Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun oleh
Radhiyana Putri
0910015031
Pembimbing
dr. Sherly Yuniarchan, Sp.A
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................3
BAB 2 STATUS PASIEN........................................................................................5
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................22
BAB 4 PEMBAHASAN........................................................................................55
BAB 5 PENUTUP.................................................................................................60
BAB 1
PENDAHULUAN
bagian kiri atau kanan tanpa aliran pirau melalui sekat di jantung, misalnya aortic
stenosis (AS), coarctatio aorta (CoA) dan pulmonary stenosis (PS)2,3.
Keadaan dengan curah jantung yang tidak adekuat lagi untuk memenuhi
kebutuhan seluruh tubuh akan zat asam baik pada waktu kegiatan maupun
istirahat, sementara pengisian vena
dekompensasi kordis. Dekompensasi kordis terjadi lebih sering pada umur 5 bulan
pertama. Sebagai penyebab paling sering pada umur 1 minggu pertama ialah
hypoplasia jantung kiri pada umur 1 bulan pertama seperti PDA dan VSD dan
pada umur 2 bulan pertama biasanya disebabkan karena transposisi arteri-arteri
besar dan VSD. 1,2
BAB 2
STATUS PASIEN
Pasien MRS pada tanggal 6 April 2016 melalui IGD RSUD A.W.
Sjahranie Samarinda dan dirawat inap di Ruang Melati.
Identitas Pasien:
Nama
: An. PR
Umur
: 9 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Tenggarong
Tanggal masuk
: 5 April 2016
: Bpk. AS
Umur
: 40 tahun
Pekerjaan
: Pekerja Bangunan
: Tenggarong
: Ibu. S
Umur
: 35 tahun
Pekerjaan
Pendidikan terakhir : SD
Alamat
: Tenggarong
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Perut membesar
Anak dari adik perempuan ibu kandung pasien mengalami penyakit jantung
bawaan yang telah didiagnosa sejak usia 13 bulan
II
III
IV
Booster I
Booster II
BCG
////////
///////
///////
// /////
///////
Polio
Campak
///////
///////
///////
///////
DPT
///////
Hepatitis B
///////
: Lupa
BB sekarang
: 15 kg
PB Lahir
: Lupa
PB sekarang
: 98 cm
Gigi keluar
: 6 bulan
Berdiri
: 10 bulan
Tersenyum
: 3 bulan
Berjalan
: 12 bulan
Miring
: 4 bulan
Tengkurap
: 7 bulan
Masuk TK
: 5 tahun
Duduk
: 8 bulan
Masuk SD
: 6 tahun
Merangkak
: bulan bisa
Sekarang kelas
: 2 SD
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
komposmentis, E4V5M6
Tanda-tanda vital
1. Tekanan Darah
: 90/60 mmHg
2. Frekuensi nadi
: 120 x/menit
3. Frekuensi nafas
: 36 x/menit
4. Suhu
: 36,5oC
Status Gizi
Berat Badan
: 15 kg
Tinggi Badan
: 116 cm
BBI (%)
LILA
: 12 cm
Status Gizi
: Gizi kurang
Status generalisata
Kepala
Bentuk
: Normocephal
Rambut
Mata
cahaya (+/+)
Hidung
Telinga
Mulut
KGB
Thorax
Pulmo
Inspeksi
interkostal (+)
Palpasi : fremitus raba sulit dievaluasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
midclavicular line
Perkusi
: Batas jantung
Kanan : ICS IV I jari ke lateral dari right parasternal line
Kiri
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: timpani
Ekstremitas
Superior
: akral hangat, CRT < 2 detik , clubbing finger (-), sianosis (-),
edema (-)
Inferior
: akral hangat, CRT < 2 detik , clubbing finger (-), sianosis (-),
edema (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Lab
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
GDS
Na
K
Cl
Ur
Cr
05/04/2016
Hasil Normal
12,0
8.600
223.000
38,4 %
89
138
4,5
116
23,2
11-16 g/dl
4000-10000/L
150000-450000/L
37,0-54,0 %
60-150 mg/dl
135-155 mmol/L
3,6-5,5 mmol/L
95.108mmol/L
10-40 mg.dl
0,6
0,5-1,5mg/dl
06/04/2016
2.
SGOT
65
SGPT
20
Albumin
3,4
13/4/2016
Hemoglobin
13,4
11-16 g/dl
Leukosit
7.770
4000-10000/L
Trombosit
262.000
150000-450000/L
Hematokrit
41,6 %
37,0-54,0 %
Na
138
135-155 mmol/L
3,9
3,6-5,5 mmol/L
Cl
107
95.109mmol/L
CRP
<6 mg/L
19/04/2016
Hemoglobin
12,0
11-16 g/dl
Leukosit
8.400
4000-10000/L
Trombosit
242.000
150000-450000/L
Hematokrit
36,6 %
37,0-54,0 %
Na
133
135-155 mmol/L
3,1
3,6-5,5 mmol/L
Cl
94
95.110 mmol/L
GDS
191
60-150 mg/dl
AV-VA Concordance
No PDA, VSD
,
CTR
: 71,47 %
1.5
Diagnosis Utama
Diagnosis Lain
Diagnosis Komplikasi
:1.6
PENATALAKSANAAN :
Infus D5 NS 1200 cc/24 jam
Inj. Ampicilin 4 x 500 mg IV skin test
Inj. Lasix 2x 20 mg IV
Captopril 3 x 6 mg p.o
O2 nasal kanul 3-4 lpm
Masuk ruang biasa, jika saat di ruangan sesak sekali, masuk PICU
Follow Up Ruangan
Tanggal
05/04/16
H-1
BB= 19 kg
IGD
S
Sesak nafas(+) bengkak
(+) batuk (+) pilek (-)
demam (-) Riwayat
penyakit
jantung
bawaan (+)
O
Komposmentis,
TD : 90/60 mmHg, N : 120
x/I, RR : 38 x/I, T:36,8 oC,
anemis (-/-), ikterik (-/-), ves
(+/+), murmur (+), Soefl,
asites (+), hepatomegali (+),
Bising usus (+) normal.
A
ASD
Dekompensasi
Kordis
P
+
06/04/16
H-2
BB= 19 kg
R.Melati
07/04/16
H-3
BB= 17 kg
R.Melati
08/04/16
H-4
BB= 15 kg
R.Melati
09/04/16
H-5
BB= 15 kg
R.Melati
11/04/16
H-7
BB= 15 kg
R.Melati
Sesak
nafas
bengkak (-),
ASD
Dekompensasi
Kordis
ASD
Dekompensasi
Kordis
Komposmentis,
ASD
TD : 80/60 mmHg, N : 118 Dekompensasi
x/I, RR : 32 x/I, T:36,5 oC, Kordis
anemis (-/-), ikterik (-/-), ves
(+/+), gallop (+) Soefl, asites
(-), hepatomegali (+), Bising
usus (+) normal.
akral hangat (+), edema (-/-)
(+) Komposmentis,
ASD
TD : 100/60 mmHg, N : 118 Dekompensasi
x/I, RR : 32 x/I, T:36,7 oC, Kordis
anemis (-/-), ikterik (-/-), ves
(+/+), gallop (+) Soefl, asites
(-), hepatomegali (+), Bising
usus (+) normal.
akral hangat (+), edema (-/-)
12/04/16
H-8
BB= 15 kg
R.Melati
13/04/16
H-9
BB= 16 kg
R.Melati
14/04/16
H-10
BB= 15 kg
R.Melati
15/04/16
H-11
BB= 15 kg
R.Melati
16/04/16
H-12
BB= 15 kg
Sesak nafas(+)
Komposmentis,
ASD
TD : 80/60 mmHg, N : 120 x/I, Dekompensasi
RR : 36 x/I, T:36,8 oC, anemis Kordis
(-/-), ikterik (-/-), ves (+/+),
gallop (+), Soefl, asites (-),
hepatomegali (+), Bising usus
(+) normal.
