Вы находитесь на странице: 1из 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di dalam tubuh manusia, terjadi proses metabolisme. Dalam proses
metabolismenya membutuhkan energi dan menghasilkan energi pula.
Energi dalam proses metabolisme diperoleh dari makanan yang
dikonsumsi oleh individu. Sebagian diserap oleh tubuh dan sisanya
dibuang melalui sistem eksresi. Eksresi adalah proses pengeluaran sisasisa metabolisme yang tidak digunakan oleh tubuh melalui organ-organ
eksresi. Sisa-sisa metabolisme harus dikeluarkan dari dalam tubuh karena
akumulasi sisa-sisa metabolisme dapat menyebabkan gangguan fungsi
normal tubuh. Organ-organ eksresi terdiri atas kulit, ginjal, dan paru.
Eliminasi merupakan bagian dari sistem eksresi tubuh. Eliminasi terdiri
dari eliminasi urine dan eliminasi fekal.
B. TUJUAN PENULISAN
Dalam penulisan laporan ini, penulis membagi tujuan menjadi tujuan
umum dan tujuan khusus.
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan laporan ini adalah mendapatkan
gambaran umum tentang asuhan keperawatan pada Ny. X dengan
gangguan eliminasi fekal:diare di RSU Kabupaten Salatiga.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan laporan ini antara lain:
a. Mengetahui bagaimana cara mengkaji klien
b. Mengetahui bagaimana cara mendokumentasikan hasil
pengkajian
c. Mengetahui bagaimana cara merumuskan diagnosa
keperawatan
d. Mengetahui bagaimana cara mendokumentasikan
diagnosa keperawatan
e. Mengetahui bagaimana cara merumuskan intervensi
f. Mengetahui bagaimana cara mendokumentasikan
rumusan intervensi
g. Mengetrahui bagaimana cara mendokumentasikan
implementasi
h. Mengetahui bagaimana cara mendokumentasikan
evaluasi

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Eliminasi merupakan pengeluaran zat-zat sisa metabolisme yang
sudah tidak lagi dibutuhkan oleh tubuh dalam proses aktivitasnya.
Eliminasi sangatlah penting artinya bagi tubuh kita, karena
gangguan proses eliminasi akan mengganggu aktivitas tubuh yang
lain pula.
Jika dalam tubuh kita tidak ada proses eliminasi/pengeluaran, maka
akan terjadi pengakumulasian zat-zat sisa metabolisme yang
nantinya hanya akan menjadi pengganggu kegiatan tubuh individu.
Eliminasi dibedakan menjadi 2, yaitu eliminasi urine/pengeluaran
urine dan eliminasi fekal/bowel/ppengeluaran feses.
Eliminasi urine melibatkan seluruh organ perkemihan mulai dari
ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.
Adanya gangguan pada salah satu organ perkemihan akan
mengganggu proses perkemihan normal individu.
Eliminasi fekal melibatkan seluruh organ pencernaan mulai dari
mulut sampai dengan anus.
Gangguan pada salah satu organ pencernaan akan mengubah
proses eliminasi secara normal.
Pada laporan ini, penulis mengangkat kasus tentang gangguan
eliminasi fekal:diare pada Ny. X. Dari beberapa diagnosa yang
mungkin muncul, penulis mengangkat 1 diagnosa yaitu gangguan
eliminasi bowel:diare berhubungan dengan malabsorbsi,perubahan
proses pencernaan.
Faktor penghambat dalam pemberian asuhan keperawatan pada Ny.
X adalah keterbatasan pengetahuan pengetahuan dan waktu,
sedangkan faktor pendukungnya pasien dapat bekerja sama dengan
baik dengan penulis dan dorongan dari perawat kesehatan yang
lain di ruang Mawar RSU Kabupaten Salatiga.
B. SARAN
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
eliminasi, kita mempunyai tujuan utama yaitu mengembalikan pola normal
eliminasi seorang pasien. Di samping itu, kita juga harus mengatasi
masalah-masalah sampingan yang timbul karena gangguan eliminasi
tersebut.
Komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien baik secara verbal
maupun nonverbal merupakan teknik yang harus dikuasai oleh seorang
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada seorang pasien.

