Вы находитесь на странице: 1из 8

ARSITEKTUR HIJAU PADA PERKANTORAN DI SUDIRMAN

GREEN ARCHITECTURE ON OFFICES AT SUDIRMAN


NABILA DEWANTARI
052.11.026
Jurusan Arsitektur FTSP Universitas Trisakti
Jl. Kyai Tapa No. 1, Grogol, Jakarta 11440
dewantari@rocketmail.com
ABSTRAK
Sudirman merupakan sebuah daerah di Jakarta yang tropis, didominasi oleh gedung-gedung
perkantoran. Kebanyakan gedung perkantoran disana dibangun pada masa International Style
sedang menjamur yaitu era 1980an. Sehingga bangunan didominasi oleh kaca mati yang
sangat tidak merespon iklim tropis dan dan kebutuhan lingkungan kota Jakarta. Akibatnya
penggunaan pendingin ruangan secaraa maksimal, pemborosan energi lainnya dan
pencemaran lingkungan semakin menjadi. Sehingga penerapan enam aspek arsitektur hijau
yaitu konservasi energi, kerjasama dengan iklim, pengurangan pemakaian sumber daya baru,
kesesuaian untuk pengguna dan tapak serta cakupan banyak aspek yang saling mendung
merupakan solusi yang tepat untuk bangunan perkantoran di daerah Sudirman.
Kata kunci: arsitektur hijau, perkantoran, Sudirman, Jakarta, lingkungan
ABSTRACT
Sudirman is a region in tropic Jakarta dominated by office buildings. Most of those buildngs
were built in International Style era on 1980s. So glasses dominate those buildings, which
doesnt respond the tropical climate and Jakarta environmental needs. It causes maximum
usage of air conditioner, another energy waste, and more environmental pollution.
Application of six green architecture aspects such as energy conservation, working with
climate, minimizing new resources, respect for user and site, and holiscm are the right
solutions for office buildngs in Sudirman
Keywords: green architecture, offices, Sudirman, Jakarta, environment

A. PENDAHULUAN
A.1 LATAR BELAKANG
Sudirman merupakan daerah yang paling
didominasi gedung perkantoran dan masih
mungkin dibangun lagi. Terletak di daerah
perbatasan Jakarta Pusat dan Jakarta
Selatan yang memiliki iklim tropis dimana
sinar matahari bersinar hampir sepanjang
tahun diselingi curah hujan di waktu yang
di masa ini sudah tidak menentu. Iklim
yang sudah tidak menentu itu sendiri
merupakan akibat dari kecerobohan
manusia Jakarta dalam menjaga alamnya.

Pembangunan gedung-gedung perkantoran


yang sangat pesat tanpa merespon iklim
dan
lingkungan
sekitarnya
telah
menyebabkan pemborosan energi yang
kemudian menguras alam dan buangannya
mencemari alam,
Hampir
keseluruhan
bangunan
perkantoran
di
daerah
Sudirman
merupakan korban dari gencarnya
international style di tahun 1980an tanpa
memperhatikan bahwa gaya tersebut tidak
cocok diterapkan di daerah tropis seperti
Sudirman. Penggunaan kaca mati di
hampir seluruh bangunan menyebabkan
pantulan efek rumah kaca dna ruang dalam

menjadi
lebih
panas
sehingga
membutuhkan penggunaan pendingin
ruangan secara maksimal. Apabila
pembangunan gedung perkantoran seperti
ini dilakukan terus menerus maka
lingkungan Jakarta akan semakin panas
dan sumberdaya alam akan semakin
tercemar dan terkuras. Padahal dewasa ini
sudah semakin maju dan alam itu sendiri
seharusnya menjadi aspek yang paling
dipedulikan
dalam
pembangunan.
Arsitektur hijau adalah jawaban yang
seharusnya akan masalah ini.

me mpelajari teknologi arsitektur


hijau ya ng akan diterapkan pada
bangunan perkantoran di Sudir man.
A.3.2 Pengumpulan data
Pengumpulan data penulis lakukan
dengan me lihat langsung keadaan
lapangan atau browsing me ngenai
bentukan-bentukan arsitektur hijau
ya ng sesuai untuk diterapkan di
perkantoran daerah sudir man
B. LANDASAN TEORI

