Вы находитесь на странице: 1из 48

KEBEBASAN &

TANGGUNG JAWAB

Pengalaman tentang
Kebebasan
Dalam

hidup setiap orang kebebasan


adalah suatu unsur hakiki.
Henri Bergson (1859-1941), Kebebasan
adalah hubungan antara aku konkret
dan perbuatan yang dilakukannya;
Jadi, kebebasan merupakan suatu
fakta dan di antara fakta-fakta yang
ditetapkan orang tidak ada yang lebih
jelas.
Fakta adalah data langsung dari
pengalaman batin bukan empiris.

Salah

satu tugas pokok filsafat


ialah secara kritis merefleksikan
serta menjelaskan apa yang kita
alami secara spontan.
Karena kebebasan merupakan
unsure penting dalam
pengalaman kita sebagai
manusia, maka kebebasan itu
menjadi salah satu tema filsafat
yang khas.

Kebebasan

merupakan suatu realitas yang


amat kompleks.
Kebebasan mempunyai banyak aspek dan
banyak karakteristik.
Dalam bahasa sehari-hari kata bebas
dipakai dengan berbagai nuansa dan sesudah
pemeriksaan lebih lanjut tetap tinggal banyak
arti yang tidak boleh dicampuradukkan.
Salah satu usaha pertama dari filsafat adalah
membedakan serta menganalisis banyak arti
itu dan dengan demikian menciptakan
kejelasan.

Arti Kebebasan
A. Kebebasan Sosial Politik
B. Kebebasan Individual
Kebebasan sosial politik subyeknya
adalah bangsa atau rakyat.
Kebebasan individual, subyeknya
adalah manusia perorangan.

Kebebasan Sosial Politik


1. Kebebasan Rakyat versus
kekuasaan Absolut
2. Kemerdekaan versus
Kolonialisme
Kebebasan sosial-politik sebagian
besar merupakan produk
perkembangan sejarah atau,
lebih tepat lagi, produk
perjuangan sepanjang sejarah.

Kebebasan Individual
1.
2.
3.
4.
5.

Kesewenang-wenangan
Kebebasan Fisik
Kebebasan Psikologis
Kebebasan Moral
Kebebasan Eksistensial

Kebebasan Rakyat versus


Kekuasaan Absolut
Dalam

sejarah Eropa: Inggris dan Prancis.


Di Inggris pembatasan absolutisme para raja berlangsung
berangsur-angsur selama kurun waktu yang panjang.
Hasilnya:
1. Magna Charta (1215): Raja John menganugerahkan
kebebasan-kebebasan tertentu kepada para baron dan
uskup Inggris.
2. The Glorious Revolution (1688): Peristiwa William III
serta Mary Stuart naik takhta Inggris, sambil menerima
The Bill of Right. Piagam yang berisikan perumusan hakhak parlemen terhadap monarki. Kemenangan parlemen
atas raja-raja yang autocrat. Untuk pertama kali dalam
sejarah terbentuklah demokrasi modern di mana
perwakilan rakyat mambatasi dan mengontrol
kekuasaan raja.

Di

Prancis dengan Revolusi Prancis


(1789), raja Louis XVI dan ratu Marie
Antoinette (1792) dipenggal kepala.
Pejuang-pejuang Revolusi Prancis tidak
saja membatasi tapi bahkan
menggulingkan kekuasaan para raja
Prancis yang mereka sebut Rezim
Lama (Ancien Regime).
Semboyan: Kebersamaan, Persamaan,
Persaudaraan (Liberte, Egalite,
Fraternite).

Kebebasan ini merupakan kebebasan sosial politik.


Ide pokok kedua revolusi tersebut adalah
kedaulatan rakyat (the sovereignty of the
people).
Yang berdaulat adalah rakyat dan karena itu
kekuasaan para raja harus dibatasi serta dikontrol,
sebagaimana telah terjadi di Inggris, atau monarki
dihapus begitu saja dan negara menjadi republik,
sebagaimana akhirnya terjadi di Prancis.
Perwujudan kebebasan sosial politik ini tidak
terbatas pada kedua negara bersangkutan saja
tapi mempunyai relevansi universal.

