Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
MENINGOENSEFALITIS TB
Disusun Oleh :
JEFFRYANDI PARULIAN HUTABARAT
1061050110
Pembimbing :
dr.
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piamater yang dapat terjadi
secara akut dan kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak.
Meningoensefalitis tuberkulosis adalah peradangan pada meningen dan otak yang
disebabkan
oleh
Mikobakterium
tuberkulosis
(TB).
Penderita
dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Falx cerebelli adalah lipatan durameter yang melekat pada protuberantia occipitalis
interna.
Diapharma sellae adalah lipatan sirkuler kecil dari durameter, yang mmenutupi
sella turcica dan fossa pituitary pada os sphenoidalis. Diafragma ini memisahkan
pituitary gland dari hypothalamus dan chiasma opticum. Pada bagian tengah
terdapat lubang yang dilalui oleh tangkai hypophyse.
Pada pemisahan dua lapisan durameter ini, terdapat sinus duramatris yang berisi
darah vena. Sinus venosus/duramatris ini menerima darah dari drainase vena pada otak
dan mengalir menuju vena jugularis interna. Dinding dari sinus-sinus ini dibatasi oleh
endothelium. Sinus pada calvaria yaitu sinus sagitalis superior. Sinus sagitalis inferior,
sinus transverses dan sinus sigmoidea. Sinus pada basis crania antara lain: sinus
occipitalis, sinus sphenoidalis, sinus cavernosus, dan sinus petrosus.
Pada lapisan durameter ini terdapat banyak cabang-cabang pembuluh darah yang
berasal dari arteri carotis interna, a. maxilaris, a.pharyngeus ascendens,a.occipitalis dan
a.vertebralis. Dari sudut klinis, yang terpenting adalah a. meningea media (cabang dari
a.maxillaris) karena arteri ini umumnya sering pecah pada keadaan trauma capitis.
Pada durameter terdapat banyak ujung-ujung saraf sensorik, dan peka terhadapa
rgangan sehingga jika terjadi stimulasi pada ujung saraf ini dapat menimbulkan sakit
kepala yang hebat.
2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang menutupi
otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Mebran ini dipisahkan dari
durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale dan dari piameter oleh cavum
subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid (subarachnoid
space) merupakan suatu rongga/ruangan yang dibatasi oleh arachnoid dibagian luar
dan piameter pada bagian dalam. Dinding subarachnoid space ini ditutupi oleh
mesothelial cell yang pipih. Pada daerah tertentu arachnoid menonjol ke dalam sinus
venosus membentuk villi arachnoidales. Agregasi ini berfungsi sebagai tempat
perembesan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah.
3
mesencephalon (disebut juga brainstem yaitu bagian dari otak yang berkembang dari
bagian tengah tiga vesikel primer, terdiri atas tektum dan pedunculus); dan
rhombencephalon (disebut juga hindbrain,terdiri atas metensefalon (serebelum dan pons)
dan mielensefalon (medulla oblongata).
B. DEFINISI MENINGOENCEPHALITIS
>1 bulan
Streptococcus pneumonia
Neisseria meningitides
Louis, LaCrosse, California vencephalitis viruses) adalah golongan virus yang paling
sering menyebabkan meningoencephalitis. Selain itu virus yang dapat menyebabkan
meningitis yaitu HSV, EBV, CMV lymphocytic choriomeningitis virus, dan HIV. Virus
mumps adalah virus yang paling sering menjadi penyebab pada pasien yang tidak
tervaksinasi sebelumnya. Sedangkan virus yang jarang menyebabkan meningitis yaitu
Borrelia burgdorferi (lyme disease), B. hensalae (cat-scratch virus), M. tuberculosis,
Toxoplasma, Jamus (cryptococcus, histoplasma, dan coccidioides), dan parasit
(Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri, Acanthamoeba).
Encephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang biasanya
merupakan suatu proses akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi encephalomyelitis,
penyakit degeneratif kronik, atau slow viral infection. Encephalitis merupakan hasil dari
inflamasi parenkim otak yang dapat menyebabkan disfungsi serebral. Encephalitis sendiri
dapat bersifat difus atau terlokalisasi. Organisme tertentu dapat menyebabkan encephalitis
dengan satu dari dua mekanisme yaitu (1). Infeksi secara langsung pada parenkim otak
atau (2) sebuah respon yang diduga berasal dari sistem imun (an apparent immunemediated response) pada sistem saraf pusat yang biasanya bermula pada beberapa hari
setelah munculnya manifestasi ekstraneural.
Subakut
HIV
JC virus
Prion-associated encephalopathies
(Creutzfeldt-Jakob disease, kuru)
Enteroviruses
Herpesviruses
Herpes simplex viruses
Epstein-Barr virus
Varicella-zoster virus
Human herpesvirus-6
Human herpesvirus-7
HIV
Influenza viruses
Lymphocytic choriomeningitis virus
Measles virus (native atau vaccine)
Mumps virus (native atau vaccine)
Virus rabies
Virus rubella
Virus adalah penyebab utama pada infeksi encephalitis akut. Encephalitis juga dapat
merupakan hasil dari jenis lain seperti infeksi dan metabolik, toksik dan gangguan
neoplastik. Penyebab yang paling sering menyebabkan encephalitis di U.S adalah
golongan arbovirus (St. Louis, LaCrosse, California, West nile encephalitis viruses),
enterovirus, dan herpesvirus. HIV adalah penyebab penting encephalitis pada anak dan
dewasa dan dapat berupa acute febrile illness.
yang
umum
menyebabkan
meningitis
(seperti
N.Meningitidis,
Konsekuensi pokok dari proses ini adalah rusaknya mekanisme sawar darah otak, edema
otak, hipoperfusi aliran darah otak, dan neuronal injury.
Akibat kerusakan yang disebabkan oleh respons tubuh terhadap infeksi, agen antiinflamasi berbagai telah digunakan dalam upaya untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas meningitis bakteri. Hanya deksametason yang telah terbukti efektif.
Meningitis viral atau meningitis aseptik adalah infeksi umum pada sebagian besar
infeksi sistem saraf pusat khususnya pada anak-anak < 1 tahun. Enterovirus adalah agen
penyebab paling umum dan merupakan penyebab penyakit demam tersering pada anak.
Patogen virus lainnya termasuk paramyxoviruses, herpes, influenza, rubella, dan
adenovirus. Meningitis dapat terjadi pada hampir setengah kejadian dari anak-anak < 3
bulan dengan infeksi enterovirus. infeksi enterovirus dapat terjadi setiap saat selama tahun
tetapi dikaitkan dengan epidemi di musim panas dan gugur. Infeksi virus menyebabkan
respon inflamasi tetapi untuk tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan infeksi
bakteri. Kerusakan dari meningitis viral mungkin karena adanya ensefalitis terkait dan
tekanan intrakranial meningkat.
Meningitis
karena
jamur
jarang
terjadi
tetapi
dapat
terjadi
pada
pasien
laboratorium.
Namun,
manfaatnya
terbatas
pada
sejumlah
patogen
diidentifikasi.
10
Virus West Nile adalah menjadi penyebab utama ensefalitis, disebabkan oleh arbovirus
dari keluarga Flaviviridae. Nyamuk dan migrasi burung merupakan peantara dalam
penyebaran infeksi virus ini. Nyamuk menggigit manusia dan manusia adalah dead-end
host bagi virus. Sebagian besar manusia tidak menularkan infeksi ini. Sekitar 1 infeksi
bergejala berkembang untuk setiap 120-160 orang tanpa gejala. Namun pada orang dewasa
beresiko terkena penyakit bergejala. Hal ini telah menjadi masalah kesehatan publik yang
lebih besar, mengingat bahwa penyebaran terjadi karena migrasi burung. Kasus pertama
diidentifikasi di New York City pada tahun 1999, dengan kasus tambahan yang
diidentifikasi dalam tahun-tahun berikutnya di seluruh Amerika Serikat.
Ensefalitis dapat ditularkan dengan cara lain. Ensefalitis Herpetic dan rabies adalah
dua contoh, di mana penularan masing-masing terjadi melalui kontak langsung dan gigitan
mamalia. Dalam kasus ensefalitis herpes, terdapat bukti reaktivasi virus dan transmisi
intraneuronal sehingga menyebabkan ensefalitis.
