Вы находитесь на странице: 1из 21

SANITASI INDUSTRI SEAFOOD

IKAN TUNA
MATA KULIAH SANITASI INDUSTRI PANGAN

Oleh:
Kelompok 5
Syarifah Ulfah
133020302
Yoga Prasetya 133020305
Abdurrafi Naufal
133020307
Alvina Putri
133020309
Fitri Sahata
133020311

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2015

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sanitasi sangat penting dalam industri seafood, produksi dengan menggunakan metode
yang tepat akan dapat memberikan konsumen makanan yang memiliki kualitas tinggi dan sehat.
Karena ketentuan ini mencakup fasilitas dan tempat bekerja maka perencanaan produksi yang
tepat dan benar harus dipertimbangkan sebaik mungkin. Setiap tahap produksi dan distribusi ke
konsumen harus terjamin sehingga produk tersebut tetap sehat ( Stanfield, 2003).
Hygiene makanan pada prinsipnya adalah langkah langkah pelaksanaan pengawasan
terhadap sanitasi suatu produk makanan yang dimulai dari proses produksi, penyimpanan,
pengolahan, sampai pada penghidangan. Dengan demikian konsumen akan mendapat makanan
dengan kualitas yang baik dan terhindar dari bahaya yang dapat ditimbulkan dari makanan
tersebut ( Chandra, 2006).
Pengolahan High hydrostatic pressure (HHP) adalah teknik perlakuan yang layak untuk
digunakan dalam mengurangi kontaminasi mikroorganisme patogen untuk memperpanjang umur
simpan produk pangan tersebut.HHP telah diterapkan pada berbagai makanan, termasuk seafood,
jus buah, saus, dan daging. HHP memberikan keuntungan dalam pemrosesan seafood seperti
mengurangi waktu proses, kesegaran yang tetap, rasa, tekstur, penampilan, dan warna, dan
perubahan fungsional yang lebih rendah dibandingkan pengolahan termal tradisional ( Flick,
2003).
Selain itu, kita perlu mengetahui tentang karakteristik berbagai jenis tanah, senyawa
pembersihan dan sanitizer yang efektif, ketersediaan peralatan pembersihan dan prosedur sanitasi
yang efektif. Setiap Negara harus mempunyai jaminan kesehatan terhadap produk yang akan
diproduksi. Faktor penting lainnya adalah tingkat kesadaran konsumen akan pentingnya nilai
gizi, manfaat dan kondisi pengolahan semua makanan termasuk makanan hasil laut.
Lingkungan di lokasi pabrik makanan hasil laut dapat berkontribusi terhadap pencemaran
dalam pabrik, serta kontaminasi ke produk.Peralatan pengolahan, kemasan, dan ruang bekerja
dapat menjadi sumber kontaminasi.Sanitasi yang efektif bertujuan untuk mengurangi
kontaminasi. Bahan baku dan lingkungan pengolahan merupakan sumber kontaminasi Listeria
monocytogenes.
Meskipun bakteri patogen dapat dimusnahkan dalam pengolahan melalui pasteurisasi dan
proses termal, tetapi pada makanan olahan dan makanan siap saji bakteri tersebut dapat saja
tumbuh kembali.
1.2 TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan sanitasi
dalam pengolahan produk makanan hasil laut (Seafood) khususnya pada ikan tuna.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SANITASI IKAN TUNA


Sanitasi adalah pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan-bahan
baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil, kerusakan, mencegah
terlanggarnya nilai estetika konsumen serta mengusahakan lingkungan kerja yang bersih dan
sehat khususnya dalam industri pangan hasil laut (seafood) . Sanitasi yang efektif memberikan
kontribusi terhadap kualitas seafood yang diinginkan. Seafood sangat mudah terserang
mikroorganisme pembusuk dan penyebab penyakit. Setiap Negara harus mempunyai jaminan
kesehatan terhadap produk yang akan diproduksi. Faktor penting lainnya adalah tingkat
kesadaran konsumen akan pentingnya nilai gizi, manfaat dan kondisi pengolahan pangan hasil
laut.
Ikan tuna merupakan salah satu komoditi perikanan Indonesia yang banyak diminati oleh
konsumen luar negeri karena rasanya yang lezat dan bergizi tinggi. . Ikan tuna mengandung
protein antara 22,6 - 26,2 g/100 g daging, lemak antara 0,2 - 2,7 g/100 g daging. Di samping itu
ikan tuna mengandung mineral kalsium, fosfor, besi dan sodium, vitamin A (retinol), dan vitamin
B (thiamin, riboflavin dan niasin). Ikan tuna di Indonesia yang paling banyak di ekspor salah
satunya tuna loin beku (Wicaksono, 2009). Loin tuna adalah potongan memanjang ikan tuna,
terdiri atas sisi kiri atas, sisi kiri bawah, sisi kanan atas dan sisi kanan bawah, tidak termasuk
kepala, tulang tengah dan ekor ikan. Keunggulan teknik loin adalah tidak membutuhkan waktu
yang lama untuk proses pembuatannya, berbeda dengan teknik steak yang membutuhkan waktu
lama dalam proses dikarenakan pemotongan bentuk daging ikan tuna menjadi kecil (Junianto,
2003).
2.2 SUMBER KONTAMINAN
Kontaminan makanan. adalah bahan atau organisme berbahaya yang terdapat dalam suatu
bahan pangan. Sedangkan kontaminasi makanan yaitu terdapatnya suatu kontaminan yang secara
tidak sengaja ada dalam suatu bahan pangan.
Umumnya kasus keracunan makanan yang terjadi disebabkan oleh kontaminasi makanan
oleh mikroorganisme. Keracunan makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme dapat
digolongkan menjadi dua yaitu intoksikasi dan infeksi.
Intoksikasi adalah keracunan makanan akibat toksin yang diproduksi oleh
mikroorganisme. Mikroba yang tumbuh dalam makanan akan memproduksi senyawa yang
bersifat larut dan beracun. Bila makanan yang mengandung toksin tersebut dikonsumsi akan
dapat menyebabkan penyakit. Mikroorganisme yang menimbulkan jenis keracunan makanan
seperti ini antara lain adalah Staphylococcus aureus, Clostridium botulinum, Clostridium
perfringens, Bacillus cereus, dan Vibrio parahaemolyticus. Jenis keracunan makanan yang
kedua adalah infeksi, yaitu masuknya mikroba ke dalam alat pencernaan manusia. Di sini
mikroba tersebut akan tumbuh, berkembang biak, dan menimbulkan penyakit. Dalam infeksi
seperti ini, toksin juga diproduksi ketika organismenya sedang tumbuh, tetapi gejala penyakit

