Вы находитесь на странице: 1из 9

Nama : Anna Safitri

NIM : 140510254
Ruang : IV F
Pemberian Hak Atas Tanah
Pemberian hak atas tanah adalah penetapan pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah
negara, perpanjangan jangka waktu hak, pembaharuan hak dan perubahan hak.
1. Perpanjangan hak adalah penambahan jangka waktu berlakunya suatu hak atas tanah tanpa mengubah
syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut, yang permohonannya dapat diajukan sebelum jangka waktu
berlakunya hak atas tanah yang bersangkutan berakhir.
2. Pembaharuan hak adalah pemberian hak atas tanah yang sama kepada pemegang hak yang sama yang
dapat diajukan setelah jangka waktu berlakunya hak yang bersangkutan berakhir.
3. Perubahan hak adalah penetapan pemerintah mengenai penegasan bahwa sebidang tanah yang semula
dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah tertentu, atas permohonan pemegang haknya, menjadi tanah
negara dan sekaligus memberikan tanah tersebut kepadanya dengan hak atas tanah jenis lainnya.
Pemberian hak milik harus berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3). Tujuan
diadakannya pemberian hak atas tanah adalah agar lebih mengarah kepada catur tertib dibidang
pertanahan, yaitu tertib hukum pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib pemeliharaan pertanahan
dan tertib penggunaan pertanahan. Hak atas tanah adalah hak sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 16
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yaitu:
1. Hak atas tanah primer (originair)
Hak atas tanah primer (originair) yaitu hak atas tanah yang langsung diberikan oleh negara kepada
subyek hak seperti:
a. Hak Milik
b. Hak Guna Usaha
c. Hak Guna Bangunan
2. Hak atas tanah sekunder
Hak atas tanah sekunder adalah hak untuk menggunakan tanah milik hak lain.
Misalnya:
a. Hak Guna Bangunan

b. Hak Pakai
c. Hak Usaha Bagi Hasil
d. Hak menumpang
1. Pengertian Hak Milik
Ketentuan tentang hak milik diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 pasal 20 - 27.
Dalam Undang-undang ini pengertian hak milik seperti yang dirumuskan pada pasal 20 ayat (1) adalah
hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat fungsi
sosial.
Fungsi sosial disini berarti penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat
daripada haknya, sehingga bermanfaat baik bagi masyarakat dan pemiliknya.
2. Sifat-sifat Hak Milik
Adapun sifat-sifat hak milik adalah sebagai berikut:
a. Turun-temurun, adalah hak milik tidak hanya berlangsung selama hidup

si pemilik akan tetapi dapat

dilanjutkan oleh para ahli warisnya.


b. Terkuat, adalah bahwa hak milik jangka waktunya tidak terbatas.
c. Terpenuh, adalah memberikan wewenang kepada pemilik tanah yang paling luas dibandinghkan dengan
hak-hak lain, menjadi induk hak-hak lain, peruntukannya tidak terbatas karena hak milk dapat digunakan
untuk pertanian dan bangunan.
Pemberian sifat hak milik tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak yang mutlak, tidak terbatas
dan tidak dapat diganggu gugat sebagai hak eigendom menurut pengertian yang asli dulu. Kata-kata
terkuat dan terpenuh itu bermaksud untuk membedakannya dengan hak guna usaha, hak
bangunan, hak pakai dan lain-lainnya yaitu untuk menunjukan

bahwa diantara hak-hak atas tanah yang

dapat dipunyai orang hak miliklah yang ter (paling).


