Вы находитесь на странице: 1из 16

Bab I

Pendahuluan
1.1

LatarBelakang
Hipoparadiroidisme terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau kehilangan
fungsi kelenjar paratiroid. Namun begitu, kondisi ini merupakan kondisi yang
langka yang umumnya terjadi setelah pengangkatan keempat kelenjar secara tidak
sengaja pada operasi tumor leher. Penyebab kongenital, genetik atau autoimun
dari hipoparatiroidisme sangat jarang.
Gejala klinis hipoparatiroidisme mencerminkan gangguan metabolik yang
disebabkan oleh defisiensi PTH. Defisiensi yang terpenting diantaranya adalah
hipokalsemia, yang menyebabkan perubahan eksitabilitas neuromuskular dan
kontraksi muskular. Otot skeletal cenderung untuk menjadi spastis (tetani
hipokalsemia). Kerja jantung menjadi tak teratur, dan pada kasus-kasus yang
berat, dapat terjadi henti jantung. Aktivitas saraf juga mengalami perubahan,
terjadi fluktasi antara hipereksitabilitas dan depresi. Semua gejala dapat
dihilangkan dengan pemberian terapi horman substitusional menggunakan PTH
sintesis.
Pada keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan sekresi kalsium
sehingga manifestasi klinis yang terjadi pada kerusakan Pada area tulang dan
ginjal. Prevalensi penyakit hipoparatiroid di Indonesia jarang ditemukan. Pada
Wanita mempunyai resiko untuk terkena hipoparatiroidisme lebih besar dari pria.
Wanita yang berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang lebih besar 2 kali
dari pria. penyebab yang lain adalah keganasan. Bila timbul pada anak-anak harus
dipikirkan kemungkinan endokrin opatigenetik seperti neoplasia endokrin
multipeltipe I dan II. Kelenjar paratiroid berfungsi mensekresi parathormon
(PTH), senyawa yang membantu memelihara keseimbangan dari kalsium dan
phosphorus dalam tubuh. Oleh karena itu yang terpenting hormone paratiroid
penting sekali dalam pengaturan kadar kalsium dalam tubuh sesorang.

1.2

Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori dari hipofungsi paratiroid?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan hipofungsi paratiroid?

1.3

Tujuan
1. Mengetahui konsep teori dari hipofungsi paratiroid.
2. Memahami bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan hipofungsi
paratiroid.

Bab II
TINJAUAN TEORITIS

2.1

Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Paratiroid


Terdapat empat kelenjar paratiroid kecil, setiap kelenjar berdiameter
sekitar 3 mm, terletak di belakang kelenjar tiroid atau terbenam dalam kapsul
kelenjar tiroid, sepasang di atas dan sepasang di bawah. Kelenjar ini dapat
mempunyai ukuran dan jumlah yang bervariasi dan kadang-kadang ditemukan
dibagian dalam kelenjar tiroid atau di belakang faring atau dalam toraks. Terdiri
dari kumpulan sel-sel, dipindahkan oleh jaringan ikat dan dengan sinusoid untuk
darah yang mengalir disekeliling sel.
Hormone paratiroid meningkatkan jumlah kalsium dalam plasma darah
dengan:
a. Mentransfer kalsium dari tulang ke dalam plasma,
b. Meningkatka reabsorbsi kalsium oleh tubulus ginjal, sehingga sekresi
dalam urine berkurang,
c. Meningkatkan absorpsi kalsium oleh usus.
Peningkatan kalsium plasma menurunkan sekresi hormone paratiroid dan
meningkatkan tiroksitonin yang di sekresi oleh kelenjar tiroid.

2.2 Definisi
a. Hipoparatiroid adalah defisiensi kelenjar paratiroid dengan tetani sebagai gejala
utama (Haznam).
b. Hipoparatiroid adalah hipofungsi kelenjar paratiroid sehingga tidak dapat
mensekresi hormon paratiroid dalam jumlah yang cukup. (Guyton).
c. Hipoparatiroidisme adalah kondisi dimana tubuh tidak membuat cukup hormon
paratiroid atau parathyroid hormone (PTH).

Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipoparatiroid


hipofungsi dari kelenjar paratiroid sehingga hormon paratiroid tidak dapat
disekresi dalam jumlah yang cukup, dengan gejala utamanya yaitu tetani.
Hipoparatiroid terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar
paratiroid sehingga menyebabkan gangguan metabolisme kalsium dan fosfor;
serum kalsium menurun (bisa sampai 5 mg %), serum fosfor meninggi (9,5-12,5
mg%). Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering disebabkan oleh
kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau
tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara
congenital).
2.3 Etiologi
Penyebab spesifik dari penyakit hipoparatiroid belum dapat diketahui
secara pasti. Adapun etiologi yang dapat ditemukan pada penyakit hipoparatiroid,
antara lain :
1)

Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:


Post operasi pengangkatan kelenjar paratiroid dan total tiroidektomi
Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat congenital atau didapat (acquired)

2)

Hipomagnesemia

3)

Sekresi hormone paratiroid yang tidak aktif

4)

Resistensi terhadap hormone paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)

Penyebab yang paling umum dari hipoparatiroidisme adalah luka pada kelenjarkelenjar paratiroid, seperti selama operasi kepala dan leher.
Pada kasus-kasus lain, hipoparatiroidisme hadir waktu kelahiran atau mungkin
berhubungan dengan penyakit autoimun yang mempengaruhi kelenjar-kelenjar

paratiroid bersama dengan kelenjar-kelenjar lain dalam tubuh, seperti kelenjarkelenjar tiroid, ovari, atau adrenal.
Hipoparatiroidisme adalah sangat jarang. Ini berbeda dari hiperparatiroidisme,
kondisi yang jauh lebih umum dimana tubuh membuat terlalu banyak PTH.
2.4

Klasifikasi
Hipoparatiroid dapat berupa hipoparatiroid neonatal, simple idiopatik
hipoparatiroid, hipoparatiroid pasca bedah.
1. Hipoparatiroid neonatal
Hipoparatiroid neonatal dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu
yang sedang menderita hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid fetus sewaktu dalam
uterus ditekan oleh maternal hiperkalsemia.
2. Simple idiopatik hipoparatiroid
Gangguan ini dapat ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa.
Terjadinya sebagai akibat pengaruh autoimun yang ada hubungannya dengan
antibody terhadap paratiroid, ovarium, jaringan lambung dan adrenal. Timbulnya
gangguan ini dapat disebabkan karena menderita hipoadrenalisme, hipotiroidisme,
diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kegagalan ovarium primer, hepatitis,
alopesia dan kandidiasis.
3. Hipoparatiroid pascabedah
Kelainan ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau paratiroid
atau sesudah operasi radikal karsinoma faring atau esofagus. Kerusakan yang
terjadi sewaktu operasi tiroid, biasanya sebagai akibat putusnya aliran darah untuk
kelenjar paratiroidisme karena pengikatan arteritiroid inferior. Hipoparatiroid
yang terjadi bersifat sementara atau permanen. Karena itu kadar kalsium serum
harus diperiksa sesudah melakukan operasi-operasi tersebut, tiga bulan kemudian
dan sewaktu-waktu bila ada kelainan klinis walaupun tak khas yang menjurus
pada diagnosis hipoparatiroid.

2.5

ManifestasiKlinis
Gejala-gejala utama adalah reaksi-reaksi neuromuscular yang berlebihan
yang disebabkan oleh kalsium serum yang sangat rendah. Keluhan-keluhan dari
penderita (70 %) adalah tetani atau tetanic aequivalent.
Hipokalsemia menyebabkan iritabilitas sistem neuromuskuler dan turut
menimbulkan gejala utama hipoparatiroidisme yang berupa tetanus. Tetanus
merupakan hipertonia otot yang menyeluruh disertai tremor dan kontraksi
spasmodik atau tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya untuk
melakukan gerakan volunter. Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala patirasa,
kesemutan dan kram pada ekstremitas dengan keluhan perasaan kaku pada kedua
belah tangan serta kaki. Pada keadaan tetanus yang nyata (overt), tanda-tanda
mencangkup bronkospasme, spasme laring, spasme karpopedal (fleksi sendi siku
serta pergelangan tangan dan ekstensi sensi karpofalangeal), disfagia, fotofobia,
aritmia jantung serta kejang. Gejala lainnya mencangkup ansietas, iritabilitas,
depresi dan bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan hipotensi juga dapat
terjadi.

