Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh:
Lianita, S.Ked
Nini Irmadoly, S.Ked
Pembimbing:
dr. Hj. Abla Ghanie, Sp T.H.T.K.L(K), FICS
Referat
(04054821517079)
(04084821517044)
Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP
dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 15 Februari 2015 19 Maret 2016.
Palembang,
Februari 2016
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Otitis
Media Kronik dengan Kolesteatoma untuk memenuhi tugas referat yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran dan penilaian kepaniteraan klinik, khususnya
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj.
Abla Ghanie, Sp T.H.T.K.L (K), FICS, selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan ajaran dan masukan sehingga referat ini dapat selesai.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa
yang akan datang. Semoga referat ini dapat memberi manfaat dan pelajaran bagi kita
semua.
Palembang, Februari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
DAFTAR TABEL..................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi telinga dan fisiologi pendengaran....................................................... 2
2.2 Definisi OMK....................................................................................................3
2.3 Klasifikasi OMK................................................................................................3
2.4 Epidemiologi......................................................................................................7
2.5 Etiologi...............................................................................................................7
2.6 Patogenesis.........................................................................................................9
2.7 Patologi..............................................................................................................10
2.8 Tanda Klinis.......................................................................................................10
2.9 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................12
2.10 Penatalaksanaan...............................................................................................14
2.11 Komplikasi.......................................................................................................21
BAB III KESIMPULAN......................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 35
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jenis-jenis timpanoplasti ......................................................................20
5
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi
atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai
bentuk akut dan kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis
media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama
kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah. Otitis media kronis
(OMK) adalah infeksi kronis pada telinga tengah dengan perforasi membran timpani
dan sekret keluar dari telinga terus-menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer
atau kental, bening atau berupa nanah. Jenis otitis media kronis dapat terbagi 2 jenis,
yaitu OMK tipe benigna dan OMK tipe maligna.2
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis
media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi
kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk 2.
Gejala otitis media kronis antara lain otorrhoe yang bersifat purulen atau mukoid,
terjadi gangguan pendengaran, otalgia, tinitus, rasa penuh di telinga dan vertigo.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI TELINGA DAN FISIOLOGI PENDENGARAN
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kirakira 2,5-3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit
liang telinga. Pada dua pertiga kulit bagian dalam hanya sedikit djumpai kelenjar
serumen.
kuadran posterosuperior.
Fase tidak aktif/fase tenang
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering
dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai
berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti
vertigo, tinitus, atau suatu rasa penuh dalam telinga.
saraf berat
Didapat
Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu kantong
retraksi. Jika telah terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong
retraksi dengan komponen telinga tengah, kantong tersebut sulit untuk
mengalami perbaikan bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali
normal. Area kolaps pada segmen atik atau segmen posterior pars
tensa membran timpani. Epitel skuamosa pada membran timpani
normalnya membuang lapisan sel-sel mati dan tidak terjadi akumulasi
debris, tapi jika terbentuk kantong retraksi dan proses pembersihan ini
gagal, debris keratin akan terkumpul dan pada akhirnya membentuk
kolesteatoma. Pengeluaran epitel melalui leher kantong yang sempit
10
Gambar 3. Kolesteatoma
2.4
EPIDEMIOLOGI
Insiden OMK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMK lebih sering dijumpai
11
pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang
kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat
OMK ini ditanggung oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat,
Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang
rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan
faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMK pada negara yang
sedang berkembang.1 Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih
bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi,
menunjukkan beban dunia akibat OMK melibatkan 65330 juta orang dengan telinga
berair, 60% di antaranya (39200 juta) menderita kurang pendengaran yang
signifikan. Secara umum, prevalensi OMK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien
OMK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah
sakit di Indonesia.1
2.4
2.5 ETIOLOGI
Terjadi OMK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rhinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi
yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down syndrome. Adanya tuba
patulous, menyebabkan refluks isi nasofaring yang merupaka faktor insiden OMK
yang tinggi di Amerika Serikat.
Kelainan
(seperti
humoral
(seperti
hipogammaglobulinemia)
dan
cell-mediated
telinga kronis1,2.