akral hangat (+), edema (-/-)
Sesak nafas(+)
Komposmentis,
ASD
TD : 100/60 mmHg, p50 : Dekompensasi
95/86 mmHg N : 120 x/I, RR : Kordis
36 x/I, T:36,8 oC, anemis (-/-),
ikterik (-/-), ves (+/+), gallop
(+),
Soefl,
asites
(-),
hepatomegali (+), Bising usus
(+) normal.
akral hangat (+), edema (-/-)
Sesak
nafas(+), Komposmentis,
ASD
demam (-), batuk (+)
TD : 85/60 mmHg, p50 : 95/86 Dekompensasi
mmHg N : 120 x/I, RR : 36 Kordis
x/I, T:36,8 oC, anemis (-/-),
ikterik (-/-), ves (+/+), gallop
(+),
Soefl,
asites
(-),
hepatomegali (-), Bising usus
(+) normal.
akral hangat (+), edema (-/-)
R.Melati
18/04/16
H-14
BB= 15 kg
R.Melati
19/04/16
H-15
BB= 15 kg
R.Melati
20/04/16
H-16
BB= 15 kg
R.Melati
Sesak
nafas(+), Komposmentis,
ASD
demam (-), batuk (+)
TD : 95/70 mmHg, p50 : 95/86 Dekompensasi
mmHg N : 109 x/I, RR : 24 Kordis
x/I, T:36,8 oC, anemis (-/-),
ikterik (-/-), ves (+/+), gallop
(+),
Soefl,
asites
(-),
hepatomegali (-), Bising usus
(+) normal.
akral hangat (+), edema (-/-)
21/04/16
H-17
BB= 15 kg
R.Melati
22/04/16
H-18
BB= 15 kg
R.Melati
23/04/16
H-19
BB= 15 kg
Sesak
nafas(+), Komposmentis,
ASD
demam (-), batuk (+)
TD : 100/80 mmHg, N : 104 Dekompensasi
x/I, RR : 28 x/I, T:36,8 oC, Kordis
anemis (-/-), ikterik (-/-), ves
(+/+), gallop (+), Soefl, asites
(-), hepatomegali (-), Bising
usus (+) normal.
akral hangat (+), edema (-/-)
Sesak
nafas(+), Komposmentis,
ASD
demam (-), batuk (-)
TD : 85/60 mmHg, N : 108 x/I, Dekompensasi
RR : 24 x/I, T:36,8 oC, anemis Kordis
(-/-), ikterik (-/-), ves (+/+),
gallop (+), Soefl, asites (-),
hepatomegali (-), Bising usus
(+) normal.
akral hangat (+), edema (-/-)
Sesak nafas(+),
R.Melati
25/04/16
H-21
BB= 15 kg
R.Melati
26/04/16
H-22
BB= 15 kg
R.Melati
Sesak nafas(-)
Komposmentis,
ASD
TD : 100/70 mmHg, N : 108 Dekompensasi
x/I, RR : 24 x/I, T:36,8 oC, Kordis
anemis (-/-), ikterik (-/-), ves
(+/+), gallop (+), Soefl, asites
(-), hepatomegali (-), Bising
usus (+) normal.
akral hangat (+), edema (-/-)
Komposmentis,
TD : 100/70 mmHg, N : 104
x/I, RR : 24 x/I, T:36,8 oC,
anemis (-/-), ikterik (-/-), ves
(+/+), gallop (+), Soefl, asites
(-), hepatomegali (-), Bising
usus (+) normal.
akral hangat (+), edema (-/-)
Sesak
nafas
(-), Komposmentis,
bengkak (-), batuk (-)
TD : 100/60 mmHg, N : 104
x/I, RR : 24 x/I, T:36,8 oC,
anemis (-/-), ikterik (-/-), ves
(+/+), gallop (+), Soefl, asites
(-), hepatomegali (-), Bising
usus (+) normal.
akral hangat (+), edema (-/-)
ASD
Dekompensasi
Kordis
ASD
Dekompensasi
Kordis
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
3.1.1` Definisi
Atrial septal defect (ASD) merupakan keadaan dimana terjadi defek pada
bagian septum antar atrium sehingga terjadi komunikasi langsung antara atrium
kiri dan kanan. Atrial septal defect dapat terjadi di bagian manapun dari septum
atrium, tergantung dari struktur septum atrium yang gagal berkembang secara
normal.6
Secara anatomis ASD dibagi menjadi ASD primum, sekundum, tipe sinus
venosus, dan tipe sinus koronarius. Pada ASD primum terdapat defek pada bagian
bawah septum atrium, yaitu pada septum atrium primum. Selain itu, pada ASD
primum sering pula terdapat celah pada daun katup mitral. Kedua keadaan
tersebut menyebabkan pirau dari atrium kiri ke kanan dan arus sistolik dari
ventrikel kiri ke atrium kiri melalui celah pada katup mitral (regurgitasi mitral).
Pada tipe sinus venosus defek septum terletak di dekat muara vena kava superior
atau inferior dan sering disertai dengan anomali parsial drainase vena pulmonalis,
yaitu sebagian vena pulmonalis kanan bermuara ke dalam atrium kanan. Pada tipe
sinus koronarius defek septum terletak di muara sinus koronarius. Pirau pada ASD
sinus koronarius terjadi dari atrium kiri ke sinus koronarius, baru kemudian ke
atrium kanan. Pada kelainan ini dapat ditemukan sinus koronarius yang
membesar.5,7
Pada ASD sekundum terdapat lubang patologis pada fosa ovalis. Atrial
septal defect sekundum dapat tunggal atau multipel (fenestrated atrial septum).
Defek yang lebar dapat meluas ke inferior sampai pada vena kava inferior dan
ostium sinus koronarius, ataupun dapat meluas ke superior sampai pada vena kava
superior.5,7
3.1.2
Etiologi
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa penyakit jantung kongenital
banyak disebabkan oleh interaksi kompleks antara faktor genetik dengan faktor
lingkungan (paparan terhadap zat teratogen).
disebabkan oleh mutasi gen tunggal (single gene mutation) dan kelainan
kromosomal (delesi, trisomi, monosomi). Kelainan kromosomal yang sering
menyebabkan ASD diantaranya sindrom Turner (45X), sindrom Down (trisomi 21),
serta sindrom Miller Dieker (delesi 17p). Namun demikian perlu diingat bahwa
banyak kelainan kromosomal lainnya yang dapat menyebabkan penyakit jantung
kongenital,
meskipun
tidak
spesifik
menyebabkan
kelainan
tertentu.
Kelainan jantung pada sindrom Down merupakan kelainan yang paling jelas
mekanismenya karena melibatkan anomali struktur yang berasal dari bantalan
endokardium (termasuk sekat atrioventrikular dan katup jantung). Teratogen
merupakan faktor lingkungan yang paling berperan dalam menyebabkan penyakit
jantung kongenital, termasuk di antaranya ASD. Telah diketahui bahwa pajanan
terhadap infeksi rubella kongenital, diabetes gestasional, alkohol, thalidomide,
asam retinoat dapat menyebabkan terjadinya penyakit jantung kongenital pada
anak.8,9
3.1.3
Klasifikasi
ASD dapat digolongan menjadi empat golongan,yakni:1
a. Atrial septal defect sekundummerupakan tipe yang tersering (80%).
