Вы находитесь на странице: 1из 13

BAB 1

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di


Negara- Negara berkembang termasuk Indonesia. Di antaranya adalah meningitis purulenta
yang juga merupakan penyakit infeksi perlu mendapat perhatian kita. 1
Meningitis merupakan infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,
arakhnoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis
yang superficial. 1
Disamping angka kematiannya yang masih tinggi, banyak penderitaan yang menjadi
cacat akibat keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan. Meningitis purulenta merupakan
keadaan gawat darurat. Pemberian antibiotika yang cepat dan tepat serta dengan dosis yang
memadai penting untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah terjadinya cacat. Oleh karena
itu setiap dokter wajib mengetahui sedini mungkin gejala-gejala dan tanda-tanda meningitis
serta penatalaksanaannya. 1
Angka kematian berkisar antara 18-40% dengan angka kecacatan berkisar 30-50%.
Kecacatan yang terjadi berupa gangguan pendengaran yang bersifat sensoneural, gangguan
penglihatan, retardasi mental, gangguan bicara, gangguan belajar, kelainan saraf cranial,
ataksia, kejang berulang, hidrosefalus dan paresis anggota gerak. Makin muda umur pasien,
manifestasi klinis makin tidak jelas, gejalanya makin tidak spesifik, maka diagnosis
meningitis pada anak sulit ditegakkan daripada orang dewasa, berakibat keterlambatan
pengobatan sehingga angka kematian dan kecacatan tetap tinggi. 2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1

2.1 DEFENISI
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,
arakhnoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis
yang superficial. 1
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada
cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai
dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih.
Penyebab paling sering dijumpai adalah kuman tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta
dan meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa
pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis meningococcus
merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.3
2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI SELAPUT OTAK
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningeal yang melindungi struktur
saraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningeal
terdiri dari 3 lapis, yaitu :
Lapisan luar ( Duramater )
Duramater merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak, sumsum
tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Duramater terbagi lagi atas
duramater bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak (periosteum) dan duramater
bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan tengkorak untuk membentuk falks serebrum,
tentorium serebelum dan diafragma sella. 3
Lapisan tengah ( arakhnoid )
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan duramater
dengan piamater, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang meliputi
seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara duramater dan arakhnoid disebut ruangan
subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat
pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta
dipenuhi oleh cairan serebrospinal. 3
Lapisan dalam ( piamater )
Lapisan piamater merupakan selapu halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang
mensuplai darah ke otak dalam jumlah banyak. Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak
dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid dan piamater disebut sub

arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan
serebrospinal dari otak ke sumsum tulang belakang. 3
2.3 EPIDEMIOLOGI
Meningitis bacterial tetap merupakan penyakit yang umum di seluruh dunia.
Meskipun gambaran yang tepat tidak tersedia, insidensi dari meningitis bacterial adalah
antara 4,6 dan 10 per 100.000 orang per tahun di Amerika Serikat. Lebih dari 2000 kematian
yang disebabkan oleh meningitis bacterial terjadi tiap tahunnya, sekitar 70% terjadi pada
anak dibawah usia 5 tahun. Penyakit ini bahkan lebih umum di Negara berkembang. Angka
kejadian meningitis bacterial secara keseluruhan di Indonesia belum diketahui dengan pasti.
Di RSUD Dr.Soetomo Surabaya dari tahun 1988-1993 didapatkan angka kematian berkisar
13-18 % dengan kecacatan 30-40%. Tri Ruspandji di Jakarta 1981 mendapatkan angka
kematian sebesar 41,8% dan Setiyono di Yogyakarta sebesar 50%. 2
2.4 ETIOLOGI
Dahulu, kebanyakan kasus meningitis terjadi pada anak yang berusia kurang dari 5
tahun, dan agen kausatif yang paling sering adalah Haemophilus influenza. Sejak tahun 1990,
vaksin terhadap Haemophilus influenza tersedia dan diberikan kepada sebagian besar anak di
Amerika Serikat dan Negara lain sebagai satu seri injeksi, yang dimulai pada bulan kedua
kehidupan. Akibat intervensi yang penting ini insiden meningitis pada anak yang berusia 1
bulan sampai 2 tahun menurun 87%, karena penurunan dramatis meningitis tipe H. influenza
pada populasi ini, kasus meningitis bacterial secara keseluruhan di Amerika Serikat menurun
55%.4
Meningitis kini terjadi paling sering pada individu dewasa yang berusia 19 sampai 59
tahun. Pada kelompok usia ini, penyebab meningitis bacterial yang paling sering adalah
Streptococcus pneumonia. Insiden terbesar berikutnya adalah pada anak yang berusia 2
sampai 18 tahun, dan penyebab yang paling sering adalah Neisseria meningitides. Pada
neonates, penyebab paling sering adalah streptococcus grup B ; pada bayi yang berusia 1
sampai 23 bulan, penyebabnya terbagi hampir sama antara S. pneumonia dan N.
meningitides.4
2.5 PATOFISIOLOGI
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus/atau bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput
otak, misalnya pada penyakit faringitis, tonsillitis, pneumonia, bronkopneumonia dan
endokarditis. Penyebaran bakteri/atau virus dapat pula secara perkontinuitatum dari
peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis
3

