Вы находитесь на странице: 1из 27

BAB I

PENDAHULUAN
I.1.

Latar Belakang
Salah satu indikator keberhasilan program kesehatan menuju Indonesia Sehat

2010 apabila tercapai penurunan angka kematian ibu dan balita serta tercapainya
perbaikan gizi keluarga. Sasaran yang menjadi prioritas utama adalah golongan
rawan gizi seperti ibu hamil yang mengalami KEK (Kurang Energi Kronik) dan
Anemia Gizi.
Pada kehamilan, anemia adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai
hemoglobin di bawah 11 g/dl pada trimester I dan III, atau kadar nilai hemoglobin
kurang dari 10,5 g/dl pada trimester II. Menurut kriteria WHO (2000), seorang
wanita hamil dinyatakan anemia apabila memiliki kadar hemoglobin (Hb) <11,0
(g/L)dan volume hematokrit (Ht) <0,33 (g/L).
Anemia pada ibu hamil merupakan masalah kesehatan terkait dengan
insidennya yang tinggi dan komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun pada
janin. Di dunia 34 % ibu hamil dengan anemia dimana 75 % berada di negara sedang
berkembang. Di Indonesia, 63,5% ibu hamil dengan anemia.
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu
hamil, salah satunya adalah tingkat sosio ekonomi yang dapat digambarkan dengan
tingkat pendidikan dan pekerjaan. Tingkat sosio ekonomi yang rendah dapat
mempengaruhi kejadian anemia. Angka kejadian anemia pada ibu-ibu dengan
kelompok pekerjaan suami (petani, nelayan, pekerja lepas) lebih tinggi dari
kelompok pekerjaan suami (pegawai negeri, swasta dan dagang). Hal ini mencakup
kemampuan dalam hal membeli dan memenuhi makanan bergizi dan suplemen
tambahan yang dibutuhkan pada saat hamil. Ibu hamil yang berpendidikan rendah
menderita anemia sebanyak 60%, sedangkan ibu hamil yang berpendidikan tinggi
menderita sebanyak 17,4%.

I.2.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat


hubungan antara tingkat pendidikan, pekerjaan, dan aktifitas ibu-ibu hamil di
wilayah Lenteng dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
I.3.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat

hubungan antara tingkat pendidikan, pekerjaan, dan aktifitas fisik ibu-ibu hamil di
wilayah Lenteng dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
Tujuan khususnya adalah :
a.

Mengetahui jumlah total ibu hamil yang mengalami anemia dan tidak
mengalami anemia selama kehamilannya.

b.

Mengetahui tingkatan pendidikan, pekerjaan dan aktifitas fisik ibu hamil yang
mengalami anemia dan tidak mengalami anemia.

c.

Menyelesaikan tugas akhir mini project Puskesmas Lenteng Program


Internship Kabupaten Sumenep tahun 2015-2016.

I.4.

Manfaat Penelitian
Hal berikut ini adalah macam-macam manfaat penelitian yang dapat

diperoleh:
a.

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi dasar pengembangan penelitian berikutnya


yang berkaitan dengan tingkat pendidikan, pekerjaan, dan aktifitas fisik ibu hamil
dengan kejadian anemia pada ibu hamil.

b.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk masukan bagi Puskesmas
dalam memberikan informasi kepada pasien, melakukan tindakan pencegahan dan
penanganan anemia pada Ibu Hamil.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1.

Definisi
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di

bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar hemoglobin <10,5 gr% pada
trimester II. Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau
menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan
organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi
anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,50 sampai dengan 11,00
gr/dl.
Jumlah zat besi yang dibutuhkan seorang wanita pada saat hamil yaitu sekitar
1000 mg. Kebutuhan zat besi pada kehamilan trimester I relatif sedikit, yaitu 0,8 mg
sehari yang kemudian meningkat tajam selama kehamilan trimester II dan III, yaitu
6,8 mg sehari.
II.2.

Etiologi
Anemia pada kehamilan yang terjadi pada trimester pertama sampai ketiga

dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :


Status gizi ibu pada saat hamil mempengaruhi berat badan janin dalam
kandungan, apabila status gizi buruk, baik sebelum kehamilan dan selama kehamilan
akan menyebabkan berat badan lahir rendah (BBLR), disamping itu akan
mengakibatkan terhambatnya otak janin, anemia pada bayi baru lahir. Bayi baru lahir
akan mudah terkena infeksi.
Asupan gizi sangat menentukan kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya.
Kebutuhan gizi pada masa kehamilan akan meningkat sebesar 15 % dibandingkan
dengan kebutuhan wanita normal, peningkatan gizi untuk (mammae), volume
darah ,plasenta,air ketuban dan pertumbuhan janin. Makanan yang dikomsumsi ibu
hamil akan digunakan untuk pertumbuhan janin sebesar 40% dan sisanya 60%
digunakan untuk pertumbuhan ibunya. Secara normal ibu hamil akan mengalami
kenaikan berat badan sebesar 11-13Kg. Hal ini terjadi karena kebutuhan asupan
makanan ibu hamil meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.