Pada Atrial septal defect sekundum terdapat lubang patologis di tempat
fossa ovalis. Defek dapat berukuran kecil sampai sangat besar sehingga
mencakup sampai sebagian besar septum. Akibatnya terjadi pirau dari
atrium kiri ke atrium kanan, dengan beban volume di atrium dan
ventrikel kanan.
b. Atrial septal defect primummerupakan jenis kedua terbanyak dari
Atrial septal defect. Pada defek septum primum terdapat celah pada
Patofisiologi
Penyebab dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat
dipastikan, banyak kasus mungkin terjadi akibat aksi teratogen yang tidak
diketahui dalam trisemester pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung
janin. Dimana struktur kardiovaskuler terbentuk. Adanya Atrial septal defect akan
membuat darah dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat
ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan
tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedangkan pada atrium
kanan 5 mmHg) .Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada
ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt
besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah
yang melalui aorta. Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel
kanan dan arteri pulmonalis, maka akan terjadi kenaikan tekanan, sehingga
tahanan katup arteri pulmonalis meningkat dan terjadi perbedaan tekanan sekitar
15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik
(jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis relatif katup
pulmonal). Pada valvula trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan, sehingga disini
juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar bising
diastolik.10,11
Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri
pulmonalis, lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmonalis
dan akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Arah
shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan ke kiri sehingga sirkulasi darah
sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi
hipoksemi dan sianosis.12,13
Derajat pirau dari atrium kiri ke atrium kanan tergantung pada besarnya
defek, komplians relatif ventrikel kanan dan resistensi relatif vaskular pulmonal.
Pada defek yang besar, sejumlah darah yang teroksigenasi (dari vena pulmonal)
mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan, menambah jumlah darah vena yang
masuk ke atrium kanan (venous return). Total darah tersebut kemudian dipompa
oleh ventrikel kanan ke paru. Aliran darah balik dari paru ke atrium kiri akan
terbagi menjadi dua, yaitu ke atrium kanan melalui defek dan ke ventrikel kiri.
Pada defek yang besar, rasio aliran darah pulmonal dibandingkan sistemik
(Qp/Qs) dapat berkisar antara 2:1 sampai 4:1.7
Gejala asimtomatis pada bayi dengan ASD terkait dengan resistensi paru
yang masih tinggi dan struktur ventrikel kanan pada masa awal kehidupan, yaitu
dinding otot ventrikel kanan yang masih tebal dan komplians yang kurang,
sehingga membatasi pirau kiri ke kanan. Seiring dengan bertambahnya usia,
resistensi vaskular pulmonal berkurang, dinding ventrikel kanan menipis dan
kejadian pirau kiri ke kanan melalui ASD meningkat. Peningkatan aliran darah ke
jantung sisi kanan akan menyebabkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan
serta dilatasi arteri pulmonalis. Resistensi vaskular pulmonal tetap rendah
sepanjang masa anak-anak, meskipun dapat mulai meningkat saat dewasa dan
menyebabkan pirau yang berlawanan dan terjadi sianosis.7
3.1.5
Diagnosis
Atrial septal defect sekundum lebih sering terjadi pada perempuan dengan
rasio 2:1 antara perempuan dan pria. Atrial septal defect (ASD) sering tidak
terdeteksi sampai dewasa karena biasanya asimptomatik dan tidak memberikan
gambaran diagnosis fisik yang khas. Walaupun angka kekerapan hidup tidak
seperti normal, cukup banyak yang bertahan hidup sampai usia lanjut.6
a. Gejala klinis
Penderita ASD sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai
berikut:13,14
sering ditemui. Pada bayi kurang dari 1 tahun jarang sekali memperlihatkan tandatanda gagal jantungk ongestif yang mengarah pada defek atrium yang
tersembunyi.6,13,14Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik:
Tanda ini adalah khas pada patologis ASD dimana defek jantung yang tipe lain
tidak menyebabkan suara splitting pada S2 yang menetap. Sianosis jarang
ditemukan, kecuali bila defek besar atau common atrium, defek sinus koronarius,
kelainan vaskular paru, stenosis pulmonal, atau bila disertai anomali Ebstein.6,13
b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk ASD ini dapat dilakukan dengan beberapa
cara,antara lain:6,13,14
Foto Thoraks
Foto thoraks standar dapat sangat membantu diagnosis Atrial septal defect.
Pada pasien dengan Atrial septal defect dengan pirau yang bermakna, foto thoraks
AP menunjukkan atrium kanan yang menonjol, dan dengan konus pulmonalis
yang menonjol. Pada foto AP biasanya tampak jantung yang hanya sedikit
membesar dan vaskularisasi paru yang bertambah sesuai dengan besarnya pirau,
seperti pada defek septum ventrikel, vaskularisasi paru tampak meningkat bila Qp/
Qs > 2:1.
Elektrokardiografi
Gambaran EKG penting dalam membantu diagnosis defek septum
Ekokardiografi
Dengan menggunakan ekokardiografi trans torakal (ETT) dan Doppler
berwarna dapat ditentukan lokasi defek septum, arah pirau, ukuran atrium dan
ventrikel kanan, keterlibatan katup mitral misalnya prolaps yang memang sering
terjadi pada ASD.
Ekokardiografi trans esophageal (ETE) sangat bermanfaat bila,dengan cara
ini dapat dilakukan pengukuran besar defek secara presisi, sehingga dapat
membantu dalam tindakan penutupan ASD perkutan, juga kelainan yang
menyertai.
Kateterisasi jantung
Dengan tersedianya alat ekokardiografi dan doppler, terdapat 2 hal penting
dalam diagnosis dan penatalaksanaan Atrial septal defect. Pertama, lebih banyak
pasien dengan defek septum sekundum yang diagnosisnya dapat ditegakkan pada
masa bayi dan anak kecil. Kedua, diagnosis anatomik dan fisiologis yang akurat
dengan ekokardiografi dan doppler memungkinkan kateterisasi jantung.,
kateterisasi hanya dilakukan apabila terdapat keraguan akan adanya penyaki
penyerta atau hipertensi pulmonal.
Apabila dilakukan pada kateterisasi jantung defek septum sekundum tanpa
komplikasi ditemukan tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis yang normal
atau sedikit meningkat. Terdapat pula kenaikan saturasi oksigen di atrium kanan.
Perlu dicari kemugkinan terdapatnya kelainan lain misalnya stenosis pulmonal
atau anomali parial drainase vena pulmonalis.
3.1.6
Penatalaksanaan
sendiri (self expandable), terbuat dari kawat nitinol berdiameter 0,004-0,0075 inci
yang teranyam kuat menjadi dua cakram dengan pinggang penghubung 3-4 mm.
Di dalamnya terdapat lapisan dakron terbuat dari benang polyester yang dapat
merangsang trombosis sehingga lubang/hubungan antara atrium kiri dan kanan
akan tertutup sempurna. Tindakan pemasangan ASO telah mendapat persetujuan
dari American Food and Drug Administration (FDA) pada bulan Desember 2001.
Di Indonesia, tindakan ASO mulai dilakukan pada tahun 2002.
Kriteria pasien ASD yang akan dilakukan pemasangan ASO, antara lain :
1. ASD sekundum
2. Diameter kurang atau sama dengan 34 mm
3. Flow ratio lebih atau sama dengan 1,5 atau terdapat tanda-tanda beban volume
pada ventrikel kanan
4. Mempunyai rim posterior minimal 5 mm dari vena pulmonalis kanan
5. Defek tunggal dan tanpa kelainan jantung lainnya yang memerlukan intervensi
bedah
6. Muara vena pulmonalis normal ke atrium kiri
7. Hipertensi pulmonal dengan resistensi vaskuler paru (Pulmonary Artery
Resistance Index = PARI) kurang dari 7 - 8 Wood Unit
8. Bila ada gagal jantung, fungsi ventrikel (EF) harus lebih dari 30%.
Adanya riwayat iskemik transient atau stroke pada ASD atau foramen ovale
persisten.