Dalam hubungannya dengan


etika.
Gagasan-gagasan

yang melatarbelakangi
kebebasan sosial politik dalam bentuk ini
pada dasarnya berbentuk etis.
Perkembangan dari monarki absolute ke
demokrasi modern bukan saja merupakan
suatu kenyataan historis, melainkan juga
suatu keharusan etis. Kedaulatan rakyat
tidak boleh lagi dirampas oleh diktator
siap pun juga. Kedaulatan harus tetap di
tangan rakyat dan tidak boleh berada pada
instansi lain. Itulah suatu tuntutan etis.

Kemerdekaan versus
Kolonialisme
Direalisasikan

dengan dekolonisasi.
Kebebasan dalam bentuk ini disebut kemerdekaan.
AS negara pertama yang melepaskan diri dari kekuasaan
Inggris dengan The Declaration of Independence pada tahun
1776.
Antara 1776-1825 hampir semua Negara di benua Amerika
memperoleh kemerdekaannya.
Gelombang kedua dekolonisasi berlangsung seusai Perang
Duni II. Pertama di Asia kemudian Afrika.
Dekolonisai bersifat etis. Aspek etis dalam Pembukaan UUD
1945: Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas
dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.
Deklarasi PBB 1960: Hak semua negara dan bangsa yang
dijajah untuk menentukan nasibnya sendiri.

Kebebasan Individual:
Kesewenang-wenangan
Kebebasan

Individual kadang disamakan dengan


kesewenang-wenangan (arbitrariness). Orang bebas
berbuat atau tidak berbuat sesuka hatinya.
Bebas dimengerti terlepas dari segala kewajiban dan
keterikatan:
Seorang pelajar yang bebas: lepas dari kewajiban
belajar dan dapat mengisi waktu sekehendak hatinya.
Seorang manajer, tidak terikat olehjanji atau
komitmen lain.
Pergaulan bebas (free love, free sex), terlepas dari
peraturan atau kaidah.
Leberalisme, free enterprise, bisnis bebas jika tidak
ada regulasi, peraturan, atau campur tangan dari
luar, khususnya pemerintah.

Saya

bebas, jika saya bisa melakukan apa saja yang saya


mau.: mencampuradukkan kebebasan dengan merasa
bebas.
Seorang pelajar yang melakukan semua aktivitas belajarnya
adalah karena kebebasan yang dimilikinya.
Seorang manajer dalam kesibukannya adalah karena
kebebasannya
Pergaulan bebas pada hakikatnya sama sekali tidak bebas,
tetapi menjadikan dirinya sebagai budak dari hawa nafsu dan
kecenderungan-kecenderungan naluriahnya.
Usaha bebas dan perdagangan bebas tidak dimengerti dalam
pengertian liberalistis. Peraturan pajak, bea cukai, bea import
dan ekspor dan banyak peraturan lain lagi diperlukan demi
kesejahteraan umum, terutama golongan yang lemah.
Pemerataan kekayaan merupakan suatu tntutan etis yang
tidak terealisasi dengan sendirinya.

Kebebasan

dalam arti kesewenangan-wenangan


tidak pantas disebut kebebasan. Sebab bebas
sesungguhnya tidak berarti lepas dari segala
keterikatan.
Kebebasan tidak bertentangan dengan
keterikatan.
Kebebasan yang sejati mengandalkan
keterikatan oleh norma-norma.
Norma-norma tidak menghambat adanya
kebebasan, tapi justru memungkinkan tingkah
laku bebas.
Dalam berkomunikasi aturan tata bahasa harus
dipatuhi.

Kebebasan Fisik
Bebas

berarti tiada paksaan atau rintangan

dari luar.
Lawannya adalah diborgol, dipasung, dipenjara.
Seorang narapidana tidak bebas, namun
setelah menjalankan masa tahanannya, ia
disebut bebas.
Namun kebebasan fisik belum terwujudnya
kebebasan yang sebenarnya (walaupun positif).
Tetapi kebebasan ini sangat bermanfaat dan
sangat dibutuhkan untuk menjadi orang yang
bebas dalam arti sebenarnya

Kebebasan Yuridis
Kebebasan

yuridis merupakan
sebuah aspek dari hak-hak Asazi
Manusia. Dalam Deklarasi
Universal tentang Hak-hak Asazi
Manusia (1948) dan juga dalam
dokumen-dokumen lain tentang
hak-hak manusia berulang kali
dibicarakan tentang hak-hak
dan kebebasan-kebebasan.