2.6 Patofisiologi
Gejala hipoparatiroidisme disebabkan oleh defisiensi parathormon yang
mengakibatkan kenaikan kadar fosfat darah (hiperfosfatemia) dan penurunan
kalsium darah (hipokalsemia). Tanpa adanya parathormon akan terjadi penurunan
arbsorbsi intestinal kalsium dari makanan dan penurunan resorpsi kalsium dari
tulang dan disepanjang tubulus renalis. Penurunan ekskresi fosfat melalui ginjal
menyebabkan

hipofosfaturia,

dan

kadar

kalsium

mengakibatkan hipokalsiuria.

2.7 WOC

Genetik, auto imun, operasi

serum

yang

rendah


Hipofungsi paratiroid

Hipoparatiroidisme

Penurunan kadar PTH


Peningkatan reabsorbsi

Kadar Kalsium serum

Fosfat di ginjal

Hipokalsemia

Peningkatan kadar fosfat serum

hiperfosfatemia

permeabilitas membran neuron


terhadap ion Na meningkat

Potensial aksi mudah terjadi


Impuls saraf ke otot impuls saraf ke otot impuls saraf ke otot
laring meningkat
jantung meningkat
rangka meningkat

Spasme laring
kontraksi otot jantung
kontraksi tetani otot

Sesak nafas
aritmia
kejang tetani

Mk : ketidak efektifan Cardiac output


Mk : resiko cidera
Jalan nafas

Mk : intoleransi aktivitas
2.8

Komplikasi
o Hipokalsemia

Keadaan klinis yang disebabkan oleh kadar kalsium serum kurang dari 9
mg/100ml. Kedaan ini mungkin disebabkan oleh terangkatnya kelenjar
paratiroid waktu pembedahan atau sebagai akibat destruksi autoimun dari
kelenjar-kelenjar tersebut.
o Insufisiensi ginjal kronik
Pada keadaan ini kalsium serum rendah, fosfor serum sangat tinggi, karena
retensi dari fosfor dan ureum kreatinin darah meninggi. Hal ini disebabkan
tidak adanya kerja hormon paratiroid yang diakibatkan oleh keadaan seperti
diatas (etiologi).

2.9 PemeriksaanDiagnostik
Elektrokardiografi :ditemukan interval QT yang lebihpanjang.
FotoRontgen :seringterlihatkalsifikasi bilateral pada ganglion basalis di
tengkorak, kadang- kadangjugaserebellumdanpleksuskoroid, densitastulang
normal/bertambah.
Laboratorium : Kadar kalsium serum rendah, kadar fosforanorganik tinggi,
fosfatase alkali normal atau rendah.
Pemeriksaan penunjangnya adalah Pemeriksaan kadar kalsium
serum dan Pemeriksaan radiologi.
2.10

Pentalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk menaikan kadar kalsium serum sampai 9

hingga 10mg/dl (2,2 hingga 2,5 mmol/L) dan menghilangkan gejala


hipoparatiroidisme serta hipokalsemea. Apabila terjadi hipokalsemia dan tetanus
pascatiroidektomi, terapi yang harus segera dilakukan adalah pemberian kalsium
glukonas intravena. Jika terapi ini tidak menurunkan iritabilitas neuromuskular
dan serangan kejang, preparat sedatif seperti pentobarbital dapat diberikan.
Pemberian preprat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk
mengatasi hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian, akibat
insidens reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaan preparat
ini dibatasi hanya pada hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan parathormon

memerlukan pantauan akan adanya perubahan kadar kalsium serum dan reaksi
alergi.
Terapi bagi penderita hipoparatiroidisme kronis di tentukan sesudah kadar
kalsium serum diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun
susu, produk susu dan kuning telur merupakan makanan yang tinggi kalsium,
jenis makanan ini harus dibatasi karena kandungan fosfornya yang tinggi. Bayam
juga perlu dihindari karena mengandung oksalat yang akan membentuk garam
kalsium yang tidak larut.