3.1.7
Komplikasi
Komplikasi yang akan timbul jika tidak dilakukan penutupan defek adalah
pembesaran jantung kanan dan penurunan komplians ventrikel kanan, aritmia, dan
kemungkinan untuk menyebabkan penyakit vaskular paru obstruktif. Sindroma
eisenmenger adalah keadaan pirau kanan ke kiri parsial atau total pada pasien
dengan defek septum akibat perubahan vaskular paru. Pada defek septum yang
menyebabkan pirau dari kiri ke kanan, peningkatan alirah darah ke paru
menyebabkan perubahan histologis pada pembuluh darah paru. Hal ini
menyebabkan tekanan darah di paru meningkat, sehingga pirau berbalik arah
menjadi dari kanan ke kiri. Gejala yang timbul berupa sianosis, dyspnea, lelah dan
disritmia. Pada tahap akhir penyakit, dapat timbul gagal jantung, nyeri dada,
sinkop dan hemoptisis.13
Prognosis
Secara umum, prognosis defek septum sekundum pada masa anak-anak
dapat dikatakan baik.Pada sebagian besar kasus meskipun tidak dioperasi pasien
dapat melakukan aktivitasnya dengan normal ataupun hampir normal. Masalah
akan timbul pada dekade ke-2 hingga ke-3. Hipertensi pulmonal dapat terjadi
dalam kurun waktu tersebut. ASD meskipun tidak membahayakan tapi perlu
mendapatkan perhatian khusus karena selama puluhan tahun tidak menunjukkan
keluhan dalam perjalanannya, tetapi dalam waktu sangat pendek terutama dengan
timbulnya hipertensi pulmonal akan mengarah dalam suatu keadaan klinis yang
berat. Timbulnya fibrilasi atrium dan gagal jantung merupakan gejala yang berat.13
Setelah penutupan ASD pada waktu anak-anak, ukuran jantung akan
kembali pada ukuran normal pada waktu 4-6 bulan. Setelah dilakukan penutupan,
tidak ada permasalahan yang timbul dengan aktivitas fisik dan tidak ada batasan
apapun dalam aktivitas. Yang harus dilakukan adalah melakukan perawatan secara
berkaladengan seorang ahli kardiologi yang telah merawatnya. 22 Prognosis
penutupan ASD akan sangat baik dibanding dengan pengobatan medikamentosa.
Pada kelompok umur 40 tahun ke atas harus dipertimbangkan terjadinya aritmia
atrial, apalagi bila sebelumnya telah ditemui adanya gangguan irama.6
3.2
3.2.1
Definisi
Gagal jantung secara klasik dianggap sinonim dengan disfungsi pompa
ventrikel kiri, biasanya bersifat progresif, berakhir dengan dilatasi, dinding tipis
dan kontraktilitas yang buruk. Saat ini pengertian gagal jantung makin diperluas
bukan hanya sebatas mekanisme pada jantung tetapi juga pada jalur-jalur yang
mengakibatkan performa jantung menjadi abnormal. Sindrom klinis yang tampak
merupakan manifestasi dari patofisiologi gagal jantung, yang meliputi interaksi
yang kompleks antara sirkulasi, neurohormonal, dan kelainan molekuler.18
Gagal jantung didefinisikan sebagai keadaan patologis dimana jantung
tidak mampu memompa darah cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh.15,17,19,20,21,22 Gagal jantung pada bayi dan anak merupakan suatu sindrom
klinis yang ditandai oleh miokardium tidak mampu memompa darah ke seluruh
tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh termasuk kebutuhan untuk
pertumbuhan.15,16
3.2.2
Etiologi
Dalam hubungan yang luas ada dua faktor penyebab gagal jantung:16,17,23
1.
2.
a.
Radang atau intoksikasi otot jantung pada penderita demam reumatik atau
difteri.
b.
c.
Perubahan-perubahan
patologis
dalam
struktur
jantung,
missal
kardiomiopati.
Pada masa perinatal dan bayi, gagal jantung lebih sering disebabkan oleh
cacat struktural, sedang pada anak yang lebih tua penyakit struktural atau
miokardum dapat ditemukan.3
Etiologi Gagal Jantung Masa Anak-anak
Pada awal pertengahan masa anak-anak kebanyakan dari cacat congenital telah
mengalami perbaikan atau diringankan (palliated). Namun gagal jantung dapat
ditemukan dengan makin bertambahnya regurgitasi katup atrioventrikular pada
anak-anak dengan kanal atrioventrikular komplit atau sebagai akibat dari prosedur
paliatif seperti pirau besar arteri sistemik ke pulmonal. Penyakit jantung didapat,
gagal
jantung
meliputi
hipertensi
akut
(biasanya
akibat
jantung
congenital
yang
diperingan
(palliated)
Regusgitasi katup atrioventrikular
Demam reumatik
Miokarditis virus
Endokarditis bacterial
Sebab-sebab Sekunder
Hipertensi akibat glomerulonefritis
Tirotoksikosis
Kardiomiopati doksosrubisin (adriamycin)
Anemia sel sabit
Kormulmonale akibat kistik fibrosis
3.2.3
Patofisiologi
a.
cukup banyak dari susunan pembuluh darah venosa (vena kava, atrium, dan
ventrikel kanan) ke susunan pembuluh darah arteriosa (arteri pulmonalis). Oleh
karena itu, darah akan tertimbun di dalam ventrikel kanan, atrium kanan, dan di
dalam vena kava sehingga desakan darah dalam atrium kanan dan vena tersebut
meninggi. Makin tinggi desakan darah dalam vena, vena makin mengembang
(dilatasi).23
Dalam praktik, tekana venosa yang meninggi ini dapat dilihat pada vena
jugularis eksterna. Penimbunan darah venosa sistemik akan menyebabkan
pembengkakan hepar atau hepatomegali. Pada gagal jantung yang berat, pinggir
bawah hati dapat mencapai umbilikus. Hati yang membengkak ini konsistensinya
keras, permukaannya licin, dan sering sakit tekan terutama pada linea mediana.
Hepatomegali merupakan suatu gejala yang penting sekali pada gagal jantung
kanan.23
Penumpukan darah venosa pada vena-vena di tubuh bagian bawah akan
menyebabkan terjadinya edema. Mula-mula edema timbul pada tempat mata kaki
(pada anak yang sudah berdiri), jadi pada tempat terendah, karena meningginya
tekanan hidrostatis merupakan suatu faktor bagi timbulnya edema. Mula-mula,
edema timbul hanya pada malam hari, waktu tidur, dan paginya edema
menghilang. Pada stadium yang lebih lanjut, edema tetap ada pada waktu siang
hari, dan edema tidak timbul pada mata kaki saja, tetapi dapat juga terjadi pada
punggung kaki, paha, kulit perut, dan akhirnya pada lengan dan muka. Akibat
selanjutnya dari timbunan darah ini adalah asites, dan asites ini sangat sering
dijumpai pada anak yang menderita gagal jantung. Dapat juga terjadi hidrotoraks,
meskipun pada anak agak jarang dijumpai. Bila hidrotoraks, terlalu banyak akan
memperberat keadaan dispnea penderita.23
Adanya kelemahan jantung kanan mula-mula dikompensasi dengan
dilatasi dinding jantung kanan, terutama dinding ventrikel kanan. Adanya dilatasi
dinding ventrikel akan menambah keregangan miokardium sehingga akan
memperkuat sistole yang berakibat penambahan curah jantung. Adanya dilatasi
dan juga sedikit hipertrofi jantung akan menyebabkan pembesaran jantung atau
disebut kardiomegali.23
Upaya penambahan curah jantung karena kelemahan juga dilakukan
dengan menaikkan frekuensi jantung (takikardi). Pada akhirnya kelemahan
jantung kanan ini tidak dapat dikompensasi lagi, sehingga darah yang masuk ke
dalam paru akan berkurang dan ini tentunya akan merangsang paru untuk
bernapas lebih cepat guna mengimbangi kebutuhan oksigen, akibatnya terjadi
takipnea.23
b.