Faktor umur ibu hamil berkontribusi terhadap kejadian anemia selama hamil,
Ibu hamil yang berusia kurang dari 20 tahun masih membutuhkan zat besi lebih
untuk keperluan kebutuhan pertumbuhan diri sendiri dan juga untuk janinnya. Oleh
karena itu, hamil di usia 20 tahun dengan asupan gizi yang tidak adekuat memiliki
resiko anemia defisiensi besi penelitian Nelwanti (2005) menemukan bahwa ibu
hamil yang menderita anemia paling bayak pada usia resiko yaitu kurang dari 20
tahun sebesar 58%.
Paritas secara luas mencakup gravid/jumlah kehamilan yaitu kehamilan yang
berulang atau jumlah partus yang banyak lebih meningkat kejadian anemia akibat
banyaknya darah yang keluar selama proses persalinan, angka kejadian pada
kehamilan makin tinggi dengan semakin tingginya paritas. Penelitian Sidabuke
(2003) menjelaskan bahwa terjadi peningkatan anemia pada ibu hamil dengan paritas
5 sebesar 36,23%.
Jarak antara kehamilan yang pendek (kurang dari 2 tahun) mempunyai resiko
untuk menderita anemia menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi
keluarga berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih
karena jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup
untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. Maka semakin
pendek jarak kehamilan resiko terjadi anemia makin meningkat.
Faktor yang menggambarkan tingkat sosio ekonomi salah satunya adalah
tingkat pendidikan dan pekerjaan. Tingkat sosio ekonomi yang rendah dapat
mempengaruhi kejadian anemia. Angka kejadian anemia pada ibu-ibu dengan
kelompok pekerjaan suami (petani, nelayan, pekerja lepas) lebih tinggi dari
kelompok pekerjaan suami (pegawai negeri, swasta dan dagang). Hal ini mencakup
kemampuan dalam hal membeli dan memenuhi makanan bergizi dan suplemen
tambahan yang dibutuhkan pada saat hamil.. Ibu hamil yang berpendidikan rendah
menderita anemia sebanyak 60%, sedangkan ibu hamil yang berpendidikan tinggi
menderita sebanyak 17,4%.
Pemeriksaan Antenatal Care, pada pemeriksaan antenatal dilakukan
pemantauan dan pemeriksaan terhadap keadaan anemia pada ibu hamil sehingga
apabila ibu menderita gejala anemia dapat dideteksi sedini mungkin dengan
pemeriksaan antenatal yang secara teratur untuk diberi penanganan segera. Pada

pemeriksaan ini tablet penambahan darah (tablet Fe) juga diberikan pada ibu yang
tidak mengalami anemia untuk mencegah terjadinya anemia. Pada beberapa
penelitian yang sudah dilakukan bahwa jumlah penderita semakin menurun pada
kelompok yang sering mengunjungi klinik antenatal dan meningkat pada kelompok
yang tidak melakukan pemeriksaan antenatal.
II.3.

Epidemiologi
Kematian ibu 15-20% secara langsung atau tidak langsung berhubungan

dengan anemia. Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya


kesakitan ibu. Anemia karena defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia
pada ibu hamil dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain.
Badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan
bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75%, serta
semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan. Anemia defisiensi
zat besi lebih cenderung berlangsung di negara yang sedang berkembang daripada
negara yang sudah maju. Tiga puluh enam persen (atau sekitar 1,4 milyar orang) dari
perkiraan populasi 3,8 milyar orang di negara yang sedang berkembang menderita
anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di negara maju hanya sekitar 8% (atau kirakira 100 juta orang) dari perkiraan populasi 1,2 milyar orang.
II.4.

Klasifikasi
Anemia dalam kehamilan dapat diklasifikasikan menjadi anemia gizi besi

(62,3%), anemia megaloblastik (29%), anemia hemolitik (8%) dan anemia


hipoplastik (0,7%).
Anemia Defisiensi Besi
Anemia gizi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya
cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang. Penyebab utama anemia pada wanita adalah kurang
memadainya asupan makanan sumber zat besi, meningkatnya kebutuhan zat
besi saat hamil dan menyusui (perubahan fisiologis), dan kehilangan banyak
darah.

Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunangkunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular,
lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa.
Ciri-ciri anemia defisiensi besi :
Mikrositosis
Hipokromasia
Anemia ringan tidak selalu menimbulkan ciri khas bahkan banyak

yang bersifat normositer dan normokrom


Kadar besi serum rendah
Daya ikat besi serum meningkat
Protoporfirin meningkat
Tidak dtemukan hemosiderin dalam sumsum tulang.
Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya Hb yang diperiksa dan
Hb itu kurang dari 10 g / 100 ml, maka wanita dapat dianggap sebagai
menderita anemia defisiensi besi, baik yang murni maupun yang dimorfis,
karena tersering anemia dalam kehamilan anemia defisiensi besi.
Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi per os. Biasanya
diberikan garam besi sebanyak 600 1000 mg sehari, seperti sulfas ferrosus
atau glukonas ferrosus. Hb dapat dinaikan sampai 10 g / 100 ml atau lebih
asal masih ada cukup waktu sampai janin lahir.
Terapi perenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan
obat besi per os, ada gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan, atau
apabila kehamilannya sudah tua. Besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri.
Secara intramuskulus dapat disuntikan dekstran besi ( imferon ) atau sorbitol
besi ( Jectofer ). Hasilnya lebih cepat dicapai, hanya penderita merasa nyeri di
tempat suntikan.
Transfusi darah sebagai pengobatan anemia dalam kehamilan sangat
jarang diberikan walaupun Hb-nya kurang dari 6 g / 100 ml apabila tidak
terjadi perdarahan. Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan, yang
segera harus diberikan apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasa,
walaupun tidak lebih dari 1000 ml.
Prognosis anemia defiesiensi besi dalam kehamilan umumnya baik
bagi ibu dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa
perdarahan banyak atau komplikasi lain.