Di dalam melaksanakan asuhan keperawatan, hendaknya perawat


melaksanakannya sesuai dengan diagnosa keperawatan, tujuan dan
intervensi yang telah dirumuskan.
5. Usus besar
Usus besar panjangnya sekitar 1,5 1,8 m dengan diameter 5 6 cm.
Usus besar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kolon ascenden, transversum,
dan descenden. Usus besar merupakan organ utama dalam eliminasi fekal.
Dalam usus besar absorbsi air terjadi.
6. Sekum
Kimus yang tidak diabsorbsi memasuki sekum melalui katup ileo-sekal.
Katup ini merupakan lapisan otot sirkular yang mencegah regurgitasi dan
kembalinya isi kolon ke usus halus.
7. Rektum
Rektum adalah organ yang terletak di bawah kolon sigmoid yang
menghubungkan intestinum maayor dengan anus. Terletak dalam rongga
pelvis di depan os sakrum dan os koksigis. Panjang rektum bervariasi
tergantung pada usianya. Dalam kondisi normal, rektum tidak berisi feses
sampai terjadinya defekasi.
Apabila massa feses atau gas bergerak ke dalam rektum untuk membuat
dindingnya berdistensi, maka proses defekasi dimulai. Saat rektum mengalami
distensi, syaraf sensori distimulisasi dan membawa impuls-impuls yang
menyebabkan relaksasi sfinkter interna, memungkinkan lebih banyak feses yang
memasuki rektum. Pada saat yang sama, impuls bergerak ke otak untuk
menciptakan suatu kesadaran bahwa individu perlu melakukan defekasi. Saat
sfinkter interna relaksasi, sfinkter eksterna juga relaksasi. Pada saat defekasi,
sfinkter eksterna relaksasi. Tekanan untuk mengeluarkan feses dapat dilakukan
dengan meningkatkan tekanan intra abdomen atau melakukan valsava manuver
(mengejan).
Eliminasi fekal dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Usia
Perubahan dalam tahapan perkembangan yang mempengaruhi status
eliminasi terjadi di sepanjang kehidupan. Seorang bayi berlambung kecil
dan mengeksresikan sedikit enzim pencernaan, sehingga beberapa zat
makanan ditoleransi dengan buruk. Pertumbuhan usus besar terjadi
dengan pesat selama masa remaja.
Sistem gastro intestinal pada lansia sering mengalami perubahan sehingga
merusak proses pencernaan dan proses eliminasi (Lueckenotte,1994).
Beberapa lansia mungkin tidak lagi mempunyai gigi sehingga makanan
tidak terkunyah dengan baik. Akibatnya, makanan tidak dapat tercerna
karena jumlah enzim pencernaan di dalam saliva dan volume asam
lambung menurun seiring dengan proses penuaan. Selain itu, pergerakan
peristaltik juga menurun. Lansia juga kehilangan tonus otot pada otot
dasar perineum dan sfinkter anii.