BAB III
KONSEP DASAR ASKEP
3.1

Pengkajian
1. Riwayat penyakit
- sejak kapan klien menderita penyakit.
- apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.
- apakah klien pernah mengalami tidakan operasi khususnya pengangkatan
kelenjar paratiroid atau kelenjar tiroid.
2. Riwayat kesehatan
-Keluhan Utama

Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan


adalah spasmekarpopedal, dengan tangan berada dalam keadaan fleksi
sedangkan ibu jari dalam adduksi dan jari-jarilainnya ekstensi.
-

Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS )

Penderita hipoparatiroidisme menampakkan gejala utamanya berupa tetanus,


hipokalsemia

menyebabkan

iritabilitas

system

neuromuskuluer, pada

keadaan tetanus laten terdapat gejala peti rasa, kesemutan dan kram pada
ekstemitas dengan keluhan perasaan kaku pada kedua belah tangan serta
kaki. Pada keadaan tetanus yang nyata(overt), tanda-tanda mencakup
bronkospasme, spasmelaring, spasme korpopedal (fleksi sendi siku serta
pergelangan tangan dan ekstensi sensikorpo falangeal), disfagia, fotofobia,
aritmia jantung serta kejang. Gejala lainnya mencakup ansietas, iritabilitas,
depresibahkan delirium. Perubahan pada EKG dan hipotensi dapat terjadi.
-

Riwayat Kesehatan terdahulu (RKD )

Penyakit yang pernah dialami oleh pasien sebelum masuk rumah sakit,
kemungkinan pasien menderita hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes
mellitus, anemia pernisiosa, kegagalanovarium primer, hepatitis, alopesia dan
kandidiasis.
-

Riwayat kesehatan Keluarga (RKK )

Riwayat adanya penyakit hipoparatiroidisme Biasanya bisa di turunkan dari


ibu yang menderita penyakit hipoparatiroidisme.
3. keluhan utama meliputi :
- kelainan bentuk tungan
- perdarahan yang sulit berhenti
- kejang-kejang, kesemutan dan lemah
4. pemeriksaan fisik mencangkup:
- kelainan bentuk tulang
- tetani
- tanda trosseaus dan chovsteks
- pernapasan berbunyi (stridor)

- Rambut jarang dan tipis, pertumbuhan kuku buruk, deformitas dan mudah
patah, kulit kering dan kasar
5. pemeriksaan penunjang
- pemeriksaan kadar kalsium serum
- pemeriksaan radiologi
3.2

Diagnosa keperawatan
1. Potensial cedra berhubungan dengan resiko kejang atau tetani yang diakibatkan
oleh hipokalsemia.
2. Potensial tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan oedema laring atau
aktivitas kejang.
3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiak output.

3.3

Intervensi
1. Potensial cedra berhubungan dengan resiko kejang atau tetani yang diakibatkan
oleh hipokalsemia.
Tujuan:
Setelah dilakukan perawatan diharapkan klien tidak mengalami cedar.
Kriteria hasil:
reflek normal, tanda vital stabil, makan diet dan obat seperti yang dianjurkan,
kadar kalsium serum normal.
Rasional
Intervensi
a. Pantau tanda-tanda vital dan
reflek tiap 2 jam sampai 4 jam.
b. Pantau fungsi jantung secara
terus menerus/gambaran EKG.
c. Bila pasien dalam tirah baring
berikan bantalan paga tempat
tidur dan pertahakan tempat
tidur dalam posisi rendah.
d. Bila aktivitas kejang terjadi
ketika pasien bangun dari

a. untuk mengetahui kelainan sedini


mungkin.
b. Untuk mengetahui abnormalitas dari
gambaran EKG.
c. Untuk mencegah terjadinya injuri/jatuh.
d. Untuk menghindari cedra yang terjadi
akibat benda yang terdapat di
lingkungan sekitar klien dan mencegah
kerusakan lebih berat akibat kejang.
e. Antisifasi terhadap hipokalsemia dengan