Penyebab OMK antara lain:1,2,5
1. Lingkungan
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya
4. Infeksi
5. Infeksi saluran napas atas
6. Autoimun
7. Alergi
8. Gangguan fungsi tuba Eustachius.
12
2.6
PATOGENESIS
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal
menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang
menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah
(kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini
(otitis media).1
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup
dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan
udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang
relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi
saluran napas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga
lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.1
Pada anak dengan infeksi saluran napas atas, bakteri menyebar dari
nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya
infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah.
Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat,
seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel
mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah
13
dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan
beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena
stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga
tengah.1
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari
satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi
pseudostratified
respiratory
epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi
ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta
pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan
tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.1
2.7
PATOLOGI
OMK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap.
Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari
pada keseragaman gambaran patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan
adalah:
1 Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral.
2 Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit
3 Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi
sebelumnya.
4 Pneumatisasi mastoid
OMK paling sering
paling
pada
masa
anak-anak.
Pneumatisasi
mastoid
akhir terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti
atau mundur oleh otitis media yang terjadi pada usia tersebut atau lebih muda.
Bila infeksi kronik terus berlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga
ukuran prosesus mastoid berkurang.1
2.8
TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinis pada otitis media kronik adalah:
1
14
kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul.
Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran napas atas
atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang.
Pada OMK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret
yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan
kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping
kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMK tipe ganas unsur mukoid
dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan
mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan
adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya
kolesteatoma yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa
2
karena
daerah
yang
sakit
ataupun
kolesteatoma,
dapat
15
labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat
3
1
2
3
4
16
2.9
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut1,3:
1
Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural,
beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas3
Derajat ketulian nilai ambang pendengaran
1
2
3
4
5
6
2.
Pemeriksaan Radiologi
Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral
dan
atas.
Foto
ini
berguna
untuk
pembedahan
karena
struktur3.
Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang
lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum
dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum
dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya
pembesaran akibat2,3
Proyeksi Chause III
Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi
17
sering
dijumpai
pada
OMK
adalah
PENATALAKSANAAN
Terapi OMK memerlukan waktu lama dan harus berulang. Pengobatan
penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor penyebabnya
dan pada stadium penyakitnya. Bila didiagnosis kolesteatoma, maka mutlak harus
dilakukan operasi, tetapi obat-obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi
sebelum operasi.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, dimana
pengobatanannya dibagi atas:
1
Konservatif
2
Pembedahan
OMK Benigna Tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan dan dianjurkan untuk tidak mengorek
telinga, mencegah air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran napas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk
mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
18
perkembangan
mikroorganisme.
Pembersihan
kavum
timpani
dengan
menggunakan cairan pencuci telinga berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari.
Garam faal agar lingkungan bersifat asam sehingga merupakan media yang buruk
untuk pertumbuhan kuman.
Pemberian antibiotik topikal
Setelah sekret berkurang, terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes
telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid, hal ini dikarenakan
biasanya ada gangguan vaskularisasi ditelinga tengah sehingga antibiotika oral sulit
mencapai sasaran optimal. Cara pemilihan antibiotika yang paling baik adalah
berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Preparat antibiotika topikal untuk infeksi telinga tersedia dalam bentuk tetes
telinga dan mengandung antibiotika tunggal atau kombinasi, jika perlu ditambahkan
kortikosteroid untuk mengatasi manifestasi alergi lokal. Obat tetes yang dijual di
pasaran saat ini banyak mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab
itu, jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1-2 minggu atau pada OMK
yang sudah tenang.
(14,23%).
Polimiksin B atau Polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas,
E.coli, Klebsiella, dan Enterobacter tetapi tidak efektif (resisten) terhadap
kuman Gram positif seperti Proteus dan B. Fragilis, dan toksik terhadap
ginjal dan susunan saraf.