Dilatarbelakangi permasalahan tersebut,


penulis membuat karya tulis dengan judul
Arsitektur Hijau pada Perkantoran di
Sudirman.
A. 2 MAKSUD DAN TUJUAN
PENULISAN
Maksud:
Menginformasikan asitektur
yang tepat untuk perkantoran
Sudirman
Menginformasikan
bahwa
arsitektur
hijau
adalah
arsitektur yang tepat bagi
bangunan
perkantoran
Sudirman
Memberikan alasan mengapa
jenis
arsitektur
tersebut
merupakan yang tepat bagi
gedung
perkantoran
di
Sudirman
Sebagai
salahsatu
syarat
memenuhi nilai Ujian Tengah
Semester mata kuliah teori
arsitektur 2
Tujuan :
Agar arsitek dan pengembang
gedung perkantoran di daerah
Sudirman dapat mengertti
sehingga
menerapkan
arsitektur
hijau
pada
pembangunan perkantorannya
A. 3 METODOLOGI PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan
karya tulis ilmiah ini adalah :
I.3.1 Studi Literatur
Studi
ini
bertujuan

untuk

B.1
PENGERTIAN
HIJAU

ARSITEKTUR

Arsitektur hijau adalah suatu pola pikir


dalam arsitektur yang membuat hubungan
saling menguntungkan dengan alam dan
memperhatikan
serta
memanfaatkan
unsur-unsur natural yang ada di alam, di
antaranya:
Udara, suhu, angin, iklim, dll
Air, kelembaban, dll
Api, matahari, unsur panas, dll
Bumi, unsur tanah, flora,
fauna, dll
Muncul Arsitektur Hijau didasari pada
kesadaran dan kepedulian manusia akan
lingkungan, setelah terjadinya banyak
bencana di bumi seperti diantaranya
pemanasan global, sehingga menarik
keinginan Arsitek untuk menyumbangkan
pemikirannya
dengan
menciptakan
bangunan
yang
ramah
terhadap
lingkungan.
Menurut Priatman J pada Energy-efficient
Architecture, Paradigma dan Manifestasi
Arsitektur
Hijau,
arsitektur
hijau
merupakan arsitektur yang berawawasan
lingkungan dan berlandaskan kepedulian
tentang konservasi lingkungan global
alami dengan penekanan pada efisiensi
energi, pola berkelanjutan, dan pendekatan
holistik.
Tatanan arsitektur hijau ini sensitive
terhadap lingkungannya untuk mendorong
konservasi sumber daya alam alami dan

mendorong upaya daur ulang material


sintetis serta ramah lingkungan.
Pada buku Green Design for Sustainable
Future karya Brenda dan Robert Vale
tahun 1996 diungkapkan enam aspek
bangunan hijau.
1. Hemat energi

3.

4.

5.

Sungguh sangat idela apabila


menjalankan secara operasional
suatu bangunan dengan sedikit
mungkin menggunakan sumber
energi
yang
langka
atau
membutuhkan waktu yang lama
untuk menghasilkannya kembali.
Solusi yang dapat megatasinya
adalah desain bangunan harus
mampu memodifikasi iklim dan
dibuat
beradaptasi
dengan
lingkungan
bukan
merubah
lingkungan yang sudah ada. Lebih
jelasnya dengan memanfaatkan
potensi matahari sebagai sumber
energi.
1. Banguanan dibuat memanjang
dan
tipis
untuk
memaksimalkan pencahayaan
dan menghemat energi listrik.
2. Memanfaatkan
energi
matahari yang terpancar dalam
bentuk energi thermal sebagai
sumber
listrik
dengan
menggunakan
alat
Photovoltaic yang diletakkan
di atas atap. Sedangkan atap
dibuat miring dari atas ke
bawah menuju dinding timurbarat atau sejalur dengan arah
peredaran matahari untuk
mendapatkan sinar matahari
yang maksimal.
Memasang lampu listrik hanya pada
bagian yang intensitasnya rendah. Selain
itu juga menggunakan alat kontrol
penguranganintensitas lampu otomatis
sehingga lampu hanya memancarkan
cahaya sebanyak yang dibutuhkan sampai
tingkat terang tertentu.
Menggunakan Sunscreen pada jendela
yang secara otomatis dapat mengatur
intensitas cahaya dan energi panas yang
berlebihan masuk ke dalam ruangan.
Mengecat interior bangunan dengan

