Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Sindrom Delirium
Andy Luman
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia
ABSTRAK
Delirium merupakan suatu kondisi akut penurunan perhatian, kognitif, dan berfluktuasi yang sering dijumpai pada individu berusia 65
tahun atau lebih, biasanya disebabkan oleh suatu kondisi medis atau obat. Pemahaman gambaran klinis sangat diperlukan untuk diagnosis
delirium secara bedside; dan dengan strategi pencegahan dan penanganan yang baik maka prognosisnya baik.
Kata kunci: Kognitif, fluktuasi, confusion assessment method
ABSTRACT
Delirium is an acute condition of decreased and fluctuating attention and cognition, often found in individuals aged above 65 years,
can be caused by a medical condition or drug adverse effect. Clinical understanding is very necessary for the diagnosis of delirium in
bedside; and with appropriate prevention and treatment strategies, prognosis is good. Andy Luman. Delirium Syndrome.
Keywords: Cognitive, fluctuation, confusion assessment method
PENDAHULUAN
Delirium, suatu kondisi akut penurunan
perhatian dan disfungsi kognitif, merupakan
sindrom klinis yang umum, mengancam
hidup, dan dapat dicegah; umumnya terjadi
pada individu berusia 65 tahun atau lebih.1
Sindrom delirium dapat didefinisikan sebagai
kegagalan otak akut yang berhubungan
dengan disfungsi otonom, disfungsi motorik,
dan kegagalan homeostasis kompleks dan
multifaktorial, sering tidak terdiagnosis dan
ditangani dengan buruk.2 Kata delirium
awalnya digunakan dalam dunia medis
untuk menggambarkan gangguan mental
selama demam atau cedera kepala, kemudian berkembang menjadi pengertian
yang lebih luas, termasuk istilah status
konfusional akut, sindrom otak akut,
insufisiensi serebral akut, ensefalopati
toksik-metabolik. Seiring waktu, istilah
delirium berkembang untuk menjelaskan
suatu kondisi akut transien, reversibel, berfluktuasi, dan timbul pada kondisi medis
tertentu.3 Sindrom delirium sering muncul
sebagai keluhan utama atau tak jarang justru
terjadi pada hari pertama pasien dirawat,
menunjukkan gejala berfluktuasi yang tidak
Alamat korespondensi
744
email: andyluman@yahoo.com
TINJAUAN PUSTAKA
berhubungan dengan perubahan neurotransmiter yang memperkuat transmisi
dopaminergik dan noradrenergik, adapun
perubahan ini memberikan manifestasi
karakteristik delirium, termasuk aktivasi simpatis dan kecenderungan kejang epileptik.
Pada kondisi lain, penghentian benzodiazepin
menyebabkan delirium melalui jalur penurunan transmisi GABA-ergik dan dapat
timbul kejang epileptik. Delirium yang tidak
diakibatkan karena penghentian substansi
timbul melalui berbagai mekanisme, jalur
akhir biasanya melibatkan defisit kolinergik
dikombinasikan
dengan
hiperaktivitas
dopaminergik.6
Perubahan transmisi neuronal yang dijumpai pada delirium melibatkan berbagai
mekanisme, yang melibatkan tiga hipotesis
utama, yaitu:6
1. Efek Langsung
Beberapa substansi memiliki efek langsung
pada sistem neurotransmiter, khususnya
agen antikolinergik dan dopaminergik.
Lebih lanjut, gangguan metabolik seperti
hipoglikemia, hipoksia, atau iskemia dapat
langsung mengganggu fungsi neuronal dan
mengurangi pembentukan atau pelepasan
neurotransmiter. Kondisi hiperkalsemia pada
wanita dengan kanker payudara merupakan
penyebab utama delirium.
2. Inflamasi
Delirium dapat terjadi akibat gangguan
primer dari luar otak, seperti penyakit
inflamasi, trauma, atau prosedur bedah. Pada
beberapa kasus, respons inflamasi sistemik
menyebabkan peningkatan produksi sitokin,
yang dapat mengaktivasi mikroglia untuk
memproduksi reaksi inflamasi pada otak.