yang utama bukan dihasilkan oleh adanya senyawa toksin dalam makanan ketika dikonsumsi
melainkan oleh mikrobanya sendiri. Oleh karena itu, penyembuhan penyakit infeksi ini
membutuhkan pengobatan yang ditujukan untuk menghilangkan mikroba dari dalam tubuh.
Mikroba yang menimbulkan infeksi melalui makanan antara lain Brucella sp, E. Coli,
Salmonella sp, Shigella sp, Streptococcus grup A, Vibrio cholerae, dan virus hepatitis A.
Sumber kontaminan pada bahan pangan dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu
kontaminan primer dan kontaminan sekunder. Kontaminan primer disebabkan oleh perlakuan
sebelum dipanen atau dipotong (untuk hewan) misalnya berasal dari makanan, lingkungan, dan
lain-lain. Kontaminan sekunder dapat terjadi pada beberapa tahapan setelah bahan pangan
dipanen atau dipotong, misalnya selama pengolahan, penjualan, penyajian. distribusi maupun
penyimpanan dan persiapan oleh konsumen. Sumber kontaminan sekunder dapat berasal dari
produk itu sendiri misalnya daging, telur, susu, ikan, unggas, seafood, sayuran, buah-buahan dan
rempah-rempah. Bahan pangan tersebut apabila tidak ditangani secara baik dapat terkontaminasi
oleh mikroorganisme. Beberapa hal yang memungkinkan untuk menjadi sumber kontaminasi
pada industri pangan secara lebih rinci adalah :
1. Bahan baku mentah
Proses pembersihan dan pencucian untuk menghilangkan tanah dan untuk mengurangi
jumlah mikroba pada bahan mentah. Penghilangan tanah amat penting karena tanah mengandung
berbagai jenis mikroba khususnya dalam bentuk spora.
2. Peralatan / mesin yang berkontak langsung dengan makanan
Alat ini harus dibersihkan secara berkala dan efektif dengan interfal waktu agak sering,
guna menghilangkan sisa makanan dan tanah yang memungkinkan sumber pertumbuhan
mikroba. Peralatan pengolahan yang tidak dicuci bersih seperti pisau (slicer), talenan, dan
peralatan lain yang berhubungan langsung dengan bahan pangan; juga peralatan saji seperti
piring, gelas, sendok, botol dan lain-lain dapat menjadi sumber kontaminan.
3. Peralatan untuk sterilisasi
Harus diusahakan dipelihara agar berada di atas suhu 75C - 76C agar bakteri
thermofilik dapat dibunuh dan dihambat pertumbuhannya.
4. Air untuk pengolahan makanan
Air yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan air minum. Jika menggunakan air
yang tidak berasal dari keran utama (misalnya dari tangki air yang tidak bertutup di loteng), air
tersebut dapat mengandung bakteri yang berbahaya.
5. Air pendingin kaleng
Setelah proses sterilisasi berakhir, kalengnya harus segera didinginkan dengan air
pendingin kaleng yang mengandung disinfektan dalam dosis yang cukup. Biasanya digunakan
khlorinasi air sehingga residu khlorine 0,5 - 1,0 ppm.
6. Peralatan / mesin yang menangani produk akhir (post process handling
equipment).
Pembersihan peralatan ini harus kering dan bersih untuk menjaga
agar tidak terjadi rekontaminasi.
7. Pekerja

Pekerja yang menangani makanan dalam suatu industri


pangan merupakan sumber kontaminasi yang penting, karena kandungan mikroba patogen pada
manusia dapat menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan. Sebagai gambaran,
manusia yang sehat saja mampu membawa mikroba seperti Eschericia coli, Staphlococcus
aureus, Salmonella, Clostridium perfringens dan Streptococi(Enterokoki) dari kotoran (tinja).
Streptococi umumnya terdapat dalam kulit, hidung, mulut, dan tenggorokan, serta dapat mudah
dipindahkan ke dalam makanan. Manusia sehat bisa menjadi pembawa mikroba-mikroba
tersebut dikarenakan pola atau kebiasaan tidak menjaga kebersihan diri sendiri. Contoh lainnya,
kebiasaan tangan pekerja yang tidak disadari selalu menggaruk kulit, menggosok hidung,
merapikan rambut, menyentuh atau meraba pakaian dan hal-hal lain yang serupa merupakan
andil yang besar dalam perpindahan kontaminan dari manusia ke makanan. Contoh kongkrit
yang sering terjadi adalah setelah pekerja yang mengunjungi kamar kecil untuk buang air tidak
mencuci tangan sampai bersih kemudian tangan pekerja tersebut kontak dengan makanan.
Selain bahaya biologis, manusia juga membawa bahaya fisik. Misalnya, rambut dan perhiasan
(cincin) pekerja yang tidak disadari jatuh ke dalam makanan.
8. Hewan
Hewan juga dapat menjadi medium pertumbuhan dan penyebaran penyakit. Pada industri
pangan yang menjadikan hewan sebagai bahan baku mereka, sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan hewan tersebut. Namun, untuk sebagian besar industri pangan tidak menghendaki
adanya hewan yang berada di area pengolahan makanan. Semua hewan membawa debu, kotoran
dan mikroba. Ini termasuk hewan peliharaan rumah tangga seperti anjing dan kucing. Apabila
hewan tersebut diizinkan berada di dekat makanan, makanan itu dapat terkontaminasi.
9. Debu dan kotoran
Debu dan kotoran terdiri atas tanah, kulit mati, bulu-bulu halus dan berbagai
partikel kecil lainnya. Debu dan kotoran ini sangat mudah tertiup ke makanan setelah terbawa ke
dapur melalui pakaian dan sepatu. Tanah mengandung bakteriClostridium perfringens penyebab
keracunan makanan dan banyak lagi yang lain.
10. Sampah
Sampah, terutama sampah dapur, mengandung makanan busuk, sisa-sisa makanan, sisa
kupasan yang semuanya mengandung bakteri. Tempat sampah yang terbuka akan menarik lalat
dan hama lainnya yang kemudian membawa bakteri ke makanan.
Lingkungan pada lokasi pengolahan seafood dapat berkontribusi terhadap kontaminasi ke
produk makanan. Sumber kontaminasi lainnya adalah peralatan pengolahan, kontainer, dan
kontak permukaan. Program Sanitasi yang efektif ini penting untuk mengurangi kontaminasi dan
untuk memantau efektivitas program ini. Ikan mentah dan sumber pengolahan merupakan
lingkungan yang berpotensi untuk terkontaminasi Listeria monocytogenes.
Meskipun patogen ini dapat dihancurkan melalui pasteurisasi dan pengolahan thermal,
sering dimasak, produk siap makan sebagai post-processing kontaminasi.Seafood melibatkan
begitu banyak varietas daging, jumlah kontaminasi bervariasi antar spesies.Awal kontaminasi
bersumber dari produk mentah, terutama jika produk tersebut tidak layak dan disebabkan

