Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1 Kategori A : Obat yang telah dipakai oleh sejumlah wanita hamil dan wanita
mampu hamil tanpa disertai kenaikan frekuensi malformasi janin atau pengaruh
buruk, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap janin. Contoh obat yang
masuk kategori ini misalnya antipiretik parasetamol, antibiotika penisilin, isoniazid,
glikosida jantung, eritromisin, bahan-bahan hemopoetik seperti besi dan asam folat,
dan lain-lain.
2 Kategori B : Obat-obat dimana pengalaman pemakaian oleh wanita hamil atau
mampu hamil masih terbatas tetapi tidak ada kenaikan frekuensi malformasi janin
atau pengaruh buruk secara langsung maupun tidak langsung terhadap janin. Karena
riwayat pengalaman pemakaian pada manusia terbatas, maka kelompok ini terbagibagi berdasarkan penemuan-penemuan studi toksikologi pada binatang.
1 B1 : Penelitian pada binatang tidak menunjukkan adanya kenaikan kejadian kerusakan
janin (fetal damage ). Misalnya obat-obat simetidin, dipiridamol, spektinomisin.
2 B2 : penelitian pada binatang tidak memadai dan masih kurang, tetapi data yang ada
juga tidak menunjukkan peningkatan kejadian kerusakan janin. Sebagai contoh adalah
amfoterisin, dopamine, asetil kistein, alkaloid beladona, dan lain-lain.
3 B3 : penelitian pada binatang menunjukkan peningkatan kejadian kerusakan janin ,
tetspi belum tentu bermakna pada manusia. Contoh karbamasepin, pirimetamin,
griseofulvin, trimetoprim, dan mebendazol.
3 Kategori C : obat-obat yang karena efek farmakologiknya dapat menyebabkan
pengaruh buruk pada janin tanpa disertai malformasi anatomik. Pengaruk ini
kemungkinan dapat membaik kembali ( reversible ). Misalnya fenotiazin, analgetika
narkotika, antiinflamasi non steroid, aspirin, rifampisin, antiaritmia, Ca-channel
blocker, diuretika dan lain-lain.
4 Kategori D : Obat-obat yang telah menyebabkan kenaikan kejadian malformasi
janin pada manusia atau menyebabkan menyebabkan kerusakan pada janin yang tidak
dapat membaik lagi. ( ireversibel ). Obat-obat ini juga mempunyai efek farmakologik
yang merugikan terhadap janin . Contoh : Fenitoin, pirimidon, fenobarbiton, valproat,
klonasepam, kinine, kaptopril, obat-obat sitotoksik, antikoagulan, androgen, dan
steroid anabolic dan lain-lain. Pemakaian pada kehamilan harus dihindari sedapat
mungkin.
5 Kategori X : obat-obat yang telah terbukti mempunyai resiko tinggi untuk dipakai
pada kehamilan karena pengaruh yang menetap ( ireversibel ) terhadap janin.
Kontraindikasi mutlak pada kehamilan atau kemungkinan hamil. Termasuk disini
A. Cephalosporin
B. Penicillin
Penisilin relatif aman jika diberikan pada masa kehamilan, meskipun dapat melintasi
plasenta dan mencapai kadar terapetik, baik pada janin maupun pada cairan amnion.
Kadarnya dalam cairan amnion sedikit lebih rendah jika diberikan pada trimester pertama
kehamilan8. Tidak pernah dilaporkan menyebabkan kelainan pada janin, hanya kadangkadang ditemukan reaksi alergi pada ibu9.
7 Amoxycillin,
ampicillin,
benzathine
phenoxymethylpenicillin, procaine penicillin A
penicillin,
benzylpenicillin,
C. Tetrasiklin
Tetrasiklin dapat dengan mudah melintasi plasenta dan mencapai kadar terapetik pada
sirkulasi fetal. Jika diberikan pada trimester pertama kehamilan, tetrasiklin menyebabkan
deposisi tulang in utero, yang pada akhirnya akan menimbulkan gangguan pertumbuhan
tulang , terutama pada bayi prematur. Meskipun hal ini bersifat tidak menetap (reversibel)
dan dapat pulih kembali setelah proses remodelling, tetapi sebaiknya tidak diberikan pada
periode tersebut.
Pada trimester kedua dan ketiga kehamilan, pemberian tetrasilin akan mengakibatkan
terjadinya perubahan pada warna gigi (menjadi kekuning-kuningan) yang bersifat
menetap disertai hipoplasia enamel. Ada pula bukti yang menunjukkan bahwa terjadinya
katarak kongenital kemungkinan besar berkaitan dengan pemberian tetrasiklin pada ibu
yang mendapat tetrasiklin pada umur kehamilan 8-12 minggu.
Demeclocycline, doxycycline, minocycline, tetracycline D
9
D. Aminoglycosida
12 Clarithromycin B3
13 Erythromycin A
12 G. Antibiotika Jenis Lainnya
1. Atovaquone, colistin IV , meropenem, metronidazole, vancomycin B2
Metronidazol telah dikenal lama sebagai antiprotozoa, yang umumnya digunakan untuk
mengobati trikhomoniasis, giardiasis dan amubiasis serta infeksi yang disebabkan oleh
bakteri anaerob. Akhir-akhir ini pemakaiannya dalam klinik meningkat, baik digunakan
secara tunggal maupun kombinasi dengan antibiotika lain, khususnya untuk infeksiinfeksi gastriinstastinal, dimana sering melibatkan kuman anaerob. Kadar metronidazol
dalam serum dan waktu paruh eliminasi pada wanita hamil tidak berbeda dengan
kadarnya pada wanita tidak hamil.