Kebebasan

dalam arti ini adalah syaratsyarat fisik dan sosial yang perlu
dipenuhi agar kita dapat menjalankan
kebebasan kita secara konkret.
Atau syarat-syarat yang harus dipenuhi
agar manusia dapat mengembangkan
kemungkinan-kemungkinannya dengan
semestinya. Karena itu dapat
dimengerti, bila kata kebebasan
dalam arti ini kerap kali dipakai dalam
bentuk jamak.

Kebebasan-kebebasan

yuridis menandai situasi kita

sebagai manusia.
Kebebasan kita bersifat berhingga dan karena itu
membutuhkan lingkup gerak di mana ia bisa
dijalankan.
Kebebasan kita memperoleh nilai lebih besar,
sejauh wilayah di mana kita dapat mewujudkannya,
lebih besar pula (tuna netra, warga miskin).
Kebebasan-kebebasan yuridis dimaksudkan semua
syarat hidup di bidang ekonomis, sosial dan politik
yang diperlukan untuk menjalankan kebebasan
manusia secara konkret dan mewujudkan
kemungkinan-kemungkinan yang terpendam dalam
setipa manusia.

Kebebasan

yuridis didapatkan dari peran


serta negara.
Negara yang bertujuan mengupayakan
kesejahteraan umum, harus menjamin
dan memajukan kebebasan-kebebasan ini,
dengan membuat undang-undang yang
cook bagi keadaan konkret.
Kebebasan yuridis didasarkan pada:
1. hukum kodrat
2. dan hukum positif.

Hukum Kodrat
semua

kemungkinan manusia untuk bertindak bebas yang


terikat begitu erat dengan kodrat manusia, sehingga tidak
pernah boleh diambil dari anggota-anggota masyarakat.
Kebebasan-kebebasan ini tidak diciptakan oleh negara, tapi
seolah-olah menjadi milik manusia sebelum ia masuk
masyarakat.
Kebebasan-kebebasan ini melekat padanya karena ia manusia,
bukan karena ia warga masyarakat atau warga Negara.
(kebebasan beragama)
Secara konkret kebebasan-kebebasan yang didasarkan pada
hukum kodrat ini sama dengan hak-hak asasi manusia seperti
dirumuskan dalam Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi
Manusia. (bebas untuk bekerja, memilih profesinya, mempunyai
milik sendiri, menikah, mendapat pendidikan, memperoleh
pelayanan kesehatan, dan kebebasan hati nurani, kebebasan
beragama, berpikir, mengemukakan pendapat, berkumpul,
dst.nya.(UUD 45 pasal 28, 29).

Hukum Positif
Kebebasan-kebebasan

yang
didasarkan pada hukum positif
diciptakan oleh Negara.
Kebebasan-kebebasan ini
merupakan buah hasil
perundang-undangan.
Merupakan penjabaran dari
perincian kebebasan-kebebasan
yang didasarkan pada hukum
kodrat.

Kebebasan Psikologis
Kebebasan

psikologis dimaksudkan kemampuan


yang dimiliki manusia untuk mengembangkan
serta mengarahkan hidupnya.
Kemampuan ini menyangkut kehendak =
kehendak bebas (free will).
Kebebasan ini berkaitan dengan kenyataan bahwa
manusia adalah makhluk berasio.
Kebebasan ini memungkinkan seseorang untuk
memilih yang baik dan yang buruk.
Kemungkinan untuk memilih merupakan aspek
penting dari kebebasan psikologis.
Kebebasan tidak terbatas pada saat memilih saja
tetapi juga pada saat pelaksanaan.

Pemilihan

tidak merupakan
hakikat kebebasan psikologis.
Hakikat kebebasan psikologis
adalah kemampuan manusia
untuk menentukan dirinya
sendiri.
Kebebasan psikologis adalah auto
determinasi: penentuan aku oleh
aku (bukan faktor-faktro dari
luar ataupun dalam).

Filsuf

Prancis Henri Bergson: Aku adalah


subyek dan obyek sekaligus.
Yang menentukan adalah saya dan yang
ditentukan adalah saya juga. Bila saya
diculik dan dibawa ke suatu tempat,
saya tidak bebas, karena ditentukan
oleh faktor dari luar. Tapi saya juga tidak
bebas kalau ditentukan oleh faktor dari
dalam, contohnya adalah kleptomani.
Suatu dorongan mencuri yang ditetukan
oleh dorongan dari dalam (hypnosis).