penanganan yang tidak sehat ketika dikapal atau truk.Pendinginan tertunda setelah mortem dan
penanganan yang tidak tepat antara waktu mortem dan pengolahan dapat mengakibatkan
dekomposisi dan menghasilkan mikroba.
Kualitas seafood yang bebas dari cemaran mikroba, akan mendapatkan hasil yang memuaskan
untuk diproses jika:
Pendinginan dimulai segera setelah mortem.
Pendinginan dengan menurunkan suhu produk hingga 10C dalam waktu 4 jam.
Pendinginan lanjutan kira-kira 1C. Menyimpan ikan pada 27C atau lebih tinggi selama
4 jam, dengan pendinginan lanjutan ke 1C, akan memberikanproduk yang hanya dapat
tahan selama 12 jam.
2.3 MANAJEMEN SANITASI
Program sanitasi seafood harus mencakup penanganan sanitasi yang tepat serta
menejemen personalia yang baik.
2.3.1 Pemeriksaan Faktor Kritis pada Sanitasi
Faktor kritis yang perlu diperhatikan ketika melakukan pemeriksaan sanitasi dari pabrik
pengolahan ikan segar atau beku yaitu:
Mencari tanda-tanda kerusakan yang disebabkan oleh hewan pengerat, serangga, burung,
atau binatang peliharaan di dalam pabrik.
Amati praktek karyawan termasuk praktek higienis, kebersihan pakaian, dan penggunaan
larutan pembersih tangan yang tepat.
Periksa untuk menentukan apakah ikan diperiksa saat diterima dan selama
pengolahanterjadi dekomposisi, bau yang menyimpang, dan parasit.
Tentukan apakah peralatan dicuci dan disanitasi siang hari dan pada awal dan akhir dari
siklus produksi harian.
Periksa untuk menentukan apakah ikan tersebut dicuci dengan semprotan setelah
pengeluaran isi dan secara berkala selama proses sebelum kemasan.
Tentukan metode dan kecepatan beku dari ikan beku dan produk ikan segar.
Periksa penggunaan rodentisida dan insektisida untuk meyakinkan bahwa tidak ada
terjadi kontaminasi.
Amati penanganan mulai dari kapal hingga pengemasan dan amati kondisi tidak baik
yang signifikan
Pemeriksaan proses produksi berikut ini merupakan saran pemeriksaan produk yaitu:
Rencana aliran dan prosedur manufaktur harus dievaluasi.
Pengolahan peralatan harus dievaluasi untuk konstruksi, bahan, dan kemudahan
pembersihan.
Peralatan pembersihan dan prosedur sanitasi harus diamati dan dievaluasi untuk
menentukan kecukupannya.
Semua prosedur pemotongan diamati dan dievaluasi.

Sumber air harus ditentukan dan dievaluasi untuk memastikan bahwa hanya air yang
layak diminum yang digunakan
Jika terjadi keterlambatan produksi yang lama selama pengolahan ikan pada suhu kamar,
maka produk harus diperiksa apakah terjadi dekomposisi.
Semua langkah penanganan dalam pengolahan yang berpotensi menyebabkan
kontaminasi harus diperiksa.
Waktu dan suhu selama pengolahan harus ditentukan.
Jika harus dilakukan pemukulan atau breading dari ikan, proses tersebut harus ditinjau
ulang dengan hati-hati, termasuk suhu dan kemungkinan sumber kontaminasi.
Kepatuhan dengan cara produksi makanan yang baik (GMP) harus dievaluasi
Pada akhirnya bertanggung jawab untuk program sanitasi yang efektif dan memproduksi
produk yang sehat, tetapi harus disertai juga dengan karyawan yang dilatih untuk menjaga
lingkungan yang bersih. Karyawan harus diperintahkan untuk memiliki pengetahuan produk
makanan hasil laut dan teknik sanitasi yang layak secara memadai, sehingga mereka sudah
mengetahui mengenai pentingnya efek sanitasi.Setiap karyawan yang menderita sakit menular
seharusnya tidak bekerja di sekitar daerah pengolahan, bahkan selama pembersihan.Pabrik
pengolahan seafood harus memiliki satu atau lebih karyawan yang bertanggung jawab untuk
pemeriksaan semua peralatan sehari-hari dan daerah pengolahan agar kondisi higienis.Setiap
kekurangan dalam hal sanitasi harus diperbaiki sebelum operasi produksi dimulai.
2.3.2 Jadwal Pembersihan
Jadwal pembersihan dengan langkah pembersihan yang berurutan merupakan hal yang
penting.Jadwal harus diadopsi untuk setiap area pabrik dan harus diikuti.Peralatan yang
digunakan secara kontinu, seperti conveyor, flumes, mesin filleting, adonan dan mesin breading,
kompor, dan tunnel freezer, harus dibersihkan pada akhir setiap shift produksi. Jika daerah
tersebut bukan daerah yang terrefrigasi, maka mesin adonan dan peralatan lainnya yang kontak
dengan susu atau produk telur harus dibersihkan selama interval waktu 4-jam dengan
pengeringan adonan, menyiram reservoir adonan dengan air bersih, dan kemudian menambahkan
senyawa pembersih. Pada akhir shift produksi, peralatan ini harus dibongkar, dan semua bagian
harus dibersihkan dan disterilkan.Bagian berikut ini, seperti alat portabel, harus disimpan di luar
dari lantai di lingkungan yang bersih untuk melindungi dari cipratan air, debu, dan sumber
kontaminasi lainnya.
Langkah-langkah berikut berlaku saat membersihkan industri pengolahan seafood:
Tutup peralatan listrik dengan polietilen atau equivalen film.
Bersihkan puing-puing sisa yang besar dan menempatkannya di wadah.
Secara manual atau secara mekanis hilangkan tupukan tanah dari dinding dan lantai
dengan scraping, menyikat, atau dengan perlakuan lainnya.
Lepaskan peralatan yang diperlukan.
Melakukan tindakan prerinse untuk pembasahan dan penghapusan dan air yang larut pada
puing-puing besar, dengan air pada suhu 40 C atau lebih rendah. Penentuan suhu sangat
berpengaruh. Suhu tinggi dapat menyebabkan denaturasi residu seafood dan protein lain.

Terapkan suatu senyawa pembersih yang efektif terhadap tanah organik .Suhu larutan
pembersih seharusnya tidak melebihi 55 C.
Setelah senyawa pembersih telah diterapkan dan diberikan sekitar 15 menit untuk
membantu dalam penghapusan tanah, bilas peralatan dan daerah dengan air yang 55
hingga 60 C. air panas lebih efektif dalam menghilangkan lemak, minyak, dan bahan
anorganik, membersihkan senyawa membantu dalam emulsifikasi padatan ini. Selain itu,
suhu air yang lebih tinggi memberikan kontribusi terhadap energi yang lebih tinggi biaya
dan kondensasi lebih lanjut tentang peralatan, dinding, dan langit-langit.
Periksa peralatan dan fasilitas untuk efektif membersihkan, dan kekurangan benar.
Pastikan pabrik sanitasi melalui aplikasi dari sebuah pembersih.
Hindari kontaminasi selama pemeliharaan dan penyetelan peralatan dengan mewajibkan
pekerja untuk membawa pembersih dan menggunakannya di mana mereka harus bekerja.