warna cerah tapi tidak menyilaukan, yang


bertujuan untuk meningkatkan intensitas
cahaya.
Bangunan tidak menggunkan pemanas
buatan, semua pemanas dihasilkan oleh
penghuni dan cahaya matahari yang masuk
melalui lubang ventilasi.
2. Working with Climate (Memanfaatkan
kondisi dan sumber energi alami)
Melalui pendekatan green architecture
bangunan
beradaptasi
dengan
lingkungannya. Hal ini dilakukan dengan
memanfaatkan kondisi alam, iklim dan
lingkungannya sekitar ke dalam bentuk
serta pengoperasian bangunan, misalnya
dengan cara:
7. Orientasi bangunan terhadap sinar
matahari.
8. Menggunakan sistem air pump
dan cros ventilation untuk
mendistribusikan udara yang
bersih dan sejuk ke dalam
ruangan.
9. Menggunakan tumbuhan dan air
sebagai pengatur iklim. Misalnya
dengan membuat kolam air di
sekitar bangunan.
10. Menggunakan jendela dan atap
yang sebagian bisa dibuka dan
ditutup untuk mendapatkan cahaya
dan penghawaan yang sesuai
kebutuhan.
3. Respect for Site (Menanggapi keadaan
tapak pada bangunan)
Perencanaan mengacu pada interaksi
antara bangunan dan tapaknya. Hal ini
dimaksudkan keberadan bangunan baik
dari segi konstruksi, bentuk dan
pengoperasiannya
tidak
merusak
lingkungan sekitar, dengan cara sebagai
berikut.
Mempertahankan kondisi tapak dengan
membuat desain yang mengikuti bentuk
tapak yang ada.
Luas permukaan dasar bangunan yang
kecil, yaitu pertimbangan mendesain
bangunan secara vertikal.
Menggunakan material lokal dan material
yang tidak merusak lingkungan.
4. Respect for User (Memperhatikan
pengguna bangunan)
Antara pemakai dan green architecture

mempunyai keterkaitan yang sangat erat.


Kebutuhan akan green architecture harus
memperhatikan kondisi pemakai yang
didirikan di dalam perencanaan dan
pengoperasiannya.
5.
Limitting
New
Resources
(Meminimalkan Sumber Daya Baru)
Suatu bangunan seharusnya dirancang
mengoptimalkan material yang ada dengan
meminimalkan penggunaan material baru,
dimana pada akhir umur bangunan dapat
digunakan kembali unutk membentuk
tatanan arsitektur lainnya.
6. Holistic
Memiliki pengertian mendesain bangunan
dengan menerapkan 5 poin di atas menjadi
satu dalam proses perancangan. Prinsipprinsip green architecture pada dasarnya
tidak dapat dipisahkan, karena saling
berhubungan satu sama lain. Tentu secar
parsial akan lebih mudah menerapkan
prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu,
sebanyak mungkin dapat mengaplikasikan
green architecture yang ada secara
keseluruhan sesuai potensi yang ada di
dalam site.
B.2 SERTIFIKASI BANGUNAN HIJAU
GREEN BUILDING COUNCIL
INDONESIA
Adalah
lembaga
mandiri
(non
government) dan nirlaba (non-for profit)
yang berkomitmen penuh terhadap
pendidikan
masyarakat
dalam
mengaplikasikan praktik-praktik terbaik
lingkungan dan memfasilitasi transformasi
industri
bangunan
global
yang
berkelanjutan.
GBC
INDONESIA
didirikan
pada
tahun
2009
dan
diselenggarakan oleh sinergi di antara para
pemangku
kepentingannya, meliputi :
o Pemerintah
o Kalangan industri sektor bangunan
dan properti,
o Profesional bidang jasa konstruksi
o Institusi pendidikan dan penelitian