E. PENDEKATAN DIAGNOSIS MENINGOENCEPHALITIS
ANAMNESIS
1. Anamnesis pada meningitis bakterial
- Riwayat pada anak yang merupakan faktor resiko seperti: semakin muda anak semakin
kecil kemungkinan ia untuk menunjukan gejala klasik yaitu demam, sakit kepala, dan
meningeal; trauma kepala; splenektomi; penyakit kronis; dan anak dengan selulitis
wajah, selulitis periorbital, sinusitis, dan arthritis septic memiliki peningkatan risiko
-
meningitis.
Meningitis pada periode neonatal dikaitkan dengan infeksi ibu atau pireksia saat proses
persalinan sedangkan meningitis pada anak < 3 bulan mungkin memiliki gejala yang
sangat spesifik, termasuk hipertermia atau hipotermia, perubahan kebiasaan tidur atau
makan, iritable atau kelesuan, muntah, menangis bernada tinggi, atau kejang.
Setelah usia 3 bulan, anak dapat menampilkan gejala yang lebih sering dikaitkan
dengan meningitis bakteri, dengan demam, muntah , lekas marah, lesu, atau perubahan
perilaku
Setelah usia 2-3 tahun, anak-anak mungkin mengeluh sakit kepala, leher kaku, dan
fotofobia
11
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi untuk campak, gondok dan rubella beresiko
mengalami meningoencephalitis viral
Pada bayi muda temuan yang pasti mengarah ke meningitis jarang spesifik:
a. Hipotermia atau mungkin bayi demam
b. Ubun-ubun membumbung, diastasis (pemisahan) pada sutura jahitan, dan kaku
kuduk tapi biasanya temuan ini muncul lambat.
Saat anak tumbuh lebih tua, pemeriksaan fisik menjadi lebih mudah dicari.
a. tanda-tanda meningeal lebih mudah di amati (misalnya, kaku kuduk, tanda kernig
positif dan Brudzinski juga positif)
b. tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari pasien yang
berhubungan dengan prognosis yang buruk
c. Kejang terjadi pada 30% anak dengan meningitis bakteri
d. Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 % dari pasien dan
-
kecuali ada oklusi sinus vena, empiema subdural, atau abses otak.
Pada infeksi ensefalitis akut biasanya didahului oleh prodrome beberapa hari gejala
spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan keluhan perut,
yang diikuti dengan gejala khas kelesuan progresif, perubahan perilaku, dan defisit
neurologis. Kejang yang umum pada presentasi. Anak-anak dengan ensefalitis juga
mungkin memiliki ruam makulopapular dan komplikasi parah, seperti fulminant coma,
transverse myelitis, anterior horn cell disease (polio-like illness), atau peripheral
neuropathy. Selain itu temuan fisik yang umum ditemukan pada ensefalitis adalah
demam, sakit kepala, dan penurunan fungsi neurologis. Penurunan fungsi saraf
termasuk berubah status mental, fungsi neurologis fokal, dan aktivitas kejang. Temuan
ini dapat membantu mengidentifikasi jenis virus dan prognosis. Misalnya akibat
infeksi virus West Nile, tanda-tanda dan gejala yang tidak spesifik dan termasuk
demam, malaise, nyeri periokular, limfadenopati, dan mialgia. Selain itu terdapat
beberapa temuan fisik yang unik termasuk makulopapular, ruam eritematous;
kelemahan otot proksimal, dan flaccid paralysis.
sedang, normal atau sedikit lebih tinggi, dan glukosa normal. Sedangkan pada encephalitis
menunjukkan pleositosis limfositik, ketinggian sedikit kadar protein, dan kadar glukosa
normal. Peningkatan eritrosit dan protein CSF dapat terjadi dengan HSV. Extreme
peningkatan protein dan rendahnya kadar glukosa menunjukan infeksi tuberkulosis, infeksi
kriptokokus, atau carcinomatosis meningeal. Cairan serebrospinal harus dikultur untuk
mengetahui bakteri, jamur, virus, dan mikobakteri yang menginfeksi. PCR digunakan
untuk mendiagnosis enterovirus dan HSV karena lebih sensitif dan lebih cepat dari biakan
virus. Leukositosis adalah umum ditemukan. Kultur darah positif pada 90% kasus.