19
Gentamisin
Gentamisisn adalah antibiotika derivat aminoglikosida dengan spektrum yang
luas dan aktif untuk melawan organisme Gram positif dan negatif. Saah satu
bahaya dari pemberian gentamisin tetes telinga adalah kemungkinan
terjadinya kerusakan telinga dalam. Telah diketahui bahwa pemberian
Antibiotik oral
Secara oral, dapat diberikan antibiotika golongan ampisilin atau eritromisin
sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai penyebabnya telah
resisten terhadap ampisilin, dapat diberikan ampisilin-asam klavulanat. Pemberian
antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret.
Terapi antibiotika sistemik yang dianjurkan pada OMK adalah:
1
Pseudomonas: aminogliosida + karbenisilin
2
P. Mirabilis: ampisilin atau sefalosporin
3
P.morganii, P.vulgaris: aminoglikosida +karbenisilin
4
Klebsiella: sefalosporin atau aminoglikosida
5
E.coli: ampisilin atau sefalosporin
6
S.aureus: penisiln, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
7
Streptokokus: penisilin, sefalosforin, ertiromisin, sminoglikosida
8
B. Fragilis: klindamisin.
Metronidazol
mempunyai
efek
bakterisid
untuk
kuman
anaerob.
Metronidazol dapat diberikan pada OMK aktif dosis 400 mg 3 kali sehari, selama 2
minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu. Antibiotika golongan kuinolon
tidak dianjurkan untuk anak berusia dibawah 16 tahun.
Bila sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama
2 bulan maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti yang bertujuan
20
Mastoidektomi Radikal
Operasi ini dilakukan pada OMK tipe bahaya dengan infeksi atau
21
Miringoplasti
Timpanoplasti
Timpanoplasti adalah prosedur menghilangkan proses patologik didalam
telinga tengah dan diikuti rekontruksi sistem konduksi suara pada telinga tengah.
Timpanoplasti diajukan pertama kali oleh Wullstein tahun 1953 yang kemudian
membagi timpanoplasti menjadi V tipe pada tahun 1956. Tujuan dari timpanoplasti
itu sendiri ialah mengembalikan fungsi telinga tengah, mencegah infeksi berulang
dan memperbaiki pendengaran. Tujuan lainnya membersihkan semua jaringan
patolgis dimana anatomi dari meatus eksternus termasuk sulkus timpani utuh. Kavum
mastoid dibuka untuk menghindari sistem aerasi yang tertutup. Aerasi dapat
diperoleh dengan membersihkan penyumbatan antara kavum timpani, antrum, dan
sistem sel mastoid.
Indikasi timpanoplasti dilakukan pada OMK tipe aman dengan kerusakan
yang lebih berat atau OMK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan
pengobatan medikamentosa.
Pada operasi ini selain rekontruksi membran timpani sering kali harus
dilakukan juga rekontruksi tulang pendengaran. Sebelum rekontruksi dikerjakan
lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi,
untuk membersihkan jaringan patologis.1
Tipe-tipe Timpanoplasti
Tipe I
Disebut juga miringoplasti. Operasi ini merupakan timpanoplasti yang paling ringan,
dengan melakukan rekontruksi hanya pada membran timpani dan cangkokan
bersandar pada maleus.
22
Indikasi operasi ini dilakukan pada OMK tipe aman yang sudah tenang dengan
gangguan pendengaran ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi yang menetap.
Pada tipe I ini seharusnya dapat memulihkan gangguan pendengaran konduktif
sampai normal atau hampir normal.
Tipe II sampai tipe V dilakukan rekontruksi membran timpani dan rekontruksi tulang
pendengaran.
Gambar 4. Timpanoplasti
23
operasi
untuk
menyembuhkanmenyembuhkan
penyakit
serta
KOMPLIKASI OMK
Otitis media kronis mempunyai potensi untuk menjadi serius dan
24
penyakit
dapat
terjadi
25
komplikasi
phlebitis
dari
vena
dari
perluasan
vaskular
sekunder
terlihat
lebih
sering pada anak-anak muda dengan OMA, tetapi juga ditemukan pada
otitis
kronis
menghalangi
dengan
aditus
ad
dan
tanpa
antrum,
kolesteatoma.
mencegah
Kolesteatoma
terhubungnya
dari
isi
dapat
dari
mastoid yang terinfeksi dengan ruang telinga tengah dan tuba Eustachius. Obstruksi
ini meningkatkan kemungkinan dekompresi yang infeksius sampai korteks mastoid,
menyajikan klinis sebagai abses subperiosteal atau abses Bezold.