otot atrium ini terus menerus harus mendorong darah yang lebih banyak dengan
hambatan yang makin besar. Oleh karena dinding atrium tipis, dalam waktu yang
relatif singkat otot atrium kiri tidak lagi dapat memenuhi kewajibannya untuk
mengosongkan atrium kiri. Menurut pengukuran, tekanan ini mencapai 24-34
mmHg, padahal tekanan normal hanya 6 mmHg atau ketika ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah ke aorta (karena kelemahan ventrikel kiri), darah
tertumpuk di ventrikel kiri, akibatnya darah dari atrium kiri tidak tertampung di
ventrikel kiri, kemudian makin lama makin memenuhi vena pulmonalis dan
akhirnya terjadi edema pulmonum.23
Pengosongan atrium kiri yang tidak sempurna ini ditambah meningginya
tekanan didalamnya, menyebabkan aliran di dalamnya, menyebabkan aliran darah
dari paru ke dalam atrium kiri terganggu atau terbendung. Akibatnya tekanan
dalam vv.pulmonales meninggi, dan ini juga akan menjalar ke dalam kapiler di
dalam paru, ke dalam arteri pulmonalis dan akhirnya ke dalam ventrikel kanan.23
Akhirnya atrium kiri makin tidak mampu mengosongkan darah,
bendungan dalam paru semakin berat, terjadilah kongesti paru. Akibatnya,
ruangan di dalam paru yang disediakan untuk udara, berkurang dan terjadilah
suatu gejala sesak napas pada waktu bekerja (dyspnoe deffort). Disini, ventrikel
kanan masih kuat sehingga dorongan darah dari ventrikel kanan tetap besar,
sedangkan atrium kiri tetap tidak mampu menyalurkan darah, akibatnya
bendungan paru semakin berat sehingga akan terjadi sesak napas meskipun dalam
keadaan istirahat (orthopnea). Pada anak, adanya kongesti paru ini akan
memudahkan terjadinya bronkitis sehingga anak sering batuk-batuk. 23
Darah yang banyak tertimbun dalam ventrikel kanan menyebabkan
ventrikel kanan dilatasi, kemudian diikuti dengan hipertrofi, yang akibatnya akan
terjadi kardiomegali. Dalam rangka memperbesar curah jantung, selain jantung
memperkuat sistol karena adanya keregangan otot berlebihan, jantung juga
bekerja lebih cepat, artinya frekuensi naik. Dengan demikian, terjadi takikardi.
Oleh karena yang lemah adalah atrium kiri dan atau ventrikel kiri maka disebut
gagal jantung kiri.23
3.2.4
Klasifikasi
Ada empat parameter yang dapat digunakan untuk klasfikasi gagal jantung
yaitu:
1.
Fungsi miokardium
2.
3.
4.
Derajat
aktivasi
mekanisme
kompensasi
(contohnya
respon
neurohormonal)
Tabel 2. Klasifikasi Ross untuk gagal jantung pada bayi sesuai NYHA 18,24
Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik; aktivitas biasa tidak menimbulkan kelelahan,
dispnea, atau palpitasi.
Kelas II Ada pembatasan ringan dari aktivitas fisik : aktivitas biasa menimbulkan kelelahan,
dispnea, palpitasi, atau angina.
Kelas III Pembatasan pada aktivitas fisik : walaupun pasien nyaman saat istirahat, sedikit
melakukan aktivitas biasa saja dapat menimbulkan gejala.
Kelas IV Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas. Gejala gagal jantung timbul saat
istirahat
Klasifikasi untuk anak tidak mudah dibuat karena luasnya kelompok umur
dengan variasi angka normal untuk laju nafas dan laju jantung, rentang
kemampuan kapasitas latihan yang lebar (mulai dari kemampuan minum ASI
sampai kemampuan mengendarai sepeda), dan variasi etiologi yang berbeda pula.
Ross dkk tahun 1922 mempublikasikan sistem skor untuk mengklasifikasikan
gagal jantung secara klinis pada bayi (Tabel 3). Skor Ross ini disejajarkan dengan
klasifikasi New York Heart Association (NYHA) (Tabel 2) dapat memberikan
gambaran yang lebih rinci oleh karena peningkatan derajat beratnya gagal jantung
sesuai dengan
menurun setelah dilakukan koreksi ataupun setelah pemberian obat anti gagal
jantung.
Tabel 3. Sistem skor Ross untuk gagal jantung pada bayi18
0 poin
Volume sekali minum (cc)
>115
Waktu persekali minum (menit)
<40 menit
Laju nafas
<50/menit
Pola nafas
Normal
Perfusi perifer
Normal
S3 atau diastolik rumble
Tidak ada
1 poin
75-115
>40 menit
50-60/menit
Abnormal
Menurun
Ada
2 poin
<25
>60/menit
<2 cm
2-3 Cm
>3 cm
Skor
1
dan
Riwayat
Hanya dikepala
Kepala
Diaporesis (berkeringat)
Takipnea
Pemeriksaan Fisik
Jarang
saat beraktivitas
Kadang-kadang
saat istirahat
Sering
Pernapasan
Laju napas/ menit
Normal
Retraksi
Dispnea
1-6 th
<35
35-45
>45
7-10 th
<25
25-35
>35
11-14 th
Laju Jantung/ menit
<18
18-28
>28
1-6 th
<105
105-115
>115
7-10 th
<90
90-100
>100
11-14 th
Hepatomegali (tepi hepar
<80
< 2 cm
80-90
2-3 cm
>90
>3 cm
Manifestasi Klinik
Tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung adalah karena curah jantung
rendah, adaptasi sistemik terhadap keadaan curah jantung rendah dan/ atau
kongesti vena sistemik atau vena pulmonalis. Manifestasi klinis ini tergantung
pada tingkat cadangan jantung pada berbagai keadaan. Bayi yang sakit berat atau
anak yang mekanisme kompensasinya telah sangat lelah pada saat dimana ia tidak
mungkin lagi memperoleh curah jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme basal tubuh, akan bergejala pada saat istirahat . Walaupun fisiologi
yang mendasari serupa, manifestasi klinik gagal jantung pada masa bayi dan masa
anak-anak berbeda.15,17
Manifestasi Klinis Gagal Jantung pada Masa Anak-anak
Tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung pada anak yang lebih tua sangat
serupa dengan tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung pada orang dewasa.