Sejalan dengan efeknya yang merusak neuron,
sitokin juga mengganggu pembentukan dan
pelepasan neurotransmiter. Proses inflamasi
berperan menyebabkan delirium pada pasien
dengan penyakit utama di otak (terutama
penyakit neurodegeneratif ).
3. Stres
Faktor stres menginduksi sistem saraf
simpatis untuk melepaskan lebih banyak
noradrenalin, dan aksis hipotalamuspituitari-adrenokortikal untuk melepaskan
lebih banyak glukokortikoid, yang juga
dapat mengaktivasi glia dan menyebabkan
kerusakan neuron.
DIAGNOSIS
Delirium merupakan suatu diagnosis yang
dapat ditegakkan secara bedside, sehingga
sangat diperlukan pemahaman gambaran
klinisnya. Tampilan klinis delirium dapat
bervariasi, namun secara umum delirium
diklasifikasi berdasarkan sifat psikomotorik
Gambaran Variabel
Gangguan persepsi
Hiper-/hipo-aktif
Gangguan tidur/siklus
tidur
Gangguan emosional
Disfungsi Autonomik
Takikardi
Hipertensi
Berkeringat banyak
Flushing
Dilatasi pupil
Gambar 1. Hubungan antara berbagai faktor etiologi delirium. Inflamasi sistemik dapat diakibatkan oleh infeksi sistemik,
trauma, atau pembedahan. Neurotransmiter yang berperan pada delirium termasuk asetikolin, dopamin, 5-hidroksitriptamin,
norepinefrin, glutamat, dan asam aminobutirat.3
745
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2. Faktor predisposisi delirium2
Faktor Predisposisi
1.
2.
3.
4.
Pasien harus memenuhi nilai 1 dan 2 ditambah nilai 3 atau 4 untuk diagnosis delirium
Tabel 5. Perbedaan antara delirium, demensia, dan depresi2
Usia
Jenis kelamin laki-laki
Gangguan kognitif ringan, demensia, penyakit
Parkinson dijumpai pada >50% pasien
Komorbiditas multipel meliputi:
- Penyakit ginjal dan hati
- Riwayat CVA
- Riwayat jatuh dan mobilitas yang buruk
- Riwayat delirium sebelumnya
Correctable
Gangguan
pendengaran
atau
penglihatan
meningkatkan risiko tiga kali lipat
Malnutrisi, dehidrasi, albumin rendah berhubungan
dengan peningkatan risiko dua kali lipat
Isolasi sosial, kurang tidur, lingkungan baru, pergerakan
di rumah sakit
Kateter indwelling dan jangka panjang
Tambahan tiga atau lebih medikasi yang baru
Tidak ada orientasi waktu
Merokok
Potentially Correctable
Uremia urea darah >10 merupakan faktor risiko
independen
Depresi
Rawatan rumah sakit lama risiko meningkat
setelah 9 hari
746
Delirium
Onset
Perjalanan
Kesadaran
Perhatian
Memori
Proses Berpikir
Persepsi
Akut
Berfluktuasi
Terganggu, berkabut
Tidak terfokus
Memori jangka pendek kurang
Disorganisasi, inkoheren
MMSE
Demensia
Depresi
Perlahan (tersembunyi)
Progresif
Baik hingga tahap akhir
Normal
Memori jangka pendek kurang
Kesulitan dengan pemikiran
abstrak
Normal (kecuali Lewy Body)
Berjuang keras/berusaha
menemukan respons yang benar
Bervariasi
Diurnal
Baik
Kurang
Normal
Tidak terganggu, kurang percaya
diri, tidak ada harapan hidup
Dapat dengan kompleks delusi
psikosis paranoid
Kurang motivasi
TINJAUAN PUSTAKA
informasi dari keluarga dan pelaku rawat
menjadi sangat berarti saat anamnesis.