Seringkali, diagnosis abses subperiosteal dibuat atas dasar klinis. Umumnya,
pasien akan datang dengan gejala sistemik, termasuk demam dan malaise, bersama
dengan tanda-tanda lokal, termasuk daun telinga yang menonjol ke arah lateral dan
inferior, dan juga terdapat daerah yang fluktuatif, eritematosa, dan nyeri di belakang
telinga. Bila diagnosis tidak pasti pada evaluasi klinis, CT scan kontras dapat
26
menunjukkan abses dan mungkin defek kortikal pada mastoid. Sebuah kasus dapat
dibuat untuk CT scan kontras dari tulang temporal pada semua pasien dengan gejalagejala ini, untuk membantu dalam perencanaan terapi dan untuk menyingkirkan
kemungkinan komplikasi lainnya. Mastoiditis tanpa abses, limfadenopati, abses
superfisial, dan kista sebasea terinfeksi adalah kemungkinan lain yang harus
disingkirkan.
2. Abses Bezold
Abses Bezold adalah abses cervical yang berkembang mirip dengan abses
subperiosteal secara patologi. Dengan adanya mastoiditis coalescent, jika korteks
mastoid terkena pada ujungnya, sebagai
akan
berkembang
di
lawan
dari
korteks
lateral,
abses
sternokleidomastoid. Abses
ini
dideskripsikan sebagai massa yang dalam dan lembut pada leher. Karena abses
berkembang dari sel-sel udara di ujung mastoid, ini ditemukan pada anak-anak
yang lebih tua dan orang dewasa, di mana pneumatisasi dari mastoid telah
diperpanjang sampai ke ujung. Sebagian besar dari abses ini adalah hasil dari
ekstensi langsung melalui korteks, selain itu adalah dari transmisi melalui korteks
utuh dengan cara phlebitis vena mastoid. Meskipun abses Bezold adalah komplikasi
dari OMA dengan mastoiditis yang lebih sering terjadi pada anak-anak, abses ini juga
dikenal sebagai komplikasi dari OMK dengan kolesteatoma.
CT scan kontras dari leher dan mastoid dianjurkan untuk membuat diagnosis
dari abses Bezold. Presentasi dari pembesaran massa yang dalam dan lembut di
leher harus dibedakan dari inflamasi limfadenopati leher, yang sulit atas dasar klinis
saja. CT scan abses Bezold yang menunjukkan abses melingkar yang meningkat
dengan peradangan di sekitarnya, dapat menunjukkan dehiscence tulang di ujung
mastoid, dan dapat membantu dalam perencanaan operasi.
Komplikasi Intratemporal
1. Fistula Labirin
Fistula labirin terus menjadi salah satu komplikasi yang paling umum dari
otitis kronis dengan kolesteatoma, dan telah dilaporkan terjadi pada sekitar 7% dari
kasus. Beberapa keadaan ini lebih mengganggu ahli bedah otologik daripada
terdapatnya sebuah labirin terbuka yang ditemukan pada saat operasi kolesteatoma.
27
koklea
itu
sendiri.
Fistula
koklea
dikaitkan
dengan insidensi terjadinya gangguan pendengaran yang jauh lebih tinggi ditemui
dibandingkan dengan labirin fistula.
Erosi tulang dari kapsul otic dapat terjadi melalui dua proses yang berbeda.
Dengan terdapatnya kolesteatoma, mediator diaktifkan dari matriks, atau tekanan
dari kolesteatoma itu sendiri, dapat menyebabkan osteolisis dan membuka labirin.
Namun, fistula labirin dapat terjadi dari resorbsi kapsul otic karena mediator
inflamasi bila tidak ada kolesteatoma, yang biasanya terjadi pada OMK dengan
granulasi.