Rasional
Intervensi
tempat tidur, bantu pasien untuk
berjalan, singkirkan bendabenda yang membahayakan,
bantu pasien dalam menangani
kejang dan reorientasikan bila
perlu.
cara penanganan medis.
e. Kolaborasi dengan dokter dalam
f. Pemberian kalsium yang terlalu cepat akan
menangani gejala dini dengan
mengakibatkan tromboflebitis hipotensi.
memberikan dan memantau
g. Untuk membantu memenuhi kekurangan
efektifitas cairan parenteral dan
kalsium dalam tubuh.
kalsium.
h. Untuk mengontrol kadar kalsium serum.
f. Pemberian kalsium dengan hatihati.
g. Berikan suplemen vitamin D dan
kalsium sesuai program.
h. Kaji ulang pemeriksaan kadar
kalsium.
2. Potensial tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan oedema laring atau

aktivitas kejang.
Tujuan :
setelah di lakukan perawatan diharapkan jalan nafas efektif.
Kriteria hasil:
a) Frekwensi, irama, dan kedalaman pernafasan normal.
b) Auskultasi paru menunjukan bunyi yang bersih.
Rasional
Intervensi
a. Siapkan peralatan penghisap dan a. Supaya memudahkan karena serangan
jalan nafas oral di dekat tempat
bisa secara tiba-tiba.
tidur sepanjang waktu.
b. Untuk memudahkan dalam tindakan
b. Siapkan
tali
tracheostomi,
apabila terjadi sumbatan jalan nafas.

Rasional
Intervensi
oksigen, dan peralatan resusitasi c. Untuk mengetahui suara dan keadaan
manual siap pakai sepanjang
jalan nafas.
waktu.
d. Adanya stridor suatu tanda adanya
Edema laring:
oedema laring.
e. Kolaborasi
dengan
dokter
untuk
c. Kaji upaya pernafasan dan
mempertahankan jalan nafas tetap
kualitas suara setiap 2 jam.
terbuka karena perawat terbatas akan hak
d. Auskultasi untuk mendengarkan
dan wewenang.
stridor laring setiap 4 jam.
f. Agar perawat bisa siap-siap untuk
e. Laporkan gejala dini pada dokter
melakukan suatu tindakan.
dan
kolaborasi
untuk
g. Untuk mencegah penekanan jalan
mempertahankan jalan nafas
nafas/mempertahankan jalan nafas untuk
tetap terbuka.
tetap terbuka.
f. Intruksikan
pasien
agar
h. Bila terjadi kejang otomatis O2 ke otak
menginformasikan pada perawat
menurun sehingga bisa berakibat fatal ke
atau dokter saat pertama terjadi
seluruh
jaringan
tubuh
termasuk
tanda kekakuan pada tenggorok
pernafasan.
atau sesak nafas.
i. Kolaborasi dengan dokter dalam hal
g. Baringkan
pasien
untuk
tindakan wewenang dokter (pengobatan
mengoptimalkan bersihan jalan
dan tindakan).
nafas, pertahankan kepala dalam
j. Untuk mencegah terjadinya serangan
posisi kepala dalam posisi
berulang.
alamiah, garis tengah.
Kejang:
h. Bila terjadi kejang: pertahankan
jalan
nafas,
penghisapan
orofaring
sesuai
indikasi,
berikan
O2sesuai
pesanan,
pantau tensi, nadi, pernafasan
dan tanda-tanda neurologis,
periksa setelah terjadi kejang,
catat frekwensi, waktu, tingkat
kesadaran, bagian tubuh yang
terlibat dan lamanya aktivitas
kejang.

Rasional
Intervensi
i. Siapkan untuk berkolaborasi
dengan dokter dalam mengatasi
status efileptikus misalnya:
intubasi, pengobatan.
j. Lanjutkan
perawatan
untuk
kejang.

Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiak output.