Kondisi gangguan kognitif pasca-operasi
(post-operative cognitive dysfunction/POCD)
agak berbeda dengan sindrom delirium,
namun mempunyai implikasi klinis yang
mirip. Secara klinis POCD jarang disertai penurunan tingkat kesadaran dan
perjalanannya tidak berfluktuasi.4
MMSE (Mini-Mental State Exam); CAM (Confusion Assessment Method); OTC (Over the Counter); PRN, as needed; TFT (thyroid
function tests); ABG (Arterial Blood Gas); CSF (Cerebrospinal Fluid); EEG (Electroencephalogram); PO (per oral); IM (intramuskuler);
IV (intravena).10
PENCEGAHAN
Pencegahan delirium merupakan strategi paling efektif untuk mengurangi
frekuensi dan komplikasi. Obat-obatan
seperti benzodiazepin atau antikolinergik
dan pencetus lain yang dikenal dapat
menyebabkan delirium secara umum hendaknya dihindari. Pencegahan yang sukses
termasuk pendekatan multikomponen juga
dapat dilakukan untuk mengurangi faktor
risiko. Karena delirium memiliki banyak penyebab, maka pendekatan multikomponen
merupakan yang paling efektif dan relevan
secara klinis. Yale Delirium Prevention Trial
menunjukkan efektivitas protokol intervensi
yang menargetkan kepada 6 faktor risiko:
reorientasi dan terapi untuk gangguan
kognitif, mobilisasi dini untuk mengatasi
imobilisasi, pendekatan nonfarmakologik
untuk meminimalisir penggunaan obatobat psikoaktif, intervensi untuk mencegah
gangguan siklus tidur, metode komunikasi
dan perlengkapan adaptif (seperti kacamata
dan alat bantu dengar) untuk gangguan
penglihatan dan pendengaran, dan intervensi dini untuk kekurangan cairan.1,2,4
PENANGANAN
Langkah utama adalah menilai semua
kemungkinan penyebab, menyediakan dukungan suportif dan mencegah komplikasi,
dan mengatasi gejala. Karena delirium dapat
merupakan kegawatdaruratan medis, tujuan
utama penanganan adalah mengetahui
faktor predisposisi dan pencetus secara dini.
Gambar 2. Algoritma penilaian delirium pada geriatri. MMSE (Mini-Mental State Exam); CAM (Confusion Assessment Method);
OTC (Over the Counter); PRN, as needed; TFT (thyroid function tests); ABG (Arterial Blood Gas); CSF (Cerebrospinal Fluid); EEG
(Electroencephalogram); PO (per oral); IM (intramuskuler); IV (intravena).10
747
TINJAUAN PUSTAKA
dapat diminimalisir dengan menggunakan
peralatan seperti kacamata dan alat bantu
dengar. Imobilisasi harus dicegah karena
dapat meningkatkan agitasi, peningkatan
risiko luka, dan pemanjangan lamanya
delirium. Intervensi lain termasuk membatasi perubahan ruangan dan staf serta
menyediakan kondisi perawatan pasien
yang tenang, dengan pencahayaan rendah
pada malam hari. Kondisi lingkungan yang
tenang memberikan periode tidur yang
tidak terganggu, cukup penting dalam penanganan delirium. Meminimalisir penggunaan obat-obat psikoaktif dengan
protokol tidur nonfarmakologis yang meliputi 3 komponen, antara lain segelas susu
hangat atau teh herbal, musik relaksasi, dan
pijat punggung. Protokol ini dapat dilakukan
sebagai bagian dari strategi pencegahan
multikomponen yang efektif.1,3,10
Strategi penanganan delirium secara
farmakologi lebih jarang dilakukan. Terapi
farmakologi biasanya diberikan pada pasien
delirium yang sesuai indikasi atau diperlukan untuk mencegah pengobatan medis
lanjutan (pada delirium hiperaktif ). Terapi
farmakologi pada kondisi hipoaktif hingga
saat ini masih kontroversial. Obat-obat yang
mempengaruhi perubahan tingkah laku
dapat mengaburkan status mental pasien
dan menyulitkan pemantauan, oleh karena itu
hendaknya dihindari apabila memungkinkan. Haloperidol telah luas digunakan
sebagai obat pilihan untuk pengobatan
SIMPULAN
Sindrom delirium sering muncul sebagai
keluhan utama atau tak jarang justru
terjadi pada hari pertama pasien dirawat,
berfluktuasi dengan gejala tidak khas, dan
sering tidak terdiagnosis, padahal kondisi ini
dapat dicegah.