media, mastoiditis, thrombosis sinus kavernosus dan sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga
terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka dan komplikasi bedah otak. Invasi
kuman-kuman ke dalam ruang subarachnoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan
arakhnoid, CSS dan sistem ventrikulus. 5
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi,
dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke
dalam ruang subarachnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi
pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang
terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan
fibrin sedangkan dilapisan dalam terdapat makrofag. 5
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan thrombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron.
Thrombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino purulen menyebabkan kelainan
kraniales. Pada meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih
dibandingkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri.5
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala disertai demam tinggi. Rasa nyeri ini dapat
menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh
mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi epistotonus, yaitu tengkuk
kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran
menurun. Tanda kernig dan brudzinsky positif. 6
2.7 PEMERIKSAAN RANGSANGAN MENINGEAL
Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi
kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan
fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan
juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala. 7
Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul
kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa nyeri. Tanda
kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 1350 ( kaki tidak dapat
diekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri. 7
Pemeriksaan Brudzinsky I
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah
kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat
4

kearah dada sejauh mungkin. Tanda brudzinsky I positif (+) bila pada pemeriksa terjadi fleksi
involunter pada leher. 7
Pemeriksaan Brudzinsky II
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha dan sendi panggul
( seperti pada pemeriksaan kernig). Tanda Brudzinsky II positif (+) bila ada pemeriksaan
terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral. 7
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.8.1 Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan
protein cairan serebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
a. Pada meningitis serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-)
b. Pada meningitis purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah
putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.
2.8.2 Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan kadar haemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, pada
meningitis tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
b. Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit
2.8.3 Pemeriksaan Radiologis
a. Pada meningitis serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CTScan.
b. Pada meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal,
gigi geligi ) dan foto dada.
2.9 KLASIFIKASI MENINGITIS
2.9.1 Meningitis Virus 8
Ditemukan dengan gambaran klinis demam, nyeri kepala, dan iritasi meningens yang
disertai dengan pleositosis limfositik LCS. Demam dapat disertai dengan malaise, mialgia,
anoreksia, nausea dan muntah, nyeri abdomen dan/atau diare. Dapat terjadi letargi atau rasa
ngantuk yang ringan; bagaimanapun, perubahan kesadaran yang lebih berat perlu
mendapatkan pertimbangan diagnosis alternatif yang cepat, termasuk ensefalitis. 8
2.9.1.1 Etiologi
Dengan menggunakan berbagai jenis teknik diagnostic, termasuk PCR, kultur, dan
serologi LCS, penyebab virus yang spesifik dapat ditemukan pada 75-90% kasus. Faktor

