Вы находитесь на странице: 1из 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma kandung kemih adalah suatu keadaan dimana terjadinya ruda
paksa pada area vesika urianaria baik saat vesika urinaria dalam keadaan
penuh ataupun tidak.
Trauma bledder

merupakan

masalah

kesehatan

mayor

yang

mempengaruhi 150.000 di Amerika Serikat, dengan perkiraan 10.000 cidera


baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih domain pada pria usia muda
sekitar lebih dari 75 % dari seluruh cidera.
Pada usia 45-an farktur banyak terjadi pada pria dibandingkan pada
wanita karena olah raga, pekerjaan dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakang
ini wanita lebih banyak dinbanding pria karena faktor osteoponosis yang
disosialisasikan dengan perubahan hormonal (menopause)
Klien yang mengalami trauma bledder membutuhkan perhatian lebih
untuk pemenuhan kebutuhan ADL mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko
mengalami komplikasi cidera spinal seperti shok spinal, gagal nafas,
pnenomonia dan hiper fleksia. Asuhan keperaweatan yang

diberikan

misalnya promotif, perventif, kuratif dan rehabilitatif.


Maka ditarik kesimpulan trauma beledder adalah suatu

kerusakan

fungsi neurologist yang sering disebabkan sering kali oleh kecelakaan


lalulintas. Apabila cidera mengenai daerah L. I-2 atau dibawahnya maka
dapat

mengangakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta

kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.


Pemasangan kateter urin dapat menjadi tindakan yang menyelamatkan
jiwa, khususnya bila traktus urinarius tersumbat atau pasien tidak mampu
melakukan urinasi. Tindakan pemasangan kateter juga dilakukan pada pasien
dengan

indikasi lain, yaitu: untuk menentukan jumlah urin sisa dalam

kandung kemih setelah pasien buang air kecil, untuk memintas suatu
obstruksi yang menyumbat

aliran urin, untuk menghasilkan drainase

pascaoperatif pada kandung kemih, daerah vagina atau prostat, atau


menyediakan cara untuk memantau pengeluaran urin setiap jam pada pasien
yang sakit berat. (Nursalam, 2007)
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5
1.2.6
1.2.7
1.2.8
1.2.9

Apa definisi dari cedera kandung kemih ?


Apa saja etiologi dari cedera kandung kemih ?
Apa saja manifestasi klinik cedera kandung kemih ?
Bagaimana patofisiologi cedera kandung kemih ?
Apa saja klasifikasi dari cedera kandung kemih ?
Apa saja pemeriksaan penunjang pada cedera kandung kemih?
Bagaimana penatalaksanaan dari cedera kandung kemih ?
Apa saja komplikasi yang terjadi pada cedera kandung kemih ?
Bagaimana asuhan keperawatan dari cedera kandung kemih ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep teori, masalah keperawatan dan pendekatan
asuhan keperawatan pasien dengan cedera kandung kemih.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari cedera kandung kemih
2. Mengetahui etiologi dari cedera kandung kemih
3. Mengetahui manifestasi klinik cedera kandung kemih
4. Mengetahui patofisiologi cedera kandung kemih
5. Mengetahui klasifikasi dari cedera kandung kemih
6. Mengetahui Pemeriksaan penunjang pada cedera kandung kemih
7. Mengetahui penatalaksanaan dari cedera kandung kemih
8. Mengetahui komplikasi yang terjadi pada cedera kandung kemih
9. Mengetahui asuhan keperawatan dari cedera kandung kemih

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan


Mahasiswa di Jurusan Keperawatan mendapat informasi tentang
cedera kandung kemih secara umum dan tentang pendekatan asuhan
keperawatan cedera kandung kemih.
1.4.2 Bagi Pelayanan Kesehatan
Masukan untuk pengembangan pemberian layanan kesehatan
yang optimal kepada klien dengan cedera kandung kemih.
1.4.3 Bagi Mahasiswa Keperawatan
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang
keperawatan pada klien dengan cidera kandung kemih.

asuhan

BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi Fisiologi

Kandung kemih atau vesika urinaria terletak tepat dibelakang os pubis.


