Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Menurut WHO kanker leher rahim (serviks) merupakan jenis kanker yang paling
banyak pengidapnya. Tiap tahun ada 500 ribu kasus baru kanker serviks di dunia.
Hampir semua (99%) kanker serviks disebabkan oleh infeksi human papiloma virus
(HPV). Infeksi human papiloma virus sangat mudah terjadi. Diperkirakan tiga per
empat dari jumlah orang yang pernah melakukan hubungan seks, laki-laki maupun
perempuan mengalaminya. (Romauli, 2009)
Indonesia merupakan negara kedua di dunia setelah Cina yang memiliki pengidap
kanker leher rahim terbanyak. Kanker di uterus atau Rahim sebenarnya adalah
kanker pada badan rahim, yang sebenarnya mempunyai perbedaan jaringan dengan
leher rahim. Penyakit ini lebih sering menyerang wanita usia lanjut, terutama wanita
yang telah mengalami menopause dan masih aktif dalam kegiatan seksual hendaknya
secara rutin melakukan pemeriksaan papsmear. (Ghofar, 2009)
Faktor resiko terjadinya kanker leher rahim yang terjadi pada wanita meliputi usia
pernikahan yang terlalu dini (kurang dari 18 tahun) atau memulai aktivitas seksual
pada usia muda, wanita yang merokok, kebersihan genetalia yang buruk, wanita yang
melahirkan lebih dari 3 kali, wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi dan sering
berganti-ganti pasangan (Yatim, 2008).
Insiden kanker serviks menurut DEPKES, 100 per 100.000 penduduk pertahun,
sedangkan dari data Laboratorium Patologi Anatomi seluruh Indonesia, frekuensi
kanker serviks paling tinggi di antara kanker yang ada di Indonesia, penyebarannya
terlihat bahwa 92,4% terakumulasi di Jawa dan Bali (Depkes, 2010). Tingginya
angka kejadian kanker seviks pada negaran berkembang disebabkan karena
kurangnya skrining seperti pap smear dn pengobatan sehingga mayoritas penderita
datang berobat saat sudah berada pada stadium lanjut.
Pap smear di beberapa negara maju telah berhasil menekan jumlah kasus kanker
serviks, baik dari jumlah maupun stadiumnya. Akan tetapi, bagi negara-negara yang
tergolong miskin dan berkembang termasuk Indonesia, kebijakan program skrining
kanker serviks kiranya masih sangat tersangkut dengan banyak kendala. Menurut
Prawoto (2000) dan Ramli (2000) kendala yang terganjal di antaranya adalah masih