Kebebasan Moral
Kebebasan

moral mengandaikan kebebasan psikologis,


sehingga tanpa kebebasan psikologis tidak mungkin
terdapat kebebasan moral.
Tetapi kebebasan psikologis belum tentu terdapat
kebebasan moral juga, walaupun dalam keadaan normal
kebebasan psikologi akan disertai kebebasan moral.
Cth: sandera yang dipaksa oleh teroris untuk
menandatangani sepucuk surat pernyataan.
Dari sudut psikologis perbuatan itu bebas, tapi dari
sudut moral tidak: karena ia melakukannya secara
terpaksa. Perbuatan itu dilakukan dengan bebas (dalam
arti kebebasan psikologis), tapi tidak dengan suka rela
(tidak ada kebebasan moral).
Kebebasan psikologis bebas = free; kebebasan moral
suka rela = voluntary

Kebebasan Eksistensial
Kebebasan

menyeluruh yang menyangkut seluruh


pribadi manusia yang tidak terbatas pada salah
satu aspek saja.
Kebebasan yang mencakup seluruh eksistensi
manusia. (Soren Kierkegaard 1813-1855).
Kebebasan yang tertinggi. Bebas secara
eksistensial seakan-akan memiliki dirinya sendiri.
Ia mencapai taraf otonomi, kedewasaan,
otentisitas, kematangan rohani.
Orang yang sungguh-sungguh bebas dapat
mewujudkan eksistensinya secara kreatif. Ia dapat
merealisasikan kemungkinan-kemungkinnnya
dengan kemandirian dan otonomi yang paling
besar.

Rumusan

negative: orang yang


sungguh-sungguh bebas itu
terlepas dari segala alienasi atau
keterasingan. Dengan alienasi
dimaksudkan di sini keadaan di
mana manusia terasing dari
dirinya dan justru tidak
memiliki dirinya sendiri. Hidup
orang yang bebas dalam arti ini
tidak merupakan salinan hidup
orang lain. Ia tidak mengekor

Contoh:
Cendikiawan yang telah mencapai taraf
berpikir sendiri. Ia tidak membeo saja. Ia tidak
mengumandangkan saja apa yang sudah
pernah dikatakan oleh orang lain. Ia
mempunyai pendapat sendiri yang didasarkan
pada pengertian sendiri. Ia tahu betul apa
yang dipikirkan dan ditulis di bidang
keahliannya, tapi ia tidak terikat dengannya.
Ia hanya terikat pada kebenaran dan tidak
akan mundur karena alasan apa pun dalam
mencari kebenaran. Ia sungguh-sungguh
berpikir bebas dan mandiri

Contoh

yang paling tepat untuk mengilustrasikan


kebebasan eksistensial adalah konteks etis.
Kebebasan eksistensial terutama ditemukan dan
diharapkan dalam konteks etis ini. Orang yang
sungguh-sungguh bebas sanggup memberikan
suatu arah tetap kepada hidupnya. Ia berbuat
baik, bukan karena hal itu dinantikan dari
padanya (di mata orang lain). Bukan karena
dengan itu ia dapat mengelakkan banyak
kesusahan (teguran,denda, hukuman), bukan
karena hl itu diperintahkan oleh suatu instansi
dari luar. Ia berbuat baik karena suatu
keterlibatan dari dalam. Tidak mungkin ia akan
berbuat jahat.

Tapi

ketidakmungkinan ini tidak boleh ditafsirkan


sebagai paksaan atau sebagai tanda ia
tidakbebas. Sebaliknya ia tidak bisa berbuat jahat,
karena ia mencapai suatu keterlibatan dan
kesempurnaan dengan penuh kesadaran. Orang
yang bebas secara eksistensial, berbuat baik
Karena hatinya melekat pada kebaikan. Ia berbuat
baik justru karena hal itu baik, bukan karena
alasan-alasan yang letaknya di luar yang baik.
Dengan berbuat baik ia mengikuti orientasinya
saja sebab ia sendiri seluruhnya diresapi oleh
yang baik. Orientasi pada yang baik sudah
menjadi sikapnya yang tepat, sudah
mendaradaging dengannya.

Kebebasan

eksistensial ini jarang sekali direalisasikan dengan

sempurna.
Kebebasan ini terutama merupakan sautu ideal atau cita-cita
yang bisa memberi arah dan makna kepada kehidupan
manusia.
Kebebasan ini selalu patu dikejar, tapi jarang saja akan
terealisasi dengan sepenuhnya.
Dalam hidup manusia yang konkret senantiasa ditemukan
ketidakberesan, keterbatasan dan ketidaksempurnaan yang
masih memisahkan dia dari kebebasan yang menyuluruh ini.
Keterasingan-keterasingan tidak pernah teratasi sampai
tuntas.
Pada saat ini tantangan, kebudayaan massa (mass culture) di
mana otensitas dan kemandirian semakin sulit untuk
diwujudkan. Manusia biasanya cenderung untuk tenggelam
dalam masa.