2.3.3 Perlakuan High Hydrostatic Pressure (Hidrostatik Tekanan Tinggi)


Pengolahan High hydrostatic pressure (HHP) adalah teknik perlakuan yang layak untuk
digunakan dalam mengurangi kontaminasi mikroorganisme patogen untuk memperpanjang umur
simpan produk pangan tersebut.HHP telah diterapkan pada berbagai makanan, termasuk seafood,
jus buah, saus, dan daging.Dong et al. (2003) menemukan bahwa HHP efektif dalam membunuh
mikroorganisme dalam fillet ikan mentah, namun timbulnya efek yang signifikan padawarna dan
tampilan keseluruhan produk membatasi penerapannya pada pengolahan ikan pada pasar ikan
mentah.
HHP memberikan keuntungan dalam pemrosesan seafood seperti mengurangi waktu
proses, kesegaran yang tetap, rasa, tekstur, penampilan, dan warna, dan perubahan fungsional
yang lebih rendah dibandingkan pengolahan termal tradisional. HHP pada 250-300 MPa selama
120 detik membatasi banyak dari risiko penyakit (seperti Vibrio parahaemolyticus,V. kolera, dan
V. vulnificus) terkait dengan konsumsi kerang mentah (Cook, 2003).
Penggunaan Ozon Ozon dibutuhkan dalam akuakultur untuk membersihkan air dan
membantu dalam penyaringan dan untuk proses pendingin air. Unit produksi yang tersedia
dengan menggunakan konsentrat oksigen dari udara menggunakan pressure swing absorption
(PSA), menggunakan udara langsung, atau memancing oksigen murni dari sumber lain (Clark,
2004). Cara yang paling umum adalah PSA, karena umpan gas harus dikeringkan lagi (untuk
mencegah pembentukan yang tidak diinginkan oleh- produk dari pembentukan ozon) dan proses
pengeringan mirip dengan proses konsentrasi.
2.4 PERENCANAAN KONSTRUKSI
Suatu pabrik yang dirancang dengan prinsip higienis akan dapat meningkatkan sanitasi
pada bahan pangan dan secara dramatis meningkatkan efisiensi dan efektivitas program sanitasi
itu sendiri. Akan tetapi suatu perencanaan desain yang baik tidak akan dapat memberikan
perlindungan terhadap infeksi atau kontaminasi mikroba lainnya kecuali disertai dengan proses
pemeliharaan dan sanitasi. Di dalam suatu operasi yang higienis, pihak pengelola atau tim

manajemen perlumemastikan tentang keamanan tempat pengolahan dengan baik dan harus selalu
waspada terhadap praktek sanitasi yang tidak efektif untuk semua fasilitas fisik, unit operasi,
karyawan, dan bahan.
2.4.1 Persyaratan Lokasi
Lokasi yang bersih dan menarik sangat diperlukan.Kebersihan tempat harus
dipertahankan untuk dapat memuaskan citra publik, untuk mempromosikan perusahaan dan
industri.Hal penting pertama yang dinilai dari sebuah lokasi adalah untuk pengaturan personil
dan kepada masyarakat, sehingga terkesan baik dengan kondisi bersih, rapi, dan pabrik yang
teratur.Kondisi tempat pabrik sering mencerminkan bagaimana praktek higienis pada pabrik
tersebut.Menurut US Food and Drug Administration (FDA), daerah yang tidak baik drainasenya
dapat berkontribusi terhadap pencemaran produk makanan melalui kotoran rembesan atau
bawaan makanan dan dapat menyebabkan terseedianya lingkungan yang kondusif untuk
proliferasi mikroorganisme dan serangga.
Jalan, pekarangan atau tempat parkir yang terlalu berdebu merupakan daerah yang
berpotensi sebagai sumber kontaminasi yang dapat mengenai makanan. Tempat pembuangan
sampah yang tidak sesuai, peralatan, dan potongan gulma atau rumput disekitar bangunan pabrik
kemungkinan besar juga dapat menyebabkan tersedianya tempat berkembang biak untuk hewan
pengerat, serangga, dan hama lainnya. Lokasi harus dilengkapi dengan sarana pembuangan
limbah dari pabrik seafood.Lokasi ini juga wajib menyediakan air bersih dalam jumlah yang
cukup untuk operasi pabrik. Jika air diambil dari sumur, maka perlu dilakukan analisis
kandungan mineral dan cemaran mikroba, dan air harus memenuhi standar yang ditetapkan
sesuai badan regulasi. Setelah penggunaan air, ketentuan yang memadai harus dibuat untuk debit
air limbah.kandungan mineral dan cemaran mikroba, dan air harus memenuhi standar yang
ditetapkan sesuai badan regulasi. Setelah penggunaan air, ketentuan yang memadai harus dibuat
untuk debit air limbah.
2.4.2 Persyaratan Konstruksi Bangunan
Persyaratan konstruksi bangunan berkaitan dengan pertimbangan untuk pengolahan
seafood.Konstruksi harus terbuat dari bahan yang tahan/tidak menyerap air dan mudah
dibersihkan serta tahan terhadap korosi dan kerusakan lainnya. Tempat yang terbuka harus
dilengkapi dengan udara atau jala layar untuk mencegah masuknya serangga, tikus, burung, dan
hama lainnya. Berbagai tahapan konstruksi bangunan akan memberikan pedoman dalam
mendirikan fasilitas yang higienis.

Berikut ini merupakan syarat kontruksi bangunan penyimpanan makanan hasil laut:
Lantai
Lantai harus dibuat dari material yang tahan, seperti beton atau ubin tahan air. Bahan
harus tahan lama dengan permukaan yang dapat mencegah akumulasi puing- puing, tetapi

tidak terlalu halus karena dapat menyebabkan tergelincir dan jatuh.Lantai dengan
permukaan agak kasar atau penggunaan partikel abrasif tertanam dapat mengurangi
kecelakaan. Permukaan yang sering digunakan adalah Waterbased acrylic epoxy resin
yang tahan lama, nonabsorbent, mudah-ke-permukaan yang bersih yang dapat lebih tahan
dua kali lipat. Bahan harus mengandung bahan kasar untuk memberikan permukaan tahan
selip.Meskipun biaya hampir penghalang, asam lantai bata diketahui memuaskan dan
tahan lama.Lantai harus menggunakan keramik agar ikannya terlihat lebih jelas.
Plafon
Plafon harus dibuat sekurang-kurangnya setinggi 3 m di wilayah kerja dengan bahan
yang tahan kelembaban.Salah satu bahan yang dapat diterimaPortland-semen plester,
dengan sendi disegel oleh leksibel sealing compound.Plafon palsu mencegah puing dari
atas kepala pipa, mesin, dan balok dari jatuh ke terpapar produk.Plafon harus dibuat
jaraknya tidak begitu tinggi agar lampunya semakin terang terhadap ikan.
Dinding dan Jendela
Dinding harus halus dan rata dengan bahan nonabsorbent seperti kaca ubin, bata
mengkilap, permukaan halus Portlandcement plester, atau nonabsorbent lain, dan bahan
beracun.Dinding beton harus halus.Meskipun lukisan tidak disarankan, sebuah nontoxic
cat yang tidak diterapkan berbasis.Jendela kusen, jika ada, harus miring pada posisi sudut
45 derajat untuk mengurangi akumulasi puing- puing.
Pintu Masuk
Pintu masuk harus dibuat dari bahan yang resistant dan terpasang dengan erat disolder
atau dilas jahitan.Double-entry pintu harus disediakan untuk di luar pintu masuk, serta
tirai di luar pintu di daerah pengolahan.Selain itu pintu masuk harus ada air untuk
membersihkan sepatu yang digunakan oleh para pekerja.
Peralatan Pengolahan
Peralatan pengolahan harus tahan lama, dan halus agar mudah dibersihkan.Permukaan
harus bebas dari lubang, retak, dan bersisik.Peralatan harus dirancang untuk mencegah
kontaminasi produk dari pelumas, debu, dan sampah lainnya.Ditambah lagi desain
higienis agar dapat dengan mudah dibersihkan, peralatan harus dipasang dan dipelihara
untuk memudahkan pembersihan permukaan peralatan dan sekitarnya.Selain itu
konstruksi logam juga cukup penting, untuk melindungi seafood atau produk lainnya
yang dapat dimakan harus digunakan stainless steel.Papan pemotongan harus dibuat dari
bahan yang keras, tidak keropos, tahan kelembaban.Peralatan tersebut juga harus mudah
untuk dibersihan.