Bagian ini tempat menyimpan urin, bentuknya bervariasi sesuai dengan
jumlah urin yang dikandung. Vesika urinaria pada waktu kosong terletak di
apeks vesika urinaria dibelakan tepi atas simfisis pubis. Permukaan posterior
vesika urinaria berbentuk segitiga, merupakan muara ureter dan sudut inferior
membentuk uretra.
Bagian atas permukaan vesika urinaria ditutup oleh peritoneum yang
membentuk dinding anterior. Bagian bawah permukaan posterior dipisahkan
dari

rectum

oleh

duktus

deferens,

vesika

seminalis,

dan

vesika

rektrovesikalis. Permukaan superior seluruhnya ditutupi oleh peritoneum dan


berbatas dengan gulungan ileum dan kolon sigmoid, sepanjang lateral
permukaan peritoneum melipat kedinding lateral pelvis. Apabila vesika
urinaria terisi penuh, permukaan superior membesar,dan menonjol ke atas
masuk, ke dalam rongga abdomen. Peritoneum menutupi bagian bawah
dinding anterior kolumna vesika urinaria, terletak di bawah vesika urinaria
dan permukaan atas prostat. Serabut otot polos dinding vesika urinaria di
lanjutkan sebagai serabut otot polos prostat kollum vesika urinaria yang
dipertahankan pada tempatnya pada pria oleh ligamentum puboprutatika dan
pada wanita ligamentum pubovesikalis, yang merupakan penebalan fasia
pelvis.
Membran mukosa vesika urinaria dalam keadaan kosong berlipat-lipat.
Lipatan ini menghilang apabila vesika urinaria terisi penuh. Daerah membran
mukosa permukaan dalam adalah basis vesika urinaria yang dinamakan juga
trigonum. Ureter menembuh vesika urinaria secara miring membuat seperti
katup untuk mencegah aliran balik urin keginjal pada waktu vesika urinaria
terisi.
Lapisan otot vesika urianria terdiri dari otot polos, tersusun dan saling
berkaitan disebut M. detrusor vesika. Peredaran darah vesika urinaria berasal
dari arteri vesikalis superior dan inferior yang merupakan cabang dari arteri
iliaka interna. Vena membentuk pleksus venusus vesikalis yang berhubungab
dengan pleksus prostatikus yang mengalirkan darah ke vena iliaka

interna.pembulu limfe vesika urinaria mengalirkan cairan limfe kedalam nodi


limfatik iliaka interna dan nodi limfatik iliaka eksterna.
Persyarafan berasal dari pleksus hipogastikainferior, serabut ganglion
simpatis berasal dari ganglion lumbalis 1 dan 2 berjalan turun ke vesika
urinaria melalui pleksus hipogastrikus. Serabut pleganglion parasimpatis yang
keluar dari nervus splenikus pelvis yang berasal dari nervus sakralis II.III, dan
IV berjalan melalui hipogastrikus inferior mencapai dinding vesika urinaria.
Sebagian besar serabut aferens sensoris yang keluar dari vesika urinaria
menuju system susunan syaraf pusat melalui nervus splangngikus pelvikus
berjalan bersam syaraf simpatis melalui pleksus hipogastrikus masuk ke
dalam sigmen lumbal I dan II medulla spinalis

2.2 Definisi

Trauma kandung kemih adalah suatu keadaan dimana terjadinya ruda


paksa pada area vesika urianaria baik saat vesika urinaria dalam keadaan
penuh ataupun tidak.
Ruptur

