Вы находитесь на странице: 1из 9

Etiologi Karies

Faktor utama yang terlibat dalam dental karies adalah gigi, saliva, plak,
makanan yang dikonsumsi dan waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang.
Faktor-faktor tersebut saling berkaitan dengan berbagai cara, namun pola-pola
tertentu dari hubungan timbal balik lebih memungkinkan daripada yang lain untuk
dapat menghasilkan inisiasi dan perkembangan lesi karies atau penyembuhan dari
white spot awal.
1. Host
Terdapat 2 hal yang paling penting dalam faktor host yaitu struktur enamel
atau dentin (root surface caries) dan komposisi serta aliran saliva
a. Enamel
Kerentanan daerah enamel yang berbeda pada gigi yang sama
terhadap serangan asam sangat bervariasi. Berbagai informasi
menyatakan bahwa beberapa area tertentu pada gigi yang sama dapat
lebih rentan terhadap karies daripada yang lainnya. Demikian pula,
serangan mikroba pada permukaan yang rentan karies dapat
menghasilkan lesi karies awal, sementara pada satu area yang lebih
mineralisasi dapat terhindar dari resiko karies. Kerentanan terhadap
demineralisasi oleh asam dapat berkaitan dengan faktor lainnya
termasuk mineral dan komponen fluoride, yang akan berikatan dengan
struktur enamel.
b. Saliva
Campuran atau keseluruhan saliva dihasilkan dari sekresi kelenjar
mayor (parotid, submandibular, dan sublingual) dan kelenjar saliva
minor, dengan input yang berbeda dari cairan sulkus gingiva. Jumlah
sekresi saliva dan komposisinya dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
diantaranya usia, jenis kelamin, waktu, dan perbedaan genetik. Ph dan
kapasitas buffering dari saliva dapat ditentukan oleh konsentrasi
bikarbonat dan fosfat, ph dari saliva normal berkisar antara 5,6-7,8
dengan rata-rata 6,7.
Saliva memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan gigi dan
mulut, beberapa diantaranya berkaitan dengan karies. Sebagai contoh,
mekanisme pembersihan oleh saliva adalah mekanisme yang sangat

efektif untuk membersihkan sisa makanan dan mikroorganisme oral


dalam mulut. Peran perlindungan oleh saliva dapat ditemukan pada
pasien dengan Sjogrens syndrome yang memiliki sekresi saliva yang
lambat, menyisakan sisa makanan di dalam mulut dalam waktu yang
lama dan menderita rampant karies. Saliva memiliki kapasitas
buffering yang tinggi yang berfungsi untuk menetralisir asam yang
dihasilkan oleh plak bakteri di permukaan gigi.
2. Konsumsi Makanan
Beberapa penelitian menunjukkan dengan jelas bahwa ada hubungan
langsung antara dental karies dengan konsumsi karbohidrat. Sukrosa
merupakan gula yang paling kariogenik dan bukti dari peran utama dalam
inisiasi karies meliputi hal berikut :

Meningkatnya prevalensi karies pada populasi dengan konsumsi


sukrosa yang tinggi

Studi asosiasi klinis

Short-term experiments in human volunteers using sucrose rinses

Penelitian pada binatang

Sukrosa memiliki sifat mudah larut dan berdifusi ke dalam dental plaque,
berperan sebagai zat dalam produksi extracellular polysaccharide dan
asam. Streptococcus mutans menghasilkan water-insoluble gulcans dari
sukrosa dan meskipun polisakarida ini dapat terlibat dalam primary
adherence di permukaan, polisakarida ini lebih berperan dalam
memperkuat ikatan sel bakteri pada permukaan dan membantu
perkembangan plak. Hubungan langsung antara sukrosa dan dental karies
sebenarnya lebih kompleks dari sekedar penjelasan jumlah total gula yang
dikonsumsi. Terdapat bukti yang cukup bahwa frekuensi konsumsi gula
lebih menentukan perkembangan karies daripada total gula yang
dikonsumsi. Hal penting lainnya adalah stickiness dan konsentrasi sukrosa
yang dikonsumsi, mempengaruhi periode bertahannya gula dalam mulut
dengan ikatan yang dekat dengan permukaan gigi. Karbohidrat juga
bersifat kariogenik, contohnya glukosa dan fruktosa namun dengan tingkat
yang lebih rendah. Karbohidrat dengan kariogenisitas yang rendah dapat
ditemukan pada xylitol (sugar alcohol).

