Вы находитесь на странице: 1из 6

KEADILAN BAGI PEMILIH

YANG TIDAK DIHARAPKAN MEMILIH


disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Organisasi dan Birokrasi Pemilu

Disusun Oleh:
ARRY DHARMAWAN TRISSATYA PUTRA
(NPM 170820157003)

PROGRAM PASCASARJANA ILMU POLITIK


KONSENTRASI TATA KELOLA PEMILU
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2016

Keadilan Bagi Pemilih


Yang Tidak Diharapkan Memilih
Pemilu merupakan salah satu bentuk perwujudan pelaksanaan demokrasi. Sebagai
negara demokrasi terbesar di dunia. Indonesia telah berhasil telah berhasil membangun wajah
demokrasi kearah yang lebih baik. Indonesia telah mampu membuktikan kepada dunia bahwa
pelaksanaan pemilu sebagai wujud demokrasi telah berhasil dilaksanakan dengan sukses.
Kesuksesan sebuah pemilihan umum setidaknya ditentukan oleh tiga hal penting, yaitu proses
penyelenggaraannya, aturan hukumnya, dan penegakan hukumnya.

Terkait dengan proses penyelenggaraannya, adalah pesertanya, tahapannya, logistik,


dan distribusi, serta pemantau dan partisipasi masyarakat. Menganai aturan hukumnya adalah
bagaimana seluruh aturan dilaksanakan, menyangkut sistem pemilu, serta metode pemilihan,
metode pencalonan, pemberian suara, serta metode penetapan pemenangnya. Sedangkan yang
terkait penegakan hukumnya adalah bagaimana seluruh aturan pemilu itu dilaksanakan
dengan baik dan konsisten tanpa pandang bulu.
Salah satu komponen penting untuk keberhasilan pemilu juga ditentukan oleh peran
penyelenggaraan yang profesional dan berwibawa, sehingga mampu membangun demokrasi
yang lebih berkualitas. Keikutsertaan masyarakat secara umum merupakan hak karena yang
disebut pemilih sebagaimana Undang-Undang No nomor 42 tahun 2008 tentang pemilihan
umum presiden dan wakil presiden. Penduduk adalah warga negara Indonesia yang
berdomisili di wilayah Republik Indonesia atau di luar negeri.
Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara Indonesia. Pemilih
adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih
atau sudah/pernah kawin. Komisi Pemilihan Umum mengoptimalkan partisipasi masyarakat
selain dengan daftar pemilih tetap (DPT), KPU juga mengeluarkan aturan yang
memungkinkan semua warga yang memenuhi syarat sebagai pemilih bisa menggunakan hak
pilihnya melalui model daftar pemilih tambahan bagi warga yang tak masuk Daftar Pemilih
Tetap (DPT).
Berdasarkan PKPU no. 10 tahun 2015 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara
Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan
Wakil Walikota. Pemungutan Suara adalah proses pemberian suara oleh Pemilih di TPS
dengan cara mencoblos pada nomor urut, nama, atau foto Pasangan Calon. Pemungutan dan
Penghitungan Suara dilakukan berdasarkan asas: Langsung. Umum. Bebas. Rahasia Jujur.
Adil. Efektif. Efisien. Mandiri. Kepastian hukum. Tertib. Kepentingan umum. Keterbukaan.
Proporsionalitas. Profesionalitas. Akuntabilitas dan Aksesibilitas.
Hari Pemungutan Suara secara serentak di TPS ditetapkan oleh KPU dan dilakukan
pada hari libur atau hari yang diliburkan. Pemungutan Suara di TPS dilaksanakan mulai
pukul 07.00 sampai dengan pukul 13.00 waktu setempat. Bagi KPU Provinsi/KIP Aceh dan
KPU/KIP Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan Pemilihan menetapkan hari Pemungutan
Suara dengan mengeluarkan Keputusan KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP
Kabupaten/Kota. Kemudian untuk disampaikan kepada Gubernur, Bupati atau Walikota untuk
menetapkan hari pelaksanaan Pemungutan Suara sebagai hari libur.

