD
2. VSD
3. Mitral regurgitasi
1. Foto Thoraks
2. Ekokardiografi Doppler
3. Wilkins score
Abascal echocardiographic score for mitral stenosis
3. Ekokardiografi Transesofageal
4. Kateterisasi
Sesuai dengan petunjuk dari American College of Cardiology/American Heart
Klas
IIa
IIa
III
Rekomendasi Ekokardiografi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Indikasi
Diagnosis stenosis mitral, evaluasi berat ringannya gradient rata-rata,
area katup, tekanan arteri pulmonalis), serta ukuran dan fungsi
ventrikel kanan
Evaluasi morfologis katup, guna menentukan kelayakan tindakan
balon katup
Diagnosis dan evaluasi kelainan katup yang menyertai
Re evaluasi stenosis mitral dengan perubahan gejala dan tanda
Evaluasi respons nemodinamik dari gradient rata-rata pada latihan,
bila terlihat perbedaan gambaran dengan hemodinamik pada latihan
Re- evaluasi pasien stenosis sedang berat asimtomatik untuk
rnenentukan tekanan arteri pulmonalis
Evaluasi rutin stenosis ringan dan klinis stabil
Klas
I
I
I
I
IIa
Iib
III
Klas
IIa
IIa
III
Klas
I
IIa
IIa
IIa
III
Klas
I
I
IIb
III
Klas
I
IIa
3.
4.
5.
6.
IIa
IIb
IIb
III
Gambar 1 Algoritme pada pasien stenosis (from Bonow R, et, Al ACC/AHA Task Force
report on guidelines for valvular heart disease MVR, penggantian katup mitral; LA
atrium kiri, RM, regurgitasi mitral; PMBV, percutaneus mitral ballon valvotomy.
* terdapat variabilitas pengukuran area katup mitral dan gradien rata-rata transrnitral,
dan tekanan pulmonar yang seharusnya menjadi pertimbangan.
* terdapat kontroversi tentang apakah pasien dengan stenosis mitral berat dan hipertensi
pulmonar berat harus rnenjalani penggantian katup mitral untuk mencegah gagal
ventrikel kanan
Gambar 2. Algoritme pasien dengan stenosis mitral dengan simtom klafikasi II (From
Bonow R. et. Al ACC/AHA Task Force report on guidelines for valvular heart disease. J
Am Coll Cardiol (in press). MVA, Area katup mitral; PAP, tekanan sistolik arteri
pulmonar; PAWP, tekanan baji arteri pulmonar; MV, mitral valve. MVR, pergantian
katup mitral; LA, atrium kiri; RM, regurgitasi mitral, PMBV, percutaneus mitral ballon
valvatomy
Gambar 3. Algoritme pasien dengan stenosis mitral dengan simtom klasifikasi III-IV
(From Bonow R, et. Al ACC/AHA Task Force report on guidelines for valvular heart
disease. J Am Coll Cardiol (in press). MVA, Area katup mitral; PAP, tekanan sistolik
arteri pulmonar; PAWP, tekanan baji arteri pulmonar; MV, mitral valve, MVR,
penggantian katup mitral; LA, atrium kih; RM, regurgitasi mitral; PMBV, percutaneus
mitral ballon valvatomy
Edukasi
Prognosis
Tingkat Evidens
Tingkat
Rekomendasi
Penelaah Kritis
Indikator Medis
Kepustakaan
A/B/C
1. Prof. Ali Ghanie, SpPD, K-KV
2. DR. Dr. Taufik Indrajaya, SpPD, K-KV
3. Dr. Erwin Sukandi, SpPD, K-KV
4. Dr. Ferry Usnizar, SpPD, K-KV
5. Dr. Syamsu Indra, SpPD, K-KV
1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. PAPDI. 2014
2. AHA/ACC Guideline for the Management of Patients with Valvular Heart Disease
Mengetahui/Menyetujui
Ka. Departemen Penyakit Dalam