Beberapa Masalah Mengenai


Kebebasan
Kebebasan Negatif dan Positif
2. Batas-batas Kebebasan
3. Kebebasan dan Determinisme
1.

Kebebasan Negatif dan Positif


Kebebasan negative adalah bebas
dari
2. Kebebasan positif adalah bebas
untuk
.Kebebasan negative mudah
dipahami di mana bebas dipahami
sebagai terlepas, tidak ada,
tanpa.
.Kebebasan positif lebih sulit untuk
dijelaskan
1.

Batas-batas Kebebasan
Jean

Paul Sartre (1905-1980) filsuf dan sastrawan


Prancis. Penganut aliran eksistensialisme. Seorang
eksistensialis yang paling ekstrem dalam mendewadewakan kebebasan. Pernyataannya we are
condemned to be free (kita dihukum untuk hidup
bebas, atau kita ditakdirkan untuk bertindak bebas).
Paradoks, karena hukuman menunjukkan
ketidakbebasan.
Kita tidak bebas untuk bertindak bebas atau tidak.
Dalam arti tertentu, kebebasan merupakan nasib
kita yang tidak bisa dihindarkan. Mau tidak mau kita
hidup sebagai manusia bebas. Kebebasan
merupakan suatu komponen kehidupan setiap
manusia.

Batas-batas yang paling


penting

1. Faktor-faktor dari dalam


Kebebasan pertama-tama dibatasi oleh faktor-faktor dari
dalam, baik fisik maupun psikis.
2. Lingkungan
Kebebasan dibatasi oleh lingkungan baik alamiah
maupun sosial.
3. Kebebasan orang lain
Kebebasan saya dibatasi oleh kebebasan orang lain.
Tidak bisa dibenarkan bahwa saya begitu bebas,
sehingga tidak ada kebebasan lagi untuk orang lain.
Inilah pembatasan dengan konsekuensi paling besar bagi
etika. Dan inilah alasan utama mengapa diperlukan
suatu tatanan moral di antara manusia.
Mengakui kebebasan oran lain di sini secara konkret
berarti menghormati hak-haknya

4. Generasi-generasi mendatang.
Kebebasan kita dibatasi juga oleh
masa depan umat manusia atau
oleh generasi-generasi sesudah kita.
Kebebasan kita dalam menguasai
dan mengeksploitasi alam dibatasi
sampai titik tertentu, sehingga alam
bisa menjadi juga dasar hidup bagi
generasi-generasi mendatang.

Kebebasan dan Determinisme


Determinisme

dimaksudkan di sini suatu sifat


yang menandai alam. Yaitu, kejadian-kejadian
dalam alam berkaitan satu sama lain menurut
keterikatan yang tetap, sehingga kejadian
satu pasti mengakibatkan kejadian lain.
Mis: suhu di bawah 0 Celcius pasti air
membeku menjadi es, dan bila dipanasi
sampai 100 Celcius, pasti air mendidih.
Skema yang menunjukkan kalau A, maka B.
Determinisme alam merupakan syarat mutlak
supaya bisa dirumuskan hukum-hukum alam.

Kebebasan

adalah
autodeterminisme: kehendak
yang menentukan dirinya sendiri.
Dan kalau manusia menentukan
dirinya sendiri, tentu ia
mempunyai suatu maksud atau
tujuan. Ia tidak membabi-buta,
tapi bertindak untuk mencapai
sesuatu.

Manusia

mempunyai motif-motif. Alam hanya


mempunyai penyebab (cause). Dalam tingkah laku
manusia di samping penyebab-penyebab terdapat juga
motif-motif.
Penyebab tidak tergantung dari kemauan, sedangkan
motif hanya menjadi motif bila diterima oleh kemauan.
Penyebab berperanan dalam konteks determinisme,
sedangkan motif berperanan dalam konteks kebebasan.
Membatalkan janji karena sakit adalah penyebab, atau
ada acara lain adalah motif.
Motif adalah alasan yang diterima manusia untuk
menentukan dirinya.
Penyebab adalah alasan terjadinya sesuatu di luar
kemauan manusia.