3. Ciri-ciri Hak Milik
Ciri-ciri hak milik adalah sebagai berikut:
a. Hak milik dapat dijadikan jaminan hutang
b. Hak milik dapat digadaikan
c. Hak milik dapat dialihkan kepada orang lain, melalui: jual beli, hibah, wasiat, tukar-menukar
d. Hak milik dapat dilepaskan dengan sukarela
e. Hak milik dapat diwakafkan ( PP No. 28 Tahun 1977 )
4. Yang Dapat Mempunyai Hak Milik
Sesuai dengan pasal 21 ayat (2) yang dapat mempunyai hak milik adalah:
1. Warga Negara Indonesia

guna

2. Badan-badan Hukum yang ditunjuk oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 yaitu:
a. Bank-Bank Pemerintah
b. Bank-Bank Negara, seperti Bank Indonesia, Bank Dagang Negara, Bank Negara Indonesia.
c. Koperasi Pertanian
d. Badan-Badan Keagamaan
e. Badan-Badan Sosial
3. Orang asing atau yang hilang kewarganegaraannya, setelah satu tahun hak milik harus dilepaskan.
5. Timbulnya Hak Milik
Timbulnya hak milik sesuai dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1960 pasal 22 yaitu:
1. Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan pemerintah biasanya dengan jalan
membuka tanah, artinya membuka hutan dijadikan lahan pertanian.
Terjadinya hak milik menurut hukum adat sangat erat hubungannya dengan hak ulayat. Dalam hukum
adat seseorang dapat membuka lahan dari hutan yang ada pada wilayah masyarakat hukum adat dengan
persetujuan dari kepala adat. Terjadinya hak milik dengan cara ini memerlukan waktu yang cukup lama
dan tentunya memerlukan penegasan hukum yang berupa pengakuan dari pemerintah.
2. Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah dan
ketentuan undang-undang.
Terjadinya hak milik karena pemerintah yaitu, pemerintah memberikan hak milik atas tanah berdasarkan
perubahan dari suatu hak yang sudah ada.
Sedangkan terjadinya hak milik karena ketentuan undang-undang dapat dilihat dari UUPA yaitu, pada
tanggal 24 September 1960 pada saat diundangkannya UUPA, maka hak-hak atas tanah dapat diubah
menjadi hak milik jika hak atas tanah tersebut telah memenuhi syarat-syarat untuk mempunyai hak milik
menurut aturan dalam UUPA.
B. Syarat-Syarat Permohonan Hak Milik
Syarat-syarat permohonan untuk hak milik adalah sebagai berikut:
1. Hak Milik dapat diberikan kepada:
a. Warga Negara Indonesia
b. Badan-badan Hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku
yaitu: Bank Pemerintah, Badan Keagamaan dan Badan Sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah. Karena
pemberian Hak Milik untuk badan hukum ini hanya dapat diberikan atas tanah-tanah tertentu yang benarbenar berkaitan langsung dengan tugas pokok dan fungsinya.
2. Permohonan
Sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Negeri Agraria/Kepala

Badan

Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999, permohonan untuk

memperoleh hak milik harus ditempuh sebagai berikut:


a. Permohonan hak milik atas tanah negara diajukan secara tertulis.
b. Permohonan hak milik atas tanah negara memuat:
1. Keterangan mengenai pemohon:
a. apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaannya serta keterangan
mengenai isteri/ suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya.
b. apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya, tanggal dan nomor surat
keputusan pengesahannya oleh pejabat yang berwenang tentang penunjukannya sebagai badan hukum
yang dapat mempunyai hak milik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik:
a. Dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertipikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan
hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari Pemerintah, putusan pengadilan,
akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya.
b. Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada Surat Ukur atau Gambar Situasi sebutkan tanggal dan nomornya).
c. Jenis tanah (pertanian/non pertanian).
d. Rencana penggunaan tanah
e. Status tanahnya (tanah hak atau tanah Negara).
C. Syarat-syarat Pemberian Hak Milik
1. Mengenai pemohon:
a. Jika perorangan
Blanko permohonan hak yang telah diisi pemohon harus dilampiri:
1. Foto copy Kartu Penduduk
2. Surat bukti kepemilikan tanah
3. Surat pernyataan diatas segel atas penguasaan fisik atas tanah
4. Surat Keterangan Tanah dari Kepala Desa/Kelurahan
5. Foto copy SPPT-PBB tahun terakhir, serta menunjukan aslinya
6. Surat Ukur
7. Surat pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-tanahnya yang telah dimilik
pemohon termasuk bidang tanah yang dimohon
8. Surat Ijin Mendirikan Bangunan
b. Jika badan hukum
Blanko permohonan hak yang telah diisi pemohonharus dilampiri:

1. Surat penunjukan dari Menteri (Sesuai PP No. 38 tahun 1963 tentang penunjukan Badan-badan hukum
yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah)
2. Foto copy Kartu Penduduk
3. Akte pendirian badan hukum (dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia)
4. Surat pengesahan badan hukum (dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia)
5. Ijin lokasi
6. Surat bukti perolehan tanah
7. Surat Ijin Mendirikan Bangunan
8. Foto copy SPPT-PBB tahun terakhir, serta menunjukan aslinya
9. Rekomendasi surat persetujuan penanaman modal PMDN atau surat pemberitahuan persetujuan Presiden
bagi PMA atau surat persetujuan prinsip dari Departemen Teknis bagi non PMA/PMDN
2. Mengenai tanahnya
a. data yuridis: sertifikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah
dan atau tanah yang telah dibeli dari Pemerintah, akta PPAT, akta pelepasan hak, putusan pengadilan, dan
surat-surat bukti perolehan tanah lainnya.
b) data fisik: surat ukur, gambar situasi dan IMB.
TATA CARA PEMBERIAN HAK ATAS TANAH
Pemberian hak dapat dilakukan secara:
a. Individual
b. Kolektif
c. Umum
a.

PEMBERIAN HAK SECARA INDIVIDUAL


Yaitu pemberian hak atas sebidang tanah kepada seseorang atau suatu badan hukum tertentu
atau kepada beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama sebagai penerima hak

bersama yang dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak.


b. PEMBERIAN HAK SECARA KOLEKTIF
Yaitu pemberian hak atas tanah beberapa bidang tanah, masing-masing kepada seorang atau
suatu badan atau kepada beberapa orang atau badan hukum seagai penerima hak, yang
c.

dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak.


PEMBERIAN HAK SECARA UMUM

Yaitu pemberian hak atas tanah yang memenuhi kriteria tertentu yang dilaksanakan melelui
suatu penetapan pemberian hak sebagaimana diatur dalam Pasal 76 s/d 102 PMNA/KABPN/No.9 tahun 1999, misalnya:
Perubahan HGB/Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal menjadi Hak Milik
Perubahan Hak Milik menjadi HGB/Hak Pakai
Perubahan HGB menjadi Hak Pakai

Konversi Hak-hak Atas Tanah


Penerbitan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok
Agraria memberikan banyak perubahan yang terjadi dalam ketentuan hak-hak atas tanah. Salah
satunya adalah diadakan konversi hak atas tanah oleh pemerintahKonversi hak atas tanah adalah
penyesuaian hak-hak tanah yang pernah tunduk kepada sistem hukum lama yaitu hak-hak tanah
menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Barat dan Tanah-tanah yang tunduk kepada
hukum adat untuk masuk dalam sistem hak-hak tanah menurut ketentuan UUPA[4]. Sebelum
adanya konversi hak-hak atas tanah dan berlakunya UUPA, Hukum Agraria di Hindia Belanda
(Indonesia) terdiri atas 5 perangkat hukum, yaitu :
1. Hukum Agraria Adat

Yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah Hukum Agraria yang bersumber pada hukum adat dan
berlaku terhadap tanah-tanah yang dipunyai dengan hak-hak atas tanah yang dianut oleh hukum
adat, yang selanjutnya sering disebut tanah adat atas tanah Indonesia.
2. Hukum Agraria Barat
Yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah Hukum Agraria yang bersumber pada Hukum Perdata
Barat, khususnya yang bersumber pada Boegerlinjk Wetboek (BW). Hukum Agraria ini terdapat
dalam BW (bersifat ekstern), yang memberikan pengaturan bagi sebagian kecil tanah tetapi
bernilai tinggi. Hukum agraria ini diberlakukan atas dasar Konkordansi. Misalnya tanah Hak
Eigendom, Hak Opstal, Hak Erfpacht.
3. Hukum agraria Administrasif

Yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan atau putusan-putusan yang merupakan pelaksanaan


dari politik agraria pemerintah di dalam kedudukannya sebagai badan penguasa. Sumber pokok
dari Hukum Agraria ini adalah Agrarische Wet Stb. 1870 No. 55, yang dilaksanakan dengan
Agrarische Besluit Stb. 1870 No. 118, yang memberikan landasan hukum bagi penguasa dalam
melaksanakan politik pertanahan/agrarianya.

4. Hukum Agraria Swapraja

Yaitu keseluruhan dari kaidah Hukum Agraria yang bersumber pada peraturan-peraturan tentang
tanah di daerah-daerah swapraja (Yogyakarta, Aceh), yang memberikan pengaturan bagi tanahtanah di wilayah daerah-daerah swapraja yang bersangkutan.
5. Hukum Agraria Antar Golongan
Hukum yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa (kasus) agraria (tanah), maka timbullah
Hukum Agraria Antar Golongan, yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang menentukan
hukum manakah yang berlaku (Hukum adat ataukah Hukum Barat apabila dua orang yang
masing-masing tunduk pada hukumnya sendiri-sendiri bersengketa mengenai tanah. Hukum
agraria ini memberikan pengaturan atau pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah
Hukum antar golongan yang mengenai tanah.
Dasar hukum konversi hak atas tanah terdapat di bagian Kedua UUPA tentang KetentuanKetentuan Konversi, yaitu pasal I hingga Pasal VIII. Secara garis besar, konversi hak atas tanah
terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah hak barat
2. Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas hak Indonesia
3. Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas swapraja
Berbagai jenis hak atas tanah tersebut kemudian dikonversi menjadi hak atas tanah yang
baru, yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai. berikut ini penjelasan
dari ketiga jenis konversi tersebut.
1.

Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah hak barat

Hak atas tanah yang berasal dari tanah hak barat terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
1. Hak eigendom, adalah hak untuk membuat suatu barang secara leluasa dan untuk berbuat
terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang
atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak mengganggu
hak-hak orang lain. Hak eigendom merupakan hak yang paling sempurna. Hak eigendom dapat
dikonversi menjadi hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai. Namun apabila terhadap hak
eigendom tersebut dibebani hak opstal atau hak erfpacht, maka konversinya harus atas
kesepakatan antara pemegang hak eigendom dengan pemengang hak opstal atau hak erfpacht.

2. Hak opstal, adalah hak kebendaan untuk memiliki bangunan dan tanaman-tanaman di atas
sebidang tanah orang lain (Pasal 711 KUH Perdata). Hak opstal dapat dikonversi menjadi hak
guna bangunan.
3. Hak erfpacht, adalah hak untuk memetik kenikmatan seluas-luasnya dari tanah milik orang lain
dan mengusahakannya untuk waktu yang sangat lama (Pasal 820 KUH Perdata). Hak erfpacht
terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
o

Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar, dapat dikonversi menjadi hak guna usaha.

Hak erfpacht untuk perumahan, dapat dikonversi menjadi hak guna bangunan.

Hak erfpacht untuk pertanian kecil, tidak dikonversi dan dihapus.

4. Hak gebruik (recht van gebruik), adalah hak kebendaan atas benda orang lain bagi seseorang
tertentu untuk mengambil benda sendiri dan memakai apabila ada hasilnya, sekedar buat
keperluannya sendiri beserta keluarganya. Hak gebruik dikonversi menjadi hak pakai.
5. Bruikleen, adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu menyerahkan benda dengan cumacuma kepada pihak lain untuk dipakainya dengan disertai kewajiban untuk mengembalikan
benda tersebut pada waktu yang ditentukan. Bruikleen dikonversi menjadi hak pakai.
2.

Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas hak Indonesia

Hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas hak Indonesia terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Hak erfpacht yang altijddurend, adalah hak erfpacht yang diberikan sebagai pengganti hak
usaha di atas bekas tanah partikulir menurut S. 1913 702. Hak ini dapat dikonversi menjadi hak
milik, hak guna usaha atau hak guna bangunan, tergantung pada subyek hak dan peruntukannya.
2. Hak agrarische eigendom, adalah hak buatan semasa pemerintahan kolonial Belanda yang
memberikan kaum bumiputera suatu hak baru yang kuat atas sebidang tanah. Hak agrarische
eigendom juga dapat dikonversi menjadi hak milik, hak guna usaha atau hak guna bangunan,
sesuai dengan subyek hak dan peruntukannya.
3. Hak gogolan, adalah hak seorang gogol (kuli) atas komunal desa. Hak gogolan juga sering
disebut hak sanggao atau hak pekulen. Hak gogolan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
o

Hak gogolan yang bersifat tetap, apabila si gogol secara terus-menerus mempunyai tanah yang

sama dan tanah tersebut dapat diwariskan kepada ahli warisnya.

Hak gogolan yang bersifat tidak tetap, apabila gogol tersebut tidak secara terus-menerus

memegang tanah gogolan yang sama dan apabila ia meninggal dunia, tanah gogolan kembali
pada desa.
Terhadap tanah gogolan yang bersifat tetap dapat dikonversi menjadi hak milik.
Sedangkan terhadap tanah gogolan yang bersfat tidak tetap dapat dikonversi menjadi hak pakai.
3. Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas swapraja
Daerah swapraja adalah daerah raja-raja semasa pemerintahan kolonial Belanda. Terdapat
beberapa jenis hak swapraja atas tanah:
1. Hak hanggaduh, adalah hak untuk memakai tanah kepunyaan raja. Di Daerah Istimewa
Yogyakarta, semua tanah adalah kepunyaan raja. sedangkan rakyat hanya menggaduh saja. Hak
hanggaduh dapat dikonversi menjadi hak pakai.
2. Hak grant, adalah hak atas tanah atas pemberian hak raja kepada bangsa asing. Hak grant juga
disebut geran datuk, geran sultan atau geran raja. Hak grant terdiri dari tiga macam, yaitu:
o

Grant sultan, adalah hak milik untuk mengusahakan tanah yang diberikan oleh sultan kepada para
kaula swapraja. Hak ini dapat dikonversi menjadi hak milik, hak guna usaha atau hak guna
bangunan, sesuai dengan subyek hak dan peruntukannya.

Grant controleur, diberikan oleh sultan kepada bukan kaula swapraja. Hak ini dikonversi menjadi
hak pakai

Grant deli maatschappy, diberikan oleh sultan kepada deli maatschappy yang berwenang untuk
memberikan bagian-bagian tanah kepada pihak lain. Terhadap konversi hak grant deli
maatschappy, tidak terdapat ketentuan yang mengaturnya. Namun menurut Boediharsono, hak
ini dapat dikonversi menjadi hak pakai karena sifatnya sama dengan hak grant controleur.

3. Hak konsesi dan sewa untuk perusahaan kebun besar. Hak konsesi untuk perusahaan kebun
besar adalah hak-hak untuk mengusahakan tanah swapraja yang diberikan oleh kepala swapraja.
Sedangkan hak sewa untuk perusahaan kebun besar adalah hak sewa atas tanah negara, termasuk
tanah bekas swapraja untuk dipergunakan sebagai perkebunan yang luasnya 25 Ha atau lebih.
Hak-hak ini dapat dikonversi menjadi hak guna usaha

Вам также может понравиться