Вы находитесь на странице: 1из 19

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Perilaku


Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari
uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah
semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang
tidak dapat diamati oleh pihak luar. (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003),
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut
merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus –
Organisme – Respon.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :
1. Perilaku tertutup (convert behavior)
Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi
terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh
orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat
oleh orang lain.
2.2. Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon
seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit
atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta
lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok :
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau
menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan
bilamana sakit.
2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan,
atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking
behavior).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada
saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun sosial budaya, dan sebagainya.

2.3. Domain Perilaku


Menurut Bloom, seperti dikutip Notoatmodjo (2003), membagi perilaku
itu didalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak
mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk
kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga
domain perilaku tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (kognitif domain), ranah
affektif (affectife domain), dan ranah psikomotor (psicomotor domain).
Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk
kepentingan pengukuran hasil, ketiga domain itu diukur dari :
1. Pengetahuan (knowlegde)
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa
pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil
keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang :
a. Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya
intelegensia, minat, kondisi fisik.
b. Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga,
masyarakat, sarana.
c. Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya
strategi dan metode dalam pembelajaran.

Ada enam tingkatan domain pengetahuan yaitu :


a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) terhadap suatu
materi yang telah dipelajari sebelumnya.
b. Memahami (Comprehension)
Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
c. Aplikasi
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.
d. Analisis
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi dan ada kaitannya dengan yang lain.
e. Sintesa
Sintesa menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan
baru.
f. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi / objek.
2. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954)
menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :


a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
3. Praktik atau tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang
nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan
(support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat
pertama.
b. Respon terpimpin (guide response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan
sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat
kedua.
c. Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka
ia sudah mancapai praktik tingkat tiga
4. Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa
jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat
dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau
kegiatan responden.
Menurut penelitian Rogers (1974) seperti dikutip Notoatmodjo (2003),
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru
didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :
a. Kesadaran (awareness)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih
dahulu terhadap stimulus (objek)
b. Tertarik (interest)
Dimana orang mulai tertarik pada stimulus
c. Evaluasi (evaluation)
Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Mencoba (trial)
Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Menerima (Adoption)
Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.4. Asumsi Determinan Perilaku