Anemia Megaloblastik
Anemia megablastik dalam kehamilan disebabkan karena defisisiensi
asam folik (pteroylglutamic acid), jarang sekali karena defisiensi vitamin B12

(cyanocobalamin).
Gejala-gejalanya:
Malnutrisi
Glositis berat (Lidah meradang, nyeri)
Diare
Kehilangan nafsu makan
Ciri-ciri anemia megaloblastik
Megaloblast
Promegaloblast dalam darah atau sumsum tulang
Anemia makrositer dan hipokrom dijumpai bila anemianya sudah
berat. Hal itu disebabkan oleh defisiensi asam folat sering
berdampingan dengan defisiensi besi dalam kehamilan
Dalam pengobatan anemia megalioblastik dalam kehamilan sebaiknya
bersama sama dengan asam folik diberikan pula besi. Tablet asam folik
diberikan dalam dosis 15 30 mg sehari. Jika perlu, asam folik diberikan
dengan suntikan dalam dosis yang sama.
Anemia Hipoplastik
Anemia hipoplastik pada wanita hamil adalah anemia yang
disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah
baru. Pengobatan dengan berbagai obat penambah darah tidak memberi hasil
sehingga satu-satunya cara untuk memperbaiki keadaan penderita adalah

transfusi darah, yang sering perlu diulang sampai beberapa kali.


Untuk diagnosis diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan:
Darah tepi lengkap
Pemeriksaan pungsi sternal
Pemeriksaan retikulosit, dan lain-lain.
Gambaran darah tepi : normositik dan normokromik.

Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah
berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik
sukar menjadi hamil; apabila ia hamil, maka anemianya biasanya menjadi

lebih berat. Sebaliknya mungkin pula bahwa kehamilan menyebabkan krisis


hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia.
Gejala gejala yang lazim dijumpai ialah gejala gejala proses
hemolitik,

seperti

anemia,

hemoglobinemia,

hemoglobinuria,

hiperbilirubinemia, hiperurobilinuria, dan sterkobilin lebih banyak dalam


faeses.
II.5.

Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis anemia pada ibu hamil, dapat dilakukan dengan

anamnesis. Pada anamnesis, akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing,
mata berkunang-kunang, dan keluhan mual-muntah yang lebih hebat pada kehamilan
muda. Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat
Sahli. Dari hasil pemeriksaan Hb dengan alat Sahli, kondisi Hb dapat digolongkan
sebagai berikut :
Hb 11 gr% tidak anemia
Hb 9-10 gr% anemia ringan
Hb 7-8 gr% anemia sedang
Hb <7 gr% anemia berat
Selain pemeriksaan hemoglobin, juga dapat dilakukan pemeriksaan
hematokrit, dan indeks-indeks sel darah merah, pemeriksaan cermat terhadap sedian
apus darah tepi dan pengukuran konsentrasi besi atau ferritin serum, atau keduanya.

II.6. Patofisiologi
Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu mengalami hemodilusi
(pengenceran) dengan peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada
kehamilan 32 sampai 34 minggu. Bila kadar hemoglobin ibu sebelum hamil sekitar
11 g/dl maka dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil
fisiologis, dan kadar Hb ibu akan menjadi 9,5 sampai 10 g/dl.
Anemia dalam kehamilan disebabkan karena dalam kehamilan, kebutuhan
akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-perubahan dalam darah
dan sumsum tulang. Volume darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim
disebut hidremia atau hipervolemia. Akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang

dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah.


Pertambahan tersebut berbanding sebagai berikut : plasma 30%, sel darah 18%, dan
hemoglobin 19%.
Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam
kehamilan dan bermanfaat bagi wanita. Pertama-tama pengenceran itu meringankan
beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil sebagai akibat
hidremia cardiac output meningkat. Kerja jantung menjadi lebih ringan apabila
viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah
tidak naik. Kedua, ketika perdarahan pada saat persalinan, banyaknya unsur besi
yang hilang lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah itu tetap kental.
II.7.

Gejala
Terdapat beberapa gejala dari anemia pada kehamilan, terdiri dari gejala

umum dan khusus :


Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic
syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin
kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata
berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah

kuku.
Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai
pada anemia jenis lain adalah :
Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh,
bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang.
Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya peradangan pada sudut
mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

II.8.