Lembaga ini merupakan Emerging


Member dari World Green Building
Council (WGBC) yang berpusat di
Toronto, Kanada Salah satu program
lembaga ini adalah menyelenggarakan
kegiatan Sertifikasi Bangunan Hijau di
Indonesia berdasarkan perangkat penilaian
khas Indonesia yang disebut GREENSHIP.
Melalui
lembaga
ini
pemerintah
menyatakan
dukungannya
untuk
menyehatkan kembali kondisi gedunggedung di perkotaan dari penyakit SBS
(sick building syndrome).
GREENSHIP
menggunakan
kriteria
penilaian sedapat mungkin berdasarkan
standar lokal baku seperti UU, Keppres,
Inpes, Permen, Kepmen dan SNI. Green
High Rise Building
C. PEMBAHASAN
C.1
KEADAAN
PERKANTORAN
JALAN SUDIRMAN SAAT INI
Jalan Sudirman merupakan salahsatu jalan
utama di Jakarta dan juga sebagai pusat
bisnis sehingga tak mengherankan
perkantoran mendominasi jakan ini.
Melintasi enam kelurahan sepanjang
empat kilometer dimulai dari Dukuh Atas,
Tanah Abang Jakarta Pusat sampai
Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan,
kita dapat melihat gedung perkantoran dari
berbagai zaman dan kelas. Mulai dari
bangunan korban international style
seperti
menara
Indocement,
Plaza
Bapindo, Plaza ABDA dan lain-lain,
bangunan bergaya neo-klasik yaitu DaVinci Tower, bahkan dua bangunan peraih
sertifikasi platinum GBCI Sampoerna
Strategic Square dan Menara BCA.
Terdapat pula gedung perkantoran
tertinggi di Indonesia yaitu Wisma BNI 46
dan kawasan SCBD (Sudirman Central
Bussiness District). Tidak cukup dengan
banyaknya perkantoran di jalan ini,
kedepannya masih akan dibangun gedung
kantor lagi di Sudirman. Salahsatuna yang
sedang digarap adalah milik perusahaan
properti
Singapura,
Keppel
Land.
Beberapa bangunan juga memiliki
kemungkinan untuk direnovasi.
Hal-hal
bahwa

tersebut diatas menunjukkan


masih
dimungkinkan
bagi

perkantoran
di
Sudirman
untuk
menyesuaikan bentukkan dan ruangnya
dengan lingkungan melalui arsitektur
hijau.
C.2 KASUS-KASUS BANGUNAN DI
SUDIRMAN
Tidak seluruh bangunan perkantoran di
Sudirman adalah korban dari international
style atau hanya memperhatikan efisiensi
biaya pembangunan tanpa memperhatikan
lingkungan. Berikut adalah kasus-kasus
yang akan dijelaskan, dipilih bedasarkan
tiga kategori. Kategori pertama adalah
bangunan yang sudah menerapkan
arsitektur hijau, kemudian bangunan yang
sudah mendapat sertifikasi GBCI, dan
yang terakhir adalah bangunan yang paling
tidak memperhatikan arsitektur hijau.
1. Wisma
Dharmala
(sekarang
Intiland Tower)
Meskipun
bukan
merupakan
bangunan bersertifikasi GBCI,
namun
gedung
ini
telah
menerapkan
aspek-aspek
arsitektur hijau. Didirikan tahun
1986 oleh arsitek Paul Rudolph.
Rudolph terinspirasi dari bentuk
atap-atap di Indonesia yang
memiliki
overstek
karena
merespon
iklim
tropisnya
sehingga apabila di dalam gedung
tidak akan secara langsung diterpa
cahaya matahari. Terdapat pula
void yang cukup besar sehingga
udara sejuk masih terasa di
dalanya tanpa kehujanan saat
merasakannya.
Bahkan
di
perencanaan awal, bangunan ini
sebenarnya
tidak
perlu
menggunakan pendingin ruangan.
Namun seiring berjalannya waktu
dan efek rumah kaca ttelah
memberi panas yang cukup parah
dan tidak menentu, akhirnya
bangunan
ini
menggunakan
pendingin ruangan. Namun pada
koridor hal tersebut masih tidak
diperlukan karena udara sejuk
masih dapat masuk. Pencahayaan
lampu pada siang hari juga tidak
terlalu diperlukan pada koridor
karena cahaya matahari masih