kandung

kemih

dapat

bersifat

intraperitoneal

atau

ekstraperitoneal. Ruptur kandung kemih ekstraperitoneal biasanya akibat


tertusuk fragmen fraktur ulang pelvis pada dinding depan kandung kemih
yang penuh.
Cedera kandung kemih disebabkan oleh trauma tumpul atau penetrasi.
Kemungkinan cedera kandung kemih bervariasi menurut isi kandung kemih
sehingga bila kandung kemih penuh akan lebih mungkin untuk menjadi luka
daripada saat kosong. (Muttaqin Arif, 2014)
2.3 Etiologi
1. Trauma tumpul pada panggul yang mengenai buli-buli.
2. Trauma tembus seperti luka tembak dan luka tusuk oleh senjata tajam, dan
cedera dari luar.
3. Kecelakaan lalu lintas/ kerja yang menyebabkan patah tulang pelvis
4. Ruptur buli-buli
Cedera pada abdomen bagian bawah sewaktu kandung kemih penuh
Patah tulang panggul mengakibatkan ruptur buli-buli ekstra peritoneal
Cedera dinding perut
Cedera panggul yang menyebabkan patah tulang sehingga terjadi ruptur
buli-buli retro atau intra peritoneal
5. Trauma buli-buli
Cedera dari luar
Rudapaksa tumpul
Fraktur /patah tulang panggul
6. Fraktur tulang punggung yang menyebabkan kontusio dan ruptur buli-buli.
Ruptur buli-buli dibedakan 2 macam, yaitu :

a) Intra peritoneal : peritoneum yang menutupi bagian atas / belakang


dinding buli-buli robek sehingga urin langsung masuk ke dalam rongga
peritoneum.
b) Ekstra peritoneal : peritoneum utuh, dan urin yang keluar dari ruptura
tetap berada diluar. (Muttaqin Arif, 2014)
2.4 Manifestasi Klinik
1. Fraktur tulang pelvis disertai perdarahan hebat
2. Abdomen bagian tempat jejas/hemato
3. Tidak bisa buang air kecil, kadang keluar darah dari uretra.
4. Nyeri suprapubik
5. Ketegangan otot dinding perut bawah
6. Ekstravasasi kontras pada sistogram
7. Trauma tulang panggul (Muttaqin Arif, 2014)
2.5 Patofisiologi
Cidera kandung kemih tidak lengkap atau sebagian akan menyebabkan
robekan mukosa kandung kemih. Segmen dari dinding kandung kemih
mengalami memar, mengakibatkan cidera lokal dan hematoma. Memar atau
kontusi memberikan menifestasi klinis hematuria setelah trauma tumpul atau
setelah melakukan aktivitas fisik yang ekstrim.
1. Ruptur ekstraperitoneal kandung kemih : biasanya berhubungan dengan
fraktur panggul (89-100%). Sebelumnya, mekanisme cedera diyakini dari
perforasi langsung oleh fragmen tulang panggul. Tingkat cedera kandung
kemih secara langsung berkaitan dengan tingkat keparahan fraktur.
Beberapa kasus mungkin terjadi dengan mekanisme yang mirip dengan
pecahnya kandung kemih intraperitoneal, yang merupakan kombinasi dari
trauma dan overdistention kandung kemih. Temuan cystographic klasik
adalah ekstravasasi kontras sekitar dasar kandung kemih. Dengan cedera
yang lebih kompleks, bahan kontras meluas ke paha, penis, peritonium
atau kedalam dinding anterior abdomen. Ekstravasasi akan mencapai

skrotum ketika fasia superior diafragma urogenital atau difragma


urogenital sendiri menjadi terganggu.
2. Ruptur kandung kemih intraperitonial : yaitu masuknya urin secara
horizontal kedalam kompartemen kandung kemih. Mekanisme cedera
adalah peningkatan tekanan intravesikan secara tiba-tiba ke kandung
kemih yang penuh. Kekuatan daya trauma tidak mampu ditahan oleh
kemampuan dinding kandung kemih sehingga terjadi perforasi dan urin
masuk ke dalam peritonium.
3. Kombinasi ruptur intraperitonian dan ekstraperitonial : mekanisme cedera
penetrasi memungkinkan cedera menembus kandung kemih seperti peluru
kecepatan tinggi melintasi kandung kemih atau luka tusuk abdominal
bawah. Hal tersebut akan menyebabkan intraperitonial, ekstraperitonial
cedera atau gabungan kandung kemih. (Muttaqin Arif, 2014)