Salah satu alasan kontroversi dalam membahas fistula ini adalah kurangnya
sistem pembagian stadium yang dapat diterima. Beberapa sistem telah diusulkan.
Sistem diperkenalkan oleh Dornhoffer dan Milewski, sistem ini berkaitan dengan
keterlibatan labirin yang mendasarinya. Fistula dengan erosi tulang dan endosteum
utuh diklasifikasikan sebagai stadium I fistula. Jika endosteum ini terkena, namun
ruang perilymphatic tidak, fistula ini diklasifikasikan sebagai stadium IIa. Ketika
perilymph ini terkena oleh penyakit atau sengaja disedot, fistula dikategorikan
sebagai stadium IIb. Stadium III menunjukkan bahwa labirin membran dan
endolymph telah terganggu oleh penyakit atau intervensi bedah.
Pasien yang memiliki erosi yang signifikan dari labirin klasik ini datang
dengan vertigo subjektif dan tes fistula yang positif pada pemeriksaan. Sayangnya,
gambaran klasik tidak sensitif dalam identifikasi preoperatif fistula. Vertigo periodik
atau disekuilibrium yang signifikan ditemukan pada 62% sampai 64% dari pasien
yang memiliki fistula sebelum operasi. Tes fistula positif dalam 32% sampai 50%
dari pasien yang ditemukan memiliki fistula selama eksplorasi bedah. Meskipun
kehilangan pendengaran sensorineural ditemukan di sebagian besar pasien (68%),
itu bukan indikator yang sensitif untuk fistula.
28
definitif
untuk
fistula
hanya
dibuat
intraoperatif,
yang
ke
arah
posterior
dan
inferior.
Pemeriksaan
lebih
atau
mastoiditis
coalescent.
Mastoiditis
29
kronis
dan kolesteatoma terjadi pada tulang temporal sklerotik. Namun, sebanyak 25% dari
kasus mastoiditis coalescent telah dilaporkan terjadi pada tulang temporal sklerotik
dengan OMK dan kolesteatoma.
3. Facial Paralysis
Otogenik yang
menyebabkan
kelumpuhan
saraf
wajah
termasuk
biasanya
terjadi dengan saluran tuba pecah dalam segmen timpani, yang memungkinkan
kontak langsung mediator inflamasi dengan
saraf
wajah
itu
sendiri.
OMK
dengan
pemeriksaan
sendiri.
Peran
diagnostik
pencitraan CT dipertanyakan.
Meskipun CT scan tidak diperlukan, dapat berguna dalam perencanaan terapi
dan konseling pasien. Ketika kolesteatoma melibatkan saluran tuba, juga dapat
mengikis struktur seperti labirin atau tegmen. Selanjutnya, tingkat erosi tulang dari
kanal tuba dan derajat keterlibatannya lebih dapat dinilai pada CT.
Komplikasi Intrakranial
1. Meningitis
Meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling umum dari OMK, dan
OMA adalah penyebab sekunder yang paling umum dari meningitis. Dalam seri
terbaru
Meskipun ini tetap merupakan komplikasi yang signifikan, tingkat kematian akibat
meningitis otitic telah menurun secara signifikan, dari 35% di era preantibiotic
30
sampai 5% di era post antibiotik. Meningitis dapat muncul dari tiga rute otogenic
yang berbeda: penyebaran hematogen dari meninges dan ruang subarachnoid,
menyebar dari telinga tengah atau mastoid melalui saluran yang telah terjadi (fisura
Hyrtl), atau melalui erosi tulang dan penyuluhan langsung. Dari ketiga
kemungkinan, meningitis otogenic paling umum adalah hasil dari penyebaran
hematogen.