etologi yang paling penting adalah enterovirus, HSV tipe 2, dan arbovirus. Insiden infeksi
enterovirus dan arbovirus banyak meningkat selama musim panas.
2.9.1.2 Diagnosis
Pemeriksaan yang paling penting adalah pemeriksaan LCS. Profil yang karakteristik
adalah pleositosis limfositik, konsentrasi protein yang normal atau sedikit meningkat,
konsentrasi glukosa yang normal atau meningkat ringan. Mikroorganisme tidak terlihat pada
apusan pewarnaan gram atau asam-basa atau preparat LCS dengan tinta india. Meskipun
jarang ditemukan, leukosit polimorfonuklear (PMN) mendominasi dalam waktu 48 jam dari
timbulnya penyakit. Umumnya pleositosis limfositik dengan konsentrasi glukosa yang rendah
member kesan kea rah kelainan meningitis jamur, atau meningitis tuberculosis atau kelainan
non infeksi (misalnya sarkoid, meningitides neoplastik ).
Pemeriksaan PCR LCS merupakan prosedur pilihan untuk mengidentifikasi yang
cepat, sensitive, dan spesifik terhadap enterovirus, HSV, EBV, virus varicela zoster (VZV),
virus herpes humanus 6 (HHV-6), dan CMV.
2.9.1.3 Diagnosis Banding
Perlu dipertimbangkan penyebab-penyebab meningitis dari bacterial, jamur,
tuberculosis, spirokaeta, dan infeksi lain ; infeksi parameningeal; meningitis bacterial yang
diterapi parsial; meningitis neoplastik; penyakit inflamasi non-infeksi yang mencakup sarkoid
dan penyakit behcet.
2.9.1.4 Terapi
Terapi suportif atau simtomatik biasanya mencukupi, dan perawatan di rumah sakit,
sebagaimana adanya individu dimana diagnosis tidak dapat dipastikan atau pasien dengan
perubahan kesadaran yang bermakna, bangkitan, atau tanda atau gejala klinis neurologic
fokal. Kasus meningitis yang berat sebagai akibat HSV, EBV, dan VZV dapat diterapi dengan
asiklovir IV (10mg/kg setiap 8 jam selama 7-14 hari); untuk pasien dengan penyakit yang
ringan, serial antivirus oral selama 1 minggu mungkin sudah sesuai. Terapi suportif tambahan
atau simptomatik tambahan dapat meliputi analgetik dan antipiretik. Prognosis untuk
pemulihan yang sempurna adalah memuaskan. Vaksinasi merupakan salah satu metode yang
efektif dalam mencegah perkembangan meningitis dan komplikasi neurologic lain yang
berkaitan dengan infeksi poliovirus, parotitis epidemika, measles dan VZV.
2.9.2 Meningitis Purulenta
2.9.2.1 Defenisi
6

Meningitis purulenta adalah infeksi akut selaput otak yang disebabkan oleh bakteri
dan menimbulkan reaksi purulen pada cairan otak. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada
anak dari pada orang dewasa. 1
2.9.2.2 Faktor Predisposisi
Beberapa keadaan merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya meningitis
purulenta yaitu :1
1. Sepsis
2. Kelainan yang berhubungan dengan penekanan reaksi imunologik misalnya
agamaglobulinemia
3. Pemirauan (shunting)ventrikel
4. Pungsi lumbal dan anestesi spinal
5. Infeksi parameningeal
2.9.2.2 Etiologi 1
Tiap organism yang dapat masuk kedalam tubuh mempunyai kesempatan untuk
menimbulkan meningitis. Terdapat bakteri-bakteri tertentu yang mempunyai kecenderungan
untuk menyebabkan meningitis pada umur-umur tertentu.
Penyebab meningitis pada beberapa golongan umur :
1. Neonatus : escherisia coli, streptococcus beta hemoliticus, listeria monositogenes.
2. Anak di bawah 4 tahun : haemofilus influenza, meningococcus, pneumococcus.
3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : meningococcus, pneumococcus.