Banyak peneliti menyatakan bahwa metronidazol bersifat mutagen dan karsinogen.
Metronidazol dapat meningkatkan kecepatan mutasi spontan beberapa bakteri aerob in
vitro. Telah pula dilaporkan pula pemakaian pada binatang uju dengan dosis sangat tinggi
memberikan efek karsinogenik, tetapi hingga saat ini data mengenai efek buruk pada
janin belum diketahui. Ini bukan berarti penggunaan metrinidazol pada wanita hamil
dapat dianggap aman.
pemakaian metronidazol tidak dianjurkan pada trimester I, apabila karena terpaksa harus
diberikan pada trimester II dan III maka jangan diberikan dalam dosis yang besar dan
dalam jangka waktu yang lama. Walaupun tidak terbukti bahwa metronidazol bersifat
teratogen pada binatang uji , tetapi sebaiknya dihindari pemberiannya pada wanita hamil
karena dikhawatirkan dapat memacu perubahan pada human lymphocites.
2. Aztreonam, mupirocin, spectinomycin B1
3. Chloramphenicol, clindamycin, lincomycin, nalidixic acid A
Kloramfenikol merupakan antibiotika yang terutama bersifat bakteriostatik, dengan
potensi menghambat sintesis protein bakteri . Selama ini kloramfenikol sangat populer
untuk mengobati tifus abdominalis atau boleh dikata sebagai obat pilihan pertama. Jika
diberikan pada wanita hamil, kadar dalam plasma fetal berkisar antara 33% 80% dari
kadar dalam plasma ibu. Biotransformasi kloramfenikol terutama terjadi melalui
glukorinidasi pada hepar dan eiliminasi pada ginjal. Pemberian klormfenikol pada wanita
hamil, terutama trimester dua dan tiga dimana hepar belum matur dapat menyebabkan
terjadinya sidrioma Grey pada bayi yang ditandai dengan kulit sianotik, sehingga bayi
tampak keabu-abuan, hipotermia, muntah, abdomen protuberant dan menunjukkan reaksi
menolak menghisap susu disamping pernapasan yang cepat dan tidak teratur serta letargi.
Resiko ini meningkat pada bayi-bayi yang prematur.
4. Clavulanic acid B1
5. Fusidic acid C
6. Imipenem-cilastatin combination, teicoplanin, tinidazole B3
7. Nitrofurantoin (terapi jangka pendek) A
Nitrofurintoin lebih banyak digunakan sebagai antiseptik pada saluran kencing. Karena
dimetabolisme dan dieksresi secara cepat, tidak pernah terdeteksi dalam kadar yang
cukup (baik di sirkulasi maupun jaringan) untuk menimbulkan efek antibikteri sistemik.
Jika diberikan pada awal kehamilan, kadar nitrofurantoin pada jaringan fetal lebih tinggi
dibanding ibu, tetapi kadarnya dalam plasma sangat rendah. Dengan makin bertambahnya
umur kehamilan, kadar nitrofurontoin dalam plasma janin juga meningkat8.
Sejauh ini belum terbukti bahwa nitrofurontoin dapat menimbulkan terjadinya
malformasi janin. Namun perhatian harus diberikan, terutama pada kehamilan cukup
bulan dimana tidak mustahil pemberian nitrofurintoin harus dihindari terutama oleh
karena potensinya untuk menimbulkan anemia hemolitik pada janin, mengingat belum
sempurnanya sistem enzim glukose 6 phosfat dehidrogenase (G6PD).
8. Pentamidine B3
9. Trimethoprim B3
10. Sulfonamid
Sulfonamid (terutama dalam bentuk kombinasi, misalnya dengan trimetoprim) lebih
banyak dikenal untuk mengobati infeksi saluran kemih, bahkan sebagai drug of choice.
Sulfonamid dikenal sebagai penghambat kompetitif oleh karena mampu berkompetisi
dengan PABA (Para Amino Benzoic Acid) yang sangat diperlukan pada pembentukan
asam folat bakteri dengan membentuk analog asam folat non fungsional, sehingga secara
tidak langsung menghambat pertumbuhan bakteri.
Semua obat yang tergolong sulfonamid dapat melintasi plasenta dan masuk sirkulasi
janin, meskipun dalam kadar yang lebih rendah atau sama dengan kadar dalam tubuh ibu.
Pemakainnya pada wanita hamil harus dihindari, terutama pada akhir masa kehamilan
mengingat sulfonamid mampu mendesak bilirubin dari tempat ikatannya oleh protein dan
menyebabkan kern ikterus pada bayi yang baru dilahirkan. Keadaan ini mungkinn akan
menetap sampai 7 hari setelah bayi lahir.
Sulfadoxine, sulfadiazine, sulfamethizole, sulfamethoxazole C
11. Trimethoprim-sulfonamide combinations C
Referensi :
13 Wood, A. J. J, Drug in Pregnancy, 1998, Volume 338 Number 16 1128- 1137
14 Nejm , Antagonist During Pregnancy And The Risk Of Birth Defects, November
30, 2000, Volume 343 Number 22, 1608 1614