2. Diet
Makanan yang dikonsumsi oleh individu mempengaruhi proses eliminasi.
Makanan pembentuk massa mengabsorbsi cairan sehingga menimbulkan
massa feses. Dengan menstimulasi peristaltik, massa makanan berjalan
dengan cepat melalui usus, mempertahankan feses tetap lunak.
Mengkonsumsi makanan tinggi serat meningkatkan kemungkinan
normalnya pola eliminasi jika faktor lain juga normal. Makanan yang
mengandung gas membuat dinding usus berdistensi, meningkatkan
motilitas kolon. Beberapa jenis makanan seperti susu dan produk-produk
susu, sulit atau tidak mungkin dicerna oleh beberapa individu disebabkan
oleh intoleransi laktosa. Intoleransi terhadap makanan tertentu dapat
mengakibatkan diare, distensi gas dan kram.
3. Asupan Cairan
Asupan cairan yang tidak adekuat atau gangguan yang menyebabkan
hilangnya cairan mempengaruhi katakter feses. Cairan mengencerkan isi
usus, memudahkannya bergerak melalui kolon. Sehingga penurunan
asupan cairan menurunkan motilitas feses ke dalam kolon.
4. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik meningkatkan peristaltik, sementara imobilitasi menekan
mobilitas kolon.
5. Faktor Psikologis
Apabila individu mengalami kecemasan, ketakutan, atau marah, muncul
respon stress yang memungkinkan tubuh membuat pertahanan. Apabila
individu mengalami depresi, sistem syaraf otonom memperlambat impuls
syaraf dan peristaltik menurun.
6. Kebiasaan Pribadi
Kebanyakan individu merasa lebih mudah melakukan defekasi di kamar
mandi sendiri pada waktu yang paling efektif dan paling nyaman bagi
mereka. Refleks gastrokolik adalah refleks paling mudah menstimulasi
untuk menimbulkan defekasi setelah sarapan.
7. Posisi Defekasi
Posisi jongkok merupakan posisi yang normal saat melakukan defekasi
karena individu dapat mengeluarkan tekanan intra abdomen dan
mengontraksikan otot-otot paha. Posisi terlentang untuk klien imobilisasi
tidak memungkinkan klien untuk mengontraksi otot-otot yang digunakan
selama defekasi, sehingga perawat harus membantu klien ke posisi duduk
yang lebih normal pada pispot.
8. Nyeri
Pada sejumlah kondisi, misalnya hemoroid, bedah rektum, fistula rektum,
bedah abdomen dan melahirkan anak dapat menimbulkan rasa tidak
nyaman saat defekasi.
9. Kehamilan
Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan dan ukuran fetus, tekanan
diberikan pada rektum. Konstipasi adalah masalah umum yang timbul
pada trimester akhir. Wanita hamil yang sering mengejan selama defekasi
dapat menyebabkan terbentuknya hemoroid yang permanen.

10. Pembedahan dan Anestesi


Obat-obatan anestesi yang diberikan selama pembedahan membuat
gerakan peristaltik terhenti untuk sementara. Pembedahan yang
melibatkan manipulasi usus secara langsung, akan menghentikan gerakan
peristaltik untuk sementara waktu. Kondisi ini disebut ileus paralitik yang
biasanya berlangsung sekitar 24-48 jam.
11. Obat-obatan
Beberapa obat mempunyai efek samping yang dapat mengganggu
eliminasi. Obat laksatif dan katartik melunakkan feses dan meningkatkan
peristaltik. Penggunaan katartik yang berkepanjangan menyebabkan usus
besar kehilangan tonus ototnya dan menjadi kurang responsif terhadap
stimulasi yang diberikan oleh laksatif. Penggunaan laksatif yang
berlebihan juga dapat menimbulkan diare berat yang dapat menyebabkan
dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
12. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang melibatkan visualisasi struktur gastro
intestinal memerlukan pengosongan usus. Pengosongan usus dapat
mengganggu eliminasi sampai klien dapat makan dengan normal.
Prosedur pemeriksaan dengan Barium menimbulkan pengerasan di dalam
saluran gastro intestinal sehingga dapat menimbulkan konstipasi atau
impaksi usus.
MASALAH DEFEKASI YANG UMUM
Beberapa gangguan yang mengganggu defekasi antara lain:
a. Konstipasi
Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi yang diikuti oleh
pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering.
b. Impaksi
Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras di dalam rektum yang
tidak dapat dikeluarkan. Klien yang menderita kelemahan, kebingungan
atau tidak sadar beresiko mengalami impaksi karena tidak mempunyai
kemampuan untuk defekasi.
c. Diare
Diare adalah peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeluaran feses
yang cair dan tidak berbentuk. Diare merupakan gejala gangguan yang
mempengaruhi proses pencernaan, absorbsi dan sekresi di dalam saluran
gastro intestinal. Tujuan terapi adalah menghilangkan kondisi-kondisi
yang memicu diare dan memperlambat gerakan peristaltik.
d. Inkontinensia
Inkontinensia adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas
dari anus. Kondisi fisik yang merusak fungsi atau kontrol sfinkter anus
dapat menyebabkan inkontinensia.
e. Flatulen
Flatulen terjadi ketika gas terakumulasi di dalam lumen usus. Dinding
usus meregang dan berdistensi. Flatulen adalah penyebab umum abdomen
menjadi penuh, nyeri dan kram. Dalam kondisi normal, gas dalam usus