2.9.2.3 Patogenesis
Kuman dapat mencapai selaput otak dan ruang subarakhnoidea melalui :
1. Luka terbuka di kepala. 1
2. Aliran darah oleh karena infeksi ditempat lain seperti faringitis, tonsillitis,
endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering didapatkan biakan
kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman yang ada dalam cairan
otak.2
3. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi dari
sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus. 2
2.9.2.4 Patogenesis
Akhir-akhir ini dikemukakan sebuah konsep baru mengenai patofisiologi meningitis
purulenta, yaitu suatu proses yang kompleks, komponen-komponen bakteri dan mediator
inflamasi berperan dalam menimbulkan respon peradangan pada selaput otak (meningen)
serta menyebabkan perubahan fisiologis dalam otak berupa peningkatan tekanan intracranial
dan penurunan aliran darah otak, yang dapat mengakibatkan timbulnya gejala sisa. Proses ini
7

dimulai setelah ada bakteremia atau embolus septic, yang diikuti dengan maksuknya bakteri
ke dalam susunan saraf pusat dengan jalan menembus rintangan darah otak melalui tempattempat yang lemah, yaitu mikrovaskuler otak atau pleksus koroid yang merupakan media
pertumbuhan yang baik bagi bakteri karena mengandung kadar glukosa yang tinggi. Segera
setelah bakteri berada dalam cairan serebrospinal, maka bakteri tersebut akan memperbanyak
diri dengan mudah dan cepat oleh karena kurangnya pertahanan humoral dan aktivitas
fagositosis dalam cairan serebrospinal, kemudian tersebar secara pasif mengikuti aliran
serebrospinal melalui sistem ventrikel keseluruh ruang subarachnoid.
Bakteri pada waktu berkembang biak atau pada waktu mati (lisis) akan melepaskan
dinding sel atau komponen-komponen membrane sel yang menyebabkan kerusakan jaringan
otak serta menimbulkan peradangan di selaput otak melalui beberapa mekanisme. Bakteri
Gram negative pada waktu lisis akan melepaskan lipopolisakarisa/endotoksin, dan kuman
Gram positif akan melepaskan teichoic acid. Produk-produk aktif dari bakteri tersebut
merangsang sel endotel dan makrofag susunan saraf pusat( sel astrosit dan microglia)
memproduksi mediator inflamasi seperti interleukin-1 (IL-I) dan tumor necrosis factor
(TNF). Mediator inflamasi berperan dalam proses awal dari beberapa mekanisme yang
menyebabkan

peningkatan

tekanan

intracranial,

yang

selanjutnya

mengakibatkan

menurunnya aliran darah otak. 2


2.9.2.5 Manifestasi klinis
Pada permulaan gejala meningitis purulenta adalah suhu badan meningkat, timbul
nyeri kepala yang hebat diseluruh kepala menjalar ke tengkuk. Mual muntah, hilangnya nafsu
makan, tanda-tanda rangsangan meningeal positif, tanda-tanda rangsangan meningeal akan
menghilang bila terjadi koma yang dalam. Dapat terjadi peninggian refleks fisiologik dan
timbulnya refleks patologik. Kejang jarang dijumpai pada orang dewasa dan anak besar, baik
kejang umum maupun fokal.1,3
2.9.2.6 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan cairan otak
Pemeriksaan cairan otak amat penting untuk diagnosis radang otak, radang medulla
spinalis dan radang selaput otak, baik yang disebabkan oleh infeksi maupun non infeksi.
Pungsi lumbal harus dilakukan tiap penderita dengan keluhan dan tanda-tanda rangsangan
selaput otak. Pada penderita dengan panas yang tidak diketahui sebabnya perlu pula
dipertimbangkan pungsi lumbal. Pada pemeriksaan pungsi lumbal pada meningitis purulenta
ditemukan 1
8