2.5 PENGOLAHAN PRODUK DAN LIMBAH INDUSTRI


Tuna loin beku adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku tuna segar atau
beku yang mengalami perlakuan penerimaan, penyiangan atau tanpa penyiangan, pencucian,
pembuatan loin, pengulitan dan perapihan, sortasi mutu, pembungkusan (wrapping), pembekuan,

penimbangan, pengepakan, pelabelan dan penyimpanan (BSN 2006). Penanganan dan


pengolahan ikan tuna loin menurut SNI 01-4104.3-2006 adalah sebagai berikut:
1.
Penerimaan
a)
Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen, mutu bahan baku kurang baik/segar, ukuran
dan jenis tidak sesuai.
b)
Tujuan: mendapatkan bahan baku yang bebas bakteri patogen dan memenuhi persyaratan
mutu, ukuran dan jenis.
c)
Petunjuk: bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik, untuk
mengetahui mutunya. Bahan baku kemudian ditangani secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter
dengan suhu pusat produk maksimal 4,4C.
2 .

Penyiangan atau tanpa penyiangan

a)
Potensi bahaya: kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen.
b)
Tujuan: mendapatkan ikan yang bersih, tanpa kepala dan isi perut serta mereduksi
kontaminasi bakteri patogen.
c)
Petunjuk: apabila ikan yang diterima masih dalam keadaan utuh, ikan disiangi dengan cara
membuang kepala dan isi perut. Penyiangan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter sehingga
tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu pusat produk maksimal
4,4C.
3.

Pencucian

a)
Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen dan kemunduran mutu.
b)
Tujuan: menghilangkan sisa kotoran dan darah yang menempel di tubuh ikan dan bebas
dari kontaminasi bakteri patogen.
c)
Petunjuk: ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih dingin yang mengalir
secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4.4C.
4.
Pembuatan loin
a)
Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen.
b)
Tujuan: mendapatkan bentuk loin sesuai dengan ukuran yang ditentukan dan bebas dari
kontaminasi bakteri patogen.
c)
Petunjuk: pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi empat bagian
secara membujur. Proses pembuatan loin dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap
mempertahankan suhu pusat produk 4,4C.
5

Pengulitan dan Perapihan

a)
Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen, terdapat tulang, daging merah dan kulit.
b)
Tujuan: mendapatkan loin yang rapi dan bebas dari tulang, daging merah dan kulit serta
terhindar dari kontaminasi bakteri patogen.

c)
Petunjuk: tulang, daging merah dan kulit yang ada pada loin dibuang hingga bersih.
Pengulitan dan perapihan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan
suhu produk 4,4C.
6

Sortasi mutu

a)
Potensi bahaya: kemunduran mutu, kontaminasi bakteri patogen, terdapat daging merah,
tulang, duri dan kulit.
b)
Tujuan: mendapatkan loin dengan mutu yang baik dan serta bebas dari kontaminasi bakteri
patogen.
c)
Petunjuk: sortasi mutu dilakukan dengan memeriksa loin apakah masih terdapat tulang,
duri, daging merah dan kulit secara manual. Sortasi dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat dan
saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,4C.
7

Pembungkusan (wrapping)

a)
Potensi bahaya: pembungkusan kurang sempurna dan kontaminasi bakteri patogen
b)
Tujuan: mendapatkan loin dalam kemasan yang sempurna dan terhindar dari kontaminasi
bakteri patogen.
c)
Petunjuk: loin yang sudah rapih selanjutnya dikemas dalam plastik secara individual
vakum dan tidak vakum secara cepat. Proses pembungkusan dilakukan secara cepat, cermat dan
saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,4C.
8

Pembekuan

a)
Potensi bahaya: pembekuan yang tidak sempurna (partial freezing) dan kehilangan
cairan (driploss).
b)
Tujuan: membekukan produk hingga mencapai suhu pusat maksimal -18C secara cepat
dan tidak mengakibatkan pengeringan terhadap produk.
c)
Petunjuk: loin yang sudah dibungkus kemudian dibekukan dengan alat
pembeku(freezer) seperti ABF, CDF, Brain hingga suhu pusat ikan mencapai maksimal -18C
dalam waktu maksimal 4 jam.
9

Penimbangan

a)
Potensi bahaya: kemunduran mutu, kekurangan berat dan kontaminasi bakteri patogen.
b)
Tujuan: mendapatkan berat loin yang sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan dan
bebas dari kontaminasi bakteri patogen.
c)
Petunjuk: loin ditimbang satu per satu dengan menggunakan timbangan yang sudah
dikalibrasi. Penimbangan dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter serta tetap
mempertahankan suhu pusat produk maksimal -18C.

10 Pengepakan
a)
Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen dan kesalahan label.
b)
Tujuan: melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan selama transportasi dan
penyimpanan serta sesuai dengan label.
c)
Petunjuk: loin yang telah dilepaskan dari pan pembeku, kemudian dikemas dengan plastik
dan dimasukkan dalam master karton secara cepat, cermat dan saniter.
2.5.2 Karakteristik Limbah Perikanan
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah yang dihasilkan dari
kegiatan perikanan masih cukup tinggi, yaitu sekitar 20-30 persen. Produksi ikan yang telah
mencapai 6.5 juta ton pertahun. Hal ini berarti sekitar 2 juta ton terbuang sebagai limbah.
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan perikanan adalah berupa (Annonymousa, 2010):
Ikan curah yang bernilai ekonomis rendah sehingga belum banyak dimanfaatkan sebagai
pangan;
Bagian daging ikan yang tidak dimanfaatkan dari rumah makan, rumah tangga, industri
pengalengan, atau industri pemiletan;
Ikan yang tidak terserap oleh pasar, terutama pada musim produksi ikan
melimpah;
dan Kesalahan penanganan dan pengolahan.
Berdasarkan karakternya limbah dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu limbah yang
masih dapat dimanfaatkan dan sudah tidak dapat dimanfaatkan. Limbah perikanan berbentuk
padatan, cairan dan gas. Limbah tersebut ada yang berbahaya dan sebagian lagi beracun. Limbah
padatan memiliki ukuran bervariasi, mulai beberapa mikron hingga beberapa gram atau kilogram
(Annonymousa, 2010).
Penanganan Limbah
Limbah hasil perikanan dapat berbentuk padatan, cairan atau gas. Limbah berbentuk
padat berupa potongan daging ikan, sisik, insang atau saluran pencernaan. Limbah ikan yang
berbentuk cairan antara lain darah, lendir dan air cucian ikan. Sedangkan limbah ikan yang
berbentuk gas adalah bau yang ditimbulkan karena adanya senyawa amonia, hidrogen sulfida
atau keton.Berbagai teknik penanganan dan pengolahan limbah telah dikembangkan. Masingmasing jenis limbah membutuhkan cara penanganan khusus, berbeda antara jenis limbah yang
satu dengan limbah lainnya. Namun secara garis besarnya, teknik penanganan dan pengolahan
limbah dapat dibagi menjadi penanganan dan pengolahan limbah secara fisik, kimiawi, dan
biologis (Annonymousa, 2010).
Penanganan dan pengolahan limbah secara fisik dilakukan untuk memisahkan antara
limbah berbentuk padatan, cairan dan gas. Penanganan dan pengolahan limbah secara fisik
mampu melakukan pemisahan limbah berbentuk padat dari limbah lainnya. Limbah padatan akan
ditangani atau diolah lebih lanjut sehingga tidak menjadi bahan cemaran, sedangkan limbah cair