Diagnosis cepat meningitis bergantung pada pengenalan dari tanda-tanda
peringatan oleh dokter. Tanda-tanda bahwa harus meningkatkan kecurigaan
komplikasi intrakranial termasuk demam persisten atau intermiten, mual dan muntah;
iritabilitas, letargi, atau sakit kepala persisten. Tanda-tanda yang juga membantu
diagnosis proses intrakranial meliputi perubahan visual; kejang onset baru, kaku
kuduk, ataksia, atau status mental menurun. Jika ada tanda-tanda mencurigakan itu
terjadi, pengobatan segera dan pemeriksaan lebih lanjut sangat penting. Antibiotik
spektrum luas, seperti sefalosporin generasi ketiga, harus diberikan selama
tes
diagnostik
menunjukkan
sedang
dilakukan.
peningkatan
CT
karateristik
scan
atau
meningeal
MRI
kontras
akan
dan
menyingkirkan
komplikasi intrakranial tambahan yang dikenal terjadi pada hingga 50% dari kasus
ini. Dengan tidak adanya efek massa yang signifikan pada pencitraan, pungsi lumbal
harus dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan memungkinkan untuk kultur
dan tes sensitivitas.
2. Abses Otak
Abses otak adalah komplikasi intrakranial kedua yang paling umum
dari
otitis
Berbeda dengan meningitis, yang lebih sering disebabkan oleh OMA, otak abses
hampir selalu merupakan hasil dari OMK. Lobus temporal dan otak kecil yang paling
sering terkena dampaknya. Abses ini berkembang sebagai hasil dari perpanjangan
hematogen sekunder menjadi tromboflebitis di hampir semua kasus, tetapi erosi
tegmen dengan abses epidural dapat menyebabkan abses lobus temporal. Hasil kultur
dari abses ini biasanya steril, dan, bila positif, biasanya mengungkapkan flora
campur, namun Proteus yang lebih sering dikultur daripada patogen lain.
Perkembangan klinis yang terlihat pada pasien ini terjadi dalam tiga tahap. Tahap
31
pertama digambarkan sebagai tahap ensefalitis, dan termasuk gejala seperti flu yaitu
gejala demam, kekakuan, mual, perubahan status mental, sakit kepala, atau kejang.
Tahap ini diikuti oleh laten, diam atau di mana gejala akut mereda, namun kelelahan
umum dan kelesuan bertahan. Tahap ketiga dan terakhir menandai kembalinya gejala
akut, termasuk sakit kepala parah, muntah, demam, perubahan status mental,
perubahan hemodinamik dan peningkatan
tekanan
intrakranial.
Tahap
ketiga
mengindikasikan
scan
memberikan
informasi
berharga
tentang
erosi tulang mastoid, dan dapat membantu dalam menentukan penyebab abses
dan pilihan pengobatan yang paling tepat. Pencitraan
itu
sendiri
adalah
diperlukan
untuk
menyingkirkan
komplikasi
intrakranial secara
media
dimana
tercatat
17%
sampai
19%
kasus
dari
untuk
menjadi
trombosis
dan
dari
proses
dari
menular
tromboflebitis
ke
vena
ruang
mastoid.
perisinus,
atau
dari
Setelah
sinus
telah
penyebaran
terlibat,
ruang
dan
trombus
yang
terinfeksi
untuk
mempersulit
dapat menyebar
sejumlah
ke arah
besar
proximal
kasus
ini.
melibatkan
32
yang mengancam jiwa, atau menyebar ke arah distal untuk melibatkan vena jugularis
interna. Keterlibatan vena jugularis interna meningkatkan risiko emboli paru septik.
Presentasi klasik dari trombosis sinus sigmoid atau lateral adalah adanya
demam tinggi yang tajam dalam pola picket fence, sering terlihat dengan sakit kepala
dan malaise umum. Seperti banyak komplikasi ini, tingkat kecurigaan yang tinggi
diperlukan karena demam spiking mungkin tumpul oleh penggunaan antibiotik
bersamaan. Dengan adanya demam tinggi spiking, atau kepedulian untuk tekanan
intrakranial meningkat, CT scan harus dikontraskan dilakukan untuk melihat
tromboflebitis. Dinding sinus akan lebih cerah dengan kontras dan menghasilkan
tanda
delta
karakteristik
yang
berkaitan
karena
mereka
dapat
digunakan
serial
untuk
MRI
mengevaluasi
dari
epidural
sering
ini berkembang
kolesteatoma
atau
dapat
sebagai
membahayakan
hasil
dari
dalam
penghancuran
gejala tidak berbeda secara signifikan dari yang ditemukan dalam OMK. Kadangkadang, iritasi dural dapat mengakibatkan peningkatan otalgia atau sakit kepala yang
berfungsi sebagai tanda menyangkut di latar belakang OMK.