Pemeriksaan
Electroencephalogram
(EEG)
dapat
mengkonfirmasi
komponen
ensefalitis. EEG adalah tes definitif dan menunjukkan aktivitas gelombang lambat,
walaupun perubahan fokal mungkin ada. Studi neuroimaging mungkin normal atau
mungkin menunjukkan pembengkakan otak difus parenkim atau kelainan fokal.
Serologi studi harus diperoleh untuk arbovirus, EBV, Mycoplasma pneumoniae, catscratch disease, dan penyakit Lyme. Sebuah uji IgM serum atau CSF untuk infeksi virus
West Nile tersedia, tetapi reaktivitas silang dengan flaviviruses lain (St Louis ensefalitis)
dapat terjadi. pengujian serologi tambahan untuk patogen kurang umum harus dilakukan
seperti yang ditunjukkan oleh perjalanan, sosial, atau sejarah medis. Selain pengujian
serologi, sampel CSF dan tinja dan usap nasofaring harus diperoleh untuk biakan virus.
Dalam kebanyakan kasus ensefalitis virus, virus ini sulit untuk mengisolasi dari CSF.
Bahkan dengan pengujian ekstensif dan penggunaan tes PCR, penyebab ensefalitis masih
belum ditentukan di satu pertiga dari kasus.
Biopsi otak mungkin diperlukan untuk diagnosis definitif dari penyebab ensefalitis,
terutama pada pasien dengan temuan neurologik fokal. Biopsi otak mungkin cocok untuk
pasien dengan ensefalopati berat yang tidak menunjukkan perbaikan klinis jika diagnosis
tetap tidak jelas. HSV, rabies ensefalitis, penyakit prion-terkait (Creutzfeldt-Jakob penyakit
dan kuru) dapat didiagnosis dengan pemeriksaan rutin kultur atau biopsi patologis jaringan
otak. Biopsi otak mungkin penting untuk mengidentifikasi arbovirus dan infeksi
Enterovirus, tuberkulosis, infeksi jamur, dan penyakit non-menular, terutama primer SSP
vasculopathies atau keganasan.
Tabel 3. Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal
14
Tekanan
Leukosit (/L)
Normal
50-180
mm H2O
Meningitis
bakterial akut
Biasanya
meningkat
<4; 60-70%
limfosit,
30-40%
monosit,
1-3% neutrofil
100-60,000 +;
biasanya
beberapa ribu;
PMNs
mendominasi
Meningitis
bakterial yang
sedang
menjalani
pengobatan
Normal
atau
meningkat
Tuberculous
meningitis
Biasanya
meningkat
: dapat
sedikit
meningkat
karena
bendunga
n cairan
serebrospi
nal pada
tahap
tertentu
Biasanya
meningkat
Fungal
Protein
(mg/dL)
20-45
Glukosa
(mg/dL)
>50 atau 75%
glukosa darah
keterangan
100-500
Terdepresi
apabila
dibandingkan
dengan
glukosa
darah;
biasanya <40
Terdepresi
atau normal
Organisme
dapat dilihat
pada Gram
stain dan
kultur
1-10,000;
didominasi
PMNs tetapi
mononuklear
sel biasa
mungkin
mendominasi
Apabila
pengobatan
sebelumnya
telah lama
dilakukan
10-500; PMNs
mendominasi
pada awalnya
namun
kemudian
limfosit dan
monosit
mendominasi
pada akhirnya
>100
Organisme
normal dapat
dilihat;
pretreatment
dapat
menyebabkan
CSF steril
100-500;
lebih
tinggi
khususnya
saat
terjadi
blok
cairan
serebrospi
nal
<50 usual;
menurun
khususnya
apabila
pengobatan
tidak adekuat
Bakteri tahan
asam mungkin
dapat terlihat
pada
pemeriksaan
usap CSF;
25-500; PMNs
mendominasi
20-500
<50;
menurun
Budding yeast
dapat terlihat
15
Viral meningitis
atau
meningoencefali
tis
Normal
atau
meningkat
tajam
Abses (infeksi
parameningeal)
Normal
atau
meningkat
pada awalnya
namun
kemudian
monosit
mendominasi
pada akhirnya
PMNs
20-100
mendominasi
pada awalnya
namun
kemudian
monosit
mendominasi
pada akhirnya ;
jarang lebih dari
1000 sel kecuali
pada eastern
equine
0-100 PMNs
20-200
kecuali pecah
menjadi CSF
khususnya
apabila
pengobatan
tidak adekuat
Secara umum
normal; dapat
terdepresi
hingga 40
pada beberapa
infeksi virus
(15-20% dari
mumps)
Normal
Profil
mungkin
normal
Kejang demam
Meningitis
Encephalitis
Intracranial abscess
Sekuele dari edema otak
6. Infark cerebral
7. Perdarahan cerebral
8. Vaskulitis
9. Measles
10. Mumps
16
11.