3. Mikroorganisme
Dental karies tidak dapat terjadi (in vivo) jika tidak ada mikroorganisme
dalam pembentukan plak. Pada hipotesis terdahulu, S.mutans diyakini sebagai
inisiator dari hampir semua lesi karies di enamel, namun belakangan karies
tidak selalu tergantung pada kehadiran S.mutans.

Streptococcus mutans
S.mutans (serotypes c/e/f) dan S.sobrinus (serotypes d/g) adalah
spesies yang paling sering ditemukan pada manusia, dimana serotype c
menjadi prevalensi tertinggi dibandingkan serotype d dan e.
Hubungan yang paling kuat antara S.mutans dan manusia adalah
dalam pembentukan fissure caries, namun hubungan lain dalam bentuk
karies lainnya tidak kalah penting. Peran S.sobrinus pada karies kurang
menentu, terutama disebabkan oleh penggunaan media kultur selektif
dalam studi klinis yang menghambat pertumbuhan S.sobrinus, namun
tidak S.mutans.
Kemampuan bakteri ini untuk mensintesis glukan ekstraseluler
dari

sukrosa dengan menggunakan enzimnya (glucosyltransferase)

merupakan faktor utama dalam virulensi karies.


Glucosyltransferase yang disekresi oleh S.

mutans sering

berikatan dengan pelikel pada permukaan gigi dan pada permukaan


mikroorganisme lain. Glukan yang tidak

larut

disintesis

oleh

permukaan GtfB dan GtfC yang terabsorpsi menyediakan sisi


pengikatan spesifik untuk kolonisasi bakteri pada permukaan gigi dan
bakteri satu sama lain, mengatur pembentukan biofilm yang sangat
erat.
Jika biofilm tetap berada pada permukaan gigi dan dilindungi
oleh makanan berkarbohidrat terutama sukrosa, S. mutans sebagai
bagian dari komunitas biofilm akan melanjutkan sintesis polisakarida
dan memetabolime gula menjadi asam organik. Jumlah yang tinggi
dari

polisakarida ekstraseluler meningkatkan stabilitas biofilm dan

integritas struktural dan melindungi bakteri terhadap pengaruh buruk


dari antimikroba dan pengaruh lingkungan. Kemampuan S. mutans

untuk memanfaatkan beberapa ekstra dan intraseluler sebagai


senyawa penyimpanan jangka pendek menawarkan keuntungan
ekologis tambahan, bersamaan dengan peningkatan jumlah produksi
asam dan tingkat keasaman. Ketahanan lingkungan asam ini
menyebabkan flora toleran terhadap asam yang tinggi, lingkungan
dengan pH yang rendah dalam matriks plak hasil demineralisasi pada
enamel,

demikian permulaan proses karies gigi. Oleh karena itu,

polisakarida ekstraseluler dan pengasaman dari biofilm sangat penting


untuk pembentukan plak gigi kariogenik

Lactobacillus species
Lactobacilli dapat dibagi menjadi 2, homofermentative yang
menghasilkan asam laktat (>65%) dari fermentasi glukosa (contoh :
L.acidophilus dan L.casei); dan heterofermentative yang memproduksi
asam laktat serta jumlah yang signifikan pada asetat, ethanol, dan
karbondioksida (contoh : L.fermentum). Lactobacilli dengan prevalensi
tinggi menyebabkan karies yaitu L.casei dan L.fermentum.

Actinomyces species
Actinomyces adalah pembentuk bagian utama dari mikroflora pada
dental plak. Pada individu usia dewasa, A.viscosus dapat menyebabkan
root surface caries.