Karena komplikasi ini tidak begitu jelas dalam presentasi klinis,
sehingga sering ditemukan secara kebetulan pada saat operasi kolesteatoma atau CT
scan untuk keperluan lain.
Tidak seperti komplikasi intrakranial lainnya, tidak ada gejala yang sensitif
atau spesifik sugestif
tinggi
diperlukan
Kehadiran
dari
proses
penyakit
untuk mendiagnosis
otalgia
meningkat
atau
abses
ini.
Kecurigaan
epidural
klinis
sebelum
yang
operasi.
kecurigaan untuk komplikasi intrakranial. CT scan atau MRI kontras cukup untuk
mendiagnosis abses ini. Bahkan dengan evaluasi yang cermat, diagnosis ini sering
dibuat pada saat operasi.
5. Otitic Hydrocephalus
33
yang
intrakranial
dapat
dengan
LCS
yang
normal
pada
pungsi
ini
dikembangkan
dari
infeksi
sinus
ini adalah akibat dari tekanan intrakranial yang meningkat dan menyebar termasuk
sakit kepala, mual, muntah, perubahan visual, dan kelesuan. Kehadiran gejala
ini memerlukan pemeriksaan menyeluruh dan pencitraan. Pemeriksaan fundoscopic
harus dilakukan untuk mengevaluasi papilledema sebagai bukti tekanan intrakranial
meningkat. MRI dan MRV harus dilakukan untuk mengevaluasi untuk pembesaran
ventrikel, atau komplikasi intrakranial yang lain, seperti trombosis sinus yang
signifikan dengan obstruksi. Peningkatan tekanan intrakranial dengan gejala klinis
dan papilledema tanpa adanya dilatasi ventrikel atau meningitis sudah cukup untuk
membuat diagnosis ini. MRV akan mengkonfirmasi keberadaan dan tingkat
trombosis sinus dural, tetapi tidak diperlukan untuk membuat diagnosis hidrosefalus
otitic.
34
BAB III
KESIMPULAN
Otitis media kronik (OMK) merupakan peradangan atau infeksi kronis yang
mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani, ditandai dengan
perforasi membran timpani, sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien dapat didiagnosis menderita
OMK. Berdasarkan anamnesa, pasien dapat mengeluhkan keluarnya cairan dari
telinga kanan yang hilang timbul, dimana sekret awalnya berwarna putih, encer dan
tidak berbau, kemudian menjadi agak kental, kekuningan, dan berbau. Pasien juga
mengeluhkan nyeri kepala dan nyeri pada telinga. Pasien juga mengeluhkan
pendengaran pada telinga menurun.
Penurunan pendengaran pada pasien OMK tergantung dari derajat kerusakan
tulang-tulang pendengaran yang terjadi. Biasanya dijumpai tuli konduktif, namun
dapat pula terjadi tuli persepsi yaitu bila telah terjadi invasi kelabirin, atau tuli
campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat
hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatoma, dapat menghambat bunyi
sampai dengan efektif ke fenestra ovalis. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan
letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim pengantaran
suara ke telinga tengah. Pada pasien ini dari hasil pemeriksaan didapatkan perforasi
sentral pada membran timpani. Dalam proses penyembuhannya dapat terjadi
penumbuhan epitel skuamosa kedalam telinga tengah. Kadang-kadang perluasan
lapisan tengah ini ke daerah atik mengakibatkan pembentukan kantong dan
kolesteatoma. Pembentukan kolesteatoma ini akan menekan tulang-tulang di
35
DAFTAR PUSTAKA
1
Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed.
Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi
kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-62
36
Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta;
for
Aboriginal
children:
chronic
suppurative
community-based,
otitis
multicentre,
media
in
double-blind
10
37