2.6 Pathway
Kecelakaan lalu
lintas/kerja

Rupture kandung kemih

Patah tulang
fragmen pelvis
Pecahan tulang
mengenai VU

Trauma tembus
(tembak, tusuk sajam)

Trauma tumpul (kandung


kemih yg penuh)

Adanya luka
trauma

CEDERA KANDUNG KEMIH

Resiko infeksi

Kerusakan jar. VU

Robekan pada VU

Respon inflamasi

Terputusnya
pemb. Darah VU

Fungsi VU menurun

Pelepasan mediator
nyeri (prostaglandin)

hematuria

perdarahan

Pola berkemih tidak


baik

Respon hipotalamus

Krisis situasional

Resiko syok
hipovolemia

G3 eliminasi urin

Kesulitan beraktivitas

Persepsi nyeri

Ansietas

Intoleransi
aktivitas

Nyeri pada suprapubik


Nyeri akut

Hambatan mobilisasi
fisik

2.7 Klasifikasi
1. Rupture ekstaperitoneal kandung kemih.
Ruptur ekstraperitoenal biasanya berhubungan dengan fraktur panggul
(89%-100%). Sebelumnya , mekanisme cidera diyakini dari perforasi
langsung oleh fragmen tulang panggul. Tingkat cidera kandung kemih
secara langsung berkaitan dengan tingkat keparahan fraktur.
2. Rupture kandung kemih intraperitoneal.
Rupture kandung kemih intraperitoneal digambarkan sebagai masuknya
urine secara horizontal kedalam kompartemen kadung kemih. Mekanisme
cidera adalah peningkatan tingkat tekanan intravesikel secara tiba-tiba
kekandung kemih yang penuh. Kekuatan daya trauma tidak mampu
ditahan oleh kemampuan dinding kandung kemih sehingga terjadi
perforasi dan urine masuk kedalam peritoneum.
3. Kombinasi rupture intraperitoneal dan ekstraperitoneal.
Meknaisme cidera penetrasi memungkinkan cidera menembus kandung
kemih seperti peluru kecepatan tinggi melintasi kandung kemih atau luka
tusuk abdominal bawah. Hal itu akan menyebabkan intraperitoneal,
ekstraperitoneal, cidera, atau gabungan kandung kemih. (Muttaqin Arif,
2014)
2.8 Pemeriksaan Laboraturium / Penunjang
a)

Hematokrit menurun.

b) Cystografi : menunjukkan ekstravasase urine, vesika urinaria dapat


pindah atau tertekan.
c) Uretrogram retrogade (Mengevaluasi cedera uretra)
d) IVP dengan lateral views atau CT scan saat bladder kosong dan penuh.
Jika darah keluar dari meatus, disrupsi uretral mungkin telah terjadi.
(Muttaqin Arif, 2014)
2.9 Penatalaksanaan
1. Non Medis
Atasi syok dan perdarahan.

Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruftur vesica urinaria


intra peritoneal dilakukan operasi sectio alta yang dilanjutkan dengan
laparatomi.
Istirahat baring, sekurang-kurangnya sampai seminggu setelah hematuri
berhenti, mobilisasi dilakukan bertahap, bila kemudian hematuri timbul
lagi, penderita diistirahatkan lagi.
Perhatikan tanda vital dengan ketat. Amati pembesaran tumor di daerah
pinggang dan nilai Ht untuk menduga pendarahan. Hematom di
pinggang dapat mencapai 1-2 liter.
Awasi hematuri dengan menampung urin tiap 3 jam dan dideretkan
pada rak, bila perdarahan berhenti maka tabung-tabung akhir berwarna
makin coklat, bila tetap/makin rendah, perdarahan tetap berlangsung.
Bila telah diyakini dapat ditangani secara konservatif, penderita dapat
diberi minum banyak untuk meningkatkan diuresis sehingga bekuan
darah dalam ginjal cepat keluar.
Bila perdarahan terus berlangsung dan keadaan umum memburuk,
pikirkan tindakan bedah. Tergantung pada kelainan yang dijumpai dapat
dilakukan penjahitan, nefrektomi parsiil atu total.
Minum banyak untuk meningkatkan diuresis. Bila penderita dapat miksi
dengan lancar berarti tidak ada ruptur buli-buli ataupun uretra.
Bila hematuria berat dan menetap sampai 5-6 hari pasca trauma, buat
sistrogram untuk mencari penyebab lain
2. Medis
Antibiotik spektrum luas selama 2 minggu, karena bekuan darah sekitar
ginjal dapat merupakan tempat berkembangnya bakteri.
Obat- obatan : Antibiotik: Ampisilin 4x 250-500 mg/ hari per oral.
Hemostatik : Adona AC- 17 per oral (Muttaqin Arif, 2014)
2.10 Komplikasi
a. Perdarahan
b. Shock