Menurut Spranger membagi kepribadian manusia menjadi 6 macam nilai
kebudayaan. Kepribadian seseorang ditentukan oleh salah satu nilai budaya yang
dominan pada diri orang tersebut. Secara rinci perilaku manusia sebenarnya
merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan,
kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya.
Namun demikian realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala
kejiwaan tersebut dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya adalah pengalaman,
keyakinan, sarana/fasilitas, sosial budaya dan sebagainya. Proses terbentuknya
perilaku dapat diilustrasikan pada gambar berikut :
• Pengalaman
• Keyakinan
• Fasilitas
• Sosio-budaya
• Pengetahuan
• Persepsi
• Sikap
• Keinginan
• Kehendak
• Motivasi
• Niat
2.5. Perilau Manusia menurut Berbagai Aliran
2.5.1. Manusia menurut aliran psikoanalisis
Manusia menurut aliran yang dipelopori oleh Sigmund Freud
ini adalah makhluk yang digerakkan oleh suatu keinginan
yang terpendam dalam jiwanya (homo Volens). Aliran
psikoanalis secara tegas memperhatikan struktur jiwa
manusia, Fokus aliran ini adalah totalitas kepribadian
manusia bukan pada bagian-bagiannya yang terpisah.
Menurut aliran ini, perilaku manusia dianggap sebagai hasil
interaksi sub sistim dalam kepribadian manusia yaitu:
1. Id, yaitu bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-
dorongan biologis manusia merupakan pusat insting
yang bergerak berdasarkan prinsip kesenangan dan
cenderung memenuhi kebutuhannya .Bersifat egoistis,
tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id
adalah tabiat hewani yang terdiri dari dua bagian:
1). Libido - insting reproduktif penyediaan energi dasar
untuk kegiatan – kegiatan kosntrukstif disebut juga
sebagai insting kehidupan (eros)
2). thanatos – insting destruktif dan agresif
2. Ego, berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan realitas
di dunia luar. Ego Adalah mediator antara hasrat-hasrat
hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Egolah
yang menyebabkan manusia mampu menundukkan
hasrat hewaninya dan hidup sebgai wujud rasional. Ia
bergerak berdasarkan prinsip realitas
3. Super ego
yaitu unsur yang menjadi polisi kepribadian, mewakili
sesuatu yang normatif atau ideal super ego disebut juga
sebagai hati nurani,merupakan internalisasi dari norma-
norma sosial dan kultur masyarakat. Super ego
memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tidak
berlainan dibawah alam sadar.
Dari hal tersebut di atas maka menurut psikoanalis
perilaku manusia adalh merupakan interaksi antara
komponen biologis / unsur hewani (id), komponen
psikologis / unsur akal rasional (ego) dan komponen
sosial / unsur moral (super ego ).
b. Manusia menurut aliran behaviorisme
Manusia menurut aliran ini adalah homo mechanicus atau
perilakunya digerakkan oleh lingkungannya. Manusia
berperilaku sebagai hasil belajar yaitu perubahan perilaku
akibat pengaruh dari lingkungannya. Dari sini timbul
“teori belajar” dan teori “tabula rasa”. Manusia dalam
teori tersebut dianggap sebagai kertas putih atau meja
lilin ketika lahir artinya manusia belum memiliki “warna
mental”. Pada perkembangannya yang menyebabkan
berubahnya dan bertambahnya warna mental tersebut
adalah pengalaman. Secara singkat maka aliran ini
menekankan bahwa perilaku manusia, kepribadian
manusia, serta tempramen didasarkan pada pengalaman
inderawi (sensory experience).
Konsep perilaku manusia di atas oleh salah tokoh aliran
ini Ivan Pavlov disempurnakan dengan metode yang
disebut pelaziman klasik . Pada metode ini perilaku
manusia disebabkan adanya stimuli yang terkondisi atau
bersifat netral dengan stimuli yang tak terkondisikan.
Hipotesis tersebut menunjukkan bahwa organisme bisa
diajar bertindak dengan pemberian sesuatu rangsangan.
Untuk menggambarkan metode ini oleh Pavlov melakukan
eksperimen dengan seekor anjing yang dikondisikan
dengan stimulus tertentu. Pada akhirnya didapati dalam
eksperimen tersebut bahwa apabila anjing melihat bekas
makanan maka air liur hewan itu keluar sebagai “hasil
belajar' mengaitkan bekas makanan yang dilihat dengan
makanan yang akan diberikan kelak. Sebagai contoh
illustrasi bahwa setiap kali anak membaca majalah dan
orang tuanya mengambil majlah tersebut dengan paksa
maka anak tersebut akan benci terhadap majalah.
Konsep tentang perilaku manusia ini kemudian disempurnakan oleh
Skinner dengan metode yang disebut operant conditioning (pelaziman
operan).
Metode ini menerangkan bahwa apabila organisme menghasilkan sesuatu
respon karena mengoper atas stimulus yang diterima disekitarnya.
Menurut Skinner, pelaziman operan terdiri daripada dua konsep utama
yaitu :
a) Peneguhan (reinforcement ) yang terbagi dalam peneguhan positif dan
peneguhan negatif.
• Peneguhan Positif (Positive Reinforcement)
Rangsangan yang bisa menambahkan pengulangan suatu
tingkahlaku dan dilakukan berkali-kali disebut sebagai
Peneguhan Positif.
Contoh: Pekerja yang mencapai prestasi tinggi dalam kerjanya