dapat masuk tanpa pengguna


merasa terik maupun kehujanan.
Dari keenam aspek arsitektur
hijau, sudah diterapkan setidaknya
lima aspek pada Intiland Tower
ini. Bangunan ini telah berusaha
mengoptimalkan energi yang
dimiliki alamnya, merespon iklim,
merespon kebutuhan pengguna
dan keadaan tapaknya, dan adanya
aspek yang saling mendukung.

Gambar 1. Wisma Dharmala Sakti


Terlihat overstek yang terdapat di
setiap lantainya dengan tanaman
rambat hijau.

Gambar 2. Denah Tipikal Wisma


Dharmala Sakti

Gambar 3. Void yang cukup


tinggi.
2. Menara BCA
Kontras dengan Wisma Dharmala Sakti
yang memberikan keramahan melalui
kesederhanaan, gedung seluas 450.00
meter persegi ini menggunakan teknologi
yang canggih untuk tetap ramah. Fasadnya
didominasi kaca mati namun teknologinya
ramah lingkungan.
Merupakan bangunan peraih sertifikasi
hijau pertama di Jakarta, bangunan
pencakar langit ini menggunakan double
glasses sehingga hemat energi sampai 35
persen. Lahan ini juga mampu mengolah
air hujan sampai seratus persen. Namun
tidak semaksimal aspek arsitektur hijau
yang diterapkan Wisma Dharmala,
bangunan
ini
tidak
benar-benar
memaksimalkan penggunaan energi alam
dan iklim tropisnya. Kalau itu benar-benar
dimanfaatkan, maka penggunaan double
glasses tidak diperlukan. Namun teknologi
ini bisa menjadi salahsatu usaha
penghematan energi dan tetap ramah
lingkungan meskipun desain bangunannya
modern ataupun futurisitik. Material yang
digunakan pada bangunan ini seluruhnya
merupakan material lokal.

Gambar 4. Menara BCA


3. Sampoerna Strategic Square
Masih satu kategori dengan menara BCA
yaitu peraih sertifikasi GBCI, bangunan
ini secara desain juga memiliki keunikan
tersendiri. Desainnya seperti bangunan
Eropa klasik dengan taman yang bertema
senada dengan bangunanya. Teknologi
bangunan hijau yang diterapkan adalah
aspek mendaur ulang sumber daya yang
ada yaitu air kemudian digunakan untuk
perawatan lansekap dan cooling tower.

Selain itu dilakukan upla pemisahan


sampah sehingga pengolahannya lebih
mudah dan tidak mencemari lingkungan.
Sama seperti Menara BCA, tidak
semaksimal aspek arsitektur hijau yang
diterapkan Wisma Dharmala, namun tetap
merespon lingkungannya menggunakan
teknologi yang dimiliki.

Gambar 5. Pintu masuk utama dengan


taman kecil di depannya

Gambar 6. Sampoerna Strategic Square


4. Indofood Tower dan Plaza Marein
Bangunan apartemen dan kantor di
Sudirman Plaza Complex dengan luas
bangunannya sekitar 100.000 meter
persegi. Merupakan bangunan tinggi
berbentuk tower yang seluruhnya berlapis
kaca. Bahkan di ruang yang merupakan
kamar mandi privat penghuni apartemen.
Menggunakan fasilitas modern seperti lift
eksekutif dan pendingin ruangan di
seluruh ruang. Dari sini jelas bahwa aspek
lingkungan kurang diperhatikan. Tidak ada
aspek
teknologi
lingkungan
yang
disebutkan atau dijadikan keunggulan dari
bangunan ini.