dan gas akan ditangani atau diolah menggunakan teknik kimiawi dan biologis. Secara fisik,
penangan limbah dilakukan menggunakan penyaring (filter). Bentuk saringan disesuaikan
dengan kondisi dimana limbah tersebut ditangani. Penyaring yang digunakan dapat berbentuk
jeruji besi atau saringan (Annonymousa, 2010).
Penanganan dan pengolahan limbah secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan
senyawa kimia tertentu untuk mengendapkan limbah sehingga mudah dipisahkan. Pada limbah
berbentuk padat, penggunaan senyawa kimia dimaksudkan untuk menguraikan limbah menjadi
bentuk yang tidak mencemari lingkungan
Pengolahan limbah secara biologis dilakukan dengan menggunakan tanaman dan
mikroba. Jenis tanaman yang digunakan dapat berupa eceng gondok, duckweed, dan
kiambang. Jenis mikroba yang digunakan adalah bakteri, jamur, protozoa dan
ganggang. Pemilihan jenis mikroba yang digunakan tergantung dari jenis limbah. Bakteri
merupakan mikroba yang paling sering digunakan pada pengolahan limbah secara
biologis. Bakteri yang digunakan bersifat kemoheterotrof dan kemoautotrof. Bakteri
kemoheterotrof memanfaatkan bahan organisk sebagai sumber energi, sedangkan bakteri
kemoautotrof memanfaatkan bahan anorganik sebagai sumber energi (Annonymousa, 2010).
Jamur yang digunakan dalam penanganan dan pengolahan limbah secara biologis bersifat
nonfotosintesa dan bersifat aerob.Protozoa yang digunakan dalam penanganan dan pengolahan
limbah bersel tunggal dan memiliki kemampuan bergerak (motil). Ganggang digunakan pada
penanganan dan pengolahan limbah secara biologis karena memiliki sifat autotrof dan mampu
melakukan fotosintesa. Oksigen yang dihasilkan dari fotosintesa dapat dimanfaatkan oleh
mikroba (Annonymousa, 2010).
Pemanfaatan limbah perikanan berupa kepala ikan, sirip, tulang, kulit dan daging merah
telah digunakan dalam beberapa hal, yaitu berupa daging lumat (minced fish) untuk bahan
pembuatan produk-produk gel ikan seperti bakso, sosis, nugget dan lain-lain.Selain itu dapat
dibuat tepung, konsentrat, hidrolisat dan isolat protein ikan. Sebagai pakan ternak, ikan dapat
diolah menjadi tepung, bubur dan larutan-larutan komponen ikan

2.5.3 Pemanfaatan Limbah


Berbagai macam limbah dari hasil pengolahan ikan dapat dimanfaatkan untuk didaur
ulang kembali diantaranya sebagai berikut :
Silase
Silase ikan adalah ikan utuh atau sisa-sisa ikan yang diawetkan dalam kondisi asam
dengan penambahan asam (silase kimia) atau dengan fermentasi/kemampuan bakteri
asam laktat (silase biologis).Silase ikan yang dihasilkan berbentuk cair karena protein
ikan dan jaringan struktur lainnya didegradasi menjadi unit larutan yang lebih kecil oleh
enzim yang terdapat pada ikan (Rusmana, Deny dan Abun, 2006)
Gelatin
Gelatin adalah derivat protein dari serat kolagen yang ada pada kulit, tulang, dan tulang
rawan. Proses perubahan kolagen menjadi gelatin melibatkan tiga perubahan yaitu

pemutusan sejumlah ikatan peptida untuk memperpendek rantai, pemutusan atau


pengacauan sejumlah ikatan camping antar rantai, dan perubahan konfigurasi rantai.
Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti gliserol, propilen glycol,
sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam alkohol, aseton, karbon tetraklorida, benzen,
petroleum eter dan pelarut organik lainnya (Junianto, dkk, 2006).
o Gelatin tulang ikan
Pada tahap persiapan dilakukan pencucian pada kulit dan tulang.Kulit atau tulang
dibersihkan dari sisa-sisa daging, sisik dan lapisan luar yang mengandung
deposit-deposit lemak yang tinggi.Untuk memudahkan pembersihan maka
sebelumnya dilakukan pemanasan pada air mendidih selama 1-2 menit. Proses
penghilangan lemak dari jaringan tulang yang biasa disebut degresing, dilakukan
pada suhu antara titik cair lemak dan suhu koagulasi albumin tulang yaitu antara
32-80C sehingga dihasilkan kelarutan lemak yang optimum. Pada tulang,
sebelum dilakukan pengembungan terlebih dahulu dilakukan proses
demineralisasi yang bertujuan untuk menghilangkan garam kalsium dan garam
lainnya dalam tulang, sehingga diperoleh tulang yang sudah lumer disebut ossein.
Asam yang biasa digunakan dalam proses demineralisasi adalah asam klorida
dengan konsentrasi 4-7%. Proses demineralisasi ini sebaiknya dilakukan dalam
wadah tahan asam selama beberpa hari sampai dua minggu.
Pemanfaatan Limbah Ikan sebagai Tepung Ikan
Dalam kegiatan industri pengalengan ikan selalu menghasilkan limbah ikan yang
sebenarnya masih dapat dimanfaatkan untuk membuat tepung ikan.Tepung ikan dapat
dimanfaatkan untuk campuran makanan ternak seperti unggas, babi dan makanan
ikan.Tepung ikan mengandung protein, mineral dan vitamin B. Protein ikan terdiri dari
asam amino yang tidak terdapat pada tumbuhan.Kandungan gizi yang tinggi pada tepung
ikan dapat meningkatkan produksi dan nilai gizi telur, daging ternak dan ikan.Kandungan
gizi tepung ikan tergantung dari jenis ikan yang digunakan sebagai bahan bakunya.