G. PENANGANAN MENINGOENCEPHALITIS
12.
13. Table 100-3. Initial Antimicrobial Therapy by Age for Presumed Bacterial Meningitis
15. Age
16. Recommended Treatment
17. Alternative
Treatments
18. Newborns (0-28
19. Cefotaxime or ceftriaxone
20. Gentamicin plus
days)
plus ampicillin with or
ampicillin
without gentamicin
21.
22.
23. Ceftazidime plus
ampicillin
24. Infants and
25. Ceftriaxone or cefotaxime
26. Cefotaxime or
toddlers (1 mo-4
plus vancomycin
ceftriaxone plus
yr)
rifampin
27. Children and
28. Ceftriaxone or cefotaxime
29. Ampicillin plus
adolescents (5-13
plus vancomycin
chloramphenicol
yr) and adults
30.
1.
31. Penatalaksanaan
Perawatan umum
a. Penderita dirawat di rumah sakit.
b. Mula mula cairan diberikan secara infus dalam jumlah yang cukup dan jangan
berlebihan.
c. Bila gelisah diberi sedativa seperti Fenobarbital atau penenang.
d. Nyeri kepala diatasi dengan analgetika.
e. Panas diturunkan dengan :
Kompres es
Paracetamol
Asam salisilat
32.
Pada anak dosisnya 10 mg/kg BB tiap 4 jam secara oral
f.
34.
35.
36.
37.
38.
Diazepam
Dewasa : dosisnya 10 20 mg IV
Anak : dosisnya 0,5 mg/kg BB IV
Fenobarbital
Dewasa : dosisnya 6 120 mg/hari secara oral
Anak : dosisnya 5 6 mg/kg BB/hari secara oral
Difenil hidantoin
Dewasa : dosisnya 300 mg/hari secara oral
Anak : dosisnya 5 9 mg/kg BB/hari secara oral
39. g. Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis purulenta diberantas dengan obat
obatan atau dengan operasi
40. h. Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan :
Manitol
41. Dosisnya 1 1,5 mg/kg BB secara IV dalam 30 60 menit dan dapat
2.
Pemberian Antibiotika.
47.
Antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa
menunggu hasil biakan. Baru setelah ada hasil biakan diganti dengan antibiotika yang
sesuai. Pada terapi meningitis diperlukan antibiotika yang jauh lebih besar daripada
konsentrasi bakterisidal minimal, oleh karena :
Dengan menembusnya organisme ke dalam ruang sub araknoid berarti daya tahan
host telah menurun.
Keadaan likuor serebrospinalis tidak menguntungkan bagi leukosit dan fagositosis
tidak efektif.
Pada awal perjalanan meningitis purulenta konsentrasi antibodi dan komplemen
48.
53.
Umur 1 2 bulan
BB/hari
54.
55.
BB/hari
56.
dibagi dalam 4 kali pemberian.
57.
Dewasa
:
8 12 gram/hari
58.
dibagi dalam 4 kali pemberian.
b. Gentamisin
59.
Diberikan secara intravena
60.
Dosis
: Prematur :
5 mg/kg BB/hari
61.
dibagi dalam 2 kali pemberian.
62.
Neonatus :
7,5 mg/kg BB/hari
63.
dibagi dalam 3 kali pemberian.