diberikan bonus. Maka ia kan meningkatkan kinerjanya pada
masa berikutnya
• Peneguhan Negatif (Negative Reinforcement)
Bila ada rangsangan yang menyakiti atau yang mewujudkan
keadaan tidak mengenakan dan akan dihindari secara berkali-
kali disebut sebagai peneguhan negatif. Organisme
kemungkinan mengulang tingkahlaku yang dapat mengelak atau
mengurangi keadaan yang negatif.
b) Denda (punishment)
Adalah Setiap rangsangan yang menyebabkan pengulangan suatu
respon tingkahlaku yang dikurangi atau dihapuskan sama sekali .
Contoh: Anak yang tidak membantu ibu tidak diberi peluang untuk
bermain bola dengan teman-temannya sehingga ia akan
menghapuskan perilaku yang dapat membuat dirinya tidak dapat
bermain bola lagi.
Perilaku manusia menurut aliran ini semakin diperkuat dengan
Social Learning Theori atau pembelajaran Sosial. Teori ini
dikemukankan oleh Albert Bandura yang mengatakan salah satu
sifat manusia ialah meniru (imitate) tingkahlaku atau tindak tanduk
orang lain yang diterima masyarakat (socially accepted behaviour)
dan juga tingkah laku yang tidak diterima masyarakat. Tingkahlaku
yang diterima dan tidak diterima tersebut berbentuk :
a) berbeda antara satu budaya dengan satu budaya yang lain,
b) berbeda antara individu,
c) berbeda menurut situasi.
dengan demikian, pembelajaran sosial tidak hanya melibatkan
mempelajari tingkahlaku yang diterima tetapi juga tingkahlaku
tidak diterima.
Mengapa Manusia Meniru?
Orang meniru kerana apa yang dilakukan membawa kepuasan atau
ganjaran, yaitu peneguhan. Bagaimana peneguhan terwujud terdiri
atas 3 jenis :
a. Peneguhan Secara Langsung - Individu mendapat ganjaran seperti
pujian kerana dia meniru sesuatu tingkahlaku yang diperhatikan.
Misal anak yang meniru perilaku bapaknya karena dia dipuji dan
mengulangi tingkahlaku tersebut.
b. Peneguhan Mandiri - Individu meniru bukan kerana ingin dipuji
tetapi kerana ingin mencapai cita-citanya sendiri, misal seorang
pelajar meniru cara Edwin Moses (atlit lari Amerika ; pemecah
rekor dunia) dalam berlari, ia melakukan itu bukan untuk dipuji
oleh pelatihnya tetapi untuk membuktikan kepada dirinya bahwa
diapun bisa berlari sama persis dengan Edwin Moses dan ini
memberi kepuasan kepadanya.
c. Peneguhan Vikarius - Individu mendapat kepuasan secara tak
langsung dengan meniru orang lain. Individu yang memperhatikan
orang lain mendapatkan kepuasan atau ganjaran karena meniru
model, iapun berbuat demikian karena ingin mendapat peneguhan
yang sama. misal. Seorang pelajar memperhatikan rekannya dipuji
oleh gurunya karena menyelesaikan tugas dengan cepat maka
mungkin pada waktu lain ia akan berbuat demikian kerana dia
menyangka akan menerima pujian yang sama.
c. Manusia menurut aliran psikologi kognitif
Manusia dalam konsepsi psikologi kognitif adalah
mahkluk yang aktif mengorganisasikan dan mengolah
stimuli yang diterimanya (homo sapiens). Artinya
manusia adalah makhluk yang berpikir dan tidak pasif
dalam merespon lingkungannya serta berusaha
memahai lingkungannya. Lebih tegasnya bahwa
manusia adalah organisme aktif yang menafsirkan dan
bahkan mendistorsi lingkungannya.
Logika dari perilaku manusia menurut aliran ini adalah
bahwa jiwa manusia menafsirkan pengalaman indrawi
secara aktif melalui proses mencipta,
mengorganisasikan, menafsirkan, mendistorsi dan
mencari makna. Jadi manusialah yang menentukan
makna stimuli dan bukan stimuli itu sendiri.
Beberapa teori perilaku menurut aliran ini adalah teori
dari Kurt Lewin yang mengatakan bahwa perilaku
manusia bukan sekedar respon dari stimulus melainkan
produk dari berbagi gaya yang mempengaruhinya
secara spontan. Gaya tersebut oleh Lewin dirumuskan
dalam B = f ( P. E ). Behavior adalah hasil interaksi
antara Persons ( diri orang) dengan Enviroment
(lingkungan psikologisnya).
Teori lain dari aliran ini mengatakan bahwa manusia
adalah pencari konsistensi kognitif (consistency seeker
). Manusia merupakan mahkluk yang mejaga keajegan
dalam sistem kepercayaannya dan diantara sistem
kepercayaan dengan perilaku. Asumsi ini melahirkan
teori yang disebut denga disonansi kognitif artinya
manusia akan akan mencari informasi yang mengurangi
disonansi ( ketidakcocokan antara dua kognisi).
Manusia bila bertemu dengan informasi yang disonan
dengan keyakinannya maka ia akan menolak,
meragukan sumbernya, menacri konsonan atau
mengubahnya.
F. Manusia menurut aliran psikologi humanistik
Manusia menurut konsepsi psikologi humanistik adalah
mahkluk aktif alam merumuskan strategi transaksional
sengan lingkungannya (homo ludens). Pada asumsi aliran ini
manusia dipandang berada dalam dunia kehidupan ( berupa
the I (aku), me (Ku), my self (diriku)) yang dipersepsi dan
diinterprestasi secara subjektif. Perilaku manusia berpusat
pada konsep dirinya berupa persepsi manusia tentang
identitas dirinya yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah.
Selain itu perilaku manusia juga didasarkan pada
kebutuhannya dalam fungsi untuk mempertahankan,
meningkatkan serta mengaktualisasikan dirinya.