BAB III
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan diatas adalah:
1. Sanitasi adalah suatu usaha pengendalian penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada
usaha kesehatan lingkungan hidup manusia.

2. Sumber kontaminan dalam industri pangan bersumber dari berbagai macam yaitu
mikroorganisme, manusia, lingkungan, lokasi pengolahan, serta kontaminan lainnya.
3. Lokasi yang bersih dan menarik sangat diperlukan. Kebersihan tempat harus dipertahankan
untuk dapat memuaskan citra publik, untuk mempromosikan perusahaan dan industri.
4. Konstruksi harus terbuat dari bahan yang tahan/tidak menyerap air dan mudah dibersihkan
serta tahan terhadap korosi dan kerusakan lainnya.
5. Peralatan pengolahan harus tahan lama, dan halus agar mudah dibersihkan. Permukaan
harus bebas dari lubang, retak, dan bersisik.
6. Lingkungan pada lokasi pabrik seafood dapat berkontribusi terhadap kontaminasi dalam
produk makanan. Sumber kontaminasi lainnya adalah peralatan pengolahan, kontainer, dan
kontak permukaan.
7. Program sanitasi makanan hasil laut harus mencakup penanganan sanitasi yang tepat serta
menejemen personalia yang baik.
8. Pengelolaan limbah, termasuk daur ulang produk limbah seafood, merupakan hal penting
yang terus meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. 2006. Tuna Loin Beku. Jakarta: BSN


Clark, J.P. 2004. Ozone-cure for some sanitation problems. Food Technol 58 (4): 75.

Cook, D.W. 2003. Sensitivity of vibrio species and phosphatebuffered saline and in oysters
to high-pressure processing. J Food Prot 66: 2276.
Dalgaard P, Emborg J, A Kjolby, ND Sorensen and NZ Ballin. 2008. Histamin and
biogenicamines : formation and importance. in seafood dalam T Borresen (edited),
Improving Seafood Products for the Customer. North America : Woodhead
Publishing Limited and CRC Press LLC.
Dong, F.M., A.R. Cook, and R.P. Herwig. 2003. High hydrostatic pressure treatment of finfish
to inactivate Anisakis simplex. J Food Prot 66: 1924.
Emborg J and Dalgaard P. 2008. Modelling the effect of temperature, corbon dioxide, water
activity and pH on growth and histamin formation by Morganella
psychrotolerant. Food Microbiology (128): 226-233.
Flick, G.J. 2003. High pressure processing-Improve safety and extend freshness without
sacrificing quality. Unpublished data. Virginia Polytechnic Institute & State University.
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Yogyakarta: CV Liberty.
Latifah, L. 2001. Mempelajari Aspek Pengendalian Mutu Proses Pembekuan Ikan Tuna
(Thunnus Albacores) Di PT. Tirta Raya Mina (persero) Pekalongan. Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Stanfield, P. 2003. Seafood Processing: Basic Sanitation Practices In Food plant Sanitation.
eds. Y.H. Hui, et al., 543. Marcel Dekker, Inc, New York.

LAMPIRAN
1.Apakah ada persyaratan khusus untuk pelelangan ikan? (Abdul, 133020330)
Jawab : (Alvina, 133020309)
Ada, berikut syarat tempat pelelangan ikan

Terlindung dan mempunyai dinding yang mudah untuk dibersihkan;

Mempunyai lantai yang kedap air yang mudah dibersihkan dan disanitasi, dilengkapi
dengan saluran pembuangan air dan mempunyai sistem pembuangan limbah cair yang
higiene;

Dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti tempat cuci tangan dan toilet dalam jumlah
yang mencukupi. Tempat cuci tangan harus dilengkapi dengan bahan pencuci tangan dan
pengering sekali pakai;

Dibersihkan secara teratur minimal setiap selesai pelelangan; wadah harus dibersihkan
dan dibilas dengan air bersih atau air laut bersih;

Dilengkapi dengan tanda peringatan dilarang merokok, meludah, makan dan minum, dan
diletakkan di tempat yang mudah dilihat dengan jelas;

Tempat pelelangan ikan harus memenuhi persyaratan higiene dan penerapan sistem rantai
dingin

Jika pendinginan tidak memungkinkan dilakukan di atas kapal, ikan segar harus
didinginkan sesegera mungkin dan disimpan dengan suhu mendekati suhu leleh es

2.Apa yang dimaksud dengan limbah gas perikanan? (Firman, 133020316)


Jawab : (Abdurafi,133020307)
Secara alamiah udara mengandung unsur kimia seperti O2, N2, NO2, CO2, H2 dan Jainlain. Penambahan gas ke dalam udara melampaui kandungan alami akibat kegiatan manusia akan
menurunkan kualitas udara.
Polusi udara adalah tercemarnya udara oleh berberapa partikulat zat (limbah) yang
mengandung partikel (asap dan jelaga), hidrokarbon, sulfur dioksida, nitrogen oksida, ozon (asap
kabut fotokimiawi), karbon monoksida dan timah. Udara adalah media pencemar untuk limbah
gas. Limbah gas atau asap yang diproduksi pabrik keluar bersamaan dengan udara.
3.Bagaimana cara pengolahan limbah secara biologis? (Emah, 133020285)
Jawab : (Syarifah,133020302)
Pengolahan biologis contohnya pada limbah cair perikanan secara aerobik dapat dilakukan
dengan sistem sebagai berikut: sistem lumpur aktif, kolam aerasi, dan sistem media pertumbuhan
(trickling filter dan rotating disk contactor). Pada semua sistem lumpur aktif, pengadukan
memegang peranan yang penting dalam menjaga keseragaman dan kestabilan kelarutan bahan
organik, oksigen dan mencegah pengendapan lumpur aktif. Pada industri perikanan gangguan
kestabilan terjadi pada saat puncak konsentrasi organik dan aliran tertinggi dalam influen.
Penyisihan bahan organik pada sistem ini bisa mencapai 85 95%). Waktu tinggal hidrolik
yang dibutuhkan rata-rata 3-6 jam dan waktu tinggal sel berkisar antara 3 dan 15 hari. Berbagai
ragam kondisi yang dihasilkan untuk mencapai hasil yang maksimum disebabkan banyaknya
faktor yang mempengaruhi proses dengan lumpur aktif. Penelitian telah banyak dilakukan untuk
mencari kondisi optimal dari berbagai faktor yang mempengaruhinya, misalnya kelarutan

oksigen, rasio Food/Microorganism (rasio F/M), interaksi kandungan mineral dan lumpur dalam
pengendapan lumpur. .
4.Bagaimana cara menanggulangi pencemaran laut yang berdampak pada perikanan?(Annisa,
133020332)
Jawab : (Fitri,133020311)
Cara penanggulangan pencemaran laut:

Melakukan proses bioremediasi melepaskan binatang kecil atau mikrobiologi pencemar


laut yang disebabkan oleh tumpahan seperti minyak oli kapal penangkap ikan
Fitoremediasi menggunakan tumbuhan yang mampu menyerap logam berat seperti
tumbuhan pada pohon api-api
Melakukan pembersihan laut secara rutin dengan melibatkan peran masyarakat

5.Bagaimana tahapan sanitasi mesin pada proses pengolahan ikan tuna ? ( Bapak Dr. Ir. Willy
Pranata Widjaja M.SI.)
Jawab : (Yoga, 133020305)
Mesin yang digunakan seperti slicer, timbangan, keranjang plastik, gergaji mesin, meja proses,
pan pembeku, alat pembeku, dan alat lainnya. Proses sanitasi yang dilakukan dengan proses
clean in place.
Tahapan prosesnya:
1. Penerimaan
a)
Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen, mutu bahan baku kurang baik, ukuran dan
jenis tidak sesuai.
b)
Tujuan: mendapatkan bahan baku yang bebas bakteri patogen dan memenuhi persyaratan
mutu, ukuran dan jenis.
c)
Petunjuk: bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik, untuk
mengetahui mutunya. Bahan baku kemudian ditangani secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter
dengan suhu pusat produk maksimal -18C.