Tanda-tanda ini meliputi kelelahan, tidak tahan kerja fisik, batuk, anoreksia, dan
nyeri abdomen. Kesukaran bernafas merupakan tanda yang biasa dari
dekompensasi ventrikel kiri pada anak akibat kongesti paru. Ini biasanya tampak
sebagai dispneu pada waktu pengerahan tenaga dan respon kesukaran bernafas
yang bertambah berat pada pengerahan tenaga yang berat. Mula-mula penurunan
kemampuan mungkin masih dalam kisaran variasi normal, tetapi akhirnya, ketika
gagal jantung bertambah berat, anak mungkin mendapat kesukaran dengan
tuntutan hidup sehari-hari, termasuk naik tangga di sekolah.15,17
Batuk pendek kronik, akibat kongesti mukosa bronkus dan ronki basal,
dapat juga ada pada beberapa anak. Ketika tekanan atrium kiri bertambah, anak
dapat menderita ortopnea, memerlukan peninggian kepala diatas beberapa bantal
pada malam hari. Kelelahan dan kelemahan merupakan manifestasi yang relatif
lambat.15,17
Pada pemeriksaan fisik, anak dengan gagal jantung ringan atau sedang
tampak tidak dalam keadaan distres, tetapi mereka yang menderita gagal jantung
berat mungkin dispneu pada waktu istirahat. Jika mulainya gagal jantung relative
mendadak, anak mungkin tampak cemas tetapi perkembangan baik dan gizi baik;
mereka yang mengalami proses lebih kronik biasanya tidak tampak cemas tetapi
mungkin kurang gizi dan kurang energi.17
Seperti bayi, anak dengan gagal jantung biasanya takikardi karena naiknya
aktifitas simpatis dan takipneu karena bertambahnya air dalam paru-paru . Curah
jantung yang rendah dapat menyebabkan vasokonstriksi perifer, berakibat dingin,
pucat dan sianosis jari, dengan pengisian kapiler jelek. 17 Kenaikan tekanan venosa
sistemik dapat diukur dengan penilaian klinis tekanan vena jugularis dan
pembesaran hati.15 Tekanan vena sistemik yang naik mungkin dideteksi oleh
pelebaran (dilatasi) vena-vena leher dengan pulsasi vena dapat tampak di atas
klavikula sementara penderita duduk. Hati mungkin membesar pada palpasi atau
perkusi, dan jika pembesaran relatif akut, mungkintepinya lunak karena
meregangnya kapsul hati.17
Anak-anak dapat juga menderita edema perifer. Mula-mula tanda-tandanya
mungkin tidak kentara, tetapi bila telah ada kenaikan berat badan 10%, muka
terutama kelopak mata, mulai tampak bengkak dan edema terjadi pada bagian
tubuh yang tergantung atau dapat anasarka. Edema yang sudah berjalan lama
dapat menimbulkan kemerahan dan indurasi kulit., biasanya diatas betis dan
pergelangan kaki. Eksudasi cairan ke dalam rongga-rongga tubuh dapat
ditemukan sebagai asites dan kadang-kadang hidrothoraks.15,17
Pada pemeriksaan jantung hampir selalu ada kardiomegali. Sering ada
irama gallop, tanda-tanda auskultasi lain khas untuk lesi jantung spesifik. Impuls
jantung mungkin tenang bila ada penyakit otot jantung primer (missal, miokarditis
atau kardiomiopati), tetapi biasanya hiperaktif bila gagal kongestif disebabkan
oleh beban volume berlebih dari pirau kiri ke kanan atau regurgitasi katup
atrioventrikula. Suara jantung ketiga yang terjadi dalam mid diastol mungkin
merupakan tanda normal pada anak tetapi sering bersama dengan bertambahnya
kekakuan ventrikel pada mereka yang dengan penyakit jantung. Pulsus alternans
ditandai irama teratur dengan pulsasi kuat dan lemah berselang-seling,
kadangkadang dapat dirasakan, tetapi lebih mudah dinilai sementara mengukur
tekanan darah sistemik atau pemantauan tekanan darah. Pulsus alternans diduga
disebabkan oleh perubahan pada volume ventrikel kiri, akibat pemulihan
miokardiumnya tidak sempurna pada denyut yang berselang-seling. Pulsus
paradoksus (turunnya tekanan darah pada inspirasi dan naik pada ekspirasi),
akibat irama tekanan intrapulmoner yang mencolok yang mempengaruhi
pengisian ventrikel (seperti pada tamponade pericardium), kadang-kadang
ditemukan pada anak yang lebih tua.15,17
Pada anak, sinar-x dada hampir selalu menunjukkan pembesaran jantung.
Gambaran aliran arteria pulmonalis normal terbalik (yaitu, aliran ke dasar
paruparu bertambah dibandingkan dengan yang di apeks). Bila tekanan
kapilermelebihi 20-25 mmHg, edema pulmonum interstisial mungkin terjadi,
menyebabkan kekabutan seluruh lapangan paru-paru terutama pada gambaran
kupu-kupu sekitar hilus. Ini dapat menimbulkan garis Kerley, kepadatan linier
tajam pada septum interlobarus.17
Pada gagal jantung kronik, proteinuria dan berat jenis kencing yang tinggi
merupakan penemuan biasa, dan mungkin ada kenaikan urea nitrogen dan
kreatinin darah, akibat menurunnya aliran darah ginjal. Kadar natrium darah
dalam kencing biasanya kurang dari 10 mEq/L. angka elektrolit serum biasanya
normal sebelum pengobatan tetapi hiponatremi, akibat bertambahnya retensi air,
mungkin ditemukan pada gagal jantung lama yang berat. Hepatomegali kongestif
dan sirosis kardiak dapat menyebabkan kelainan hati dan/ atau kenaikan bilirubin
pada keadaan yang jarang.17
3.2.5
Diagnosis
Dalam
pemeriksaan
menegakkan
fisik,
dan
diagnosis,
pemeriksaan
diperoleh
penunjang
dari
hasil
meliputi
anamnesis,
foto
dada,
o ortopnea,
o wheezing atau ronki pada auskultasi paru,
o batuk.
- Tanda kongesti vena sistemik (gagal jantung kanan)16,18
o peningkatan tekanan vena jugularis,
o Edema perifer: palpebra edema pada bayi, edema tungkai pada anak,
o Hepatomegali: kenyal dan tepi tumpul.
Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan penunjang, meliputi:16,18
- Foto toraks
- EKG
- Ekokardiografi
- Analisis gas darah
- Darah rutin
Foto toraks menunjukkan adanya kardiomegali. Namun kardiomegali
bukan selalu berarti adanya gagal jantung. Selain itu juga dapat menunjukkan
adanya edema paru, atelektasis regional, dan kemungkinan adanya penyakit
penyerta seperti gambaran pneumonia. Elektrokardiografi dapat membantu
menentukan tipe defek, adanya sinur takikardia, pembesaran atrium dan hipertrofi
ventrikel, tetapi tidak untuk menentukan apakah terdapat gagal jantung atau tidak.
Analisis gas darah dapat menunjukkan adanya asidosis metaboik disertai dengan
peningkatan kadar laktat sebagai hasil dari metabolisme anaerob di dalam tubuh.
Ekokardiografi dapat secara nyata menggambarkan stuktur jantung, data tekanan,
dan status fungsional jantung sehingga dapat mengetahui pembesaran ruang
jantung dan etiologi.16,18
3.2.6
Penatalaksanaan
Keberhasilan pengobatan gagal jantung pada anak didasarkan pada
pengertian mengenai sifat dan akibat fisiologis cacat jantung spesifik yang
menyebabkan kegagalan jantung, dan tersedianya cara-cara pengobatan. Untuk
mereka yang dengan penyakit struktural dan keadaan terkait atau keadaan yang
memperburuk yang dapat merupakan penyebab yang mempercepat gagal jantung
(misalnya demam, disritmia, dan anemia), pengenalan dan pengobatan segera
dapat mengahsilkan perbaikan yang dramatis. Jika ada lesi anatomik spesifik yang
dapat
dipertanggungjawabkan
untuk
tindakan
pembedahan
paliatif
atau
jantung dewasa, namun sukar pada anak. Olahraga kompetitif, yang memerlukan
banyak tenaga atau isometrik harus dihindari, namun tingkat kepatuhan anak
dalam hal ini sangat rendah. Jika terjadi gagal jantung berat, aktivitas fisik harus
sangat dibatasi. Saat masa tirah baring seharian, sebaiknya menyibukkan mereka
dengan kegiatan ringan yang mereka sukai yang dapat dikerjakan diatas tempat
tidur (menghindari anak berteriak-teriak tidak terkendali).17 Sedasi kadang
diperlukan: luminal 2-3 mg/kgBB/dosis tiap 8 jam selama 1-2 hari.16
2.
Penggunaan oksigen.16,17
Penggunaan oksigen mungkin sangat membantu untuk penderita gagal
jantung dengan edema paru-paru, terutama jika terdapat pirau dari kanan ke kiri
yang mendasari dengan hipoksemia kronik. Diberikan oksigen 30-50% dengan
kelembaban tinggi supaya jalan nafas tidak kering dan memudahkan sekresi
saluran nafas keluar. Namun, oksigen tidak mempunyai peran pada pengobatan
gagal jantung kronik.
3.
4.
80% (2/3) dari kebutuhan. Sebelum ada agen diuretik kuat, pembatasan diet
natrium memainkan peran penting dalam penatalaksanaan gagal jantung.
Makanan rendah garam hampir selalu tidak sedap, lebih baik untuk
mempertahankan diet adekuat dengan menambah dosis diuretik jika diperlukan.