Karena

manusia adalah makhluk berasio dan


akibatnya akan bertindak menurut motif-motif,
maka sering kali tingkah lakunya
memperlihatkan pola-pola yang tetap.
Hukum-hukum ekonomi dan hukum-hukum ilmu
manusia lainnya sebagian besar didasarkan
atas kenyataan bahwa manusia bertindak
menurut motif-motif. Dan Karena itu menjadi
mungkin juga mengadakan ramalan.
Dalam politik negara-negara modern, ilmu
ekonomi memainkan peranan begitu besar
justru karena memungkinkan membuat ramalan
dan perencanaan.

TANGGUNG JAWAB
Bertanggung

jawab berarti: dapat menjawab,


bila ditanyai tentang perbuatan-perbuatan yang
dilakukan.
Orang yang bertanggung jawab dapat diminta
penjelasan tentang tingkah lakunya dan bukan
saja ia bisa menjawab kalau ia mau melainkan
juga ia harus menjawab.
Tanggung jawab berarti bahwa orang tidak
boleh mengelak, bila diminta penjelasan
tentang perbuatannya.
Jawaban itu harus diberikan kepada dirinya
sendiri, kepada masyarakat luas, dan kepada
Tuhan.

Tanggung Jawab dan Kebebasan


Dalam

tanggung jawab terkandung


pengertian penyebab.
Orang bertanggung jawab atas
sesuatu yang disebabkan olehnya.
Tetapi untuk bertanggung jawab,
tidak cukuplah orang menjadi
penyebab perlu juga orang menjadi
penyebab bebas.
Kebebasan adalah syarat mutlak
untuk bertanggung jawab.

Hanya

manusia sebagai makhluk


rasional bisa bertanggung jawab
dan hanya bisa bertanggung jawab
sejauh ia bebas.
Tanggung jawab secara langsung,
yaitu dirinya sendiri.
Tanggung jawab secara tidak
langsung, misalnya perbuatan oleh
karena miliknya misalnya akibat
perbuatan hewan peliharaannya.

Dalam

konteks hati nurani ada


tanggung jawab retrospektif dan
tanggung jawab prospektif.
Baik untuk tanggung jawab
retrospektif maupun untuk
tanggung jawab prospektif
berlaku bahwa tidak ada
tanggung jawab jika tidak ada
kebebasan.

Tingkat-tingkat Tanggung Jawab


Kasus-kasus mencuri (mengambil milik orang
lain tanpa seizin pemiliknya).
1. Ali mencuri, tapi ia tidak tahu bahwa ia
mencuri.
2. Budi mencuri, karena dia seorang
kleptoman.
3. Cipluk mencuri, karena dalam hal ini ia
sangka ia boleh mencuri.
4. Darso mencuri, karena orang lain memaksa
dia dengan mengancam nyawanya.
5. Eko mencuri, karena ia tidak bisa
mengenalisakn nafsunya

Tanggung jawab Kolektif


Tanggung

jawab kolektif tidak berarti penjumlahan


tanggung jawab beberapa individu. Tetapi orang A, B, C,
D, dan seterusnya, secara pribadi tidak bertanggung
jawab, sedangkan mereka semua bertanggung jawab
sebagai kelompok atau keseluruhan.
Tanggung jawab demikian sulit untuk menerima tanggung
jawab moral yang kolektif. Sebab sulit untuk diakui bahwa
seseorang bisa bertanggung jawab atas perbuatan yang
tidak dilakukannnya. Mengingat pengertian tanggung
jawab: kecuali kasus tanggung jawab tidak langsung, saya
hanya bertanggung jawab atas apa yang disebabkan oleh
saya dan hal itu haruslah saya bertindak sebagai
penyebab bebas. Terhadap apa yang tidak saya lakukan
secara bebas, apalagi terhadap apa yang sama sekali
tidak saya lakukan, saya tidak bertanggung jawab.

Rasa

tanggung jawab kolektif bukan karena


alasan-alasan etis melainkan karena
alasan-alasan psikologis.
Suatu kelompok terikat karena faktor-faktor
afektif (family atau bangsa yang sama),
karena solidaritas (mempunyai tujuan yang
sama) dan karena faktor-faktor sejarah
serta tradisi.
Karena itu suatu kelompok bisa merasa
bertanggung jawab atas perbuatan
beberapa anggotanya, biarpun mereka
sebagai kelompok tidak terlibat.

Вам также может понравиться