1. Tekanan : tekanan cairan otak meningkat di atas 180 mmH2O


2. Warna : cairan otak berwarna mulai dari keruh sampai purulen bergantung pada
jumlah selnya.
3. Sel : jumlah leukosit meingkat, biasanya berjumlah 200-10.000 dan 95% terdiri
dari sel PMN. Setelah pengobatan dengan antibiotika perbandingan jumlah sel
MN terhadap PMN meningkat.
4. Protein : kadar protein meningkat, biasanya di atas 75 mg/100ml
5. Klorida : kadar klorida menurun, kurang dari 700mg/ 100ml
6. Glukosa : kadar glukosa menurun, biasanya kurang dari 40mg% atau kurang dari
40% kadar gula darah yang diambil pada saat yang bersamaan.
Pemeriksaan darah tepi
Biasanya terdapat kenaikan jumlah leukosit dan pada hitung jenis terdapat pergeseran
ke kiri.
Pemeriksaan Elektrolit darah
Gangguan elektrolit sering terjadi karena dehidrasi. Disamping itu hiponatremia dapat
terjadi akibat pengeluaran hormon ADH yang menurun.
Pemeriksaan radiologic
Pada foto toraks mungkin dijumpai sumber infeksi misalnya radang paru atau abses
paru. Pada foto tengkorak mungkin dijumpai sinusitis, mastoiditis. Sutura yang melebar pada
anak mencurigakan akan adanya efusi subdural atau abses otak.
Pemeriksaan EEG
Pemeriksaan dengan elektroensefalografi akan menujukan perlambatan yang
menyeluruh di kedua hemisfer dan derajatnya sebanding dengan beratnya radang.
2.9.2.7 Diagnosa Banding
1. meningitis tuberkulosa
2. meningitis viral
3. meningitis jamur
4. perdarahan subarachnoid
5. abses otak
6. meningismus
2.9.2.8 Terapi
Penisilin G digunakan untuk pengobatan meningitis yang disebabkan pneumococcus,
streptococcus, meningococcus. Dosis dapat hingga 1-2 juta satuan tiap 2 jam. Terhadap
hemofillus influenza baik digunakan kloramfenikol atau ampisiln. Dosis kloramfenikol 4x1
gram tiap 24 jam. Dosis ampisilin dapat hingga 4x3gram tiap 24 jam intravena, terhadap
meningococcus dapat juga dipakai sulfadiadzin hingga 12x500 mg tiap 24 jam. Lama
pengobatan rata-ratanya 10 hari. Pengobatan selebihnya ialah simtomatis. 3
9

2.9.3 Meningitis Tuberkulosa ( Serosa )


2.9.3.1 Defenisi
Meningitis tuberkulosa adalah radang selaput otak akibat komplikasi tuberkulosis
primer. Secara histologik meningitis tuberkulosa merupakan meningo-ensefalitis di mana
terjadi invasi ke selaput dan jaringan susunan saraf pusat. 5
2.9.3.2 Etiologi
Kuman Mycobacterium tuberculosis varian hominis 1
2.9.3.3 Patogenesis
Kuman mencapai susunan saraf pusat melalui aliran darah dan membentuk tuberkel di
selaput otak dan jaringan otak di bawahnya. Kemudian tuberkel akan pecah dan bakteri
masuk ke ruang subarakhnoidea. 1
2.9.3.4 Faktor resiko
Penyakit ini kebanyakan terdapat pada penduduk dengan keadaan sosio-ekonomi
rendah, penghasilan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, perumahan tidak memenuhi
syarat kesehatan minimal, hidup dan tinggal atau tidur berdesakan, kekurangan gizi, higene
yang buruk, faktor suku atau ras, kurang atau tidak mendapat fasilitas imunisasi.
Meningitis tuberkulosa dapat terjadi pada setiap umur terutama pada anak antara 6
bulan sampai 5 tahun, jarang terdapat di bawah umur 6 bulan kecuali apabila angka kejadian
tuberkulosis sangat tinggi. Paling sering terjadi di bawah umur 2 tahun, yaitu antara 9 sampai
15 tahun. 5
2.9.3.5 Gambaran Klinik 5
Stadium I
Stadium prodomal berlangsung lebih kurang 2 minggu sampai 3 bulan. Permulaan
penyakit bersifat subakut, sering tanpa panas atau hanya kenaikan suhu yang ringan atau
hanya dengan tanda-tanda infeksi umum, muntah-muntah, tidak ada nafsu makan, murung,
berat badan turun, tak ada gairah, mudah tersinggung, cengeng, tidur terganggu dan gangguan
kesadaran berupa apatis. Gejala-gejala ini sering terjadi pada anak kecil.
Stadium II
Gejala-gejala terlihat lebih berat, terdapat kejang umum atau fokal terutama pada anak
kecil dan bayi. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi
kaku dan timbul opistotonus, terdapat tanda- tanda peningkatan tekanan intracranial, ubunubun menonjol dan muntah hebat. Nyeri kepala yang bertambah berat dan progesif
menyebabkan si anak berteriak dan menangis dengan nada yang khas yaitu meningeal cry.
10