Tujuan :
Setelah di lakukan perawatan di harapkakan Klien dapat memenuhi kebutuhan
aktivitas.
Kriteria hasil :
a) Tingkat aktivitas meningkat tanpa dispnoe, tachicardi atau peningkatan
tekanan darah.
b) Melakukan aktivitas tanpa bersusah payah.
Intervensi

Rasional

a. Kaji pola aktivitas yang lalu.


b. Kaji terhadap perubahan dalam
gejala muskuloskeletal setiap 8
jam.
c. Kaji respon terhadap aktivitas:
Catat perubahan tensi, nadi,
pernafasan, hentikan aktivitas bila
terjadi perubahan, tingkatkan
keikutsertaan dalam kegiatan

a. Untuk membandingkan aktivitas sebelum


sakit dan yang akan diharapkan setelah
perawatan.
b. Untuk memantau keberhasilan perawatan.
c. Untuk melihat suatu perkembangan
perawatan terhadap aktivitas secara
bertahap.
d. Dengan merencanakan perawatan, perawat
dengan klien dapat mempermudah suatu

Intervensi

Rasional

kecil sesuai dengan peningkatan


keberhasilan karena datangnya kemauan
toleransi, ajarkan pasien untuk
dari klien.
memantau
respon
terhadap e. Untuk mengatasi kelelahan akibat latihan.
aktivitas dan untuk mengurangi, f. Untuk mengh
menghentikan atau meminta
bantuan ketika terjadi perubahan.
d. Rencanakan perawatan bersama
pasien
untuk
menentukan
aktivitas yang ingin pasien
selesaikan: Jadwalkan bantuan
dengan orang lain.
e. Seimbangkan
antara
waktu
aktivitas dengan waktu istirahat.
f. Simpan benda-benda dan barang
lainnya dalam jangkauan yang
mudah bagi pasien.

Bab IV
PENUTUP

4.1

Kesimpulan
Hipoparatiroid adalah penurunan produksi hormone paratiroid
akibat hipofungsi kelenjar paratiroid. Ada beberapa hal yang menyebabkan
terjadinya hipoparatiroid ini diantaranya adalah paratiroiditis autoimun dan juga
karena tindakan pembedahan yang menyebabkan kelenjar paratiroid mengalami
kerusakan. Sehingga terjadi kekurangan hormone paratiroid. Dan hal ini
menyebabkan terrjadinya hipokalsemia dan juga hiperfosfatemia. Karena fungsi
kelenjar paratiroid adalah menyeimbangkan produksi kalsium dan juga fosfat.
Efek dari hipokalsemia ini diantaranya terjadinya tetanus atau peningkatan tonus
otot yang menyeluruh sehingga muncul kejang, kram otot, spasme laring dan
bronkospasme yang bisa mengakibatkan pasien sesak dan muncul masalah

keperawatan pola nafas tidak efektif. kemudian efek kejang tadi bisa
menyebabkan resiko tinggi cidera karena pasien tidak sadar. Ada beberapa
penatalaksanaan yang bisa dilakukan yaitu dengan menangani hipokalsemia dan
hipoparatiroidnya.

4.2

Saran
Melihat dari kasus kelainan pada kelenjar paratiroid, maka diharapkan para
tenaga medis dan perawat harus lebih professional dan berpengalaman dalam
mengkaji seluruh system metabolisme yang mungkin terganggu karena adanya
kelainan pada kelenjar paratiroid. Karena penanganan dan pengkajian yang tepat
akan menentukan penatalaksanaan pengobatan yang cepat dan tepat pula pada
kelainan kelenjar paratiroid.

DAFTAR PUSTAKA

Suddarthdan Brunner.2001. Keperawatan Medikal bedah vol.2. EGC: Jakarta


Gibson John.1990. Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat edisi 2. EGC: Jakarta
Rumahorbo Hotma,Skep. 1999. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Endokrin. EGC: Jakarta
http://akhtyo.blogspot.com/2009/04/hiperparatiroidisme-dan.html
www.scribd.com/doc/146755222/pathway
http://abdulaziz-fkp10.web.unair.ac.id/artikel_detail-81951-askep%20endokrinaskep%20hipoparatiroid.html

Вам также может понравиться