Pengobatan
Pengobatan anemia biasanya dengan pemberian tambahan zat besi. Sebagian

besar tablet zat besi mengandung ferosulfat, besi glukonat atau suatu polisakarida.

Tablet besi akan diserap dengan maksimal jika diminum 30 menit sebelum makan.
Biasanya cukup diberikan 1 tablet/hari, kadang diperlukan 2 tablet. Kemampuan usus
untuk menyerap zat besi adalah terbatas, karena itu pemberian zat besi dalam dosis
yang lebih besar adalah sia-sia dan kemungkinan akan menyebabkan gangguan
pencernaan dan sembelit. Zat besi hampir selalu menyebabkan tinja menjadi
berwarna hitam, dan ini adalah efek samping yang normal dan tidak berbahaya.
II.9.

Dampak Pada Ibu Hamil


Seorang wanita hamil yang menderita anemia gizi besi kemungkinan besar

akan melahirkan bayi yang mempunyai persediaan zat besi sedikit atau tidak
mempunyai persediaan zat besi sama sekali di dalam tubuhnya walaupun tidak
menderita anemia. Jika setelah lahir bayi tersebut tidak mendapatkan asupan zat besi
yang mencukupi, bayi akan berisiko menderita anemia.
Anemia berat yang tidak diobati dalam kehamilan muda dapat menyebabkan
abortus, dan dalam kehamilan tua dapat menyebabkan partus lama, perdarahan
postpartum. Selain itu, anemia pada ibu hamil juga dapat mengakibatkan daya tahan
ibu menjadi rendah terhadap infeksi dan kurang mampu menolerir perdarahan ketika
melahirkan.
Anemia gizi besi pada wanita hamil mengakibatkan peningkatan angka
kesakitan dan kematian ibu, peningkatan angka kesakitan dan kematian janin dan
peningkatan risiko bayi dengan berat badan lahir rendah.

10

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.

Kerangka Konsep Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian

ini adalah :
Variabel Independen

Variabel Dependen

Tingkat Pendidikan
Anemia
Aktifitas Fisik
3.2.

Definisi Operasional

Anemia : suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah


11 g/dl pada trimester I dan III, atau kadar nilai hemoglobin kurang

dari 10,5 g/dl pada trimester II.


Tingkat pendidikan terbagi dalam 2

kategori menurut Undang

Undang No.20 Tahun 2003 :


1. Pendidikan dasar/rendah ( SD-SMP/MTs)
2. Pendidikan Tinggi (SMA/D3/S1)

Aktifitas fisik dibagi dalam 3 kategori menurut (Nurmalina,2011) :

11

1. Kegiatan ringan : hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya


tidak menyebabkan perubahan dalam pernafasan atau ketahanan
(endurance). Contoh : berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci
baju/piring, mencuci kendaraan, berdandan, duduk, les di sekolah,
les di luar sekolah, mengasuh adik, nonton TV, aktivitas main play
station , main komputer, belajar di rumah, nongkrong.
2. Kegiatan sedang : membutuhkan tenaga intens atau terus menerus,
gerakan otot yang berirama atau kelenturan (flexibility) . Contoh :
berlari kecil, tenis meja, berenang, bermain dengan hewan
peliharaan, bersepeda, bermain musik , jalan cepat.
3. Kegiatan berat : biasanya berhubungan dengan olahraga dan
membutuhkan kekuatan (strength) membuat berkeringat. Contoh :
berlari , bermain sepak bola, aerobik, bela diri ( misal : karate,
taekwondo, pencak silat) dan outbound.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , ibu rumah tangga dapat diartikan
seorang wanita yang telah menikah serta menjalankan pekerjaan rumah , merawat
anak anaknya, memasak, membersihkan rumah dan tidak bekerja di luar rumah.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , karyawan dapat diartikan orang
yang bekerja pada suatu lembaga (kantor, perusahaan, dan sebagainya) dengan
mendapat gaji (upah), pegawai, pekerja.

3.3

Hipotesis

3.3.1. Hipotesis Nol (Ho)


Tidak ada hubungan antara anemia dengan tingkat pendidikan dan aktivitas
fisik pada ibu hamil.
3.3.2. Hipotesis Alternatif (Ha)
Ada hubungan antara anemia dengan tingkat pendidikan dan aktivitas fisik
pada ibu hamil.

12

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1.

Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan desain

penelitian cross sectional yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk
mempelajari adanya suatu dinamika korelasi (hubungan) antara faktor resiko dan
efek. Dilakukan dengan menggunakan pendekatan observasi dan pengumpulan data
sekaligus pada satu saat. Tiap subyek penelitian hanya satu kali saja dilakukan
observasi.
4.2.

Lokasi dan Waktu Penelitian


Rentang waktu penelitian adalah bulan Januari Desember 2015 terhadap

para ibu hamil di wilayah kerja UPT Lenteng Dinkes Sumenep.


4.3.

Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi penelitian ini adalah semua ibu hamil yang berada di wilayah kerja

UPT Lenteng dengan jumlah 528 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah teknik sampling nonprobabilitas, teknik pengambilan sampel yang ditentukan
sendiri oleh peneliti, dengan metode Purposive Sampling atau jugmental sampling
yang mana artinya penarikan sampel secara purposif merupakan cara penarikan
sampel yang dilakukan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan
peneliti. Dimana pada penelitian ini peneliti memakai kriteria inklusi dan eksklusi.
Maka dari metode diatas didapatkan pada desa E.Daya I sebanyak 30 orang,
Cangkreng 35 orang, madelan 36 orang, E.Laok 40 orang, E.daya II 28 orang,

13

Daramista 38 orang, Lenteng Timur 97 orang, Lenteng Barat I 86 orang, Lenteng


Barat II 56 orang, Poreh 49 orang, Jambu 18 orang, Sindir 13 orang.

4.4.

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

4.4.1. Kriteria Inklusi

Wanita hamil semua trimester pada tahun 2015 yang diperiksa HB.
Semua wanita hamil yang tercatat.

4.4.2. Kriteria Eksklusi

4.5.

Semua wanita hamil yang tidak tercatat.

Metode pengumpulan Data

4.5.1. Data Sekunder


Data sekunder : data yang diperoleh melalui referensi dari para narasumber
petugas kesehatan yang berkaitan dengan penelitian ini.
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengujian tersebut kemudian
diolah dan dianalisis. Hasil dari analisis penelitian ini akan disajikan dalam bentuk
tabeel maupun grafik yang akhirnya dapat diambil suatu kesimpulan mengenai
penelitian ini..

4.6.

Metode Pengolahan dan Analisis Data


Data yang terkumpul akan diolah, dianalisis, dan disajikan dengan

menggunakan software komputer yaitu Statistic Package for Social Science (SPSS)
17.0 dan Microsoft Word tahun 2010. Untuk melihat hubungan antara Anemia
dengan tingkat pendidikan dan aktifitas fisik pada ibu hamil di UPT Lenteng dan
akan dianalisis menggunakan uji statistik chi-square".

14

BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Lenteng
5.1.1 Keadaan Umum
a. Keadaan Geografis
Puskesmas Lenteng merupakan puskesmas yang ada di Kecamatan
Lenteng, Kabupaten Sumenep. Lokasi Puskesmas Lenteng berada Jalan Raya
Lenteng. Transportasi antar wilayah dihubungkan dengan jalan darat. Jalan
utama desa sebagian besar sudah beraspal dan mudah dijangkau dengan
sarana transportasi. Tetapi akses jalan dalam satu desa masih banyak yang
belum beraspal dan masih sulit diangkau oleh sarana transportasi darat, hal ini
akibat kondisi jalan yang menanjak, berliku, sempit dan sebagian besar
jalannya masih berupa jalan macadam (Anonim, 2013).
Luas wilayah kerja Puskesmas Lenteng sekitar 32,93 km2, dengan
prosentase wilayah dataran rendah 53,5% dan dataran tinggi 46,5%, yang
terdiri dari 10 desa dan semuanya dapat dijangkau dengan kendaraan roda
empat.
Batas-batas wilayah UPTD Puskesmas Lenteng adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Rubaru
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Batuan
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Moncek
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Ganding
Desa Cangkreng termasuk dalam wilayah Kecamatan Lenteng,
Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur. Terdiri dari tiga dusun, secara
geografis desa ini di sisi utara berbatasan dengan Desa Medellan, di sisi timur
berbatasan dengan Sendir, di sisi selatan berbatasan dengan Desa Kambingan,
di sisi barat berbatasan dengan Desa Poreh. Pada tahun 2013, jumlah Kepala
Keluarga di Desa Cangkreng berjumlah 849 Kepala Keluarga, dengan jumlah

15

penduduk keseluruhan sebesar 2537 orang, yang terdiri dari 1253 laki-laki
dan 1284 perempuan.

Gambar 1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Lenteng


b. Data Demografi
Jumlah penduduk di wilayah Puskesmas Lenteng Tahun 2013 sebesar 35.553
jiwa. Dimana jumlah penduduk wanita sebanyak 18.151 (51,05 %) jiwa dan
penduduk laki-laki sebanyak 17.402 jiwa (48,95%), jumlah KK sebanyak 12,529
dengan anggota keluarga yang terbagi atas beberapa kelompok, yaitu:
1. Bayi

: 482 orang

2. Balita : 1.291 orang


3. WUS : 9.645 orang
4. Bumil : 528 orang
5. Bulin : 478 orang
6. PUS

: 7.494 orang

16

Adapun distribusi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel
berikut:
LAKI-LAKI

UMUR

PEREMPUAN

247
555
351
1,805
1,909
1,309
1,418
1,620
1,271
1,234
1,460
874
786
1,499
1,128

0-1
1-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40'44
45-49
50-54
55-59
60-64
> 65