Veillonnella species
Veiollonella memiliki efek perlindungan terhadap karies. Veillonnella
membutuhkan laktat untuk dapat tumbuh, namun tidak dapat memetabolisme karbohidrat.

Patogenesis Karies
Yang utama pada prosesnya:
1. Fermentasi karbohidrat menjadi asam organik oleh mikroorganisme plak
di permukaan gigi
2. Pembentukan asam dengan cepat, pH pada permukaan email turun di
bawah pH kritis, dimana email larut

3. Karbohidrat tidak tersedia pada mikroorganisme plak, pH naik akibat


difusi asam ke luar, metabolisme dan netralisasi pada plak, maka
remineralisasi email dapat berlangsung
4. Karies gigi hanya terjadi ketika demineralisasi lebih besar daripada
remineralisasi. Demineralisasi dan remineralisasi dalam keadaan normal
yaitu seimbang, merupakan kunci untuk pemahaman dinamika lesi karies
dan pencegahan.
Demineralisasi
Komponen mineral dari enamel, dentin dan sementum yaitu hidroksiapatit
yang tersusun atas Ca10(PO4)6(OH)2. Pertukaran ion mineral antara permukaan
gigi dengan biofilm oral terjadi setiap kali makan dan minum. Dalam keadaan
normal, hidroksiapatit berada dalam kondisi seimbang dengan saliva yang
tersaturasi oleh ion Ca2+ dan PO43-. Hidroksiapatit akan reaktif terhadap ionion hidrogen pada atau di bawah pH 5.5, yang merupakan pH kritis bagi HA.

Saat seseorang mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat


terutama sukrosa, karbohidrat ini akan menempel pada plak gigi. Salah satu
komposisi dari plak adalah Streptococcus mutans. Bakteri ini mensekresi
enzim glucosyltransferase yang akan mengubah karbohidrat menjadi glukan.
Glukan menyediakan sisi pengikatan spesifik untuk kolonisasi bakteri pada
permukaan gigi dan bakteri satu sama lain, mengatur pembentukan biofilm
yang sangat erat.
Jika plak tetap berada pada permukaan gigi yang dilapisi makanan
berkarbohidrat terutama sukrosa, S. mutans sebagai bagian dari komunitas
biofilm akan melanjutkan sintesis polisakarisa dan memetabolisme gula
menjadi asam organik.
Kondisi pH yang asam akibat hasil fermentasi karbohidrat oleh S.
mutans, membuat ion H+ bereaksi dengan ion PO43- dalam saliva. Proses ini

akan mengubah PO43- menjadi HPO42-. HPO42- yang terbentuk kemudian akan
mengganggu keseimbangan hidroksiapatit dengan saliva, sehingga kristal
hidroksiapatit pada gigi akan larut. Proses ini disebut demineralisasi.

Lesi awal yang timbul akibat proses demineralisasi disebut white spot
lesion. Keadaan ini merupakan tahap kritis. Jika ketidakseimbangan antara
demineralisasi dan remineralisasi terus berlanjut. Kristal hidroksiapatit yang
terlarut membuat permukaan gigi menipis dan dapat berlanjut menjadi kavitas.

Remineralisasi
Demineralisasi dan remineralisasi terjadi secara dinamis pada

permukaan gigi. Namun apabila terjadi ketidakseimbangan antara keduanya


dapat terjadi karies, yakni jika demineralisasi lebih tinggi daripada
remineralisasi.
Interaksi faktor-faktor etiologi karies
Demineralisasi

Remineralisasi
Saliva + kehigienisan + fluoride + faktor

Plak + karbohidrat

pelindung alami

Faktor faktor yang berperan terhadap keseimbangan demineralisasi


dan remineralisasi
Faktor destabilisasi

Faktor penstabil

Diet + plak = asam plak

Saliva & kapasitas buffer

Penurunan produksi saliva

Tingkat Ca2+ dan PO43-

Tingkat buffer dan pembersihan mulut


yang rendah

Sistem buffer dan remineralisasi

Saliva yang bersifat asam dan asam yang


bersifat erosive

Protein pembersih mulut / glikoprotein


Pemaparan terhadap fluoride

Proses demineralisasi dapat dibalikkan jika pH di netralkan dan


terdapat ion Ca2+dan PO43- dalam jumlah yang cukup. Pelarutan apatit dapat
menjadi netral dengan menyangga (buffering), dengan kata lain Ca2+ dan
PO43- pada saliva dapat mencegah proses pelarutan tersebut. Ini dapat
membangun kembali bagian-bagian kristal apatit yang larut. Inilah yang
disebut remineralisasi.