64.
Bayi dan dewasa :
5 mg/kg BB/hari
65.
dibagi dalam 3 kali pemberian.
c. Kloramfenikol
66.
Diberikan secara intravena
67.
Dosis
: Prematur :
25 mg/kg BB/hari
68.
dibagi dalam 2 kali pemberian.
69.
Bayi genap bulan :
50 mg/kg BB/hari
70.
dibagi dalam 2 kali pemberian.
71.
Anak:
100 mg/kg BB/hari
72.
dibagi dalam 4 kali pemberian.
73.
74.
Dewasa
:
4 8 gram/hari
75.
dibagi dalam 4 kali pemberian.
d. Sefalosporin
76.
Diberikan secara intravena
Sefotaksim
77.
Dosis :
Prematur & neonatus :
50 mg/kg
BB/hari
78.
79.
BB/hari
80.
81.
82.
Sefuroksim
83.
Dosis :
84.
85.
86.
87. Bila dilakukan kultur dan bakteri penyebab dapat ditemukan, biasanya antibiotika yang
digunakan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut ini
88.
Tabel 2.7: Pilihan antibiotik berdasakan kuman penyebab
89.
90. Kuman
N
93.
1
97.
2
penyebab
94. H.
influenzae
98. S.
pneumoniae
91. Pilihan
92. Alternatif
pertama
95. Ampisili
lain
96. Cefotaksim
n
99. Penisillin
G
100.
Kloramfenikol
101.
102.
103.
104.
N. meningitidis
Penisillin G
Kloramfenikol
105.
106.
107.
108.
S. aureus
Nafosillin
Vancomisin
109.
110.
112.
113.
S. epidermitis
111.
Sefotaksim
Ampisillin bila
sensitif dan
Enterobacteriac
atau ditambah
eae
aminoglikosid
a secara
114.
115.
116.
intrateca.
117.
Pseudomonas
Pipersillin +
Sefotaksim
Tobramis
118.
119.
Streptococcus
120.
123.
Group A / B
124.
in
121.
122.
Penicillin G
Vankomisin
126.
128.
Streptococcus
125.
Ampisillin +
127.
129.
Group D
130.
Gentamisin
131.
Ampisillin
monocytoge
132.
Trimetoprim
133.
Sulfametoksasol
nes
134.
135.
pendukung
tekanan intrakranial dan untuk mempertahankan tekanan perkusi serebral yang memadai
dan oksigenasi.
137.
138.
139.
1.
140.
2.7.10 Prognosis
Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada :
Umur : Anak
Makin muda makin baguS prognosisnya
Dewasa
Makin tua makin jelek prognosisnya
141.
2.
3.
4.
5.
Kuman penyebab
Lama penyakit sebelum diberikan antibiotika
Jenis dan dosis antibiotika yang diberikan
penyakit yang menjadi faktor predisposisi.
142. Pada banyak kasus, penderita meningitis yang ringan dapat sembuh
169.
170.
BAB III
KESIMPULAN
171.
172.
terjadi kerusakan otak dan saraf secara permanen, dan biasanya memerlukan terapi
jangka panjang.
173.
174.
175.
176.
177.
178.
179.
180.
181.
182.
183.
184.
185.
186.
187.
DAFTAR PUSTAKA
188.
1.
Harsono.
2.
http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm
Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus.
3.
URL:http://library.usu.ac.id/download/fk/bedahiskandar%20japardi23.pdf
Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The New
England
2003.
Journal
Meningitis.
of
Kapita
Medicine.
Selekta
336
Neurologi.
USU
2
digital
708-16
URL
library
URL
4.
:http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf
Cambell W, DeJongs The Neurologic Examination Sixth edition, Lippincott Williams
5.
6.
7.
2004; 7-111
Juwono T, Pemeriksaan Klinik Neurologi dalam Praktek. EGC, Jakarta; 5-53
Posner JB, Schiff ND, Saper CB, Plum F, Plum and Posner Diagnosis of Stupor and
Coma fourth edition, Oxford University Press, Oxford, 2007; 38-42
8.
9.
10.
11.
12.
The
New
England
Journal
of
:http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf
189.
Medicine.
12
355
URL