235
736
530
1,600
1,223
1,546
1,353
1,796
1,264
1,415
1,597
989
853
1,628
1,322

5.1.2 Data Khusus


a.Sarana Pelayanan Kesehatan
Bangunan Puskesmas Lenteng menempati tanah seluas 1949 m2 di Jl Raya
Lenteng, dengan bangunan gedung Puskesmas seluas 112 m2. Terdapat juga rumah
dinas dokter seluas 120 m2 yang menempati tanah seluas 402 m2 di jalan yang sama,
Dan juga rumah dinas bidan seluas 108 m2 yang menempati tanah seluas 810 m2 di
jalan yang sama.
Puskesmas Lenteng membawahi dua Puskesmas pembantu, yaitu Puskesmas
pembantu Lenteng Barat dan Daramista. Bangunan Puskesmas pembantu Daramista
memiliki luas 110 m2 dan menempati tanah seluas 350 m2. Bangunan Puskesmas
pembantu Lenteng Barat memiliki luas 110 m2 dan menempati tanah seluas 425 m2.
Puskesmas Lenteng juga membawahi sebanyak sepuluh Poskesdes dan sembilan
Polindes.
Puskesmas

Lenteng

merupakan

Puskesmas

Perawatan,

dimana

dalam

melaksanakan programnya baik program Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)


maupun Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP). Untuk lebih jelasnya distribusi

17

pelayanan kesehatan yang ada di wilayah Puskesmas Lenteng dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
No
Jenis pelayanan
1
Puskesmas Pembantu (Pustu)
b.
2
Pondok Bersalin Desa (Polindes)
3
Poskesdes
4
Posyandu
5
Poskestren
6
Puskesmas Keliling
7
Posyandu Lansia
Sarana Tenaga Kesehatan

Jumlah
2
9
10
50
2
1
24

Untuk upaya peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan, maka


tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas Lenteng harus memadai jumlahnya. Adapun
distribusi ketenagaan di Puskesmas Lenteng dapat dilihat pada tabel berikut:
c.

No
Jenis tenaga (kualifikasi)
1
Dokter (Kepala Puskesmas)
2
Dokter gigi
3
D3 Kebidanan (PTT/PNS/Sukwan)
4
SPK
5
D3 Keperawatan
6
Perawat gigi
7
D3 Gizi
8
Asisten apoteker
9
D3 Laboratorium
10
Tenaga Administrasi
11
Tenaga KKL
12
Bidan di desa (PTT/PNS)
Sarana Transportasi

Jumlah
1
1
24 (4/11/9)
2
9
1
1
2
1
6
1
9 (4/5)

Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai kepanjangan tangan Dinas


Kesehatan Kabupaten, Puskesmas Lenteng dibekali berbagai sarana dan prasarana
oleh pemerintah. Di antaranya adalah mobil Toyota Kijang lansiran 2003 yang
digunakan untuk operasional pusling. Ada juga lima buah sepeda motor yang
masing-masing dipegang perawat, bidan, petugas barang, kasubag TU, dan pelaksana
gizi sebagai kendaraan pembantu operasional.
5.2 Hasil Univariat Karakteristik Variabel

18

a.

Karakteristik Responden Berdasarkan Berat Badan


Karakteristik berdasarkan berat badan dibagi menjadi 6 kelompok interval.

Hasil penelitian memperoleh kelompok responden terbanyak adalah pada kelompok


dengan interval berat badan 50 59 kg yaitu sebanyak 38 orang (42.4%). Sedangkan
kelompok responden paling sedikit adalah pada kelompok dengan interval berat
badan 90 99 kg yaitu sebanyak 3 orang (3.3%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan berat badan
Berat Badan
40 49 kg
50 59 kg
60 69 kg
70 79 kg
80 89 kg
90 99 kg
Total

Frekuensi (orang)
21
38
17
7
4
3
90

Persentase (%)
23.3
42.4
18.9
7.8
4.4
3.3
100.0

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Tinggi Badan


Karakteristik berdasarkan tinggi badan dibagi menjadi 4 kelompok interval.
Hasil penelitian memperoleh kelompok responden terbanyak adalah kelompok
dengan interval tinggi badan 160 169 cm yaitu sebanyak 40 orang (44.4%),
sedangkan kelompok responden paling sedikit adalah kelompok responden dengan
interval tinggi badan 180 189 cm yaitu sebanyak 2 orang (2.2%). Hal ini dapat
dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan tinggi badan

19

Tinggi Badan
150 159 cm
160 169 cm
170 179 cm
180 189 cm
Total

Frekuensi (orang)
34
40
14
2
90

Persentase (%)
37.8
44.4
15.6
2.2
100.0

5.1.3. Indeks Massa Tubuh (IMT)


Dari 90 responden yang menjadi sampel penelitian, 61.1% diantaranya atau
sekitar 55 orang termasuk kategori normal. Kategori kurus tingkat berat maupun
ringan dimasukkan dalam klasifikasi kurus, sedangkan kategori gemuk baik gemuk
berat maupun ringan dimasukkan dalam klasifikasi gemuk. Hal ini menunjukkan
sekitar 22.2% sampel penelitian termasuk klasifikasi kurus dan 16.7% termasuk
klasifikasi gemuk. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.5.