Kesadaran makin menurun. Terdapat gangguan nervi kranialis, antara lain N.II, III, IV, VI,
VII dan VIII. Dalam stadium ini terdapat defisit neurologic fokal seperti hemiparesis,
hemiplegia karena infark otak dan rigiditas deserebrasi. Pada fundoskopi dapat ditemukan
atrofi N.II dan khoroid tuberkel yaitu kelainan pada retina yang tampak seperti busa berwarna
kuning dan ukurannya sekitar setengah diameter papil.
Stadium III
Dalam stadium ini suhu tidak teratur dan semakin tinggi yang disebabkan oleh
terganggunya regulasi dan diensefalon. Pernafasan dalam bentuk cheyne-stokes atau
kussmaul. Gangguan miksi berupa retensi atau inkotinensia urin. Didapatkan pula adanya
gangguan kesadaran semakin menurun sampai koma yang dalam. Pada stadium ini penderita
dapat meninggal dunia dalam waktu 3 minggu bila tidak memperoleh pengobatan
sebagaimana mestinya.
2.9.3.6 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan cairan otak
Tekanan : meningkat
Warna : jernih atau santokrom
Protein : meningkat
Glukosa : menurun
Klorida : menurun
Leukosit : meningkat sampai 500/mm3 dengan sel MN yang dominan. 1
Darah
Jumlah leukosit meningkat sampai 20.000
Radiologi
Tampak hidrosefalus
Test tuberculin
Positif
2.9.3.7 Pengobatan 5
Dipakai obat tripel yaitu kombinasi INH dengan 2 dari 3 macam tuberkulostatika di
bawah ini selama 2 tahun.
INH
: dewasa 10-15 mg/kgbb/hari
Anak 20 mg/kg bb/hari
Streptomisin : dosis 20 mg/kg bb/ hari IV selama 3 bulan
Etambutol
: dosis 25 mg/kg bb/hari per oral selama 2 bulan pertama lalu dilanjutkan
Rifampisin

dengan 15 mg/kg bb/ hari.


: dosis pada dewasa 600 mg/hari
Anak-anak 10-20 mg/kg bb/ hari

Kortikosteroid
11

Indikasi

: 1. TIK meningkat
2. adanya deficit neurologic
3. mencegah perlekatan arakhnoidea pada jaringan otak
Deksametason : mula- mula diberikan 10 mg intravena lalu 4 mg tiap 6 jam.
Prednisone
: 60-80 mg/hari selama 2-3 minggu lalu diturunkan berangsur selama 1 bulan

BAB III
KESIMPULAN
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater dan
arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis
yang superficial. Meningitis dapat disebabkan oleh virus , bakteri, riketsia, jamur, cacing, dan
protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis terdiri dari meningitis
virus, meningitis purulenta, meningitis serosa. Meningitis ditandai dengan adanya gejalagejala seperti panas mendadak, letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan
dengan pemeriksaan cairan serebrospinal melalui pungsi lumbal.

12

DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono. Kapita Selekta Neurologi . Gajah Mada UniversityPress. Edisi kedua. 1993
2. Soetomenggolo TS, Ismael S. Buku Ajar Neurologi Anak Jakarta : IDAI; 1999
3. Markam soemarmo, Masud Idris, Darmusugondo, Penuntun Neurologi. Binarupa
Aksara. 1992
4. Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, fauci AS, Kasper DL. Harrison
Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. 13th ed. Asdie AH, editor. Jakarta : EGC; 2000
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Buku Ajar Neurologi Klinis Harsono,
editor. Yogyakarta: Gajah Mda University Press;1999
6. Mansjoer A, S, Wardhani WI, Setiowulan W, editors. Kapita Selekta Kedokteran Jilid
Kedua. 3rd ed. Jakarta : Media Aesculapius; 2000
7. Lumbantobing S.M. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental : Falkutas
Kedokteran Universitas Indonesia :2012
8. Atmaja AA, editor. Buku Saku Harisson Neurologi Pamulang-Tangerang selatan :
Karisma Publishing Group ; 2013.

13

Вам также может понравиться