PROGNOSIS
Berbagai studi menunjukkan hampir setengah pasien delirium keluar dari kondisi
rawatan akut rumah sakit dengan gejala
persisten dan 20-40% di antaranya masih
mengalami delirium hingga 12 bulan;
prognosis jangka panjang lebih buruk
dibandingkan pasien yang mengalami
perbaikan sempurna pada akhir rawatan.2
Pasien sindrom delirium memiliki risiko
kematian lebih tinggi jika komorbiditasnya
tinggi, penyakitnya lebih berat (nilai APACHE
II tinggi), dan jenis kelamin laki-laki. Episode
delirium juga lebih panjang pada kelompok
pasien demensia.4,13,14
DAFTAR PUSTAKA
1.
Inouye SK. Delirium in older persons. N Engl J Med. 2006; 354: 1157-65.
2.
Wass S, Webster PJ, Nair BR. Delirium in the elderly: A review. Oman Med J. 2008; 23(3): 150-7.
3.
Fong TG, Tulebaev SR, Inouye SK. Delirium in elderly adults: Diagnosis, prevention and treatment. Nat Rev Neurol. 2009; 5(4): 210-20. doi: 10.1038/nrneurol.2009.24
4.
Soejono CH. Sindrom delirium. In: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 907-12.
5.
Flinn DR, Diehl KM, Seyfried LS, Malani PN. Prevention, diagnosis, and management of postoperative delirium in older adults. J Am Coll Surg. 2009; 209(2): 261-8. doi: 10.1016/j.
amcollsurg.2009.03.008
6.
Lorenzi S, Fusgen I, Noachtar S. Acute confusional states in the elderly- diagnosis and treatment. Dtsch Arztebl Int. 2012; 109(21): 391-400.
7.
Mattar I, Chan MF, Childs C. Risk factors for acute delirium in critically ill adult patients: A systematic review. ISRN Critical Care 2013: 1-10. doi: 10.5402/2013/910125
8.
American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders. 5th ed. Arlington, VA: American Psychiatric Publishing; 2013.
9.
Wei LA, Fearing MA, Sternberg EJ, Inouye SK. The confusion assessment method: A systematic review of current usage. J Am Geriatr Soc. 2008; 56: 823-30.
10. McNicoll L, Inouye SK. Delirium. In: Landefeld CS, Palmer RM, Johnson MA, Johnston CB, Lyons WL, editors. Current geriatric diagnosis and treatment. 1st ed. McGraw-Hill: New
York; 2004.
11. Flaherty JH, Gonzales JP, Dong B. Antipsychotics in the treatment of delirium in older hospitalized adults: A systematic review. J Am Geriatr Soc. 2011; 59: 269-76.
12. Campbell N, Boustani MA, Ayub A, Fox GC, Munger SL, Ott C, et al. Pharmacological management of delirium in hospitalized adults- a systematic evidence review. J Gen Intern Med. 2009;
24(7): 848-53. doi: 10.1007/s11606-009-0996-7
13. Witlox J, Eurelings LSM, de Jonghe JFM, Kalisvaart KJ, Eikelenboom P, van Gool WA. Delirium in elderly patients and the risk of postdischarge mortality, institutionalization, and dementia.
JAMA. 2010; 304(4): 443-51.
14. Lima DP, Ochiai ME, Lima AB, Curiati JAE, Farfel JM, Filho WJ. Delirium in hospitalized elderly patients and post-discharge mortality. Clinics 2010; 65(3): 251-5. doi: 10.1590/S180759322010000300003
748