Sebaiknya tidak menyarankan untuk membatasi konsumsi air kecuali pada gagal
jantung yang parah.15,17,23
5.
nadi, tekanan darah, berat badan, hepar, desakan vena sentralis, kelainan paru,
derajat edema, sianosis,
kesadaran dan keseimbangan asam basa.16
7.
jika ada.16
Peningkatan temperatur, seperti yang terjadi saat seorang menderita
demam, akan sangat meningkatkan frekuensi denyut jantung, kadang-kadang dua
kali dari frekuensi denyut normal. Penyebab pengaruh ini kemungkinan karena
panas meningkatkan permeabilitas membran otot ion yang menghasilkan
peningkatan perangsangan sendiri. Anemia dapat memperburuk gagal jantung,
jika Hb < 7 gr % berikan transfusi PRC. Antibiotika sering diberikan sebagai
upaya pencegahan terhadap miokarditis/ endokarditis, mengingat tingginya
frekuensi ISPA (Bronkopneumoni) akibat edema paru pada bayi/ anak yang
mengalami gagal jantung kiri. Pemberian antibiotika tersebut boleh dihentikan jika
edema paru sudah teratasi. Selain itu, antibiotika profilaksis tersebut juga
diberikan jika akan dilakukan tindakan-tindakan khusus misalnya mencabut gigi
dan operasi. Jika seorang anak dengan gagal jantung atau kelainan jantung akan
dilakukan operasi, maka tiga hari sebelumnya diberikan antibiotika profilaksis dan
boleh dihentikan tiga hari setelah operasi.
8.
Karena penyebab gagal jantung begitu bervariasi pada anak, maka sukar
untuk
membuat
generalisasi
mengenai
penatalaksanaan
medikamentosa.
keadaan kronis. Efek maksimal terjadi pada sekitar 2-6 jam sesudah pemberian
per oral, efek awal dapat dilihat sesudah 30 menit pemberian. Bila obat diberikan
secara intravena, efek awal terlihat pada sekitar 15-30 menit, dan efek puncak
terjadi pada sekitar 1-4 jam. Sebagian terbanyak dari dosis inisial dieksresikan
melalui ginjal dalam waktu 24 jam dan menghilang dari tubuh dalam waktu 48-72
jam.15,16,23
Pemakaian digitalis harus hati-hati karena respons dan toksisitas bersifat
individu dan juga sempitnya batas antara dosis terapi dan dosis toksis. Dosis
disesuaikan dengan respons penderita. Pada inflamasi miokardium, pasca operasi
jantung dan bayi prematur, umumnya sensitivitas miokardium meningkat terhadap
digitalis. Untuk menghindari efek buruk digitalis maka perlu diperhatikan
beberapa hal berikut: 15,16,23
1. Instruksi harus jelas tentang macam preparat dan cara pemberian, harus ditulis.
2. Lakukan EKG sebelum pemberian digoksin untuk membedakan apakah
perubahan EKG yang mungkin terjadi akibat digitalis atau akibat penyakitnya.
3. Jika mungkin periksa kadar K dan Ca++ karena pada hipokalemi dan
hiperkalsemi, mempercepat keracunan digitalis. Karena hipokalemi relative
sering pada penderita yang mendapat diuretik, maka diuretik harus dipantau
dengan ketat pada penderita yang mendapat diuretik yang memboroskan
kalium (furosemid).
4. Untuk penderita gagal jantung dengan edema, gunakan cara suntikan intravena.
5. Gunakan dosis efektif paling rendah.
6. Perhitungan dosis harus juga cermat. Dikenal 2 cara pemberian: dosis
digitalisasi (dosis inisial) dan rumatan.
a. Pada digitalisasi (dosis inisial), setengah dosis digitalisasi total diberikan segera
pada permulaan, 6-8 jam kemudian seperempat dosis digitalisasi total dan sisanya
6-8 jam kemudian. Kadang-kadang untuk memperoleh efek digitalisasi yang
maksimal diperlukan dosis keempat yang sama dengan dosis ketiga. EKG harus
dipantau dengan ketat dan irama ekg diambil sebelum setiap pemberian masingmasing pemberian digitalisasi tersebut. Digoksin harus dihentikan jika ditemukan
gangguan irama baru.15
b. Rumatan
Terapi digitalis rumat dimulai sekitar 12 jam sesudah digitalisasi penuh. 1Dosis
harian dibagi dalam dua bagian dan diberikan pada interval 12 jam agar kadar
darah kurang lebih tetap dan fleksibilitasnya lebih besar pada kasus keracunan.
Dosis rumat adalah 1/5-1/3 dari dosis digitalisasi total.Dosis maksimum untuk
rumatan adalah 2 x 0,125 mg atau 2 x tablet digoksin. 1,10 Untuk penderita yang
yang pada mulanya didigitalisasi secara intravena, digoksin rumat dapat diberikan
secara oral jika makanan oral dapat diterima. Karena penyerapan dari saluran
pencernaan kurang pasti, dosis rumat oral biasanya 20-25% lebih tinggi daripada
jika digoksin digunakan secara parenteral. Dosis digoksin harian normal untuk
anak yang yang lebih tua (umur lebih dari 5 tahun) yang dihitung dengan berat
badan harus tidak melebihi dosis dewasa biasa 0,2-0,5 mg/24 jam. 1 Pada kasus
yang tidak begitu berat,pemberian digitalis dapat langsung dengan dosis rumatan.
Tanda bahwa digitalis berefek antara lain:23
1. Frekuensi jantung dan respirasi berkurang
2. Hepar mengecil
3. Perasaan lebih enak
4. Volume urin 24 jam bertambah
Keracunan digitalis yang mudah terjadi karena sempitnya batas dosis
optimum dan dosis toksik, dapat menyebabkan kematian. Faktor predisposisi
keracunan digitalis adalah hipokalemia. Hipokalemia sering terjadi pada
pemberian diuretik yang kuat, pada anak dengan muntah-muntah, pada terapi
steroid. Oleh karena itu, bila pada anak diberi digitalis kombinasi dengan diuretik,
jangan lupa memberi preparat kalium.23 Kadar kalsium yang tinggi juga dianggap
menambah sensitivitas miokardium terhadap digitalis. Oleh karena itu, pada
waktu pemberian digitalis jangan sekali-kali diberi kalsium secara intravena,
pemberian ini dapat menyebabkan henti jantung mendadak. Gejala klinik
keracunan digitalis antara lain: 23
- Mual muntah
- Takiaritmia, blokade atrioventrikular
Penanganan intoksikasi digitalis antara lain:23
1. Hentikan pemberian digitalis
2. Hentikan pemberian diuretik
Penghambat ACE harus selalu dimulai dengan dosis rendah dan dititrasi sampai
dosis target. Untuk memulai pengobatan gagal jantung dengan penghambat ACE,
dianjurkan prosedur berikut:25
1. Jika pasien telah menggunakan diuretik, turunkan dosisnya atau hentikan
selama 24 jam
2. Pengobatan dimulai di petang hari, sewaktu berbaring, untuk menghindari
terjadinya hipotensi
3. Pengobatan dimulai dengan dosis rendah dan dititrasi sampai dosis target,
biasanya dengan peningkatan 2 kali lipat setiap kalinya
4. Jika fungsi ginjal mempburuk bermakna hentikan pengobatan
5. Diuretik hemat kalium harus dihindari selama awal terapi
6. Tekanan darah, fungsi ginjal dan kadar K harus diperiksa 1-2 minggu setelah
pengobatan dimulai dan tiap peningkatan dosis. Pada 3 bulan dan selanjutnya
tiap 6 bulan.
Efek samping yang penting adalah batuk, hipotensi, gangguan fungsi ginjal,
hiperkalemia, dan angioedema. Yang termasuk golongan penghambat ACE antara
lain, kaptopril, enalapril, kuinapril, fosinopril, lisinopril, perindropril, ramipril.