c. Sepsis
d. Ekstravasasi (penyebaran darah ke jariangan)

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien : meliputi nama, usia, jenis kelamin, no. register dll
2. Keluhan Utama : nyeri pada abdomen bagian bawah
3. Riwayat Penyakit
A. Riwayat penyakit sekarang
a. Data Subyektif

Rasa nyeri pada kandung kemih (nyeri abdomen bawah atau


nyeri di daerah suprapubik) dapat disebabkan oleh distensi
yang berlebihan atau infeksi kandung kemih. Perasaan ingin
kencing, tenesmus nyeri ketika mengejan) dan disuria terminal
(nyeri pada akhir urinary) sering dijumpai.

Pasien mengatakan kadang tidak bisa buang air kecil dan


keluar darah dari uretra.

b. Data Obyektif

Pada

saat

urin

dipantau

kadang

terdapat

darah

dan

hematuria/perdarahan segar bisa terjadi

Gelisah, cemas

Ekspresi wajah ketakutan

Takikardi

Tekanan darah meningkat

B. Riwayat Penyakit Dahulu : apakah pernah mengalami trauma pada


kandung kemih
4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Kandung Kemih
Inspeksi : Perhatikan abdomen bagian bawah, kandung kemih adalah
organ berongga yang mampu membesar u/ mengumpulkan dan
mengeluarkan urin yang dibuat ginjal. Lihat apakah terdapat lesi atau
memar di perut bagian bawah.

Perkusi
1. Pasien dalam posisi terlentang
2. Perkusi dilakukan dari arah depan
3. Lakukan pengetukan pada daerah kandung kemih, daerah
suprapubis
Palpasi
1.

Lakukan palpasi kandung kemih pada daerah suprapubis

2.

Normalnya kandung kemih terletak di bawah simfibis pubis tetapi


setelah membesar meregang ini dapat terlihat distensi pada area
suprapubis

3.

Bila kandung kemih penuh akan terdengar dullness atau redup.

4.

Pada kondisi yang berarti urin dapat dikeluarkan secara lengkap


pada kandung kemih. Kandung kemih tidak teraba. Bila ada
obstruksi urin normal maka urin tidak dapat dikeluarkan dari
kandung kemih maka akan terkumpul. Hal ini mengakibatkan
distensi kandung kemih yang bias di palpasi di daerah suprapubis

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut b.d trauma saluran perkemihan
2. G3 eliminasi urin berhubungan dengan Pola berkemih tidak baik
3. Hambatan mobilisasi fisik b/d dengan nyeri
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kesulitan beraktifitas.
5. Resiko syok hipovolemia berhubungan dengan perdarahan.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan Adanya luka trauma.
7. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
3.3 Rencana Tindakan Keperawatan

NDX
TUJUAN
INTERVENSI
I Melaporkan nyeri
1. Kaji nyeri, catat lokasi,1.
hilang/ terkontrol karakteristik, beratnya
dengan kriteria:

RASIONAL
Berguna dalam penga-wasan
keefektifan obat, kemajuan

(skala 0 10). Selidiki dan penyembuh-an. Perubahan pada

Klien tidak

laporkan perubahan nyeri karakteristik menunjuk-kan terjadinya

mengeluh nyeri . dengan tepat.

abses atau peritonitis, memer-lukan

Skala nyeri 0

upaya evaluasi medik dan intervensi.