APLIKASI TERHADAP KEPERAWATAN


Aplikasi terhadap keperawatan yang disebabkan oleh faktor perilaku manusia ini
merujuk pada kesehatan jiwa manusia.
Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk mengungkap faktor penentu yang
dapat mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan, antara lain :
1. Teori Lawrence Green (1980)
Green mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat
kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu
faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior
causes).
Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :
1) Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
2) Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan sebagainya.
3) Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat.
2. Teori Snehandu B. Kar (1983)
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa perilaku
merupakan fungsi dari :
1) Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau
perawatan kesehatannya (behavior itention).
2) Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).
3) Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas
kesehatan (accesebility of information).
4) Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan
atau keputusan (personal autonomy).
5) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).
3. Teori WHO (1984)
WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu
adalah :
1) Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk
pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap
objek (objek kesehatan).
a. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang
lain.
b. Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek.
Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa
adanya pembuktian terlebih dahulu.
c. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek.
Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang
paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang
lain atau objek lain. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan
tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat
itu, sikap akan diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang
lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada
banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
2) Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya,
maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.
3) Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga
dan sebagainya.
4) Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber
didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life)
yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam
waktu yang lama dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai
dengan peradapan umat manusia
Menurut Orem asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap
orang mempelajari kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu
individu memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan kesejahteraan.
Teori ini dikenal dengan teori self care (perawatan diri).
Orang dewasa dapat merawat diri mereka sendiri, sedangkan bayi, lansia dan
orang sakit membutuhkan bantuan untuk memenuhi aktivitas self care mereka.
Orem mengklasifikasikan dalam 3 kebutuhan, yaitu:
1. Universal self care requisites (kebutuhan perawatan diri universal): kebutuhan
yang umumnya dibutuhkan oleh manusia selama siklus kehidupannya seperti
kebutuhan fisiologis dan psikososial termasuk kebutuhan udara, air, makanan,
eliminasi, aktivitas, istirahat, sosial, dan pencegahan bahaya. Hal tersebut
dibutuhkan manusia untuk perkembangan dan pertumbuhan, penyesuaian
terhadap lingkungan, dan lainnya yang berguna bagi kelangsungan hidupnya.
2. Development self care requisites (kebutuhan perawatan diri pengembangan):
kebutuhan yang berhubungan dengan pertumbuhan manusia dan proses
perkembangannya, kondisi, peristiwa yang terjadi selama variasi tahap dalam
siklus kehidupan (misal, bayi prematur dan kehamilan) dan kejadian yang
dapat berpengaruh buruk terhadap perkembangan. Hal ini berguna untuk
meningkatkan proses perkembangan sepanjang siklus hidup.
3. Health deviation self care requisites (kebutuhan perawatan diri penyimpangan
kesehatan): kebutuhan yang berhubungan dengan genetik atau
keturunan,kerusakan struktur manusia, kerusakan atau penyimpanngan cara,
struktur norma, penyimpangan fungsi atau peran dengan pengaruhnya,
diagnosa medis dan penatalaksanaan terukur beserta pengaruhnya, dan
integritas yang dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk melakukan
self care.
Tiga jenis kebutuhan tersebut didasarkan oleh beberapa asumsi, yaitu:
1. Human being (Kehidupan manusia): oleh alam, memiliki kebutuhan
umum akan pemenuhan beberapa zat (udara, air, dan makanan) dan untuk