Gambar 3. Cyclic Process of Decay


Saliva menjadi sangat asam dalam waktu lima menit ketika makan.
Asam tersebut menyebabkan demineralisasi enamel. Setelah tiga puluh menit,
pH saliva kembali normal. Kehadiran fluoride pada saat remineralisasi
menghasilkan Fluor-apatite yang lebih resisten terhadap dekalsifikasi jika
dibandingkan dengan struktur gigi yang asli.
Reaksi Ion-ion asam dengan apatit
Selama erupsi gigi terdapat proses mineralisasi berlanjut yang
disebabkan adanya ion kalsium dan fosfat dalam saliva. Pada mulanya apatit
enamel terdiri atas ion karbonat dan magnesium namun mereka sangat mudah
larut bahkan pada keadaan asam yang lemah. Sehingga terjadi pergantian,
yakni hidroksil dan floride menggantikan karbonat dan magnesium yang telah
larut, menjadikan email lebih matang dengan resistensi terhadap asam yang
lebih besar. Tingkat kematangan atau resistensi asam dapat ditingkatkan
dengan kehadiran flouride.
Pada saat pH menurun, ion asam bereaksi dengan fosfat pada saliva
dan plak (atau kalkulus), sampai pH kritis disosiasi HA tercapai pada 5,5.
Penurunan pH lebih lanjut menghasilkan interaksi progresif antara ion asam

dengan fosfat pada HA, menghasilkan kelarutan permukaan kristal parsial atau
penuh. Flouride yang tersimpan dilepaskan pada proses ini dan bereaksi
dengan Ca2+ dan HPO42-membentuk FA (flouro apatit). Jika pH turun sampai
dibawah 4.5 yang merupakan pH kritis untuk kelarutan FA, maka FA akan
larut. Jika ion asam dinetralkan dan Ca2+ dan HPO42 dapat ditahan, maka
remineralisasi dapat terjadi. Proses tersebut dapat dijelaskan dengan diagram
siklus pH dibawah ini

pH

6,8

6,0

H+

bereaksi

dengan

5,5

5,0

4,5

4,0

3,5

ion Demineralisasi HA larut. FA FA dan HA larut

PO4 dalam saliva dan plak

terbentuk karena kehadiran F


Jika H+ habis terpakai dan/
Remineralisasi FA

HA dan FA terbentuk
8,0
Kalkulus

6,8

kembali
6,0

dapat

terbentuk atau terjadi netralisasasi dan

5,5

semua ion tertahan


5,0

4,5

4,0

3,5

terbentuk

Remineralisasi > Demineralisasi Karies dapat terjadi

Erosi dapat terjadi

Gula (sukrosa, glukosa, fruktosa) pada biofilm dikonversi menjadi


asam. Ketika pH menurun hingga pH kritis HA 5.5, terjadi pelarutan mineral.
Namun, ketika pH di atas 4.5 dan terdapat F, terbentuk FA sehingga
mengurangi demineralisasi.

Gambar 5. Remineralisasi enamel dengan kehadiran F pada biofilm.

Setelah eksposure gula terhenti, asam pada biofilm dinetralkan oleh


saliva dan diubah menjadi garam. Sehingga, pH naik menjadi 5.5 atau lebih
yang mendukung pembentukan HA dan FA. Oleh karena itu, pengembalian Ca
dan P yang hilang akan lebih efisien ketika terdapat F pada biofilm.

Вам также может понравиться