Dalam Pilkada 2015 lalu, sebelum hari H pemungutan suara, pemilih yang telah
terdaftar dalam di Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) 1, dan
Daftar Pemilih Pindahan (DPPh) sedianya telah mendapatkan surat pemberitahuan C6 dari
Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS). C6 merupakan surat pemberitahuan, bukan
undangan, artinya lembaran C6 wajib pemilih saat datang ke TPS. Jika lembaran C6 tidak
dibawa atau hilang, maka petugas harus melakukan verifikasi di daftar DPT, DPTb dan DPPh
untuk memastikan calon pemilih benar-benar telah terdaftar.
Bahkan dalam PKPU ini juga diatur tentang bagaimana calon pemilih yang karena
keadaan tertentu tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS tempat yang
bersangkutan terdaftar dan memberikan suara di TPS lain di provinsi dan/atau kabupaten/kota
yang sedang menyelenggarakan Pemilihan dalam satu wilayah. Keadaan tertentu tersebut
seperti menjalankan tugas di tempat lain pada hari Pemungutan Suara, menjalani rawat inap
di rumah sakit atau puskesmas dan keluarga yang mendampingi, menjadi tahanan di rumah
tahanan atau lembaga pemasyarakatan, tugas belajar, pindah domisili; dan tertimpa bencana
alam.
Calon pemilih yang ingin memberikan suaranya di tempat lain yaitu dengan
menggunakan formulir A5 yang merupakan Surat Keterangan Pindah Memilih di TPS lain.
Pemilih melapor kepada PPS asal untuk mendapatkan formulir Model A5- KWK dengan
menunjukkan bukti identitas yang sah dan/atau bukti telah terdaftar sebagai Pemilih di TPS
asal dan melaporkan pada PPS tujuan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari Pemungutan
Suara.
Dalam hal Pemilih tidak dapat menempuh prosedur tersebut, Pemilih dapat melapor
kepada KPU/KIP Kabupaten/Kota untuk mendapatkan formulir Model A.5-KWK paling
lambat 10 (sepuluh) hari sebelum hari Pemungutan Suara. PPS atau KPU/KIP
Kabupaten/Kota meneliti kebenaran identitas Pemilih yang bersangkutan pada DPT atau
DPTb-1. Apabila Pemilih tersebut terdaftar dalam DPT atau DPTb-1, PPS atau KPU/KIP
Kabupaten/Kota menandai dan mencatat pindah memilih pada kolom keterangan formulir
DPT atau DPTb-1 dan menerbitkan surat keterangan pindah memilih dengan menggunakan
formulir Model A5-KWK dengan ketentuan lembar kesatu untuk Pemilih yang bersangkutan
dan lembar kedua sebagai arsip PPS atau KPU/KIP Kabupaten/Kota.
Kemudian PPS memberikan informasi tentang waktu dan Tempat Pemungutan Suara.
Jika Pemilih tidak sempat melaporkan diri kepada PPS tempat Pemilih akan memberikan
suaranya, namun yang bersangkutan telah memiliki formulir Model A.5-KWK dari PPS asal
atau KPU/KIP Kabupaten/Kota, Pemilih yang bersangkutan tetap dapat memberikan suara

pada hari Pemungutan Suara di TPS tujuan. Jika calon pemilih tidak membawa C6 dan tidak
terdaftar pada DPT DPTb, calon pemilih dapat menunjukkan kartu identitas KTP dan paspor
sesuai domisili daerah yang menggelar Pilkada.
Pencoblosan dilakukan 1 jam terakhir sebelum ditutup. Bilamana surat suara tidak
mencukupi, Petugas akan mengarahkan calon pemilih ke TPS lain di kelurahan atau desa
yang sama. Komisi Pemilihan Umum juga memberikan fasilitas kepada pemilih difabel.
Untuk pemilih difabel yang ingin memberikan suara dan membawa pendamping,
pendamping dipersilahkan mengisi surat pernyataan kerahasiaan di formulir C3. Sedangkan
pemilih tuna netra difasilitasi dengan pemberian alat braile khusus untuk surat suara DPD.
Suara Sah.
Permasalahan yang timbul adalah, bagaimana dengan pemilik hak suara yang sedang
berada di rumah sakit pada saat hari H pemungutan suara? sedangkan KPU tidak bisa
membangun TPS (Tempat Pemungutan Suara) sendiri di rumah sakit karena pengaturannya
dalam undang-undang tidak ada, sedangkan hal ini terkadang memicu pandangan bahwa
KPU melanggar Hak Asasi Manusia, karena dianggap menelantarkan hak pemilih.
(http://nasional.kompas.com/read/2016/02/15/14115671/KPU.Ingin.Revisi.UU.Pilkada.Juga.
Mengatur.Pemilihan.di.Rumah.Sakit).
Hal-hal seperti ini sebenarnya sudah diantisipasi oleh KPU dimana KPU menyiapkan
TPS yang paling dekat dengan RS tersebut untuk memfasilitasi pasien RS dalam
menggunakan hak suaranya yang diterbitkan dalam Panduan KPPS Pilkada 2015. Dalam
panduan tersebut dijelaskan bahwa KPU Kabupaten/Kota dibantu PPK dan PPS bekerjasama
dengan pihak rumah sakit, kepolisian dan/atau kejaksaan mendata pemilih yang akan
menggunakan hak pilih di rumah sakit atau rumah tahanan kepolisian/kejaksaan paling
lambat 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara.
Pihak rumah sakit atau kepolisian/kejaksaan berkewajiban mendata pemilih yang
akan menggunakan hak pilihnya di rumah sakit atau rumah tahanan kepolisian/ kejaksaan.
Setelah menerima data pemilih yang akan menggunakan hak pilih di rumah sakit atau rumah
tahanan kepolisian/kejaksaan, KPU Kabupaten/Kota memberikan formulir Model A5-KWK
kepada pemilih paling lambat 1 (satu) hari sebelum hari pemungutan suara.
Kemudian KPU Kabupaten/Kota menugaskan PPK dan/atau PPS untuk menyiapkan
TPS yang akan bertugas melayani pemilih di rumah sakit atau rumah tahanan
kepolisian/kejaksaan dengan memperhitungkan jumlah pemilih yang akan menggunakan hak
pilih di rumah sakit atau rumah tahanan kepolisian/kejaksaan. KPU Kabupaten/Kota wajib
memfasilitasi KPPS yang akan melaksanakan tugasnya di rumah sakit atau rumah tahanan
kepolisian/kejaksaan seperti: transportasi dan dukungan personil apabila dianggap perlu.