keluar melalui mulut (sendawa) atau melalui anus (flatus). Namun, jika
ada penurunan motilitas usus, flatulen dapat menjadi cukup berat sehingga
menyebabkan distansi abdomen dan menimbulkan nyeri yang menusuk.
f. Hemoroid
Hemoroid adalah vena-vena yang berdilatasi, membengkak di lapisan
rektum. Ada 2 jenis hemoroid, yaitu hemoroid internal dan hemoroid
eksternal. Penyebeb hemoroid antara lain peningkatan tekanan vena
akibat mengejan saat defekasi, selama kehamilan, gagal jantung kongestif
dan penyakit hati kronis.
PROSES KEPERAWATAN PADA KASUS ELIMINASI FEKAL
1. Fokus Pengkajian
a. Riwayat kesehatan, dengan meninjau ulang pola dan kebiasaan
defekasi klien. Dengan mengidentifikasi pola normal dan
abnormal, kebiasaan dan persepsi klien tentang eliminasi fekal
memungkinkan perawat menentukan masalah klien. Banyak
riwayat keperawatan dapat dikelompokkan berdasarkan faktorfaktor yang mempengaruhi eliminasi:
1) Penentuan pola eliminasi klien yang biasa
2) Identifikasi rutinitas yang dilakukan untuk meningkatkan
eliminasi normal.
3) Gambaran setiap perubahan terbaru dalam pola eliminasi.
4) Deskripsi klien tentang karakteristik feses
5) Riwayat diet
6) Gambaran asupan cairan setiap hari
7) Riwayat olah raga
8) Pengkajian penggunaan alat bantuan buatan di rumah.
9) Riwayat pembedahan atau penyakit yang mempengaruhi
saluran gastro intestinal
10) Keberadaan dan status diversi usus
11) Riwayat pengobatan
12) Status emosional
13) Riwayat sosial
14) Mobilitas dan ketangkasan
b. Pengkajian Fisik, organ-organ utama yang perlu ditinjau kembali:
1) Mulut
inspeksi gigi, lidah, dan gusi klien
2) Abdomen
inspeksi keempat kuadran abdomen untuk melihat
warna, bentuk, kesimetrisan dan warna kulit. Inspeksi adanya
massa, gelombang peristaltik, jaringan parut, pola pembuluh darah
vena, stoma dan lesi. Auskultasi abdomen untuk mengkaji bising
usus di setiap kuadran. Palpasi adanya massa atau nyeri tekan.
Perkusi untuk mendeteksi lesi, cairan atau gas dalam abdomen.
3) Rektum Inspeksi wilayah anus untuk melihat adanya lesi,
perubahan warna inflamasi dan hemoroid. Palpasi dinding rektum
klien untuk mengetahui adanya nodul atau tekstur yang tidak
teratur.

c. Pengkajian Feses
1) Kaji karakteristik feses
untuk mengetahui apakah ada
perubahan terbaru yang terjadi.
2) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik meliputi: spesimen
feses, test Guaiak, pemeriksaan diagnostik (visualisasi langsung
endoskopi/gastroskopi dan visualisasi tidak langsung
menggunakan media kontras).

Вам также может понравиться