mengelola kondisi kehidupan yang menyokong proses hidup,
pembentukan dan pemeliharaan integritas structural, serta pemeliharaan
dan peningkatan integritas fungsional.
2. Perkembangan manusia: dari kehidupan di dalam rahim hingga
pematangan ke dewasaan memerlukan pembentukan dan pemeliharaan
kondisi yang meningkatkan proses pertumbuhan dan perkembangan di
setiap periode dalam daur hidup.
3. Kerusakan genetik maupun perkembangan dan penyimpangan dari
struktur normal dan integritas fungsional serta kesehatan menimbulkan
beberapa persyaratan/permintaan untuk pencegahan, tindakan pengaturan
untuk mengontrol perluasan dan mengurangi dampaknya.
Asuhan keperawatan mandiri dilakukan dengan memperhatikan tingkat
ketergantuangan atau kebutuhan klien dan kemampuan klien. Oleh karena itu ada
3 tingkatan dalam asuhan keperawatan mandiri, yaitu:
1. Perawat memberi keperawatan total ketika pertama kali asuhan
keperawatan dilakukan karena tingkat ketergantungan klien yang tinggi
(sistem pengganti keseluruhan).
2. Perawat dan pasien saling berkolaborasi dalam tindakan keperawatan
(sistem pengganti sebagian).
3. Pasien merawat diri sendiri dengan bimbingan perawat (sistem
dukungan/pendidikan).
APLIKASI TEORI OREM
Klien dewasa dengan Diabetes Melitus menurut teori self-care Orem
dipandang sebagai individu yang memiliki kemampuan untuk merawat dirinya
sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan mencapai
kesejahteraan.
Klien dewasa dengan Diabetes Mellitus dapat mencapai sejahtera /
kesehatan yang optimal dengan mengetahui perawatan yang tepat sesuai dengan
kondisi dirinya sendiri. Oleh karena itu, perawat menurut teori self-care berperan
sebagai pendukung/pendidik bagi klien dewasa dengan Diabetes Mellitus
terkontrol untuk tetap mempertahankan kemampuan optimalnya dalam mencapai
sejahtera.
Kondisi klien yang dapat mempengaruhi self-care dapat berasal dari faktor
internal dan eksternal, factor internal meliputi usia, tinggi badan, berat badan,
budaya/suku, status perkawinan, agama, pendidikan, dan pekerjaan. Adapun
factor luar meliputi dukungan keluarga dan budaya masyarakat dimana klien
tinggal.
Klien dengan kondisi tersebut membutuhkan perawatan diri yang bersifat
kontinum atau berkelanjutan. Adanya perawatan diri yang baik akan mencapai
kondisi yang sejahtera, klien membutuhkan 3 kebutuhan selfcare berdasarkan
teori Orem yaitu:
1. Universal self care requisites (kebutuhan perawatan diri
universal), kebutuhan yang umumnya dibutuhkan oleh klien
selama siklus hidupnya dalam mempertahankan kondisi yang
seimbang/homeostasis yang meliputi kebutuhan udara, air,
makanan, eliminasi, istirahat, dan interaksi sosial serta menghadapi
resiko yang mengancam kehidupan. Pada klien DM, kebutuhan
tersebut mengalami perubahan yang dapat diminimalkan dengan
melakukan selfcare antara lain melakukan latihan/olahraga, diet
yang sesuai, dan pemantauan kadar glukosa darah.
2. Development self care requisites (kebutuhan perawatan diri
pengembangan), klien dengan DM mengalami perubahan fungsi
perkembangan yang berkaitan dengan fungsi perannya. Perubahan
fisik pada klien dengan DM antara lain, menimbulkan peningkatan
dalam berkemih, rasa haus, selera makan, keletihan, kelemahan,
luka pada kulit yang lama penyembuhannya, infeksi vagina, atau
pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya tinggi).
3. Health deviation self care requisites (kebutuhan perawatan diri
penyimpangan kesehatan), kebutuhan yang berkaitan dengan
adanya penyimpangan kesehatan seperti adanya sindrom
hiperglikemik yang dapat menimbulkan kehilangan cairan dan
elektrolit (dehidrasi), hipotensi, perubahan sensori, kejang-kejang,
takikardi, dan hemiparesis. Pada klien dengan DM terjadi
ketidakseimbangan antara kebutuhan yang harus dipenuhi dengan
kemampuan yang dimiliki. Klien DM akan mengalami penurunan
pola makan dan adanya komplikasi yang dapat mengurangi
keharmonisan pasangan (missal infeksi vagina dan bagian tubuh
lainnya).
Ketidakseimbangan baik secara fisik maupun mental yang dialami
oleh klien dengan DM menurut Orem disebut dengan self-care
deficit. Menurut Orem peran perawat dalam hal ini yaitu mengkaji
klien sejauh mana klien mampu untuk merawat dirinya sendiri dan
mengklasifikasikannya sesuai dengan klasifikasi kemampuan klien
yang telah kami sebutkan sebelumnya.
Setelah mengkaji dan mendapatkan informasi yang lengkap barulah perawat
mulai bekerja untuk mengembalikan kemampuan self-care klien secara optimal
sesuai dengan kondisi aktual klien yang berhubungan dengan Diabetes Mellitus
yang diderita oleh klien.
DAFTAR PUSTAKA

Psikologi Komunikasi
Edwi Arief Sosiawan, SIP, MSi

Вам также может понравиться