Ekspresi wajah2. Ukur tanda-tanda vital.2. Tanda-tanda vital meng-gambarkan


ceriah

keadaan klien serta memudahkan

Tanda-tanda 3. Berikan posisi yang


vital dalam batas nyaman (posisi semi
normal

intervensi selanjutnya.
3.

fowler)

Merelaksasikan otot dan


menghilangkan tegang-an abdomen
yang ber-tambah dengan po-sisi

4. Ajarkan klien teknik


nafas dalam.

terlentang.
4.

Meningkatkan suplai O2 ke jaringan


agar meta-bolisme anaerob tidak

5. Ajarkan teknik distraksi terjadi.


seperti pijatan punggung5.

Mengalihkan perhatian klien


sehingga tidak ter-fokus pada nyeri

6. Berikan analgesik sesuai yang dirasakan.


indikasi.
6. Analgesik berfungsi memperlambat
impuls dari saraf eferen ke reseptor
nyeri di hipotalamus.

II Tidak ada ham-1. Catat respon emosi/peri- 1. Imobilisasi yang dipak-sakan dapat
batan mobilitas

laku pada imobilisasi.

fisik dengan
kriteria :
Klien bebas
bergerak tanpa
ada nyeri
Pergerakan
tidak terbatas

memper-besar kegelisahan, peka


rangsang.

2. Bantu klien untuk mela- 2. ROM dapat melatih kekuatan otot dan
kukan ROM pasif ke aktif

sendi serta mencegah terjadi-nya

secara bertahap.

atropi/kontraktur.

3. Bantu klien dalam me-

3. Meminimalisasikan ter-jadinya

menuhi kebutuhannya setiap kelemahan fisik yang lebih lanjut.


hari.

4. Menjelaskan pada klien 4. Meningkatkan pengeta-huan klien dan


Klien dapat

tentang penyebab kele-

diharap-kan dapat bekerjasama dengan

memenuhi

mahan dan manfaat

perawat dalam melakukan tindakan.

kebutuhan-nya

tindakan.

sendiri
III Cemas teratasi 1. Kaji tingkat kecemasan 1. Salah satu informasi yang
dengan kriteria: klien.

menggambarkan tingkat kecemasan

- Klien nampak 2. Beri kesempatan pada klien klien


ceria
- Klien dapat
memahami
kondisinya

untuk mengung-kapkan
perasaannya.

perawat di rumah sakit.

3. Berikan informasi ke-pada3. Membantu mengurangi stres yang


klien tentang kondisinya.

- Klien nampak 4. Beri dorongan spiritual


tenang

2. Klien merasa diperhati-kan oleh

dialami oleh klien.


4. Penyembuhan bukan hanya pada

sesuai dengan agama dan

pengobatan saja tapi ada kuasa dari

kepercayaannya.

Allah SWT.

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Trauma bledder merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
kerusakan kandung kecing dan uretra yang penanganannya bisa dilakukan
dengan pembedahan yang memerlukan penatalaksaan segera. Apabila tidak
cepat ditanggulangi akan menyebabkan komplikasi seperti peritonitis dan
sepsis. Tanda dan gejala yang ditimbulakan oleh trauma bledder antara lain
nyeri supra publik baik verbal maupun saat palpasi, ketidakmampuan untuk
baung air kecil, suhu tubuh meningkat, dan syok.
4.2 Saran
Dari kesimpulan yang ada maka kita sebagai perawat atau calon
perawat harus memahami secara detail tentang seluk beluk penyakit cedera
kandung kemih sehingga kita dapat melakukan asuhan keperawatan secara
benar. Untuk masyarakat setelah membaca makalah ini dapat berhati-hati atau
waspada terhadap gaya hidup ataupun lingkungannya karena dengan itu
cedera kandung kemih dapat menjangkit tubuh kita.

DAFTAR PUSTAKA
Nursalam, 2007. Askep pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perizalium. Jakarta:
Salemba Medika

Вам также может понравиться