Table 5.4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan IMT


IMT (kg/m)
Klasifikasi IMT Frekuensi (orang) Persentase (%)
< 17,0
kurus berat
4
4.4
17,0 18,4
kurus ringan
16
17.8
18,5 25,0
Normal
55
61.1
25,1 27,0
gemuk ringan
6
6.7
> 27,0
gemuk berat
9
10
Total
90
100.0
5.1.4. Tekanan Darah
a. Karakteristik responden berdasarkan tekanan darah sistol dan diastol
Dari 90 responden dalam penelitian ini, jumlah responden paling banyak
untuk tekanan darah sistol berada pada kategori <120 mmHg, yaitu sebanyak 4128
orang (53.3%)

Dan pada tekanan darah diastol pada kategori <80 mmHg ada

sebanyak 58 orang (64.4%). Sedangkan untuk jumlah responden yang paling sedikit
untuk tekanan darah sistol berada pada kategori 140 159 mmHg sebanyak 1 orang
(1,1%). Pada tekanan darah diastol jumlah responden paling sedikit berada pada

20

kategori >100 mmHg sebanyak 3 orang (3.3%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.5.
dan tabel 5.6.

Table 5.5. Distribusi frekuensi responden berdasarkan tekanan darah sistol


TDS (mmHg)
<120
120 - 139
140 - 159
Total

Frekuensi (orang)
48
41
1
90

Persentase (%)
53.3
45.6
1.1
100.0

Tabel 5.6. Distribusi frekuensi responden berdasarkan tekanan darah diastol


TDD (mmHg)
<80
80 - 89
90 99
>100
Total

Frekuensi (orang)
58
25
4
3
90

Persentase (%)
64.4
27.8
4.4
3.3
100.0

Tekanan darah sistol terendah adalah 90 mmHg dan tertinggi adalah 140
mmHg. Hal ini menunjukkan rentang nilai tekanan darah sistol sampel adalah 50
mmHg.. Tekanan darah diastol terendah adalah 50 mmHg dan tertinggi adalah 100
mmHg. Hal ini menunjukkan bahwa rentang nilai tekanan darah diastol sampel
adalah 50 mmHg.
5.1.5. Hasil Analisis Statistik
a. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan Darah Sistol
Sebanyak 90 responden diperiksa dan diambil data datanya apabila telah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang telah dikumpulkan dianalisis
melalui uji hipotesis korelasi pearson.

21

Dari penelitian, didapatkan rata rata IMT sebesar 21.7 dengan standard
devisiasi 3.6 dan rata rata tekanan darah sistol sebesar 113.3 dengan standard
devisiasi 3.6. Hal ini dapat dilihat dari tabel 5.7.

Tabel 5.7. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan Darah Sistol pada
siswa SMA Swasta Pencawan Medan
Variabel
Mean
Indeks Massa 21.7
Tubuh (IMT)
Tekanan
113.3
Darah Sistol

SD
12.3

P value
0.333

r
0.103

3.6

Dari hasil uji korelasi pearson didapat p value yang sebesar 0.333 dan r =
0.103. Karena nilai p yang diperoleh lebih besar dari 0.05 ( = 0.05), maka hipotesis
nol dalam penelitian ini di terima sedangkan hipotesis alternatif ditolak dan dengan
didapat nilai r = 0.103, hal ini menyatakan derajat keeratan tingkat sangat rendah
sesuai dengan tabel penafsiran korelasi pearson (Wahyuni,2007). Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan
Tekanan darah Sistol.
b. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan Darah Diastol.
Dari penelitian, didapatkan rata rata IMT sebesar 21.7 dengan standard
devisiasi 3.6 dan rata rata tekanan darah diastol sebesar 70.3 dengan standard
devisiasi 12.0. Hal ini dapat dilihat dari tabel 5.8.
Tabel 5.8. Tabel Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan Darah Diastol
pada siswa SMA Swasta Pencawan Medan
Variabel
Mean
Indeks
Massa 21.7
Tubuh (IMT)
Tekanan Darah 70.3

SD
3.6

P value
0.910

r
0.012

12.0

22

Diastol
Pada uji korelasi pearson didapat r = 0.012 dan p value = 0.910. Karena nilai
p > 0.05 ( = 0.05), maka hipotesis nol dalam penelitian ini di terima sedangkan
hipotesis alternative ditolak dan dengan didapat nilai r = 0.012, hal ini menyatakan
derajat keeratan tingkat sangat rendah sesuai dengan tabel penafsiran korelasi
pearson (Wahyuni,2007). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan Darah Diastol.
5.2. Pembahasan
5.2.1. Karakteristik Responden
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan adanya variasi karakteristik
responden berdasarkan umur, berat badan, dan tinggi badan.
Pada penelitian ini kebanyakan responden berumur 17 tahun . Hal ini dapat
dilihat pada tabel 5.1. sebanyak 52 orang (57.8%) dan 7 orang (7.8%) berumur 15
tahun, sedang responden dengan umur 16 tahun berjumlah 14 orang (15.6%) dan 18
tahun berjumlah 10 orang (11.1%). Sementara responden umur 19 tahun berjumlah 6
orang (6.7%), dan yang paling sedikit adalah responden umur 20 tahun yaitu
sejumlah 1 orang (1.1%). Hal ini dapat menunjukkan bahwa siswa siswi yang
bersedia dilakukan penelitian lebih banyak pada umur 17 tahun.
Berdasarkan berat badan, jumlah responden terbanyak berada pada kelompok
berat badan 50 59 kg. Hal ini merupakan rentang yang normal bagi remaja usia 15
18 tahun Kelompok interval tinggi badan paling banyak adalah kelompok dengan
interval 160 169 cm, yaitu sejumlah 40 orang (44,4). Hal ini menunjukkan
kecenderungan tinggi badan yang hampir seragam pada sebaran responden
penelitian.
.
5.2.2. Indeks Massa Tubuh