KPU Kabupaten/Kota menyiapkan 1 (satu) buah kotak suara, gembok serta bilik dan alat
coblos untuk TPS yang akan melaksanakan tugasnya mendatangi pemilih yang akan
menggunakan hak pilihnya di rumah sakit atau rumah tahanan kepolisian/kejaksaan.
Ketua KPPS menugaskan paling banyak 2 (orang) anggota KPPS didampingi oleh
PPL/Pengawas TPS, Saksi dan 1 (orang) petugas ketertiban TPS untuk mendatangi rumah
sakit atau rumah tahanan kepolisian/kejaksaan. KPPS mendatangi pemilih ke dalam rumah
sakit atau rumah tahanan kepolisian/kejaksaan.Penggunaan hak pilih bagi pemilih di rumah
sakit atau rumah tahanan kepolisian/kejaksaan dilaksanakan mulai pukul 12.00 waktu
setempat

sampai

dengan

pemilih

selesai

menggunakan

hak

pilihnya

dengan

mempertimbangkan ketersediaan surat suara.


Dalam hal TPS yang menangani pemilih di rumah sakit atau rumah tahanan
kepolisian atau kejaksaan lebih dari 1 (satu) TPS, maka PPS mengkoordinasikan wilayah
tugas masing-masing TPS. Petugas KPPS menerima Model A5-KWK dari pemilih dan
mencatat pemilih yang menggunakan hak pilih dalam formulir Model A4-KWK.
Anggota KPPS yang membantu pasien menggunakan hak pilihnya wajib
merahasiakan pilihan pemilih. Dalam hal terdapat pasien baru yang belum terdata, pemilih
dapat menggunakan hak pilihnya sepanjang surat suara masih tersedia. Anggota KPPS
meminta pemilih untuk mencelupkan jarinya ke dalam tinta.
Namun permasalahan yang muncul adalah dari regulasi tersebut adalah para pasien
ataupun tenaga medis yang ada di rumah sakit tersebut, baru bisa dilayani setelah pukul 12.00
WIB yang artinya terlalu mepet untuk menjangkau seluruh pasien dan hanya satu jam menuju
batas akhir waktu pemungutan suara. Hal ini juga tergantung pada ketersediaan surat suara di
TPS yang mengakomodir pemilihan di rumah sakit tersebut.
Artinya jika jumlah surat suara kurang dari jumlah pasien ataupun tenaga medis yang
akan melakukan pencoblosan, bisa dipastikan bahwa mereka tidak bisa menggunakan hak
pilihnya, dan kegagalan berpartisipasi dalam pilkada merupakan pelanggaran terhadap hak
memajukan dirinya melalui membangun bangsa menurut Pasal 28C Ayat (2) UUD 1945.
Sebab, tidak bisa dimungkiri bahwa pilkada yang demokratis merupakan kesempatan
mendapatkan pemerintahan yang berakuntabilitas dan menuju kehidupan masyarakat yang
lebih baik.
Banyak pihak mengharapkan, KPU bisa menyediakan TPS khusus untuk rumah sakit.
Namun, berdasarkan undang-undang, dalam hal penetapan DPT, daftar pemilih harus sudah
teridentifikasi 3 bulan sebelumnya. Sehingga, jika tidak ada DPT, maka tidak bisa didirikan
TPS. Untuk permasalahan tentang hal ini KPU sedang berkoordinasi dengan pihak-pihak

terkait mengusulkan pelaksanaan pemungutan suara di rumah sakit yang selama ini dinilai
belum cukup mengakomodir untuk dimasukkan ke dalam revisi Undang-undang Nomor 8
Tahun 2015 tentang Pilkada (UU Pilkada).
Hal ini untuk memberikan pelayanan pemilih di Rumah Sakit. Karena hingga saat ini
KPU tidak bisa membangun TPS sendiri karena pengaturannya tidak ada, namun begitu,
sebetulnya KPU telah berusaha untuk mengakomodir namun tak sanggup untuk melayani
semua pasien-pasien di rumah sakit. Karena itu, KPU berharap ada pengaturan khusus terkait
pemungutan suara di rumah sakit agar KPU dapat membuat TPS-TPS khusus.

Вам также может понравиться