Kaptopril merupakan penghambat enzim pengubah angiotensin yang aktifsecara
oral (angiotensin-converting-enzyme= ACE) yang menyebabkan dilatasi arteria
yang mencolok. Dengan memblokade angiotensin II, berakibat pengurangan
beban pasca yang bermakna. Venodilatasi dan akibatnya pengurangan prabeban
telah dilaporkan juga. Obat ini juga mengganggu produksi aldosteron dan
karenanya juga membantu mengendalikan retensi garam dan air. Dosis oral adalah
0,5-6 mg/kg/ 24 jam dierikan pada dosis terbagi 2-3 kali. 15 Obat ini biasanya
diberikan pada gagal jantung akibat beban volume, kardiomiopati, insufisiensi
mitral atau aorta berat, pirau dari kiri ke kanan yang besar. Obat ini menyebabkan
retensi kalium sehingga dianjurkan untuk tidak diberikan bersamaan dengan
diuretik yang bersifat penahan kalium (spironolakton).16 Reaksi kaptopril yang
merugikan adalah hipotensi dan sekuelenya (misalnya sinkop, lemah dan pusing).
Ruam pruritis makulopapuler ditemukan pada 5-8% penderita, tetapi obat dapat
dilanjutkan karena ruam seringkali menghilang secara spontan dikemudian.
Neutropenia dan keracunan ginjal juga terjadi.15
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita gagal jantung antara lain:15
1.
2.
ventrikel
kanan
berkompensasi
dengan
mengalami
Gagal ginjal; gagal jantung dapat mengurangi aliran darah pada ginjal,
sehingga akan dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak ditangani.
4.
5.
Serangan jantung dan stroke; disebabkan karea aliran darah pada jantung
rendah, sehingga menimbulkan terjadinya jendalan darah yang dapat
meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke.
6.
3.2.8
Prognosis
Prognosis gagal jantung tergantung:
1.
Umur
Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi pada hari/
atresia aorta, koarktasio aorta atau anomali total drainase vena pulmonalis dengan
obstruksi. Terhadap mereka, terapi medikmentosa saja sulit memberikan hasil,
tindakan invasif diperlukan segera setelah pasien stabil. Kegagalan untuk
melakukan operasi pada golongan pasien ini hampir selalu akan berakhir dengan
kematian.
2.
dengan terapi medis adekuat, bila ini terlihat menolong maka dapat diteruskan
sambil menunggu saat yang bik untuk koreksi bedah. Pada pasien penyakit
jantung rematik yang berat yang disertai gagal jantung, obat-obat gagal jantung
terus diberikan sementara pasien memperoleh profilaksis sekunder, pengobatan
dengan profilaksis sekunder mungkin dapat memperbaiki keadaan jantung.
3.
4.
5.
BAB 4
PEMBAHASAN
Teori
Fakta
Gejala Klinis
- ASD
rasio 2:1 antara perempuan dan pria.
ASD sering tidak terdeteksi sampai dewasa
karena
biasanya
asimptomatik
dan
SMRS
tidak Bengkak di kaki sejak 1 minggu
Pasien perempuan
Usia 9 tahun
Perut membesar sejak 1 minggu
SMRS
Sesak sejak 3 bulan SMRS
namun semakin berat sejak 1
minggu SMRS, sesak terutama
saat malam hari
Sering
mengalami
infeksi
saluran Saat
pernapasan
tidur,
pasien
perlu
meninggikan bantal
3 bulan yang lalu, awalnya
pasien mengeluhkan sesak dan
batuk selama 1 minggu dan
tidak
membaik
dengan
pengobatan
Pada bayi <1 tahun jarang memperlihatkan tanda- Pasien hanya berbaring dan
Tanda-tanda vital
o Tekanan darah
mmHg
o Frekuensi nadi
o Frekuensi nafas
: 36 x/menit,
: 36,5oC
Berat Badan
: 15 kg
: 120
x/menit
: 90/60
- Dekompensasi Kordis
Tinggi Badan
: 116 cm
Status Gizi
: Gizi kurang
Takikardi
Gagal tumbuh
sistolik
Saat di IGD, didapatkan adanya
asites
Hepatomegali tepi tumpul
Saat di IGD, terdapat edema pada
kedua tungkai bawah
ASD:
CTR 71,47%
Cardiomegali
(curiga
pembesaran
ventrikel dextra)
hasil
atrium
dan
ekokardiografi
(right
axis
deviation),
blok AV derajat
SGOT 65 ( )
Kateterisasi jantung
- Dekompensasi Kordis :
Foto toraks
pada
masa
kanak-kanak
Pengobatan
pencegahan
dengan
tindakan
pencabutan
gigi
cairan
dan
garam.
Dianjurkan
sering
diberikan
sebagai
upaya
tingginya
frekuensi
ISPA
Memperbaiki
kinerja
pompa
jantung
dan klorotiazid
3. Mengurangi beban kerja : pemberian vasodilator,
antara lain
- vasodilator arterioral (hidralazin),
- vasodilator venodilator (nitrogliserin, isosorbid
dinitrat), dan
- gabungan (ACE inhibitor), antara lain, kaptopril,
enalapril,
kuinapril,
fosinopril,
lisinopril,
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Keluhan yang dialami pasien perempuan usia 9 tahun adalah perut
membesar sejak 1 minggu SMRS. Pasien juga mengalmai bengkak di kaki sejak 1
minggu SMRS. Selain itu, pasien mengeluhkan sesak nafas yang telah dialami
sejak 3 bulan SMRS, namun sesak dirasakan semakin berat sejak 1 minggu
SMRS. Sesak terutama dirasakan saat malam hari sehingga pasien harus
meninggikan bantal saat tidur. Adapun hasil pemeriksaan fisik yang ditemukan
adalah kesadaran komposmentis pada pasien, tekanan darah menurun, nadi cepat,
dan frekuensi napas meningkat. Pada auskultasi jantung didapatkan gallop dan
saat di IGD didapatkan adanya murmur sistolik. Pada pemeriksaan abdomen,
didapatkan adanya hepatomegali tepi tumpul dan saat di IGD ditemukan adanya
asites serta didapatkan adanya edema pada tungkai bawah. Pada pemeriksaan
penunjang, pada foto thoraks ditemukan adanya kardiomegali dengan CTR
71,47% serta pada ekokardiografi didapatkan ASD secundum, bidirectional shunt.
DAFTAR PUSTAKA
1. Edie
S.
2010.
Penyakit
Jantung
Bawaan.
Avalaible
from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23407/4/Chapter%20II.pdf
2. Baras,
Faisal.
2006.
Pengantar
Kardiologi
Anak.
Avalaible
from:
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/majacc/article/download/173/17
6
3. Poppy S. Roebino dkk. 2012. Diagnosis Dan Tatalaksana Penyakit Jantung
Bawaan.
Avalaible
from:
http://staff.ui.ac.id/internal/140080169/material/DIAGNOSISDANTATALA
KSANAPJB-2.pd
4. Wisnuwardhana. 2010. Manfaat Pemberian Diet Tambahan Terhadap
Pertumbuhan
pada
Anak
Dengan
Penyakit
Jantung
Asianotik.Avalaible
Bawaan
from:
http://eprints.undip.ac.id/18130/1/MAS_WISHNUWARDHANA.pdf
5. Sastroasmoro. Sudigdo, dkk Penyunting. Buku Ajar Kardiologi Anak.
Jakarta:BPIDAI; 1994
septal
defect.
http://kidshealth.org/parent/medical/heart/asd.html
19. SMF Ilmu Anak. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Kesehatan
Anak. Jember: RSUD. Dr. Soebandi.
20. Childrens Heart Specialist PSC. 2009. Congestive Heart Failure. [Serial
Online].http://mykentuckyheart.com/information/CongestiveHeartFailure.htm.
[23 Desember 2010].
21. Arnold,
J.
M.
O.
2008.
Heart
Failure.[Serial
Online].