Gambar 7. Indofood Tower dan Plaza


Marein
ASPEK GREEN 1 2 3 4 5 6
ARCHITECTUR
E
BANGUNAN
Wisma Dharmala
Sakti
Menara BCA
Sampoerna
Strategic Square
Indofood Tower
dan Plaza Marein

v v v v -

v v -

v v v v -

v -

Keterangan
1. Hemat energi
2. Kerjasama dengan iklim
3. Menanggapi keadaan tapak
4. Memperhatikan
pengguna
bangunan
5. Meminimalkan sumber daya
baru
6. Holiscm
Tabel 1. Perbandingan aspek arsitektur
hijau oleh contoh kasus
C.3 KONSEP KANTOR DENGAN
ARSITEKTUR HIJAU YANG LAYAK
DIGUNAKAN DI PERKANTORAN
SUDIRMAN
Melalui contoh-contoh di atas dapat
dipahami apa saja yang dibutuhkan sebuah
bangunan untuk menjadi bangunan hijau.
Lingkungan adalah pokok intinya dan
teknologi
adalah
wadah
untuk
mencapainya. Konsep pertama yang
dianalisa apakah semua tampak bangunan
sesuai dengan kriteria. Sebagai contoh
Menara BCA dan Plaza Marein tadi.
Menara BCA memang masih berusaha
menggunakan teknologi eco-wall dengan
double glasses sehingga pemborosan dan
pencemaran dapat jauh dikurangi. Namun
teknologi tersebut tidak diterapkan di
Plaza Marein.
Konsep
selanjutnya
yang
harus
diperhatikan adalah konsep pencahayaan
dan pengudaraan alamin. Kekurangan dari
penggunaan eco-wall adalah bangunan
akan menjadi lebih gelap dan pengudaraan

alami akan sangat tidak dimungkinkan.


Memperbanyak bukaan seperti yang
dilakukan Wisma Dharmala adalah
penerapan konsep yang sangat baik.
Kemudian konsep transportasi vertical
dalam gedung. Salahsatu teknologi terbaru
pada elevator yaitu sistem meminta lift
kita akan diturunkan dimana. Memilih
lantai tidak didalam lift namun diluar lift.
Teknologi ini menghemat energi kontrol
lift dan juga waktu bagi pengguna lift.
Teknologi ini telah diterapkan di salahsatu
kantor di kawasan SCBD.
Konsep pengolahan limbah juga perlu
diperhatikan. Seperti yang dilakukan
Sampoerna Strategic Square adanya
pembagian sampah dan daur ulang limbah
air. Sehingga limbah bangunan tidak
dibiarkan
begitu
saja
mencemari
lingkungan sekitar. Apalagi Sudirman
merupakan daerah yang cukup padat
sehingga limbah tidak selayaknya dibuang
sembarangan agar tidak menambah polusi
udahra yang sudah cukup tinggi akibat
tingginya volume kendaraan.
Selain itu, konsep konstruksi juga menjadi
pertimbanguan. Sudirman begitu sibuk dan
padat. Pembangunan perkantoran baru
ataupun renovasi harus memikirkan
lingkungan sekitarnya. Resiko bising,
getaran akibat tiang pancang, dan
keselamatan kerja serta sekeliling haruslah
menjadi konsep yang diperhatikan.
KESIMPULAN
Bedasarkan penjabaran diatas, arsitektur
hijau suddah seharusnya diterapkan pada
bangunan perkantoran di daerah Sudirman
baik menggunakan teknologi tinggi atau
lebih baik lagi sederhana namun
memenuhi kebutuhan. Karena apabila
tidak, lingkungan Sudirman dan sekitarnya
akan semakin rusak dan kedudukannya
sebagai pusat bisnispun sudah tidak
nyaman lagi.

DAFTAR RUJUKAN
Google images
Akmal, Imelda. 2012. IAI Jakarta Awards.
Jakarta: IMAJI.
Vale, Robert dan Brenda. Green Design
for Sustainable Future. 1996. London:
Thames & Hudson.
Archdaily.com
http://buildingindonesia.biz/2010/11/22/mi
x-used-building-sudirman-plaza-complex/

Вам также может понравиться