2.

Penyiangan atau tanpa penyiangan

a)
Potensi bahaya: kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen
b)
Tujuan: mendapatkan ikan yang bersih, tanpa kepala dan isi perut serta mereduksi
kontaminasi bakteri patogen.

c)
Petunjuk: apabila ikan yang diterima masih dalam keadaan utuh, ikan disiangi dengan cara
membuang kepala dan isi perut. Penyiangan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter sehingga
tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu pusat produk maksimal
-18C.
3.

Pembuatan loin

a)
Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen.
b)
Tujuan: mendapatkan bentuk loin sesuai dengan ukuran yang ditentukan dan bebas dari
kontaminasi bakteri patogen.
c)
Petunjuk: pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi empat bagian
secara membujur. Proses pembuatan loin dilakukan secara cepat, cermat dan saniter serta tetap
mempertahankan suhu pusat produk maksimal -18C.
4.

Pengulitan dan Perapihan

a)
Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen, terdapat tulang, daging hitam(dark meat) dan
kulit.
b)
Tujuan: mendapatkan loin yang rapi dan bebas dari tulang, daging hitam (dark meat) dan
kulit serta terhindar dari kontaminasi bakteri patogen.
c)
Petunjuk: tulang, daging hitam (dark meat) dan kulit yang ada pada loin dibuang hingga
bersih. Pengkulitan dan perapihan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter serta tetap
mempertahankan suhu pusat produk maksimal -18C.
5.

Pembekuan

a)
Potensi bahaya: pembekuan yang tidak sempurna (partial freezing) dan kehilangan
cairan (driploss).
b)
Tujuan: membekukan produk hingga mencapai suhu pusat maksimal -18C secara cepat
dan tidak mengakibatkan pengeringan terhadap produk.
c) Petunjuk: loin yang sudah disusun dalam pan pembekuan, dibekukan dalam alat
pembeku (Freezer) hingga suhu pusat ikan mencapai maksimum -18C secara cepat.
6.

Penimbangan

a)
Potensi bahaya: kemunduran mutu, kekurangan berat dan kontaminasi bakteri patogen.
b)
Tujuan: mendapatkan berat loin yang sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan dan
bebas dari kontaminasi bakteri patogen.
c)
Petunjuk: loin ditimbang satu per satu dengan menggunakan timbangan yang sudah
dikalibrasi. Penimbangan dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter serta tetap
mempertahankan suhu pusat produk maksimal -18C.

7.

Pengepakan

a)
Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen dan kesalahan label.
b)
Tujuan: melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan selama transportasi dan
penyimpanan serta sesuai dengan label.
c)
Petunjuk: loin yang telah dilepaskan dari pan pembeku, kemudian dikemas dengan plastik
dan dimasukkan dalam master karton secara cepat, cermat dan saniter.
8. Pengemasan
Bahan kemasan untuk tuna loin beku bersih, tidak mencemari produk yang dikemas, terbuat dari
bahan yang baik dan memenuhi persyaratan bagi produk ikan beku. Produk akhir dikemas
dengan cepat, cermat secara saniter dan higienis, pengemasan dilakukan dalam kondisi yang
dapat mencegah terjadinya kontaminasi dari luar terhadap produk. Untuk produk yang
menggunakan transportasi udara, teknik pengemasan sesuai SNI 01-4858-2006, Pengemasan
ikan segar melalui sarana angkutan udara.
9.

Pelabelan dan pemberian kode

Setiap kemasan produk tuna loin beku yang akan diperdagangkan agar diberi tanda dengan benar
dan mudah dibaca, mencantumkan bahasa yang dipersyaratkan disertai keterangan sekurangkurangnya sebagai berikut :
a)
jenis produk;
b)
berat bersih produk;
c)
nama dan alamat lengkap unit pengolahan secara lengkap;
d)
bila ada bahan tambahan lain diberi keterangan bahan tersebut;
e)
tanggal, bulan dan tahun produksi;
f)
tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa.
10. Penyimpanan
Penyimpanan tuna loin beku dalam gudang beku (cold storage) dengan suhu maksimal -25C
dengan fluktuasi suhu maksimal 2C. Penataan produk dalam gudang beku diatur sedemikian
rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dapat merata dan memudahkan pembongkaran.

Вам также может понравиться

  • Dasar 2 X Eko Nomi Teknik
    Dasar 2 X Eko Nomi Teknik
    Документ453 страницы
    Dasar 2 X Eko Nomi Teknik
    Dhimaz A Firdauz
    Оценок пока нет
  • REFERENSI
    REFERENSI
    Документ3 страницы
    REFERENSI
    Syarifah Ulfah Nuramalina
    Оценок пока нет
  • Dasar 2 X Eko Nomi Teknik
    Dasar 2 X Eko Nomi Teknik
    Документ453 страницы
    Dasar 2 X Eko Nomi Teknik
    Dhimaz A Firdauz
    Оценок пока нет
  • #2 Bab II Teori Dasar Pengolahan
    #2 Bab II Teori Dasar Pengolahan
    Документ41 страница
    #2 Bab II Teori Dasar Pengolahan
    Syarifah Ulfah Nuramalina
    100% (1)
  • #1 Bab I Pendahuluan
    #1 Bab I Pendahuluan
    Документ7 страниц
    #1 Bab I Pendahuluan
    Syarifah Ulfah Nuramalina
    Оценок пока нет
  • REFERENSI
    REFERENSI
    Документ3 страницы
    REFERENSI
    Syarifah Ulfah Nuramalina
    Оценок пока нет
  • Permunian
    Permunian
    Документ6 страниц
    Permunian
    Syarifah Ulfah Nuramalina
    Оценок пока нет
  • Neraca
    Neraca
    Документ6 страниц
    Neraca
    Syarifah Ulfah Nuramalina
    Оценок пока нет
  • FPP PDF
    FPP PDF
    Документ1 страница
    FPP PDF
    Syarifah Ulfah Nuramalina
    Оценок пока нет
  • Analisis Pangan-2 PDF
    Analisis Pangan-2 PDF
    Документ1 страница
    Analisis Pangan-2 PDF
    Syarifah Ulfah Nuramalina
    Оценок пока нет