23

Dari tabel 5.5.didapatkan hasil responden yang termasuk klasifikasi kurus


sejumlah 20 orang (22.2%), klasifikasi normal sejumlah 55 orang (61/1%) dan
klasifikasi gemuk sejumlah 15 orang (16.7%). Klasifikasi ini didapatkan dari hasil
perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu dengan rumus yang kemudian
dikategorikan sesuai klasifikasi Indeks Massa Tubuh menurut Depkes 2003.
Banyak hal yang turut mempengaruhi keadaan ini. Seiring dengan
perkembangan teknologi, penggunaan bahan kimia dalam proses pembuatan
makanan semakin marak. Penggunaan hormon dalam perkembangbiakan hewan
ternak akan mempengaruhi pertumbuhan remaja. Remaja yang mengkonsumsi
cenderung menjadi gemuk dan memiliki Indeks Massa Tubuh yang tinggi. Selain itu,
aktifitas harian dan olahraga juga turut mempengaruhi. Perkembangan internet turut
mengurangi aktifitas bermain anak sehingga menurunkan tingkat mobilitas anak
yang mengakibatkan kecenderungan Indeks Massa Tubuh yang tinggi.
5.2.3. Tekanan Darah
Tabel 5.5. menunjukkan bahwa paling banyak responden mempunyai tekanan
darah sistol berada pada kategori <120 mmHg (53.3%) dan tekanan darah diastol
paling banyak berada pada interval <80 mmHg (64.4%). Dari penelitian ini,
didapatkan tekanan darah para siswa SMA Swasta Pencawan Medan masih termasuk
dalam kategori normal.
5.2.4. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan Darah
Hasil uji korelasi hubungan IMT dengan tekanan darah sistol pada siswa
SMA Swasta Pencawan Medan menunjukkan derajat keeratan sangat rendah yaitu
dengan r = 0.103 dan pada uji korelasi pearson didapat juga p > 0.1. Sedangkan pada
uji korelasi hubungan IMT dengan tekanan darah diastol pada siswa SMA Swasta
Pencawan Medan menunjukkan derajat keeratan sangat rendah juga yaitu dengan r =
0.012 dengan nilai p > 0.1, maka dapat disimpulkan tidak adanya hubungan Indeks
Massa Tubuh dengan tekanan darah.

24

Perbedaan hasil penelitian ini dapat disebabkan akibat beberapa hal,


diantaranya : perbedaan cara memilih sampel, umur responden, perbedaan inklusi
dan eksklusi sampel penelitian, dan metode yang digunakan.

25

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan, maka dalam penelitian ini dapat
disimpulkan, yaitu :
a) Dari penelitian yang dilakukan terhadap 90 responden yang menjadi sampel
didapati bahwa sebanyak 55 orang termasuk dalam kategori normal (61,1%)
sedang untuk kategori kurus didapati sebanyak 20 orang (22,2%) dan untuk
kategori gemuk didapati sebanyak 15 orang (16,7%).
b) Dari 90 responden dalam penelitian ini sebanyak 48 orang (53,3%) untuk
tekanan darah sistol berada pada kategori <120 mmHg sedangkan untuk tekanan
darah diastol sebanyak 58 orang (64,4%) berada pada kategori <80 mmHg.
Untuk TDS yang kategori 140 159 mmHg ada sebanyak 1 orang (1,1%)
sedangkan TDD untuk kategori >100 mmHg terdapat sebanyak 3 orang (3,3%).
c) Secara statistik dari hasil uji korelasi pearson didapatkan (p > 0,05 dan r =
0,103) untuk sistol dan (p > 0,05 dan r = 0,012) untuk diastol maka dapat
disimpulkan tidak adanya korelasi antara indeks massa tubuh dengan tekanan
darah.
6.2. Saran
Beberapa saran yang dapat peneliti berikan berdasarkan hasil penelitian ini
adalah:
a) Masukan kepada sekolah agar lebih sering mengarahkan dan memberikan
pengetahuan tentang pentingnya olahraga dalam menjaga kesehatan dan
kebugaran tubuh.
b) Saran kepada masyarakat khususnya keluarga siswa agar sama- sama menjaga
pola hidup sehat dikeluarga dan sering men
c) Saran kepada peneliti selanjutnya adalah melakukan penelitian tentang peran ibu
terhadap diare pada balita secara lebih mendalam, antara lain faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi perilaku ibu terhadap diare misalnya faktor norma sosial,

26

status sosial ekonomi, dan unsur lain dalam individu atau. Dengan diketahuinya
pengaruh berbagai faktor tersebut terhadap tindakan ibu, diharapkan perilaku
kesehatan dalam masyarakat mengenai diare dapat semakin baik dan dapat
mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat diare pada balita.

27

Вам также может понравиться